Steve Hendra
Pendahuluan
Sebagian orang yang membaca bagian ini berpendapat bahwa inti doa Nehemia adalah supaya Tuhan membawa bangsa Israel yang tercerai berai kembali ke tanah perjanjian dan ada juga orang yang berpendapat bahwa doa Nehemia tidak lebih dari pengakuan dosa yang sifatnya pribadi. Untuk memahami doa Nehemia ini maka terlebih dahulu kita memahami konteks dari kitab Perjanjian Lama, yakni:
Pertama, Doa Nehemia ini berangkat dari kenyataan sejarah, yaitu Allah Yahweh (TUHAN, huruf besar) adalah Allah yang melakukan perjanjian dengan umat-Nya. Sejak awal penciptaan, TUHAN mengadakan perjanjian dengan Adam dan perjanjian ini disebut perjanjian kerja (Kej. 2) dan setelah manusia jatuh ke dalam dosa, TUHAN tetap mengadakan perjanjian dengan manusia, mulai dari perjanjian dengan Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, Musa, Daud, dan masih banyak lagi. Dalam kitab Yesaya, TUHAN kembali mengadakan perjanjian yang baru – Kristus sebagai mediator dengan umat. Perjanjian ini dilakukan secara dua pihak dan mempunyai ikatan hukum yang saling mengikat dengan darah sebagai segelnya. Perjanjian semacam ini pernah dilakukan antara TUHAN dengan Abraham; Allah berjalan bersama dengan Abraham melewati potongan tubuh binatang yang telah terbelah, hal ini berarti jikalau ada salah satu yang mengingkari perjanjian biarlah ia akan bernasib sama seperti binatang yang terbelah tersebut (Kej. 15). Inilah natur dari Perjanjian Allah dimana pelanggaran berakibat kematian. Hal inilah yang menjadi latar belakang doa Nehemia; ia mengacu pada Perjanjian Allah tersebut.
Kedua, Nehemia hidup di negara asing, yakni Persia, negara yang sudah menawan bangsanya. Dalam kitab Ulangan pasal 28 – 30 dicatat tentang berkat, kutuk dan sumpah setia yang diucapkan bangsa Israel berkenaan dengan perjanjian yang dibuat antara Allah dengan Musa. Stuktur kitab Ulangan ini sangatlah unik sebab kitab ini tak ubahnya seperti sebuah pakta perjanjian. Kitab Ulangan ini ditulis oleh Musa pada saat menjelang dia melepas bangsa Israel untuk masuk ke dalam tanah perjanjian sedang dirinya sendiri tidak diijinkan Tuhan untuk masuk tanah perjanjian tersebut maka dalam tulisannya kita menjumpai tentang kasih setia Allah yang memimpin dan menyertai bangsa Israel keluar dari tanah Mesir dan bagaimana Allah mengikat perjanjian dengan umat-Nya dan ternyata bangsa Israel berkali-kali mengingkari Tuhan dengan menyembah allah lain hingga Tuhan memecah kerajaan Israel menjadi dua, yakni kerajaan utara dan selatan namun mereka tetap menyeleweng hingga Allah menyerakkan mereka di antara bangsa-bangsa kafir dan kejadian ini terus berlangsung hingga di jaman Nehemia. Sepintas kalau kita membaca Alkitab maka kita akan melihat Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang kejam sedang Allah Perjanjian Baru adalah Allah yang asih dan pengampun. Salah! Kalau kita baca kitab Perjanjian Lama secara keseluruhan dan teliti maka kita akan melihat Allah adalah Allah yang panjang sabar, berulang kali bangsa Israel menyakiti hati Allah, Allah menghukum tetapi Allah juga memulihkan. Jangan lupa, dalam kitab Perjanjian Baru katanya Allah yang penuh belas kasih itu disana Anak Allah harus mati karena dosa. Jelaslah, sejak jaman PL sampai PB, Allah tidak pernah berubah. Sesungguhnya, pelanggaran yang dilakukan bangsa Israel sangatlah banyak namun sedikit sekali yang dicatat dalam Alkitab.
Nama Nehemia berarti Allah Penghiburku namun doa Nehemia ini menjadi turning point bahwa hidupnya tidak lagi penuh dengan penghiburan sebab ia harus menghadapi berbagai macam kesulitan di negeri asing. Kalau kita membaca kitab Nehemia ini secara keseluruhan maka Nehemia “Allah Penghibur“ ternyata juga menjadi penghiburan bagi seluruh bangsa Israel. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kalau kita disebut “Kristen“ yang artinya “Kristus kecil“, sudahkah orang lain melihat ada Kristus dalam diri kita dengan demikian orang mengenal Kristus? Adalah tugas setiap anak Tuhan untuk menjadi saksi karena itu Tuhan menempatkan kita di dunia untuk menjadi garam dan terang dunia.
Sikap Doa Nehemia
Mendengar berita orang Israel dinista, kota Yerusalem porak poranda, Nehemia langsung duduk, menangis dan berkabung selama beberapa hari, ia pun berpuasa dan berdoa. Reaksi yang ditunjukkan oleh Nehemia ini bukanlah tanpa sebab atau alasan. Pada jaman itu, konsep tentang Allah dan kota sangat berkaitan erat; sebuah kota kalau dapat dikalahkan berarti “allah“-nya juga turut dikalahkan, ini berarti Allah Yahweh telah kalah oleh allah bangsa lain. Tidak hanya sampai disana, Nehemia melihat ada hal lain yang lebih esensi, yakni kerohanian orang Israel pun telah menjadi puing. Tuhan sudah ijinkan mereka untuk kembali ke kota Yerusalem tetapi tidak ada seorang pun yang tergerak untuk membangun kembali kota Yerusalem. Orang Israel hanya peduli dengan dirinya sendiri yang sudah cukup kesulitan di tengah kota Yerusalem yang sudah menjadi puing.
Reaksi Nehemia bukan sekedar tindakan. Menurut terjemahan aslinya, duduk berasal dari bahasa Ibrani, shabat; kata shabat ini juga yang dipakai ketika Allah berhenti bekerja pada hari ketujuh. Nehemia mengkhususkan hari itu khusus untuk Tuhan, shabat, ia bergumul sesungguhnya apa yang menjadi kehendak dan isi hati Tuhan, kalau Tuhan sudah mengijinkan bangsa Israel kembali, lalu kenapa Tuhan tetap membiarkan kota Yerusalem runtuh? Ketika kita diberikan suatu tugas oleh Tuhan bagaimanakah sikap kita? Hal apa yang pertama-tama terpikir dalam benak kita? Sayangnya, hari ini orang tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh Nehemia, yakni berdoa dan bergumul di hadapan Tuhan, orang cenderung melakukan segala sesuatu menurut logikanya sendiri, tidak bertanya apakah Tuhan berkenan atas pekerjaan kita. Kita terlalu sibuk sehingga tidak mendengar Tuhan berbicara, hal inilah yang seringkali terjadi, kita melewatkan momen-momen dengan Tuhan. Biarlah kita mengevaluasi diri, di saat kita semakin sibuk apakah kita semakin rohani ataukah justru semakin sekuler?
Isi Doa Nehemia
Nehemia sadar, Tuhan seperti apa yang kepada-Nya mengajukan seluruh doa permohonan, “Ya, TUHAN, Allah semesta langit, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang berpegang pada perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan tetap mengikuti perintah-perintah-Nya.“ Berbeda dengan doa-doa kita, ucapan syukur yang kita ucapkan tidak lebih hanya sekedar ucapan basa basi belaka bahkan ketika kita dalam ketakutan karena persoalan hidup yang berat menimpa kita maka ucapan syukur tidak lebih sebagai salam pembuka belaka. Pengenalan yang benar akan Tuhan menentukan seluruh isi doa kita sekaligus siapa kita. Calvin menegaskan mengenal Allah dan mengenal diri saling terkait erat dan tidak dapat dipisahkan karena kalau kita gagal mengenal Allah maka kita tidak mengenal diri begitu juga sebaliknya. Orang seringkali melupakan Tuhan, orang hanya fokus pada permasalahan kita; orang kuatir kalau-kalau Tuhan tidak peduli akan semua masalahnya. Bukankah sikap dan perbuatan kita tersebut tidak ubahnya seperti anak kecil ketika sedang menghadapi masalah? Biarlah kita menjadi seorang yang bijak ketika masalah dan tantangan menimpa, kita berdiam diri sejenak dan melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi dan bagaimana cara penyelesaiannya. Pertanyaannya kerohanian kita seperti anak-anak ataukah seperti orang dewasa? Kalau kita mau jujur, sesungguhnya kita lebih mirip anak-anak, kita banyak dikuatirkan oleh berbagai macam masalah dan mengabaikan Tuhan. Hal ini tidak menyelesaikan masalah tetapi justru menambah masalah baru.
Nehemia menyadari keberadaan dirinya sebagai orang berdosa, orang yang pernah mengkhianati perjanjiannya dengan Tuhan, yakni perjanjian yang sifatnya mengikat dan berakibat kematian. Karena itu, ia mohon ampunan pada Tuhan, ia berdoa mewakili dirinya, keluarganya, yaitu keluarga Daud dan bangsa Israel seluruhnya. Doa inilah yang Nehemia panjatkan. Bagaimana dengan sikap doa kita? Kita seringkali memperlakukan Tuhan seperti kita bersikap pada orang lain, kita bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa padahal sebelumnya kita sudah menyakiti hatinya. Hukuman yang paling berat adalah hukuman ketika kita tidak menyadari kesalahan yang kita lakukan. Hukuman yang paling ringan justru ketika kesalahan kita diketahui dan kita mendapatkan hukuman karena kesalahan tersebut. Hukuman yang sedikit lebih berat adalah orang lain tahu tetapi diam, orang hanya mengasihani diri kita. Hukuman yang lebih berat lagi yaitu ketika orang lain tidak tahu dan kita berpikir ini sebagai the another way untuk mencapai gol yang kita inginkan. Dan hukuman yang paling kronis adalah justru ketika tidak seorang pun yang tahu apa yang kita perbuat, kita merasa aman dan melihat sebagai the best way untuk mencapai sasaran. Nehemia menunjukkan suatu sikap pertobatan yang sejati. Nehemia sadar bagaimana seharusnya bersikap ketika datang menghadap Tuhan, bagaimana memposisikan diri di hadapan Tuhan dan berelasi dengan Tuhan sang pemilik alam semesta, Allah yang berpegang pada perjanjian-Nya dan Allah yang penuh dengan kasih setia. Kata “kasih setia“ berasal dari bahasa Ibrani, hezed artinya Allah pernah berjanji maka Allah akan setia dan berpegang pada janji-Nya dan Allah akan menghukum orang yang melawan perjanjian akan tetapi Allah akan mengampuni orang yang mau kembali dan memohon ampun pada-Nya. Dalam doa Nehemia dicatat, bila kamu berbalik kepada-Ku...(ay. 9), kata berbalik disini berasal dari bahasa Ibrani, shuv, artinya turn around, orang yang tadinya melawan Tuhan kini berbalik untuk bertobat. Nehemia mengenal TUHAN adalah Allah yang setia dan berpegang pada janji, Dia akan mengampuni orang-orang yang mau bertobat dan berbalik untuk kembali pada-Nya. Doa yang Nehemia ucapkan (Neh. 1:9,10) sesungguhnya mengacu pada janji Tuhan yang ditulis dalam kitab Ulangan dan ayat ini mempunyai struktur yang unik dan disebut sebagai struktur kiastik. Struktur kiastik ini tidak beda ubahnya seperti sebuah sandwich, yakni bagian tengah justru yang menjadi inti dan esensi. Kita melihat ada suatu tindakan Allah untuk mengumpulkan bangsa Israel, di masa lalu juga ada tindakan Allah yang menuntun bangsa Israel keluar dari suatu tempat, yakni tanah perbudakan maka dari dua tindakan Allah ini ada hal yang lebih penting dan yang menjadi inti yang mendasari tindakan Allah tersebut, yakni Tuhan membawa bangsa Israel ke suatu tempat, tanah perjanjian dan di sanalah nama Tuhan ditinggikan nama Allah dipermuliakan sebab pada jaman itu, orang mempunyai konsep bahwa suatu negara yang dapat dikalahkan berarti “allah“-nya juga ikut dikalahkan. Nehemia memohon supaya orang Israel mengalami kebangunan rohani dan nama Tuhan dipermuliakan kembali. Hal inilah yang menjadi inti dari doa Nehemia, yakni terjadinya restorasi rohani bagi bagsa Israel dan untuk hal ini Nehemia siap diutus Tuhan. Hari inipun di negara kita banyak infra struktur yang telah rusak namun yang menjadi inti kehancuran itu adalah rusaknya moralitas dan spiritualitas. Tugas kita sebagai anak Tuhan untuk menjadi saksi bagi-Nya, mengabarkan Injil supaya orang kembali kepada Tuhan.
Perhatikan di akhir doanya Nehemia menulis suatu pernyataan: “ketika itu aku juru minuman raja“ sepertinya kalimat ini hanya sekedar ditulis sebab kalau sebelumnya kita membaca hal yang sangat rohani tetapi justru ditutup dengan kalimat yang bagi kita mungkin tidaklah berarti. Pada umumnya, orang hidup di dunia sangat menyukai hal-hal yang sifatnya aman, orang suka akan nuansa yang rohani dan orang tidak mau cepat-cepat berlalu namun Tuhan ingin kalau kita sudah menerima satu kebenaran rohani maka kita menyatakan itu pada dunia. Orang Kristen dipanggil bukan untuk tinggal di dalam menara gading yang indah, tidak, Tuhan memanggil kita untuk diutus masuk ke dalam dunia dan menjadi saksi Tuhan. Seluruh pergumulan doa Nehemia dipanjatkan justru ketika ia akan menghadap raja dengan muka muram sebab dalam doanya dicatat: “biarlah hamba-Mu berhasil hari ini dan mendapat belas kasihan dari orang ini.“ Yang dimaksud “orang ini“ adalah raja Artahsasta yang sedang berkuasa pada jaman itu. Sebab hari itu, seorang yang akan melayani raja haruslah mempersiapkan dirinya sebaik mungkin; menghadap raja dengan muka muram dan jika raja tidak berkenan maka nyawa menjadi taruhannya. Dalam doanya, Nehemia memohon kiranya raja ini bermurah hati padanya dan akhirnya ia berhasil. Sesungguhnya, ketika Nehemia mengharapkan kemurahan dari raja Artahsasta Nehemia juga mengharapkan kemurahan hati dari Raja di atas segala raja.
Biarlah kita meneladani Nehemia dimana antara iman dan kerohanian itu teraplikasi dengan riil dalam kehidupannya. Ingat, tanpa pimpinan Tuhan, kita akan jatuh dan tersesat sebagai contoh ketika kita hendak menuju ke suatu kota jikalau sepanjang jalan menuju kota itu gelap gulita pastilah kita akan tersesat dan terjatuh. Sesungguhnya, Tuhan tidak pernah membiarkan kita berjalan sendiri sebab Tuhan selalu memimpin tiap langkah hidup kita namun kitalah yang terlalu sibuk dengan urusan kita sendiri sehingga kita tidak peka akan pimpinan Tuhan dan ironisnya, kita justru menyalahkan Tuhan. Biarlah kita peka akan panggilan Tuhan dalam setiap aspek hidup kita dengan demikian kita boleh dipakai menjadi saksi-Nya dan biarlah nama Tuhan semakin dipermuliakan di muka bumi ini. Amin. ?