Roma 6:23
Oleh: Jennifer Buckmaster
Memandang keluar jeruji besi yang dingin, aku menyadari bahwa
matahari tak akan terbit lagi. Fajar, yang memberikan hari baru pada
burung-burung, merupakan saat eksekusi hukuman matiku. Setiap detik
serasa berharga. Dalam penjara yang pengap itu udara terasa segar
dan harum. Aku tak ingin mati, walaupun aku pantas untuk itu.
Sungguh suatu kejahatan, dosa, dan kesemena-menaan yang telah aku
lakukan.
Gemerincing kunci terdengar di luar pintu sel. Oh bukan, belum
waktunya. Secercah sinar fajar merekah di ufuk timur, tak lebih dari
itu. Mengapa secepat itu? Akankah ini merupakan menit-menit terakhir
kehidupanku? Aku telah berusaha kuat untuk menyiapkan diri
menghadapi saat-saat itu, tetapi aku belum siap untuk mati.
Terdengar derit pintu sel dibuka ketika penjaga masuk. Bayangan
seorang yang tergantung di tiang gantungan menghantuiku. Jantungku
berdebar keras. Kakiku gemetar tak dapat menyangga tubuhku yang
lemas.
Tetapi siapakah orang yang berwajah teduh yang berdiri di belakang
para penjaga itu? Senyumnya tak lepas dari wajahnya. Ia memegang aku
dengan tangannya yang lembut agar aku bisa berdiri tegak, ia
mengatakan akan menggantikan aku. Menggantikan aku? Aku tak pernah
mengenal orang itu sebelumnya. Tetapi ia akan menggantikan aku
menjalani hukuman mati??
Ketika aku melihat orang itu serius, aku menangis tersedu-sedu. Aku
dituntun keluar dari kamarku. Ketika aku melihat langit biru yang
kusangka tak akan kulihat lagi, aku menyadari bahwa aku akan hidup.
Aku menengok ke belakang ke jeruji penjara yang telah memasung
kebebasanku dan melihat wajah yang penuh kasih dari sang penebus
sebelum ia digiring ke tempat eksekusi.
Ia
telah sukarela mengorbankan dirinya sendiri, sekalipun ia tidak
melakukan kejahatan apapun dan akulah penjahat itu. Siapakah orang
itu yang memberikan hidupnya agar aku boleh hidup?
Sebab upah dosa ialah maut; tetapi
karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan
kita. (Roma 6:23)
|