SUMBER KRISTEN: ILUSTRASI

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

                    HANYA BEBERAPA HALAMAN SAJA Indeks= 18700
Seluruh dunia, sepanjang abad)

Setiap orang di seluruh dunia memerlukan Alkitab, dalam bentuk dan
bahasa yang dapat diterimanya. Akan tetapi, . . . bagaimana jika hanya
ada beberapa halaman Alkitab yang jatuh ke dalam tangan seseorang?
Apakah cukup saya hanya beberapa halaman saja, untuk membimbing
seseorang kepada Tuhan Yesus Kristus?

Cukup. Bahkan kadang-kadang cukup hanya dengan beberapa perkataan
saja, . . . asal orang yang mendapatkannya itu sungguh rindu mencari
sisa dari Firman Allah, serta rindu mencari orang yang sanggup
menjelaskan maknanya. Misalnya:

Di India seorang penumpang kereta api pernah diberi sebuah buku
kecil. Sesudah membacanya sana-sini, sadarlah dia bahwa buku kecil itu
adalah Kitab Injil Yohanes. Orang India itu sangat membenci agama
Kristen serta Kitab Suci kaum Kristen. Jadi, ia menyobek-nyobek Kitab
Injil kecil itu dan melemparkan sisanya keluar jendela gerbong kereta
api.

Beberapa kuli sedang memperbaiki rel kereta api. Salah seorang di
antara mereka itu membungkuk dan memungut secarik kertas di pinggir
rel. Kertas itu sangat kecil, hanya memuat dua kata saja. Namun kata
itu dicetak dalam bahasa yang dapat dibaca oleh kuli tadi: "Roti
Hidup."

Ia amat terkesan. Berkali-kali ia mengucapkan kedua kata itu dengan
keras: "Roti Hidup. Roti Hidup. Roti Hidup." Lalu dalam hati ia pun
meneruskan: Persis itulah yang kuperlukan. Dari manakah aku dapat
memperolehnya?

Pada waktu kuli itu masih bertanya-tanya, ada orang lain yang
memperingatkan dia: "Istilah `Roti Hidup' itu kedengarannya dari Kitab
Suci kaum Kristen. Awas, nanti kamu tersesat olehnya!"

Tetapi kuli itu tidak berhenti mencari tahu, apa arti "Roti Hidup."
Akhirnya ia menemui sekelompok kecil orang Kristen. Dan ia pun sempat
bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, "Roti Hidup" itu . . .

Di Jepang pernah ada seorang remaja berumur 14 tahun yang melarikan
diri dari kampung halamannya ke ibu kota, Tokyo. Perbuatannya yang
nekat itu, tujuannya bukan untuk petualangan melainkan untuk
pendidikan. Untung, seorang kepala sekolah menampung dan mengarahkan
anak remaja itu. Ia diberi pekerjaan pada sebuah bengkel percetakan,
dan diizinkan masuk kelas-kelas khusus pada malam hari.

Sebagian karyawan itu wataknya tidak baik. Mereka mendorong anak
laki-laki itu untuk merokok dan mencicipi minuman keras. Bahkan mereka
mengajak dia ikut ke rumah pelacuran, pada hari setelah pembayaran
upah yang akan datang.

Untung, sebelum hari pembayaran upah tiba, ada kejadian yang tak
terduga. Di dekat pintu gerbang bengkel percetakan itu beralir sebuah
sungai. Pada suatu hari, di seberang sungai itu berkumpul serombongan
kaum muda yang mulai bernyanyi dan berbicara kepada orang-orang yang
lewat di jalan.

Anak remaja tadi merasa tertarik. Ia menyeberang jembatan dan
mendekati kelompok kaum muda tadi. Belum pernah ia mendengar hal-hal
yang mereka ceritakan; ia sama sekali tidak dapat memahaminya.

Pada waktu rombongan kaum muda itu hendak pergi lagi, setiap
pendengar mereka diberikan sehelai surat selebaran. Di sampul depan
kertas kecil yang dilipat itu ada sebuah gambar. Bulan purnama yang
sedang bersinar di waktu malam, dan dua ekor singa sedang mengaum.
Dibawah gambar itu tertera dua kalimat ini:

"Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling
sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat
ditelannya."

Anak remaja itu sama sekali tidak tahu bahwa ia sedang membaca
/TB #1Petrus 5:8*. Ia tidak tahu menahu tentang Alkitab. Bahkan sebelumnya
ia belum pernah mendengar tentang adanya orang Kristen. Namun kutipan
ayat itu tidak terlepas dari ingatannya. Berkali-kali ia membacanya,
sambil melihat-lihat gambar singa itu.

Anak remaja itu mulai berkenalan dengan kelompok kaum muda yang telah
mengadakan kebaktian di luar dekat jembatan sungai. Ia memperoleh
sebuah Kitab Perjanjian Baru dan mulai membacanya. Pada Kitab yang
pertama, pasal yang kedua, ayat yang kedua, ia menemukan anak kalimat
ini: "Raja orang Yahudi." Remaja itu tahunya hanya seorang raja saja,
yaitu sang kaisar Jepang. Ketika ia bertanya tentang "Raja orang
Yahudi" itu, ia diberitahu bahwa maksudnya, Raja secara rohani, bukan
raja duniawi.

Baru pertama kali remaja itu menyadari bahwa ada kawasan rohani, di
samping kawasan duniawi. Makin lama makin rindu dia untuk mengetahui
lebih banyak tentang kawasan rohani itu. . . .

Ternyata anak remaja Jepang yang kisah nyatanya diceritakan di sini,
kemudian menjadi salah seorang pemimpin Bala Keselamatan bukan hanya
di tanah airnya saja, melainkan di seluruh benua Asia!

Dulu pernah ada sebuah negara di mana umat beragama diajar supaya
menjauhi Alkitab, karena Alkitab itu dianggap buku yang tidak baik
untuk dibaca orang biasa. Di negara itu ada seorang rakyat miskin
bernama Turribio yang sedang mengorek-ngorek di tempat sampah. Ia
menemukan beberapa halaman dari sebuah buku. Ia membawa pulang
halaman-halaman yang kotor itu, dan mulai membacanya. Ternyata ada
banyak cerita yang sangat menarik tentang Tuhan Yesus Kristus, yang
sebelumnya belum pernah didengarnya.

Pada suatu hari, ketika Turribio sedang naik kereta api, ia bertemu
dengan seorang kawan lama. Kawannya itu dengan semangat berkata,
"Biarlah saya bercerita tentang apa yang sudah terjadi atas diri saya!
Dulu saya ini seorang pemabuk, Saudara tahu sendiri. Tetapi sekarang
saya telah bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, dan segala sesuatu
berubahlah."

"Dari manakah Saudara mendengar tentang Tuhan Yesus Kristus itu?"
tanya Turribio.

"O, dari membaca Alkitab," jawab temannya. "Di dalam Alkitab itu saya
menemukan kebenaran yang sudah lama dicari."

Turribio mengerutkan dahinya. "Bukankah Alkitab itu sebuah buku yang
terlarang?" ia mengingatkan temannya. "Nanti Saudara tersesat bila
membacanya."

Sebagai jawabannya, teman itu membuka kopernya, mengeluarkan sebuah
Alkitab, dan mulai membacakannya. "Coba dengarkan, Turribio, adakah di
sini sesuatu yang tidak benar?" tanyanya.

"O, itu bukan Alkitab," kata Turribio, kaget. "Kedengarannya itu sama
seperti beberapa halaman dari sebuah buku yang baru-baru ini saya
baca." Lalu ia pun membuka keranjangnya dan mengeluarkan beberapa
halaman yang dipeliharanya baik-baik.

Mereka membandingkan halaman-halaman milik Turribio dengan Alkitab
milik temannya itu. Ternyata isinya sama, bahkan susunan pasal dan
ayatnya pun sama.

"Wah, memang sama!" Turribio mengaku. "Coba bayangkan, . . . selama
ini saya membaca Alkitab, padahal saya belum menyadarinya."

Temannya itu terus menjelaskan makna Firman Tuhan. Dan sebelum kereta
api tiba di tempat tujuan mereka, Turribio juga sudah percaya kepada
Tuhan Yesus Kristus . . . .

Sayang sekali jika Firman Tuhan memang ada, namun tidak ada orang
yang dapat menjelaskan maknanya! Pada permulaan abad ke-19, beberapa
utusan Injil memasuki sebuah daerah pedesaan dekat kota Dhaka (kini
ibu kota negara Bangladesh). Mereka merasa agak heran, karena di
desa-desa orang Benggala itu tidak ada patung-patung para dewa,
seperti lazimnya di tempat-tempat lain.

"Betul, Tuan-Tuan, kami sudah meninggalkan agama nenek moyang kami,"
penduduk desa itu menjelaskan. "Kami mempunyai sebuah Buku yang
memberi petunjuk tentang agama yang lebih baik. Namun sayang, kami
tidak begitu mengerti makna Buku itu."

Lalu mereka membuka sebuah kotak yang terbuat dari kayu. Di dalamnya
tersimpan baik-baik sebuah Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Bangla,
hasil terjemahan William Carey. (Lihat pasal 4 dalam buku ini.) Entah
bagaimana, Kitab Suci itu sampai ke daerah pedesaan yang terpencil.
Dan selama 17 tahun, penduduk desa-desa itu menunggu dengan sabar
sampai datang orang-orang yang dapat menjelaskan maknanya. . . .

Sekali lagi di Negeri Sakura, ada seorang gadis kecil di desa
pegunungan. Waktu pulang sekolah, gadis Jepang itu hampir menginjak
sebuah buku kecil. Buku itu kotor, sobek; namun sesudah dipungut,
ternyata isinya sangat bagus.

Malam itu, ketika gadis tadi sedang membaca buku kecilnya di rumah,
ia mendengar bapak dan ibunya membicarakan tetangga mereka, Ibu Ayako.

"Sayang, sejak suaminya meninggal, Ibu Ayako sedih sekali," kata sang
ayah.

"Ya, betul," jawab sang ibu. "Ia mencari penghiburan ke mana-mana ke
kelenteng, ke kuil, ke candi. Namun ia tetap sedih."

Si gadis mendapat akal. Keesokan harinya ia menghadiahkan buku kecil
yang telah ditemukannya di jalanan desa itu kepada tetangganya, Ibu
Ayako. "Mungkin ibu suka membacanya," kata gadis itu. "isinya bagus.
Ada cerita-cerita yang sangat menarik, tentang seorang Guru yang suka
menolong orang-orang yang bersedih hati."

Ibu Ayako mengucapkan terima kasih seraya menerima buku kecil itu.
Mulailah dia membacanya. memang benar, bagus sekali! Ia rindu agar
dapat lebih banyak mengerti tentang Guru yang baik hati itu. Namun
tidak seorang pun di desa pegunungan itu yang dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan Ibu Ayako tentang lesu Kirisuto.

Pada suatu hari Ibu Ayako pergi ke sebuah desa lain dengan mengikuti
jalan setapak, untuk menjual beberapa butir telur di pasar. Di
tengah-tengah keramaian pasar itu, berdirilah seorang bapak yang
sedang berbicara kepada orang banyak. Dan yang sangat mengherankan, ia
pun menyebutkan nama Guru yang baik hati itu: "lesu Kirisuto."

Bila bapak itu selesai berbicara, Ibu Ayako mendekati dia.
Bertubi-tubi ia mengajukan pertanyaan. Lalu ia pun mengajak: "Maukah
Bapak datang ke desa saya, di daerah pegunungan? Di sana tidak ada
seorang pun yang tahu tentang lesu Kirisuto kecuali saya dan seorang
gadis kecil!"

Ternyata bapak itu seorang penjual Alkitab. Tentu saja ia senang
datang ke desa pegunungan itu. Beberapa bulan kemudian, di sana cukup
banyak orang yang sudah percaya kepada lesu Kirisuto, sehingga mereka
dapat mengorganisasikan sebuah gereja kecil. Dan semuanya itu terjadi,
karena ada suatu salinan Kitab Injil Lukas yang pernah terinjak-injak
di jalanan!