SUMBER KRISTEN: ILUSTRASI

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

                   ALKITAB YANG TETAP BERSIH Indeks= 18700
(Amerika Serikat, awal abad ke-20)

"Ya, boleh, Nak," kata seorang ibu rumah tangga kepada seorang anak
laki-laki belasan tahun yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya.
"Kamu boleh menyewa kamar di sini selama bersekolah. Tetapi ibu tidak
sanggup membersihkan kamar itu. Kamulah yang harus membersihkannya,
ya? Dengan demikian Ibu dapat memberi harga sewa yang lebih murah."

Nama anak remaja Amerika itu John. Ia seorang putra desa yang
terpaksa harus tinggal di sebuah kota kecil kalau mau meneruskan
pendidikannya pada tingkat SLTA.

Terus terang, si John tidak begitu senang mendengar bahwa ia harus
membersihkan kamarnya sendiri. Tetapi ia merasa dapat berbuat demikian
kalau terpaksa. Memang, ibu tidak menentukan berapa sering saya harus
membersihkan kamar, begitulah pikirannya. Maka John setuju akan
menyewa kamar itu.

Beberapa hari setelah John mulai memakai kamar itu, ketika ia pulang
dari sekolah, ia menemukan sebuah Alkitab di atas mejanya. Alkitab itu
bukan milik John; pasti orang lain telah meletakkannya di situ.

John mengangkat Alkitab itu. Di atasnya ada secarik kertas dengan
tulisan: "Inilah Buku yang paling baik di seluruh dunia. Mudah-mudahan
kamu akan membacanya setiap hari."

John tersenyum sinis. Peduli amat dengan Alkitab! katanya pada diri
sendiri. Dulu, waktu ia masih kecil, kadang-kadang si John pergi ke
gereja dengan neneknya. Tetapi sejak di gereja desa itu, ia tidak
pernah lagi membuka-buka Alkitab.

"Saya tidak perlu membaca Alkitab," gumamnya. Lalu ia merebahkan diri
di tempat tidurnya yang kumal dan mulai membaca sebuah cerita . . . .

Dua minggu sudah lewat. John belum berbuat apa-apa untuk membereskan
kamarnya. Tempat tidurnya tetap kumal; lantai tidak disapu; di atas
setiap benda di kamar sewaan itu ada lapisan debu.

Namun dengan lewatnya waktu, John memperhatikan sesuatu yang aneh.
Betapa pun tebalnya lapisan debu di atas lemari, meja, dan lantai,
Alkitab itu tetap bersih. Ibu rumah tangga itu sedang menunggu dengan
sabar sampai si John memenuhi janjinya dengan mulai membersihkan
kamarnya. Tetapi sementara itu, setiap hari sang ibu diam-diam masuk
dan membersihkan Alkitab yang ia harapkan akan dibaca oleh John.

John mulai merasa terganggu oleh keadaan kamarnya yang begitu
berantakan. Ia merindukan sebuah kamar yang bersih; namun ia tidak
berbuat apa-apa untuk membersihkannya. Pada waktu yang sama, John juga
mulai terasa terganggu karena ia mengalami banyak kesulitan di
sekolah. Tidak ada lagi ayah atau ibu yang menyuruh dia mengerjakan
PR-nya. Banyak waktu dihabiskannya dengan bermain dan membaca cerita.
Rupa-rupanya ia belum tahu bagaimana mengurus cara hidupnya sendiri.

Pada suatu hari John pulang dari sekolah dan berdiri sejenak di
ambang pintu kamarnya. Ia melongok dan melihat-lihat ke dalam.
Alangkah kotornya! Namun heran, di tengah-tengah segala sesuatu yang
kotor dan berserakan itu, ada sebuah Alkitab yang tetap bersih.

Selama beberapa menit John masih mematung sambil melihat ke arah
Alkitab itu. Tiba-tiba ia duduk di kursi dekat mejanya dan menggapai
Alkitab yang senantiasa dibersihkannya itu. Ia masih ingat letaknya
beberapa ayat dan pasal yang dulu pernah dipelajarinya di Sekolah
Minggu, sewaktu ia masih seorang anak kecil di desa. Mulailah dia
membaca.

Sambil membaca Alkitab, John menjadi sadar akan pikiran-pikiran baru
yang sedang muncul dibenaknya. Saya ini sangat malas, katanya pada
diri sendiri. Saya belum memenuhi janji saya kepada ibu itu, tentang
membersihkan kamar ini. Dan saya pun bermalas-malasan saja di sekolah.

Rasanya di dalam Alkitab ada sebuah ayat entah di mana letaknya yang
berbunyi begini: "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk
dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga." John tidak ingat lagi
penunjuk ayat /TB #Pengkhotbah 9:10*, namun ia yakin bahwa dulu ia pernah
menghafalkan ayat itu.

Mungkin . . . mungkin jika saya membaca Alkitab, hal itu akan
menolong diri saya, kata John dalam hati. Jika saya membaca tentang
cara hidup Tuhan Yesus, mungkin saya dapat belajar bagaimana membagi
waktu, bagaimana mengatur hidup saya sendiri.

John berdiri lagi. Ia melangkah ke lemari pakaiannya. Sang ibu telah
menggantungkan sebuah bulu ayam di situ, dengan harapan si John akan
memakainya. Bulu ayam itu kelihatannya masih baru, belum pernah
digunakan. John menggapainya dan mulai membersihkan meja; baru
kemudian ia meletakkan kembali Alkitab di atas meja itu . Lalu ia
turun ke dapur untuk mencari ember dan kain pel. Dengan tekun ia
bekerja terus, sampai kamarnya cukup bersih.

Entah apa sebabnya, . . . setelah itu setiap pelajaran di sekolah si
John mulai berjalan lebih lancar. Rupa-rupanya John menjadi lebih
pandai mengatur jadwal dan tugasnya. Memang kamar sewaan itu
kadang-kadang berantakan lagi, tetapi tidak lama kemudian, pasti John
membersihkannya kembali. Alkitab itu masih tetap diletakkan di atas
meja, tetapi hampir setiap hari diambil dan dibuka-buka oleh si John:
. . .

Bertahun-tahun sudah lewat. Pada suatu hari Minggu pagi, John berdiri
di belakang mimbar di sebuah gereja kecil. Ia membuka Alkitab. Dengan
suara jelas, dibacakannya kepada jemaat beberapa ayat. Lalu ia duduk
kembali.

Sementara paduan suara menyampaikan lagu istimewa, pikiran John
menerawang jauh . . . kembali kepada waktu ketika ia masih seorang
siswa SLTA, dan pada suatu hari ia membuka Alkitab yang tetap bersih,
di sebuah kamar sewaan yang pada waktu itu belum dibersihkan.

Semoga Tuhan memberkati ibu rumah tangga itu! kata John dalam hati.
Pasti ia akan merasa heran, seandainya ia dapat melihat saya pada saat
ini membacakan kata-kata yang indah dari Alkitab, sebagai persiapan
untuk menyampaikan khotbah saya yang pertama-tama di gereja ini . . .
yang saya sendiri menjadi gembala sidangnya!