sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

 

Tema  : Pengenalan Akan Allah Di Dalam Pelayanan Seorang Hamba Tuhan

Nats   : Hosea 4:1-10

Nama : Roselani

Tujuan: Agar jemaat mengerti bahwa posisi mereka juga sebenarnya adalah hamba Tuhan  yang melayani.

Pendahuluan:

Saudara, jika boleh saya katakan, kehidupan Hosea sebagai nabi Allah adalah kehidupan yang penuh dengan kejutan.  Kehidupan Hosea diawali dengan firman Tuhan yang menyuruh dia menikahi perempuan sundal yang bernama Gomer.  Tidak cukup sampai di situ, di pasal 3 dikisahkan bahwa Hosea harus mau mencintai Gomer lagi setelah ia bersundal dengan pria lain. Rupanya Allah memakai Hosea dengan Gomer sebagai contoh soal. Sekalipun Hosea menerima kembali Gomer sang isteri, ia tetap menegornya sebab telah   melakukan dosa perzinahan. Seperti  Hosea untuk menegur isterinya yang  berdosa demikianlah Hosea menegor bangsa Israel yang berdosa  bahkan ia  menyatakan penghukuman Tuhan bagi mereka.

Saudara, jika teguran itu disampaikan kepada bangsa yang sudah jatuh bangkrut, tidak punya pengharapan, mungkin akan lebih mudah, tetapi berbeda dengan Israel, bukan saja tidak mau bertobat, menanggapi   teguran akan dosa merekapun mereka tidak mau.  Jika mereka telah merasakan akibat dosa tentu mereka akan menerima tegoran, tetapi  dasar pemikiran mereka adalah belum merasakan akibat dosa.  Tetapi bagi Hosea dalam hal ini tidak ada pilihan; yang berbuat dosa  harus menerima teguran. Saat tegoran datang bangsa Israel  sedang berada dalam masa kemakmuran, hidup berkelimpahan. Yang menjadi  raja pada waktu itu adalah Yerobeam bin Yoas yang mampu mengadakan ekspansi ke Hamat sampai Laut Araba untuk perluasan Israel (II Raj. 14:25) dan ditambah lagi ini yaitu Israel mengerti bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan.  Suatu tugas yang berat bagi Hosea jika harus menegur  bangsa yang sedang lupa diri. 

Illustrasi: Ini dapat disamakan dengan bangsa Indonesia, se waktu  dalam kemakmuran, tidak ada krisis, rakyat tenang karena perutnya kenyang (walau ada juga yang kelaparan).  Peringatan supaya jangan lagi korupsi diabaikan.  Peringatan supaya memperhatikan rakyat miskin dilupakan.  Baru setelah ada goncangan hebat, semua bingung.  Jemaat Tuhan berdoa sampai menangis-nangis, di mana-mana ada doa puasa, gerakan keprihatinan, bagi-bagi sembako.

Saudara, kembali lagi pada bangsa Israel.  Sampai seberapa jauh mereka sudah lupa diri?  Di ayat 1-2.  Khususnya ayat 1 mengatakan: “dengarlah firman Tuhan, hai orang Israel”.  Frase ini mengungkapkan betapa pentingnya berita yang  hendak disam paikan kepada Israel.  Dilanjutkan dengan frase “sebab Tuhan mempunyai perkara dengan penduduk negeri ini.”  Frase ini menggambarkan Tuhan sebagai Hakim yang sedang mengajukan perkara/kasus melawan bangsa Israel.  Perkara apa yang Tuhan ajukan?  Ketidak setiaan, ketidak benaran, tidak adanya kasih dan puncaknya tidak ada pengenalan akan Allah.

Sudah tentu jika ketiga hal itu tidak ada, maka tercerminlah dalam perilaku mereka.  Ayat 2 memaparkan apa yang mereka lakukan.  Hampir tidak ada dosa yang tidak disebut, sepuluh Hukum sama sekali tidak dihargai lagi dan tidak ada orang tanpa dosa.  Ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh mereka yang dicatat di ayat 3.  Apa yang dicatat di ayat 3 itu menyiratkan betapa hebatnya penghukuman Tuhan atas dosa-dosa bangsa Israel.

Saudara, ternyata nabi Hosea tidak hanya menyampaikan tegoran Tuhan kepada penduduk Israel, tetapi juga kepada para imam (hamba Tuhan).  Sungguh ini adalah suatu hal yang memalukan.  Figur yang seharusnya membawa suatu bangsa kepada pengenalan yang benar akan Allah ternyata malah membawa bangsa itu ke dalam dosa.

Saudara, dari apa yang sudah saya paparkan di atas, sebenarnya apa yang salah dari para imam itu?  Kesalahan mereka yaitu hilangnya pengenalan yang benar akan Allah.  Padahal itu adalah suatu hal yang penting dalam pelayanan.  Allah menghendaki setiap hamba Tuhan mempunyai pengenalan yang benar akan Allah di dalam pelayanan yang Tuhan percayakan kepadanya.

Saudara, mengapa pengenalan yang benar akan Allah begitu penting dalam pelayanan seorang hamba Tuhan?

1.   Karena lewat pengenalan yang benar akan Allah akan menentukan kualitas kehidupan seorang hamba Tuhan (ayat 4-6)

Saudara, di bagian awal telah saya jelaskan bagaimana keadaan bangsa Israel pada waktu itu.  Namun, mengapa tiba-tiba Allah sepertinya mau menyadarkan bangsa tersebut supaya jangan saling menyalahkan dulu.  Allah tidak secara langsung membidikkan panah amarah-Nya kepada sekumpulan orang dalam bangsa itu, yaitu: para imam!  Perkataan “sebab terhadap engkaulah pengaduan-Ku itu, hai imam” sungguh suatu hal yang menyengat mereka.  Imam yang dikatakan sebagai hamba Tuhan atau rekan kerja Allah, kini seperti musuh di hadapan Allah.  Para imam walaupun kelihatannya bisa mempertahankan jabatan mereka, tetapi sesungguhnya mereka sudah tidak lagi menjadi imam bagi Allah.

Jika kita membaca ayat 6 maka tidaklah heran mengapa sampai pengaduan itu kini ditujukan kepada para imam?  Ada apa sebenarnya?  Jawabannya:   Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu.   Kita perhatikan dulu kalimat karena engkaulah yang menolak pengenalan itu.  Para imam telah menolak pengenalan akan Allah.  Pengenalan seperti apa yang mereka tolak?  Salah satunya yaitu pengenalan tentang Allah yang memanggil mereka,  Allah yang mengkhususkan mereka dari antara penduduk Israel.  Karena pengelanan yang tidak mendasar/benar, maka mereka menerima/menjalankan jabatan imam sebagai tugas belaka.  Mereka tidak menyadari bahwa Allah sendiri yang memanggil mereka.  Coba kita lihat Kel. 29:1.  Jelas dikatakan  “supaya mereka memegang jabatan imam bagi-Ku”.  Demikian juga Im. 21:6 mereka itu (para imam) harus kudus bagi Allahnya dan janganlah mereka melanggar kekudusan nama Allahnya.  Di dalam memenuhi panggilan Allah, para imam pun harus menjaga kekudusan hidup mereka.  Karena para imam juga dipanggil sebagai mediator antara umat dan Allah.

Saudara, jika pengenalan yang benar terhadap Allah sudah ditolak, bagaimana jadinya dengan hidup mereka sendiri.  Bisa dipastikan akibatnya adalah kualitas kehidupan imam akan merosot, melayani dengan asal-asalan.  Bahkan ada buku yang mengatakan bahwa para imam pada waktu itu menjadi kepala gerombolan penyamun dan penghasut untuk pemerasan uang.  Kemunafikan dan ketidak jujuran didukung oleh pemimpin agama.

Saudara, tidaklah mengherankan jika  ayat 6 mengatakan “maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku”.  Allah tidak mau memakai orang yang kualitas hidupnya jauh dari standar firman Tuhan.

Saudara, selain menolak pengenalan akan Allah mereka juga melupakan pengajaran Allah.  Pengajaran yang dimaksud di dalam ayat 6 mengacu pada Torah (10 hukum).  Ini hal yang sangat tragis dalam kehidupan imam.  Torah itu seharusnya diajarkan turun temurun (Ul. 6:6-9).  Apalagi dalam keluarga imam.  Maka ayat ini dilanjutkan dengan perkataan “maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu”.  Jika dari imamnya sendiri melupakan pengajaran Allah, bagaimanakah mereka dapat mengajar pada anak-anak mereka.

Saudara, adalah konsekuensi logis bagi para imam jika akhirnya mereka tergelincir (ay. 5).  Mereka telah gagal menjadi imam dan akhirnya menemui kehancuran,  yang ironisnya dilukiskan dengan kata pada siang hari dimana mau menegaskan kejatuhan mereka akan dilihat oleh banyak orang.  Para imam tidak lagi menjadi teladan dalam kehidupannya, dan hukumannya mereka dipermalukan.

Saudara, bagaimana dengan hidup kita saat ini?  Apakah pengenalan akan Allah yang memanggil kita, yang menuntut kekudusan hidip kita masih kita miliki?  Ataukah mulai bergeser seiring dengan lamanya waktu kita berada di Sekolah Alkitab/sekolah Teologi ini.  Atau mulai bergeser seiring dengan lamanya pelayanan kita.  Kita merasa bahwa panggilan ini adalah sekedar mengejar gelar S.Th, M.Th, bahkan doktoral.  Mengejar sebutan sebagai penginjil, penatua khusus bahkan pendeta lalu nanti emiritus.  Bahkan seiring dengan berjalannya waktu pelayanan kita, kekudusan hidup mulai kita abaikan.  Kita mulai merasionalisasi dosa, kompromi dengan dosa jemaat karena jemaat itu adalah orang kaya.  Pikiran dan perbuatan kita terisi dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan firman Tuhan.

Saudara, jika panggilan kita hanya kita pahami sampai di situ saja, sungguh kita menjadi hamba yang tidak mengenal siapa Tuhan kita.  Ingat Saudara, Allah yang memanggil kita adalah Allah yang telah mengorbankan nyawa-Nya bagi kita.  Allah yang telah menyatakan kasih-Nya di atas kayu salib.  Yesus Kristus yang telah menyelamatkan saudara dan saya.  Karena karya keselamatan itulah kita dimungkinkan untuk menjadi hamba-Nya.  Panggilan kita bukanlah panggilan yang murahan, tapi panggilan yang kudus yang tidak ternilai dengan apa pun juga di dunia ini.

Saudara, jika kita sudah mengenal dengan benar Allah yang sedemikian mengasihi kita, Dia memberikan yang  terbaik bagi kita, apakah kita membalasnya dengan mempersembahkan hidup yang asal-asalan, kualitas hidup yang jauh dari standar firman Tuhan, hidup yang tidak menjaga kekudusan?  Apakah kita mau menjadi hamba yang gagal bahkan ditolak dan mempermalukan nama Tuhan?  Jawabannya ada pada diri kita sendiri.

2.   Karena lewat pengenalan yang benar akan Allah akan berdampak terhadap kualitas kehidupan jemaat yang hamba Tuhan itu layani (ayat 7-10).

Saudara, keberadaan penduduk Israel yang semakin banyak ternyata bukan semakin memuliakan Tuhan.  Semakin banyaknya orang disejajarkan dengan semakin banyaknya dosa yang dilakukan.  Ini berkaitan erat dengan keadaan Israel yang sudah mencapai kemakmurannya di masa pemerintahan Yerobeam II.  Masa ini Israel berada dalam masa yang semakin makmur, dan ternyata para imam memberikan dukungan tanpa  syarat terhadap kalangan bangsawan, sehingga sebagai timbal baliknya, para imam men dapatkan dukungan melalui persembahan,  perpuluhan dan sumbangan.  Hal itulah yang membuat Tuhan berfirman di ayat 7b “kemuliaan mereka akan Kutukar dengan kehinaan.” 

Jika kita memperhatikan ayat 8,  akan semakin jelas apa yang dilakukan oleh para imam.  Para imam telah membuat suatu sistem yang mengakibatkan kehidupan bangsa Israel  terjerat oleh dosa.  Umat yang sudah berbuat dosa di hadapan Tuhan otomatis apa yang  dikerjakan tidaklah sesuai lagi dengan pengajaran Tuhan (seperti yang sudah dicatat di ayat 2).  Penghasilan yang mereka dapatkan pun boleh dikatakan rezeki yang dilumuri dosa.  Celakanya, para imam justru mendapat rezeki dari umat.  Berarti para imam sudah berkompromi juga dengan dosa umat.  Ada suatu “perpaduan yang menyenangkan” antara para imam dan rakyat.  Yang lebih parahnya lagi dikatakan dalam ayat 8b “dan mengharapkan umat-Ku itu berbuat salah.” Jika kita membandingkan dengan terjemahan Alkitab bahasa Inggris versi King James dan Amplified Bible yang menerjemahkan bagian ini and they set their heart on their iniquity.  New American Standard Version menerjemahkan and direct their desire toward their iniquity.  Kata heart, desire dalam bahasa Inggeris,  dalam bahasa aslinya adalah nepes (jiwa).Ini menun jukkan bahwa para imam itu telah menetapkan keseluruhan hidup/jiwa mereka dalam dosa umat Israel.  Para imam tidak lagi mengwasi apa yang umat lakukan, tetapi mereka malah menyediakan rasionalisasi dari tindakan umat dan memberi contoh yang buruk.

Intensitas dari apa yang dilakukan oleh para imam sudah mencapai puncaknya.  Inilah dampak dari kehidupan yang telah menolak pengenalan yang benar tentang Allah.  Imam telah rusak moralnya.  Hal ini juga berdampak pada jemaat yang dilayaninya.  Penduduk Israel menjadi semakin bobrok kualitas hidupnya, karena melihat para imam juga hidupnya tidak beres.  Seharusnya seperti yang tertulis dalam Im. 10:11, imam haruslah dapat mengajarkan ketetapan yang telah difirmankan Tuhan.  Bagaimana mungkin para imam dapat mengajarkan apa yang benar jika mereka telah melupakan pengajaran Tuhan.  Terlebih lagi para imam juga menikmati hasil dari perbuatan dosa mereka bahkan membolehkan rakyat untuk berdosa.

Ayat 9 menegaskan kembali, seperti nasib rakyat demikianlah nasib imam.  Hal ini dikatakan oleh Tuhan karena itu sudah menjadi suatu hubungan sebab akibat.  Suatu lingkaran yang tidak akan pernah ada habisnya.  Lingkaran ini bisa diputuskan jika para imam yang terlebih dahulu mau bertobat, kembali kepada pengenalan yang benar akan Allah, kembali kepada pengajaran Allah.  Suatu peringatan yang keras bagi para imam, bahwa tanggung jawab ada pada imam, bukan terletak pada rakyat.

Saudara, jika Allah menghukum para imam, tentulah perkara ini  bukan sesuatu hal yang mengagetkan, mengapa demikian ?   Itu adalah hal yang wajar.  Allah menuntut tanggung jawab dari para imam atas umat yang dipercayakan kepada mereka.  Allah sendiri yang akan menghukum para imam karena tindakan –tindakan mereka. Ada beberpa hal yang akan dialami para imam, ayat 10.  Mereka yang makan tetapi tidak menjadi kenyang, mereka banyak mengumpulkan banyak harta, namun tidak pernah  menjadi kenyang/cukup.  Mereka yang  jatuh dalam dosa persundalan, tetapi tidak  menjadi banyak keturunanya.

Saudara, jika kita melihat kehidupan para imam ini sesungguhnya adalah suatu kehidupan yang sangat menyedihkan sekali.  Banding Ul. 17:12.  Imam punya otoritas yang cukup tinggi dalam perkataannya.  Hosea menyaksikan bagaimana otoritas para imam telah jatuh, sayang sekali.  Karena tidak ada otoritas dalam perkataan imam, maka tidak mungkin rakyat mau mendengar mereka,  rakyat juga tahu bahwa mereka tidak melakukan apa yang mereka ajarkan, apa yang mau mereka ajarkan, jika mereka juga melupakan apa yang harus mereka ajarkan.  Kehidupan imam yang seharusnya menjadi teladan telah menjadi penjerumus jemaat.

Saudara, saya pernah melihat sebuah karikatur  tentang gereja yang ditutup.  Di bawah dari gambar itu ditulis, “Bagaimana mungkin Tuhan dimuliakan jika gereja telah menjadi mati?”  Kalau saya boleh katakan, gereja itu mati karena kerohanian jemaatnya juga mati.  Kualitas hidup jemaat menjadi menurun karena mereka tidak dibawa kepada pengenalan yang benar akan Allah oleh hamba Tuhannya.  Di mana tanggung jawab hamba Tuhan saat gereja mengalami seperti itu?  Apa  yang harus dilakukan oleh para hamba Tuhan jika gereja sudah seperti itu?

Pertanyaan itu juga yang perlu kita renungkan saat ini.  Bagaimana tanggung jawab kita atas domba-domba yang Tuhan percayakan pada kita? Sudahkah kita membawa jemaat pada pengenalan yang benar akan Allah, sudahkah kita menyatakan kepada jemaat bahwa sebagai anak-anak Tuhan mereka harus menjaga kekudusan hidup.  Ataukah kita malah ikut terjerumus dalam dosa yang mereka lakukan?  Bisakah kita menegur jemaat yang hidupnya menyimpang dari firman Tuhan sedangkan kita sendiri juga menyimpang dari firman Tuhan.  Memang ada jemaat yang tetap setia tidak ikut-ikutan hamba Tuhan melakukan  kesalahan, tapi bukankah tidak sedikit juga jemaat yang hancur karena hamba Tuhannya tidak bisa memberi pengajaran dan teladan hidup yang baik ?

Saudara, kita bisa berkotbah tentang kudusnya hidup tapi sudahkah kita menjaga kekudusan hidup kita ?  Kita bisa berkotbah jangan mencuri, tapi apakah kita pernah mengambil keuntungan dari pelayanan kita ?  Kita bisa berkotbah tentang figur Tuhan Yesus sebagai Gembala yang baik, tapi sudahkah kita menjadi figur gembala yang baik, seperti yang Tuhan  Yesus kehendaki.  Pada saat kita sudah melayani Tuhan,  pelayanan seperti apa yang kita persembahkan kepada Tuhan?

Kiranya firman Tuhan ini boleh mengingatkan kita  akan panggilan  sebagai hamba Tuhan.  Kiranya kita boleh menjadi hamba yang hidupnya berkenan di hadapan Tuhan dan menjadi hamba yang bertanggung jawab atas jemaat yang Tuhan percayakan pada kita. Amin.