sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

 

Tema            :         Penderitaan Kristus Sebagai Teladan

Nats Alkitab:          I Petrus 2:18-25

Nama         :          Meydi Garing

 

IDE  EXEGETIKA

Petrus mengingatkan para hamba akan panggilan Allah kepada mereka untuk berbuat baik dengan cara tunduk/taat kepada majikannya sekalipun harus menderita, karena Kristus pun telah memberikan teladan yang demikian.

IDE  HOMILETIKA/PROPOSISI

Jika kita mengerti konsep Alkitab tentang penderitaan yang mungkin datang dari perbuatan baik kita, maka kita tidak akan pernah jera untuk berbuat baik, karena penderitaan hari ini menghasilkan kemuliaan di hari esok

OUTLINE KHOTBAH

1.                  Penderitaan karena perbuatan baik adalah kasih karunia Allah (Ay. 18-20)

2.                  Penderitaan karena perbuatan baik adalah konsekuensi mengikuti jejak Yesus (Ay. 21).

TUJUAN

Agar jemaat umum/pendengar dapat mengetahui jawabannya mengapa harus mengalami penderitaan, sehingga mereka mau dengan sabar menanggung penderitaan yang mereka alami sebagai satu perbuatan baik untuk memuliakan Allah.

PENDAHULUAN

Saudara, ada sebuah statement dari Pythagoras yang begitu menarik perhatian saya.  Bunyinya demikian: “Berusahalah selekas-lekasnya berbuat baik; lebih baik berbuat baik hari ini daripada esok.  Sebab hidup itu pendek, sedangkan waktu berlari kencang!  Dan kalaupun harus menghadapi penderitaan, tahanlah menderita, karena hanya penderitaan yang mematangkan manusia!”

             Saudara, suatu statement yang sangat bagus!  Namun saya yakin tidak mudah dicerna oleh manusia pada masa itu maupun pada masa kini.  Dalam pernyataan itu, Pythagoras menggabungkan dua hal yang bertolak belakang, yaitu “berbuat baik” dan “menderita”.  Bukankah pada umumnya orang berpikir bahwa dengan berbuat baik ia akan menerima kembali kebaikan?  Lalu mengapa Pythagoras melihat bahwa mungkin saja dengan berbuat baik yang kita dapatkan adalah sebaliknya, yakni penderitaan?
            Sdr, saya tidak tahu dari mana Pythagoras dapat berpikir seperti itu.  Tetapi pengalaman hidup kita juga menyatakan suatu kebenaran seperti yang dialami oleh Pythagoras, bahwa perbuatan baik yang kita lakukan tidak selalu menghasilkan kebaikan, kesejahteraan bagi diri kita, tetapi sebaliknya seringkali mendatangkan penderitaan dan kesulitan hidup.  Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah memang dengan kenyataan ini kita akan berhenti melakukan perbuatan baik?  Sdr, jika kita mengerti konsep Alkitab tentang penderitaan yang mungkin datang dari perbuatan baik kita, maka Sdr dan saya tidak akan pernah jera untuk berbuat baik, karena penderitaan hari ini menghasilkan kemuliaan di hari esok.

Dari perikop yang kita baca tadi, sedikitnya kita dapat mempelajari dua hal:

1.         Penderitaan karena perbuatan baik adalah kasih karunia Allah (Ay. 18-20)

Topik mengenai penderitaan seringkali menjadi topik yang hangat dalam kekristenan.  Sebagian orang berpendapat bahwa orang Kristen pasti akan mengalami penderitaan.  Tetapi sebagian lainnya berpendapat bahwa dengan menjadi Kristen, maka kita bebas dari penderitaan.  Benarkah pendapat-pendapat itu?  Lalu, apakah memang Allah menghendaki adanya penderitaan?

Sdr, bagian surat yang kita baca ini ditulis oleh Petrus kepada para hamba Kristen di dalam jemaat yang tersebar di seluruh bagian utara Asia kecil.  Jemaat-jemaat ini adalah jemaat yang mengalami penganiayaan karena mereka percaya kepada Kristus.  Kehidupan mereka ditandai dengan kesusahan dan kesengsaraan.  Dan banyak dari anggota jemaat ini mempunyai pekerjaan sebagai hamba.  Ironisnya, dalam jemaat, mereka itu setingkat dengan tuan-tuannya, dan dengan semua anggota yang lain.  Tetapi dalam masyarakat, mereka tetap merupakan hamba yang tidak dapat bergerak secara bebas.  Mereka tidak memiliki hak asasi manusia.  Mereka diperlakukan dengan semau-maunya.  Sekalipun demikian, Petrus menasehatkan para hamba ini untuk tetap tunduk kepada majikan mereka dengan penuh ketakutan, bukan saja kepada yang baik, tetapi juga kepada yang kejam.  Kata ketakutan dalam bahasa aslinya menggunakan kata Phobos, yang dalam I Petrus ini selalu ditujukan sebagai penghormatan kepada Allah (Psl. 1:17, 2:17, 3:2,6 dan 14).  Jadi motif ketundukan mereka bukanlah kepada majikan mereka, tetapi kepada Allah yang menerima pelayanan mereka itu sebagai perbuatan baik untuk memuliakan nama-Nya.  Oleh karena itu ketundukan mereka tidak dibatasi oleh tindakan majikan mereka, apakah baik, ataukah kejam.  “Sebab adalah kasih karunia untuk menanggung penderitaan apabila Saudara tidak bersalah.”  Di sini Petrus menekankan, jikalau engkau menderita karena kehendak Allah, maka itu adalah kasih karunia Allah.  Artinya hal itu mengesankan Allah, sehingga orang itu mendapatkan kemurahan Allah.  Atau dengan kata lain adalah patut dipuji dalam pemandangan Allah untuk berbuat baik dengan menanggung penderitaan.  “Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat salah?”  Sdr, poin yang ingin disampaikan Petrus di sini adalah bahwa tidak ada jasa apapun dalam menanggung penderitaan yang selayaknya diperoleh; tetapi adalah kasih karunia Allah jika sabar menanggung penderitaan yang tidak adil.  Atau dengan kata lain: “penderitaan karena perbuatan baik adalah kasih karunia Allah.”

ILUSTRASI

Sdr, ada seorang negro bernama Cuff yang hidup sebagai seorang budak belian pada jaman perbudakan sebelum perang dunia ke 2.  Ia adalah seorang yang melayani majikannya dengan senang hati.  Pada suatu hari, majikannya mengalami kesulitan uang, sehingga Cuff harus dijual kepada pemilik perkebunan yang lain.  Ketika Cuff hendak dibawa pergi, majikannya yang lama berkata kepada yang membeli: “Cuff adalah seorang pekerja yang baik dan suka bekerja keras.  Ia akan menyenangkan Anda dalam segala hal, kecuali satu.” “Oh, ya?  Apakah yang satu itu?” tanya majikan Cuff yang baru.  “Ia akan berdoa, dan Anda tidak dapat menghentikannya.”  “Saya akan menghapus kebiasaan itu dari dirinya segera!”

Di tempatnya yang baru, Cuff menunjukkan kesetiaannya kepada majikannya, juga kesetiaannya kepada Allah dalam doanya.  Sampai suatu kali Cuff dipanggil, “Cuff, kamu dilarang untuk berdoa lagi.  Kami tidak suka melihat ada orang berdoa di tempat kami.  Jangan sekali-kali saya dengar lagi perbuatanmu yang sia-sia itu!” 

Sekalipun Cuff dilarang berdoa, ia masih tetap berdoa.  Keesokan harinya ia dipanggil menghadap majikannya dengan tuduhan tidak menuruti perintah.  Ketika ditanya, Cuff berkata dengan berani, “Tuan, saya tidak dapat hidup tanpa doa.”  Ketika mendengar pengakuan itu, majikannya sangat marah.  Ia menyuruh orang untuk mengikat Cuff tanpa memakai baju, lalu mulai mencambuki Cuff hingga tubuhnya robek dan berdarah.  Istrinya yang melihat kemarahan suaminya hendak mencoba menghentikan tindakan yang tidak berperikemanusiaan itu, tetapi sebaliknya ia mengancam istrinya dengan tindakan yang sama.  Majikan itu terus mencambuki Cuff, hingga ia sendiri merasa lelah.  Kemudian ia menyuruh orang mencuci punggung Cuff dengan air garam, lalu menyuruh Cuff pergi bekerja.  Cuff bekerja dengan setia sepanjang hari itu, meskipun ia merasakan sakit yang hebat pada seluruh tubuhnya.  Sementara itu Allah mulai bekerja dalam diri majikannya.  Pada malam itu majikannya berada dalam kegelisahan yang begitu hebat, sehingga istrinya bertanya apakah ia boleh memanggil dokter untuk datang memeriksanya.

“Tidak, saya tidak memerlukan seorang dokter.  Apakah ada seseorang di perkebunan kita ini yang dapat berdoa untuk saya?”  Istrinya menjawab:  “Saya tidak kenal siapapun yang dapat berdoa untuk kamu, kecuali budak belian yang pagi tadi kamu hukum itu.”  Cuff akhirnya dipanggil menghadap majikannya. 

“Cuff, apakah kamu dapat berdoa untuk saya?”

“Dapat sekali Tuan, sebab memang sepanjang malam ini saya terus berdoa untuk Tuan.”  Lalu Cuff bertelut dan berdoa untuk majikannya.  Malam itu juga, majikannya beserta istrinya menjadi percaya kepada Yesus.  Dan tidak berapa lama kemudian seluruh perkebunan itu mendengar kabar Injil dan banyak jiwa diselamatkan.

APLIKASI

Sdr, sekalipun harus menderita karena imannya, Cuff tetap tunduk kepada majikannya.  Ia tetap setia melakukan pekerjaannya.  Bahkan dengan penderitaan yang dialaminya, Cuff berbuat baik kepada majikannya dan semua orang yang berada di perkebunan itu, dengan membawa mereka percaya kepada Yesus.

Sebenarnya, bukan hanya Cuff yang menjadi hamba, melainkan kita pun adalah hamba.  Hamba dari Allah.  Sebab kita telah dibeli oleh Allah, dan harganya telah lunas dibayar (I Kor. 6:20).  Dibayar dengan darah Anak-Nya yang Tunggal, Yesus Kristus.  Dan sebagai hamba-Nya, Allah akan mengaruniakan kepada kita, kemampuan untuk menanggung penderitaan, supaya dengan penderitaan yang kita alami, kita berbuat baik kepada orang lain.  Dan itulah kasih karunia Allah bagi kita.

Saat ini, saya tidak tahu dengan pasti penderitaan apa yang dialami oleh Bpk/Ibu/Sdr karena mengikut Yesus.  Mungkin kesesakan dalam rumah tangga, mungkin penindasan di tempat Sdr bekerja, dan mungkin juga kita akan mengalami bersama penganiayaan terhadap orang Kristen.  Tapi biarlah kita mengingat bahwa penderitaan yang kita alami karena perbuatan baik kita, itu adalah kasih karunia Allah, sehingga kita tetap sabar menanggung penderitaan itu, dan dengan demikian kita memuliakan Allah

2.      Penderitaan karena perbuatan baik adalah konsekuensi mengikuti

      jejak Yesus (Ay. 21)

Sdr, bagian ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan perikop sebelumnya, dimana Petrus menasihatkan orang-orang Kristen untuk hidup sebagai hamba Allah dengan Kristus sebagai acuan.  Secara khususnya lagi, dalam bagian ini Petrus ingin mendorong hamba-hamba yang menderita ini dengan memberikan gambaran mengenai Yesus Kristus yang telah menjadi teladan dalam hidup-Nya.  Petrus menghubungkan nasihat-nasihatnya dengan teladan Kristus, Hamba Allah yang telah menderita (2:21-25, dan Yes. 52:13-53:12).  Menderita dengan sabar, walaupun Ia tidak pernah bersalah.  Kristus telah memilih menjadi seorang hamba (Fil. 2:7), menderita dan mati.  Kristus telah menanggung penderitaan bagi mereka.  Kristus telah mati menggantikan mereka.  Kristus telah menjadi teladan bagi orang-orang yang ditebus-Nya.  Oleh karena itu seharusnyalah mereka mengikuti teladan Kristus untuk menderita dengan sabar.  Sebab penderitaan karena perbuatan baik ini adalah konsekuensi mengikuti jejak Yesus.

Sdr, ay. 22-25 ini dikutip Petrus dari Yes. 53, tentang nubuatan yang terkenal dari Nabi Yesaya mengenai Ebed Yahwe (Hamba Allah) yang menderita, untuk memberikan gambaran kepada para hamba mengenai penderitaan yang dialami oleh Yesus.  Yesus Kristus, Allah yang mau mengosongkan diri-Nya, dan menjadi sama dengan manusia, bahkan mengambil rupa seorang hamba.  Hamba yang tidak bersalah, tetapi dipersalahkan; Hamba yang tidak berdosa, tetapi memikul dosa orang lain; Hamba yang tidak sepantasnya dihukum, tetapi sabar menanggung hukumannya.  Ia dicaci maki, Ia dihina, Ia dipukul, Ia dicambuk, Ia ditampar, Ia disiksa, tetapi Ia diam.  Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut-Nya untuk menghakimi orang yang berbuat demikian.  Ia tahu hanya Allah Bapa-Nya yang di sorga, yang berhak untuk menghakimi.  Dan dalam penderitaan-Nya yang sangat, Yesus tetap taat.  Taat sampai mati.  Bahkan sampai mati di kayu salib. 

Sdr, orang Yahudi tidak menyalibkan para penjahat.  Mereka merajam seorang penjahat sampai mati.  Akan tetapi, jika orang itu luar biasa jahatnya, maka mayatnya akan digantung pada tiang sampai malam hari, sebagai suatu tanda rasa malu.  Bahkan dalam Ul. 21:22-23 dikatakan: “Apabila seorang berbuat dosa yang setimpal dengan hukuman mati, lalu ia dibunuh mati, kemudian kau gantung pada sebuah tiang, maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah.”  Yesus, digantung pada tiang kenistaan, mati sebagai seorang durjana.  Menanggung dosa yang tidak diperbuat-Nya.  Ia mati supaya kita hidup.  Ia mati untuk membayar harga hidup kita.  Hidup Sdr dan hidup saya.  Supaya kita domba-domba yang sesat dalam dosa dapat kembali kepada Allah, Gembala dan Pemelihara jiwa kita.  Kristus telah menderita untuk kita, dan telah meninggalkan teladan bagi kita, supaya kita mengikuti jejak-Nya.  Oleh karena itu penderitaan karena perbuatan baik kita, sudah menjadi konsekuensi kita dalam mengikuti jejak Yesus.

ILUSTRASI

Sdr, pada hari Rabu malam tanggal 15 Desember 1999, seperti malam-malam sebelumnya, malam itu adalah waktu belajar bagi seluruh mahasiswa sebuah sekolah tinggi di Jakarta.  Namun, waktu belajar yang mulanya tenang, dengan tiba-tiba berubah menjadi kepanikan.  Malam itu menjadi malam yang paling suram bagi Sekolah Tinggi Teologia Doulos Jakarta, karena malam itu sekelompok orang yang  berpakaian putih menyerang STT itu dan kemudian membakarnya.

Pada malam itu beberapa mahasiswa berusaha menyelamatkan diri, termasuk salah satu diantaranya adalah Sariman.  Saat itu, bisa dikatakan Sariman telah berhasil melarikan diri.  Namun pada saat yang sama Sariman teringat akan pasien sakit jiwa dan teman-teman perempuannya yang masih tertinggal.  Hatinya berkecamuk antara keinginan untuk selamat atau menolong orang.  Akhirnya nuraninya memilih pilihan kedua.  Sariman memutuskan untuk kembali ke gedung STT, dengan maksud untuk menyelamatkan teman-temannya.  Saat itu, asap mulai mengepul.  Teriakan para penyerang yang bersorban dan bersenjata golok, linggis dan parang, semakin menjadi-jadi.  Namun hal itu tidak menyurutkan niat baik Sariman.  Sesampainya di dalam gedung, Sariman diserang dan dianiaya oleh + 8 orang yang bersenjata tajam.  Mereka membacok pelipisnya, leher, dan lengannya.  Bukan hanya itu, perutnya ditusuk dengan linggis sampai ususnya keluar.  Namun ia tetap berusaha untuk menyelamatkan teman-temannya.  Tragisnya, sambil memegang ususnya, dia berusaha terus untuk lari.  Tapi masih ada juga yang menusuknya dari belakang.  Sariman tidak bisa berbuat apa-apa lagi.  Di tengah penderitaannya itu, dia hanya sempat berteriak: “Aduh, .. Tuhan Yesus..”, dan akhirnya menghembuskan napasnya yang terakhir.  Sdr, karena ingin menolong teman dan mempertahankan imannya, Sariman akhirnya meninggal dunia.  Sekalipun harus menderita, bahkan mati karena perbuatan baiknya, Sariman sadar bahwa itu adalah konsekuensinya mengikuti jejak Yesus.

APLIKASI

Bagaimana dengan kita?  Sudahkah kita pun rela menderita bagi Kristus?  Sudahkah kita mengikuti teladan Kristus yang menderita bagi kita?  Sudahkah kita siap menjadi seperti Sariman?  Sudahkah Saudara dan saya siap mengalami penderitaan dan penganiayaan seperti yang dialami sdr-sdr kita di Ambon, Poso, dan di tempat lain?  Ataukah, penderitaan-penderitaan ringan yang kita alami di rumah, di tempat kerja, di sekolah pun tidak dapat kita tahan, sehingga kita berteriak kepada Allah, kita tidak terima, kita berontak, dan akibatnya kita menjadi batu sandungan bagi orang lain.  Ingatlah, Kristus pun telah menderita, bahkan menderita sampai mati, karena mau menyelamatkan kita.  Oleh karena itu, kita seharusnya sadar, bahwa penderitaan karena perbuatan baik, adalah konsekuensi menjadi pengikut jejak Yesus.

PENUTUP

Sdr, di akhir khotbah ini saya ingin menutup dengan sebuah kalimat, yang semoga menjadi kekuatan bagi kita.  Bunyinya demikian:  “Betapa pun dalamnya lembah penderitaanmu; betapa pun beratnya perjalanan hidupmu, tangan kasih Yesus masih tetap akan mampu menjangkaumu, menarikmu keluar serta menopangmu.  Karena Ia sendiri pun telah mengalami penderitaan dan meninggalkan teladan bagi kita supaya kita mengikuti jejak-Nya.”  Ingatlah Sdr, penderitaan hari ini menghasilkan kemuliaan di hari esok, sehingga kita tidak akan pernah jera untuk berbuat baik.  AMIN.