sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Tema       : MENGATASI  PERSELISIHAN DENGAN SIKAP   BIJAKSANA.

Nats        : II Korintus 10:12-18

Penulis    : Winda Hokey

Tujuan    : Mengajak jemaat untuk dapat mengambil sikap dan tindakan 

                 bijaksana  ketika  menghadapi perselisihan dalam pelayanan bersama.

Pendahuluan

      Sdr, ketika saya masih di SD, pernah guru menceritakan suatu dongeng, yang sangat berkesan sehingga saya terus mengingatnya sampai saat ini.  Ceritanya begini: Ada dua ekor kera yang bersahabat dan saling mengasihi.  Satu di antara mereka, kera buta yang pandai dan lincah memanjat pohon, sedangkan yang satunya lagi kera gendut yang kurang lincah memanjat pohon walaupun kedua matanya ‘awas’.  Kedua ekor kera itu saling melengkapi dan bekerja sama untuk mencari makanan mereka.  Yang ‘awas’ menuntun yang buta ke bawah pohon pisang, lalu yang buta itu akan memanjat pohon pisang dan memetik buah pisang yang dirasanya sudah cukup tua untuk dipetik.  Begitulah, kedua ekor kera itu saling melengkapi dan hidup rukun, sampai pada satu hari di mana teman-teman mereka berkunjung dan ikut menikmati buah pisang yang mereka dapatkan.  Pada saat itu, salah satu tamu mereka itu berkata kepada si buta, “Wah Ta, hebat sekali kamu, ya.  Walaupun buta kamu bisa mencari makan sendiri bahkan untuk temanmu si gendut itu.”  Mendengar itu, si gendut merasa tersinggung dan berkata, “Apa kamu pikir aku ini begitu malas sampai harus bergantung pada si buta untuk mencari makan?  Ingat sobat, tanpa aku, si buta itu tidak akan pernah tahu di mana letak pohon pisang yang sedang berbuah.”  Dan selanjutnya, saudara tahu apa yang terjadi?  Dua ekor kera yang bersahabat itu bertengkar, dan akhirnya berpisah.

      Sdr, kalau kita cermati, kisah yang serupa tidak jauh dari kehidupan kita sehari-hari, bahkan dalam kehidupan pelayanan kita.  Bukankah perselisihan dapat terjadi dalam pelayanan kita?  Bukan hal yang aneh kalau kita berselisih paham dengan rekan-rekan kerja kita.  Tetapi aneh kalau sebagai orang-orang yang dipersatukan dalam kasih Kristus,  kita tidak dapat menyelesaikan masalah dengan jalan damai, malah sebaliknya bermusuhan dan tidak mau bekerja sama.  Lalu bagaimana pekerjaan Tuhan dapat terlaksana kalau tubuh Kristus terpecah belah dan tidak bisa bekerja sama? 

Proposisi

Oleh sebab itu di dalam melakukan pekerjaan Tuhan, kita harus memiliki sikap dan mengambil tindakan bijaksana dalam menyelesaikan bahkan menghindari perselisihan, supaya pekerjaan Tuhan tidak terhambat. 

Kalimat Tanya

Yang menjadi pertanyaannya ialah, bagaimana atau dalam hal apa saja kita mewujudkan sikap dan tindakan bijaksana itu?

     Sdr, belajar dari kehidupan dan teladan Paulus, setidaknya ada tiga 

    wujud sikap bijaksana dalam menyelesaikan perselisihan:

1.  Tidak Terpengaruh Situasi (ay. 12)

      Sdr, dari perikop sebelumnya (ay. 1-11), kita dapat mengetahui peristiwa apa yang sedang terjadi di tengah-tengah jemaat Korintus.  Keberadaan Paulus sebagai Rasul sedang digoncang oleh guru-guru palsu yang memprovokasi jemaat Korintus untuk meragukan kemudian menolak keabsahan kerasulan Paulus.  Pada ayat 10-11 kita melihat tindakan para guru palsu yang menyerang Paulus dengan menuduh Paulus sebagai seorang yang lemah dan tidak memiliki modal apa-apa untuk menjadi seorang Rasul.  Paulus dituduh mencari keuntungan dengan memutar balikkan kebenaran firman Allah dan tidak memberitakan Injil Yesus Kristus.  Hal ini dapat kita ketahui dari tanggapan Paulus dalam 2 Korintus 2:17; 4:2, 5.

      Sdr, guru-guru palsu itu begitu gencarnya menarik perhatian jemaat Korintus dengan cara-cara yang tidak terpuji.  Mereka memfitnah dan menjelek-jelekkan orang lain.  Dan sebaliknya menampilkan dan memperkenalkan diri mereka sebagai orang-orang yang saleh dan memilki karunia-karunia yang luar biasa.  Mereka menganggap dirinya jauh lebih baik dari orang lain.  Mereka mengangkat diri  menjadi standar orang benar.  Dengan demikian, mereka mau mengatakan bahwa di atas mereka  tidak ada lagi yang lebih baik.  Kalau bisa disetarakan dengan TUHAN, mungkin mereka akan menyetarakan diri  dengan TUHAN.

      Sdr, mereka bukan hanya memamerkan kelebihan atau karunia-karunia yang mereka miliki, tetapi juga membuat surat pujian atau piagam palsu untuk mendukung kehebatan mereka.

      Sdr, tuduhan para guru palsu dan tindakan mereka memamerkan kehebatannya secara tidak langsung menantang Paulus untuk melakukan hal yang sama, yaitu menunjukkan kehebatannya dan karunia-karunia yang dia miliki yang bisa diandalkan dan yang bisa mendukung jabatan kerasulannya.  Tapi apakah Paulus melakukan hal itu?  Paulus tidak menanggapi hal itu, melainkan lebih memilih diam.  Apakah Paulus menyerah dan kalah dengan guru palsu itu?  Apakah Paulus tidak memiliki modal yang bisa dibanggakan?  Tentu saja tidak.  Bukankah Paulus juga punya surat pujian?  Sebuah surat pujian yang ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu dalam hati manusia (2 Kor. 3:2-3).  Dan kalau guru-guru palsu itu berani menyatakan diri dengan bangga  sebagai pelayan Kristus, maka beda dengan  Paulus yang membanggakan penderitaan dalam kesesakan dan kesukaran, menanggung dera, dipenjarakan, dilecehkan hak kemanusiaannya, dan terancam bahaya sepanjang hidupnya? (2 Kor. 6:4-10; 11:23b-27). Apa yang menjadi kehebatan guru palsu?  Sedangkan Paulus memiliki segudang pengalaman-pengalaman iman  yang spektakuler dan karunia-karunia rohani yang ia miliki,  yang tidak mungkin bisa dihapus oleh siapapun

Tetapi saudara, ternyata itu semua bukan hal yang penting bagi Paulus. Apa yang menjadi kebanggaan bagi guru-guru palsu itu, menjadi kebodohan bagi Paulus, sehingga ia mengeluarkan perkataan yang keras, “Tetapi jika orang-orang lain berani membangggakan sesuatu, maka akupun--aku berkata dalam kebodohan--berani juga”

(2 Kor. 11:21b) Bahkan lebih dari itu, Paulus menganggap dirinya tidak bedanya dengan orang yang kehilangan akal sehat, “Apakah mereka pelayan Kristus?—aku berkata seperti orang gila—aku lebih lagi!” (2 Kor. 11:23a).

Ilustrasi

      Sdr, dalam sebuah pertandingan bola voli, seorang pemain mendapat sindiran dari pihak lawannya, “Main yang serius dong! Kalau nggak bisa main, ganti aja sama yang lain.”  Mendengar tantangan itu, si pemain yang dimaksud langsung bereaksi.  Begitu tiba gilirannya memukul bola, dengan semangat dia memukul bola itu dan membuat lawan mainnya kelimpungan untuk mengembalikan bola tersebut.  Hal ini dilakukannya hanya untuk menunjukkan kehebatannya kepada pihak lawan.  Pemain voli ini tidak ingin diremehkan oleh pihak lawan, dan dia terpancing untuk menunjukkan kehebatannya pada saat ia ditantang.

Aplikasi

      Sdr, dalam pelayanan ataupun dalam usaha dihidupan sehari-hari yang kita lakukan, tidak jarang tantangan-tantangan serupa ditujukan kepada kita, supaya kita menunjukkan kehebatan-kehebatan kita.  Mungkin itu dalam berkhotbah, melayani sekolah Minggu, pelayanan musik, mengunjungi orang sakit, pendoa syafaat, paduan suara, main drama, membuat dekorasi yang indah, atau dalam administrasi gereja.  Mungkin juga dalam dunia usaha.

      Sdr, tanpa sadar kita menjadikan pelayanan dalam pekerjaan TUHAN sebagai ajang unjuk kehebatan atau talenta kita.  Dalam hal ini, persaingan kita terselubung dibalik pelayanan kita.  Dan hanya TUHAN dan kita yang tahu hal ini. Persaingan dalam dunia usaha adalah hal yang sangat wajar, namun bahayanya adalah akan menyeret kita masuk kedalam dunia tanpa Tuhan, kita akan selalu mengandalkan kemampuan diri daripada mengandalkan Tuhan.

2.  Tidak Bermegah Melampaui Batas (ay. 13-16)

Sdr, Paulus tahu apa tujuan para guru palsu itu menghasut jemaat Korintus, yaitu supaya mereka dapat mengambil alih ladang pelayanan Paulus.  Apakah Paulus menjadi kuatir dengan hal itu?  Kalau kita melihat surat-surat Paulus yang lain, kekuatiran Paulus lebih pada ajaran yang disampaikan oleh para guru palsu itu.  Paulus kuatir para guru palsu itu menyampaikan Injil yang lain yang tidak sesuai dengan pengajaran para rasul dan Paulus sendiri (1 Kor. 11:4; Gal. 1:16; 1Yoh. 4:5).

Sdr, mungkin kita bertanya mengapa Paulus tidak kuatir melihat usaha para guru palsu itu dalam merebut jemaat atau ladang pelayanan Paulus yang sudah sekian lama digarapnya dan sudah mulai kelihatan hasilnya.  Logisnya, perkembangan atau kemajuan jemaat Korintus ini pasti sangat pesat, sehingga guru-guru palsu itu tergiur untuk mengambil alih ladang pelayanan itu.

Sdr, jawabannya cuma satu, Paulus beriman kepada TUHAN.  Paulus yakin apa yang sudah ditetapkan TUHAN untuk menjadi bagian tanggung jawabnya tidak akan bisa direbut orang lain dengaan cara apapun, bahkan oleh para rasul yang lainnya (Kis. 13:2; 9:15; Gal. 1:16). Sdr, kalau kita perhatikan frasa ‘batas daerah kerja’ yang digunakan oleh Paulus di sini memiliki pengertian sebuah garis lintasan lari dalam perlombaan marathon.  Setiap pelari boleh berlari sekencang-kencangnya, tetapi tidak boleh sampai melewati batas lintasan pelari yang lain, karena bisa menghambat laju pelari yang lain.  Demikian pula dengan wilayah kerja atau ladang pelayanan Paulus yang sudah ditetapkan oleh TUHAN yaitu di tengah-tengah bangsa non-Yahudi yang dimulainya di kota Korintus.  Tidak ada seorang rasul pun yang berani memasuki wilayah itu untuk kemudian mengambil alih.  Lain perkara kalau rasul-rasul yang lain ingin mambantu pekerjaan Paulus.  Kita juga bisa melihat bagaimana Apolos datang ke kota Korintus dan kemudian membantu Paulus dalam melanjutkan pelayanan di sana (1 Kor. 3:5-6), tanpa maksud untuk mengambil alih ladang pelayanan Paulus.  Berbeda dengan para guru palsu ini, yang dengan beraninya memasuki wilayah otoritas Paulus dan bermaksud untuk mengambil alih ladang pelayanan itu demi keuntungan dan kepentingan pribadi mereka.  Bukankah mereka akan mendapat pujian jika mereka melayani di suatu jemaat yang memiliki karunia-karunia rohani yang luar biasa.  Mereka ingin bermegah atau tepatnya membanggakan diri diatas hasil pekerjaan orang lain. 

Ilustrasi

      Ada dua orang anak TK bermain menyusun balok bangunan, mereka membentuk rumah-rumahan,  dari balok  yang berwarna-warni dan dengan bentuk yang berbeda-beda.  Dua orang anak ini begitu asyiknya dengan mainan itu.  Masing-masing ingin membuat rumah-rumahan yang paling indah dan paling bagus.  Setelah agak lama mengutak-utik balok-balok itu, jadilah dua buah rumah-rumahan yang indah.  Salah seorang dari anak itu, katakanlah si A, kemudian meninggalkan rumah-rumahannya dan bergabung dengan teman-temannya yang lain.  Tinggallah anak yang satunya, katakanlah si B, yang begitu terpesona dengan rumah-rumahan yang sudah dibentuknya.  Tapi begitu dia melirik rumah-rumahan temannya yang ternyata menurut pemandangannya lebih baik dari rumah-rumahannya, dia tergoda untuk mengambilnya.  Ketika si B ini sedang asyik memandang mainan tersebut, lewat salah seorang gurunya di dekat situ.  Dengan sedikit manja, si B memanggil ibu gurunya, “Bu Guru, lihat ini.” Katanya sambil menunjuk rumah-rumahan si A, “bagus, tidak?”  Melihat itu sang Ibu Guru memberi tanggapan, “Waduh bagus sekali, nak.  Kamu pintar, ya.  Bu Guru senang punya murid seperti kamu.”  Setelah berkata demikian Ibu Guru berlalu meninggalkan anak itu.  Kemudian anak ini menoleh ke belakang, dia melihat temannya si A menatap kepadanya dengan tatapan kurang senang.  Menyadari itu, si B langsung mengejar Ibu Guru tadi dan berkata kepadanya, “Ibu Guru, rumah-rumahan tadi bukan saya yang buat, tetapi si A.  Saya membuat yang satunya.”

Aplikasi

      Sdr, seorang anak kecil saja bisa tergoda untuk mengakui hasil pekerjaan orang lain untuk mendapat pujian.  Tidak jarang kita yang mengaku sebagai orang dewasa pun cenderung melakukan hal yang sama.  Seperti para guru palsu yang memasuki wilayah orang lain untuk medapat pujian.

      Sdr, dalam pelayanan pun kita sering memasuki wilayah kerja dan tanggung jawab orang lain untuk kita kemudian mendapat pujian.  Misalnya dalam sebuah kepanitiaan.  Kita sudah sepakat untuk menyerahkan dan mempecayakan pembuatan dekorasi kepada seseorang yang memiliki bakat dalam hal itu.  Kemudian dia sudah bersusah payah mengerjakan apa yang bisa dia kerjakan. Dia sudah berusaha melakukan yang terbaik, lalu kita datang dengan segala komentar kita, kurang ini, kurang itu, dan sebagainya.  Tidak hanya berhenti sampai di situ, begitu dekorasi itu jadi, kita dengan  bangganya berkata, “Nah, benar kan.  Begini lebih baik. Untung ada saya.” 

      Sdr, masih banyak lagi ungkapan-ungkapan, “untung ada saya”  yang kita dengar atau kita sendiri yang mengucapkannya. 

      Sdr, kita harus mengendalikan diri, untuk tidak mengakui apa yang bukan hasil pekerjaan atau pelayanan kita.  Turut berbangga atas keberhasilan rekan kita adalah wajar, tetapi janganlah kita mencari kebanggaan diri sendiri dengan mengakui hasil pekerjaan orang lain yang bukan menjadi tanggung jawab kita.  Hal ini bukan berarti kita tidak perlu saling membantu, tetapi biarlah orang yang memiliki talenta yang dipercayakan untuk melakukan hal itu, sedangkan kita yang tidak memiliki talenta di bidang itu biarlah kita turut menyumbang tenaga untuk suatu hasil yang maksimal.  Sebab bila kita melakukan pelayanan hanya untuk mendapat pujian, maka persaingan dan perselisihan tidak bisa dihindari dan diselesaikan.  Oleh sebab itu, wujud tindakan bijaksana yang ketiga adalah,

                 3.  Tidak mencari pujian dari manusia melainkan dari TUHAN 

                      (ay.  17-18)

Yeremia 9:24 berkata, “Tetapi siapa yang mau bermegah baiklah ia bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.”

Sdr, Paulus memahami dan mengenal siapa TUHAN yang ia layani, sekalipun pengenalannya itu belum sempurna (Flp. 3:10-12).  Paulus tahu TUHAN yang memberikan pekerjaan dan mempercayakan bagian pelayanan itu kepadanya (Ef. 2:10), Paulus juga tahu bahwa TUHAN yang mempercayakan suatu pelayanan, TUHAN juga yang memberi penilaian dan upah atas pelayanan bagi mereka yang setia (Kol. 3:24).  Oleh sebab itu Paulus tidak mencari pujian dari orang lain melainkan hanya dari TUHAN.  Sebab pada saatnya nanti, tiap-tiap orang akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya baik atau jahat di hadapan takhta pengadilan Kristus, untuk memperoleh apa yang patut diterimanya sesuai dengan perbuatannya (2 Kor. 5:10).  Prinsip pelayanan Paulus ini, sesuai dengan firman TUHAN yang tercatat dalam 2 Samuel 16:7, yaitu bahwa manusia melihat apa yang di depan mata tetapi TUHAN melihat hati.

Ilustrasi 

      Sdr, kita bisa melihat satu contoh sikap dari anak TK yang tadi saya ceritakan di atas.  Ketika dia menyadari apa yang dia lakukan diawasi oleh orang lain, dan menimbulkan rasa tidak senang dalam hati temannya, maka anak itu berani mengakui hasil pekerjaannya, sekalipun hasil pekerjaannya tidak akan mendapat pujian. 

Aplikasi

Sdr, TUHAN YESUS pernah mengatakan bahwa kita harus belajar dari seorang anak kecil, sebab anak kecil yang polos  memiliki kepekaan yang tinggi terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya. 

Sdr, kalau kita memiliki pengenalan yang benar terhadap Allah, maka kita akan  menyadari siapa sebenarnya kita ini di hadapan Allah, kesadaran itu akan mengajar kita rendah hati untuk belajar menjadi seperti anak kecil tadi.  Otomatis,dalam pelayanan kita akan memiliki kepekaan terhadap rekan kerja, dan kita tidak akan mengutamakan reputasi  di hadapan manusia melainkan reputasi sebagai hamba yang setia di hadapan TUHAN, apapun yang kita alami.  Baik itu tantangan, cemoohan, bahkan penderitaan sekalipun.   

Sdr, sebentar lagi kita akan merayakan Natal.  Mungkin Panitia natal sudah terbentuk, dan susunan acara sudah mulai dirancang.  Tetapi perlu dipertanyakan apa sebenarnya yang menjadi motivasi kita dalam persiapan dan rancangan-rancangan yang kita lakukan?  Benarkah kita melayani pekerjaan TUHAN? Ataukah kita bersaing untuk memperlihatkan siapa yang memiliki bakat dan talenta paling banyak? 

Sdr, kita harus ingat, melayani TUHAN dengan talenta yang diberikan boleh-boleh saja, tetapi jangan sampai berlebihan dan dengan motivasi supaya dikenal orang banyak.  Juga tidak perlu membangga-banggakan apa yang kita lakukan, apalagi yang tidak kita lakukan.  Sebab mungkin secara manusia kita berhasil, di mata TUHAN kita tidak tahu.  Sebab TUHAN tahu motivasi setiap kita dalam melayani TUHAN dan TUHAN pula yang akan memberikan penilaian pada setiap hasil pekerjaan kita.  Persaingan tidak akan menyelesaikan perselisihan, melainkan hanya akan menyebabkan perpecahan.  Biarlah pengalaman Paulus dalam menyelesaikan perselisihan ini menjadi contoh bagi kita dalam pelayanan kita.  Amin.