sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

SIKAP YANG BENAR TERHADAP JANJI

II Korintus 9:1-5

 

Oleh                :           Arief Yap Min Lu

Tujuan             :           Agar setiap orang percaya,  dapat memiliki sikap yang benar terhadap

                                    janji yang telah dibuatnya.

 

Pendahuluan

Ketika saya duduk di SMU,bagi saya  hari Senin adalah hari yang sangat menjengkelkan.  Bukan hanya karena ada upacara bendera, tetapi juga karena pada setiap hari itu saya selalu mendapat hukuman untuk memungut sampah di sekolah atas keterlambatan saya tiba di sekolah.

Saudara, jarak dari rumah saya ke sekolah kira-kira 10-12 km, dan jarak tersebut ditempuh dengan 3 kali naik angkutan kota.  Tapi biasanya pada hari Senin, hampir semua angkutan umum itu penuh, sehingga saya kesulitan untuk mendapatkan kendaraan.  Oleh karena itu saya selalu datang terlambat ke sekolah dan akibatnya diberi hukuman untuk memungut sampah.  Bayangkan saudara, sudah jauh-jauh berangkat dari rumah, begitu datang disuruh kerja lagi.  Kesalnya setengah mati.  Dan setelah selesai, biasanya guru BP meminta siswa yang dihukum untuk  menghadapnya dan di sana kami diminta untuk membuat janji, yang isinya menyatakan bahwa kami tidak akan pernah lagi datang terlambat ke sekolah. Tapi, saudara tahu hasilnya?  Hasilnya sama saja!  Selalu saja ada di antara kami yang datang terlambat, karena janji itu dianggap seperti angin lalu saja. Seperti kata peribahasa “anjing menggonggong kafilah berlalu.”

Saudara, dalam kehidupan ini, kita tidak dapat melepaskan diri dari apa yang namanya janji.  Bahkan dapat saya katakan bahwa hidup kita selalu diwarnai dengan janji-janji.  Baik janji ini atau janji itu, baik janji kepada sesama atau kepada Tuhan.  Janji itu selalu ada di dalam kehidupan kita, termasuk saudara dan saya.

Saudara, bagi setiap orang percaya, janji bukanlah sekedar kata-kata yang diucapkan yang keluar begitu saja dari mulut bibir kita, akan tetapi lebih dari itu.  Sikap kita terhadap janji itu adalah cerminan dari integritas kita di hadapan Allah dan manusia.  Oleh karena itu kita harus memiliki sikap yang benar terhadap janji-janji kita.

Saudara,  dari perikop yang kita baca tadi, sedikitnya ada dua sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya terhadap janji-janjinya.

 

Berjanji dengan motivasi yang benar (1-2,5)

Banyak janji yang dibuat oleh manusia dilatarbelakangi dengan macam-macam motivasi.  Begitu juga jika kita melihat di layar kaca tentang janji calon-calon pejabat yang berkampanye untuk partainya, kita ragu apakah motivasi mereka untuk membela rakyat atau meraih keuntungan diri sendiri.  Kita perlu jeli melihat motivasi di balik janji itu.

Saudara, jemaat Korintus adalah sebuah jemaat yang sangat dikenal oleh rasul Paulus, bahkan jemaat Korintus ini adalah jemaat yang dapat dibanggakan oleh Paulus.  Jemaat ini bukanlah tipe jemaat yang hanya mau kaya sendiri, tetapi mereka juga memiliki rasa peduli kepada jemaat Tuhan lainnya yang mengalami penderitaan dan kekurangan.  Hal ini dapat kita lihat dari inisiatif dan keinginan mereka yang mau membagi kekayaan yang mereka miliki kepada jemaat yang membutuhkan, dalam hal ini yaitu jemaat Yerusalem.

Mengapa jemaat Yerusalem yang menjadi sasaran untuk bantuan mereka?  Apa yang terjadi dengan jemaat Yerusalem sehingga jemaat Korintus mempunyai keinginan untuk memberikan sumbangan kepada mereka?  Saudara-saudara, jemaat Yerusalem adalah sebuah jemaat yang sangat miskin.  Penyebab kemiskinan mereka adalah karena adanya tekanan-tekanan dari orang-orang Yahudi yang menentang Kekristenan.  Bahkan mereka mengasingkan semua orang Yahudi yang percaya Kristus dan menuduh mereka sebagai orang murtad, yang mengkhianati bangsa dan Allahnya sendiri.  Orang-orang Kristen Yahudi di sana bukan hanya ditekan secara sosial, akan tetapi juga dalam hal ekonomi mereka mengalami penindasan.  Banyak orang Yahudi Kristen yang di-PHK-kan dengan seenaknya; mereka digaji dengan gaji yang lebih rendah dari biasanya, harga-harga barang yang dijual kepada mereka juga dilipatgandakan, bahkan ada orang-orang Yahudi yang tidak mau menjual barang kepada mereka.  Bukan itu saja Saudara, mereka juga dibombardir dengan tekanan-tekanan yang dilakukan oleh pemerintah Romawi, misalnya mereka diharuskan untuk membayar pajak yang tinggi kepada pemerintah. 

Jadi saudara bisa membayangkan betapa tercekiknya dan terhimpitnya jemaat Yerusalem pada waktu itu.  Mereka hidup seolah-olah tanpa harapan lagi, hanya tinggal menunggu saatnya mereka untuk binasa.  Dunia ini, bagi mereka, seolah-olah berubah menjadi neraka yang mengerikan.  Dan yang lebih ironi, semuanya itu terjadi ketika mereka percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan.

Saudara, jemaat Korintus, yang kaya dan makmur itu,  mempunyai kerinduan untuk menolong jemaat Yerusalem.  Mereka ingin mengulurkan tangan mereka, sehingga dapat menarik keluar jemaat Yerusalem dari penderitaan yang mereka alami saat itu.  Dan tentu saja Paulus sangat senang ketika mendengar hal ini.  Dengan hal tersebut, Paulus dapat melihat bahwa jemaat Korintus ini bukanlah jemaat yang egois tapi mau peduli terhadap jemaat lainnya.  Oleh karena itu, tidaklah salah kalau Paulus memegahkan keinginan jemaat Korintus di hadapan jemaat-jemaat yang lain, sehingga apa yang mereka akan lakukan dapat memotivasi dan menjadi contoh bagi jemaat-jemaat lain untuk sama-sama memberikan sumbangan kepada jemaat Yerusalem.  Bahkan kata “perangsang” yang dipakai dalam perikop ini bukan hanya menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh jemaat Korintus membuat orang lain tergerak, tapi membuat orang lain juga “berlomba-lomba” bersaing untuk melakukan hal yang sama.  Betapa luar biasanya pengaruh jemaat Korintus. 

Akan tetapi kalau kita teliti lebih dalam lagi perikop ini, maka kita melihat bahwa Paulus menuliskan suratnya ini adalah justru untuk mengingatkan kembali jemaat Korintus tentang niat mereka untuk memberikan sumbangan kepada jemaat Yerusalem. Bahkan seolah-olah Paulus ingin menagih janji jemaat Korintus yang telah mereka ikrarkan kepada dia dan jemaat Yerusalem.   Sekarang yang menjadi pertanyaan, mengapa Paulus melakukan hal ini?  Paulus melakukan hal ini dikarenakan tindakan jemaat Korintus yang menunda-nunda apa yang telah mereka janjikan.  Memang mereka berniat untuk membantu Yerusalem, akan tetapi kelihatannya keinginan mereka itu hanyalah sebuah keinginan yang hanya ada di dalam konsep saja, keinginan yang kosong, tidak lebih dari itu!

Janji yang mereka ucapkan seperti angin sejuk yang sebentar saja terasa setelah itu lalu hilang.  Janji yang mereka ucapkan tidak ada tindak lanjutnya, janji yang mereka ikrarkan tidak ada realitanya.  Janji tinggallah janji.  Paulus tidak menginginkan hal seperti itu terjadi, oleh karena itu, ia mencoba mengingatkan mereka kembali melalui surat II Ko 9:1-5 karena memang kebutuhan jemaat Yerusalem adalah kebutuhan yang mendesak.  Penundaan yang mereka lakukan membuat Paulus mempertanyakan kembali motivasi mereka ketika berjanji.

Paulus tidak menginginkan adanya motivasi terselubung di balik janji pemberian mereka itu, apalagi kalau dengan motivasi untuk mendapatkan pujian, penghargaan atau nilai plus di hadapan Paulus dan jemaat lain.  Bukan juga agar kemegahan jemaat Korintus makin dapat didengar dan terus bergaung di berbagai tempat.  Dengan kata lain Paulus tidak menginginkan “ada udang di balik batu”, atau maksud terselubung di balik semua janji mereka.

Paulus tahu bahwa ada ketidakberesan atas janji yang diucapkan oleh jemaat Korintus.  Kalau memang mereka memiliki hati yang berbelas kasih dan rindu untuk membantu, maka seharunya janji mereka itu sudah direalisasikan pada saat itu.  Paling sedikit kita tahu bahwa janji mereka itu sudah berusia satu tahun, akan tetapi tidak ada wujud nyatanya sampai detik itu.  Oleh karena itu Paulus mencoba mengingatkan mereka, agar mereka memiliki motivasi yang benar dan tulus ketika mereka berjanji untuk memberi dan melihat hal itu sebagai kewajiban anak-anak Tuhan untuk membantu saudara seiman yang sedang dalam kesusahan.

 

Aplikasi

Saudara, sebagai orang Kristen kita perlu hati-hati dalam membuat sebuah janji, namun yang harus lebih kita cermati adalah motivasi yang ada di balik janji tersebut.  Apalagi janji untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.  Benarkah janji yang kita buat didasarkan atas kasih yang murni, atau ada hal lain yang sebenarnya jauh lebih dominan daripada kasih itu sendiri.  Apakah ada unsur untuk mendapat reputasi diri, agar dilihat orang sebagai orang yang saleh, baik dan beramal?  Yesus berkata kepada orang-orang semacam itu, “mereka telah menerima upahnya”, itu  berarti mereka tidak akan menerima upah dari Bapa di sorga.

      Jika motivasi dalam membuat janji itu murni maka kita sendiri akan didorong untuk melaksanakannya walaupun apa yang kita kerjakan tidak dilihat oleh seorang pun.  Nah, Saudara, hal seperti inilah yang Allah, Bapa senangi.  Berjanjilah dengan motivasi yang murni.

 

Berjanji dengan bertanggung jawab (3,4)

Saudara, janji adalah suatu pernyataan bahwa kita akan atau bersedia melakukan suatu perbuatan.  Sesungguhnya sebuah janji sama dengan sebuah hutang. Bila hutang harus dibayar, demikian pula janji perlu ditepati. Jadi dengan kata lain, ada tanggung jawab yang harus kita lakukan bila kita telah berjanji. Janji yang kita ucapkan bukan hanya dituntut adanya motivasi yang benar, tapi janji itu juga menuntut adanya suatu tanggung jawab dalam pelaksanaannya, karena hal itu menyatakan integritas kita sebagai orang percaya di hadapan Tuhan dan manusia.

Paulus juga memberikan penekanan yang sama kepada jemaat Korintus dalam suratnya ini. Dalam kedua ayat, kita seolah-olah melihat bagaimana begitu egoisnya Paulus dalam menjaga harga dirinya di hadapan jemaat Korintus.  Hal ini dapat kita lihat pada ayat 4b.  Betulkah demikian?  Tidak saudara.  Kalau tidak, lalu mengapa Paulus “takut” kalau dirinya dipermalukan akibat perbuatan jemaat Korintus yang tidak menepati janji mereka?

Saudara, kalau kita melihat lebih dalam lagi, maka dapati bahwa ketakutan Paulus itu bukanlah ketakutan akan jatuhnya harga dirinya, akan tetapi Paulus takut kalau janji yang tidak dilaksanakan itu akan menjatuhkan kesaksian dan integritas diri sebagai orang-orang percaya.  Oleh karena itu bukanlah suatu hal yang aneh kalau dalam suratnya ini, seolah-olah Paulus menjadi seorang “debt collector” (penagih hutang), yang bekerja untuk “menagih” janji kepada jemaat Korintus.  Ia “mendesak” mereka untuk dengan sungguh-sungguh dan dengan bertanggungjawab untuk membayar janji mereka.

Paulus menginginkan mereka terus menerus memiliki semangat yang membara terhadap janjinya dan melakukan itu dengan bertanggungjawab, yaitu membayar janji mereka.   Dan selain itu masih ada alasan yang lebih penting lagi, yaitu untuk dapat membawa orang lain yang belum percaya kepada Kristus. 

Saudara kehidupan orang-orang Kristen pada saat itu selalu diawasi oleh menara-“menara pengawas” yang siap untuk menghakimi tindak-tanduk orang-orang Kristen, khususnya dari orang-orang Yahudi.  Jangan sampai karena “nila setitik, rusaklah susu sebelanga”.  Mungkin perkataan inilah yang ingin Paulus katakan kepada jemaat Korintus.  Jangan sampai karena tindakan mereka  yang ceroboh atau tidak bertanggungjawab membuat orang lain tersandung, lalu jatuh dalam dosa.  Atau karena kesaksian mereka yang buruk membuat orang lain tidak percaya kepada Kristus bahkan menolak dengan keras kekritenan

 

Ilustrasi

Seorang gadis desa dengan linangan air mata melepas kekasihnya pergi melanjutkan studinya  ke kota besar.  Sebelum berpisah sang kekasih berkata, “Bantu aku, dukung aku.  Jika aku sudah menjadi sarjana dan mendapat pekerjaan aku akan kembali meminang engkau.”

      Bertahun-tahun lamanya sang pemuda tidak pernah pulang ke desanya, dan tiap-tiap bulan sang gadis selalu mengirim uang semampu-mampunya untuk membantu studi kekasihnya.  Ia rela berkorban dan menunggu dengan setia wujud dari janji kekasihnya suatu hari kelak.

      Pada suatu hari, ia mendengar kabar dari orang lain bahwa kekasihnya telah lulus studinya.  Oh, betapa gembiranya ia.  Tetapi pada hari yang sama, ia menerima sebuah kartu undangan pernikahan dan yang akan menikah adalah kekasihnya yang telah lulus itu.   Sejak saat itu, sang gadis desa tidak pernah percaya lagi janji seorang lelaki manapun. 

 

Aplikasi

Saudara, pengikraran suatu janji membuat luka orang lain, bahkan luka yang mendalam. Ketika seorang anak Tuhan tidak memenuhi janji yang pernah diucapkannya, hal itu akan menjadi kesaksian yang buruk bagi kekristenan dan batu sandungan bagi orang lain.  Mungkin saja orang yang kecewa itu seumur hidupnya tidak akan percaya lagi pada orang Kristen bahkan kepada janji Yesus Kristus.

      Saudara, tanggung jawab terhadap janji yang pernah kita ucapkan merupakan cerminan integritas kita di hadapan Allah dan manusia.  Tepatilah apa yang pernah kita janjikan dan jangan menunda lagi.

 

Amin.

===============================================================