sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Langkah-langkah Menuju Pembaharuan Rohani

Yohanes 21:15-19

 

Oleh    :           Pdt. Bob Jokiman

Tujuan:           Mengajak pendengar agar mempunyai kerinduan untuk memperbarui rohani mereka dan menerapkan langkah-langkah praktis menuju pembaruan rohani tersebut.

Pendahuluan:

Sebagai Gembala Sidang tentu saya mengharapkan setiap anggota jemaat bertumbuh sesuai dengan kehendak-Nya walaupun lambat namun pasti. Sebagai hamba Tuhan tiada sukacita yang dapat dibandingkan  dengan melihat pertumbuhan iman dan rohani yang dialami oleh anggota jemaatnya dan tiada pula dukacita yang begitu mendalam bila melihat anggota jemaatnya tidak bertumbuh.

Melalui kesempatan ini saya ingin mengajak kita semua memperhatikan pembaruan dan kebangunan rohani yang dialami oleh salah seorang tokoh Gereja Purba, yaitu Rasul Petrus agar dari padanya kita bisa  memetik pelajaran rohani untuk menopang pembaruan dan kebanguanan rohani kita secara pribadi sehingga kita tidak macet dalam kehidupan rohani kita.

Bila kita memperhatikan kehidupan rohani Petrus sebelum dan sesudah  Paskah serta pencurahan Roh Kudus, maka kita dapat melihat perubahan dan perbedaan yang sangat menyolok, bagaikan bumi dan langit atau bagaikan malam dan siang. Petrus berubah dari seorang yang takut dan pengecut mengakui Tuhannya, menjadi seorang yang gagah dan berani menyaksikan Tuhannya. Coba kita simak apa yang ia katakan pada malam Tuhan diadili bagaimana ia menyangkali Yesus dengan berkata:”Aku tidak kenal orang itu.” (Matius 26:72,74) dan bagaimana ia memproklamirkan:”…keselamatan tidak ada di dalam siapapun selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kisah 4:12) dan “Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar.” (Kisah 4;19,20).

Dari kedua kenyataan tersebut, kita menyaksikan betapa Petrus yang sebelumnya  bagaikan burung unta yang senantiasa menyembunyikan kepalanya ke dalam tanah bila ada bahaya berubah menjadi burung rajawali yang dengan perkasa terbang tinggi tanpa takut bahaya; ia juga yang dahulu bagaikan kura-kura yang selalu menarik masuk kepalanya bila ada ancaman menjadi ikan paus yang menggelegarkan lautan atau bagaikan kelinci yang dengan gemetar lari bersembunyi berubah menjadi singa yang mengaum dahsat menggetarkan segenap penghuni rimba! Mengapa bisa terjadi perubahan demikian drastisnya? Tentu tidak dapat disangkal peran dan kuasa Roh Kudus  yang dicurahkan pada hari Pentakosta, namun tidak berarti bahwa Petrus berpeluk tangan saja.

Di dalam pembaruan dan kebangunan rohani, ada peran Allah dan tentu harus ada pula peran kita pribadi. Dalam pembaruan dan kebangunan rohani yang dialami Petrus, peran apakah yang telah dilakukannya?  Bila kita meneliti percakapan Tuhan Yesus dengan Petrus di tepi danau Galilea setelah kebangkitanNya  dalam Injil Yohnaes 21:15-19, kita akan menemukan langkah-langkah yang telah diambil Petrus yang mengakibatkan pembaruan dan kebangunan rohani dalam hidupnya.

 

Mendengarkan Tuhan.

Yang pertama, ia mematuhi ajakan Tuhan untuk mendekat padaNya.  Terjadi suatu persekutuan atau percakapan pribadi denganNya, ada suatu keintiman antara Petrus dengan Tuhan. Sebelum ia penyangkal Tuhan ia mengikuti Tuhan dari “jauh”, namun sekarang ia datang dekat pada Tuhan. Untuk benar-benar dengan serius mendengarkan Tuhan. Bila selama ini ia hanya mendengar suara hatinya saja, sekarang tidak lagi demikian, ia telah berubah. Inilah langkah awal menuju pembaruan dan kebangunan rohani.

 

Ilustrasi

Pada suatu hari dengan wajah cemas seorang suami berkunjung ke dokter keluarga dan berkata: “Pak dokter, saya kuatir isteri saya mulai tuli pendengarannya.”, Dokter bertanya: “Bagaimana Anda tahu bahwa isteri Anda mulai tuli?” Jawabnya:”Akhir-akhir ini jika saya berbicara padanya ia sering tidak menyahut.” Lalu dokter menasehati: “Coba Anda pulang dan test apakah benar-benar ia tuli. Caranya berbicaralah padanya dari jarak 5 meter, 3 meter, 2 meter hingga berdiri disampingnya.” Setelah itu Anda kembali dan melaporkan hasil investigasi Anda.

Si suami lalu kembali ke rumah dan menemukan isterinya sedang memasak di dapur. Dari jarak 5 meter ia bertanya: “Bu, malam ini kita makan apa?”, tidak ada jawaban. Lalu ia mendekat dan dari jarak 3 meter bertanya lagi: “Bu, malam ini kita makan apa?”, kembali tidak terdengar jawaban. Ia makin mendekat dan dari jarak 2 meter bertanya dengan suara lebih nyaring: “Bu, malam ini kita makan apa?”, juga tidak terdengar jawaban. Akhirnya dengan perasaan was-was dan  penuh prihatin ia berdiri disamping isterinya sambil berteriak: “Bu, malam ini kita makan apa?” Sambil berpaling dan dengan suara lantang isterinya menjawab: “Untuk keempat kalinya kukatakan padamu. Malam ini kita makan ayam goreng!!!”

Seringkali dalam hidup ini mengangap Tuhan tidak mendengarkan kita, namun sebenarnya kitalah yang tidak mendengarkan Tuhan karena kita jauh dari pada-Nya dan tidak mendekatkan diri pada-Nya. Oleh karena itu untuk dapat lebih mendengarkan Tuhan kita perlu lebih mendekatkan diri pada-Nya tiap-tiap hari (Yak 4:8).

 

Aplikasi

Di tengah kehidupan dunia yang serba sibuk dan pikuk ini, bukankah kta juga sering tidak punya waktu untuk mendengarkan suara Tuhan dengan tenang sehingga adakalanya kita menghakimi bahwa Tuhan tidak mendengarkan kita, padahal sebenarnya kitalah yang jauh dari Tuhan hingga tidak mendengar suaraNya. Pembaruan dan kebangunan rohani tidak mungkin terjadi dalam hidup seseorang yang tidak menyediakan waktu untuk mengadakan persekutuan pribadi dengan Tuhan, kita perlu intim dengan Tuhan agar kita dapat mendengar suaranya dan mengerti kehendakNya. Seperti Maria yang duduk dengan tenang di dekat kaki Yesus dibanding dengan Marta yang sibuk memasak. Itulah sebabnya Maria dapat mempersembahkan minyak narwatsu yang mahal bagi Yesus karena ia mendengar dan tahu isi hati Tuhan. Dalam Alkitab maupun sejarah Gereja sangat banyak orang  dipakai Tuhan karena mereka tahu dan memprioritaskan persekutuan pribadi dengan Tuhan.

 

Mengasihi Tuhan

Langkah selanjutnya menuju pembaruan dan kebangunan rohani yang dialami oleh Petrus ialah mengasihi Tuhan. Dalam percakapan dengan Petrus di tepi danau Galilea tersebut, tiga kali Tuhan bertanya kepada Petrus: ”Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Dalam bahasa Yunani dua kali

Tuhan menggunakan kata “agapao”,

yang berarti “kasih tanpa syarat” dan sekali

dengan kata “phileo”, yang berarti “kasih

karena adanya suatu hubungan”.  Sedang

tiga kali juga Petrus menjawab:”Tuhan,

Engkau tahu aku mengasihiMu.”,

semuanya dengan istilah “phileo”.  Terlepas dari ungkapan Yunani “agapao” maupun “phileo” yang sering digunakan secara silih berganti dalam Alkitab jelas sekali bahwa Petrus mengasihi Tuhan, bukannya tanpa syarat, tetapi ada syaratnya. Kasih Petrus kepada Tuhan karena Tuhan telah berbuat sesuatu untuk Petrus. Dan ini adalah ungkapan hati yang jujur, sebab memang baik Petrus maupun Anda dan saya tidak mungkin mengasihi Tuhan tanpa syarat seperti Dia mengasihi kita. Kita semua mengasihi Tuhan karena Dia terlebih dahulu telah mengasihi kita seperti yang diungkapkan oleh Rasul Yohanes:”Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (I Yohnaes 4:10)

 

Aplikasi

Itulah motifasi yang sejati dalam kita mengikuti dan melayani Tuhan. Hanya dengan motifasi mengasihi Tuhanlah maka kita tidak akan pernah kecewa mengikuti Dia. Bahkan risiko apapun kita akan hadapi dan terima seperti yang dilakukan oleh Petrus. Dalam kehidupan Kristiani kita belum dan tidak mengalami pembaruan dan kebangunan rohani seperti dialami Petrus yang  dengan penuh gairah, dinamika, tanpa gentar dan malu serta antusias bersaksi bagi Kristus mungkin karena kasih kita kepada Tuhan belum dan tidak seperti kasih Petrus kepada Tuhannya. Hingga perlu dipertanyakan sampai di manakah kita mengasihi Tuhan, yang telah mati dan berkorban bagi penebusan kita? Tanpa mengasihi Tuhan mustahil terjadi pembaruan dan kebangunan rohani dalam diri kita.

 

Melayani Tuhan.

Langkah terakhir yang sama pentingnya dengan langkah-langkah sebelumnya menuju pembaruan dan kebangunan rohani yang dialami oleh Petrus adalah tekad untuk melayani Tuhan. Dalam percakapan dengan Petrus sebanyak tiga kali pula Tuhan berkata kepadanya: ”Gembalakan domba-dombaKu”. Seorang rekan hamba Tuhan [Ev. Samgar Theopilus] mempunyai motto:”Kita mungkin melayani tanpa kasih, namun kita tidak mungkin mengasihi tanpa melayani.” Dan motto tersebut menjadi pedoman dalam ia melayani Tuhan seantusias Petrus. Sehingga ia merasa aneh bila ada seseorang mengatakan bahwa ia mengasihi Tuhan tetapi sama sekali tidak melayani Dia. Melayani Tuhan tidak berarti bahwa setiap orang Kristen harus menjadi pendeta atau penginjil.

 

Aplikasi

Dalam Gereja Tuhan ada sangat banyak pelayanan yang dapat kita lakukan. Bukan hanya pelayanan-pelayanan yang terlihat tetapi banyak juga pelayanan-pelayanan yang tidak terlihat oleh umum seperti pendoa-pendoa syafaat yang sangat dibutuhkan dalam Jemaat kita baik pada Malam Puji Doa maupun saat sebelum kebaktian ataupun yang dilakukan secara pribadi-pribadi di rumah masing-masing. Karena Petrus mempunyai tekad untuk melayani Tuhan maka ia mengunakan setiap kesempatan untuk bersaksi bagi Tuhan seperti yang kita baca dalam Kitab Kisah Rasul tersebut. Pelayanan sekecil apapun adalah berharga dihadapan Tuhan. Oleh karena itu hendaklah kita menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk melayani Tuhan sekalipun mungkin pelayanan tersebut bukan sesuatu yang signifikan. Pembaruan dan kebangunan rohani yang dialami Petrus tidak pernah lagi surut dalam hidupnya hingga akhir hayatnya sebagai martir  yang menurut tradisi disalibkan dengan kepala di bawah karena merasa dirinya tidak layak disalib serupa Tuhannya dengan  kepala di atas.

 

Penutup

Seperti anak yang terhilang, tatkala teringat akan rumah Bapanya di mana ia bisa bersekutu, mengasihi dan melayani Bapanya maka ia segera bangkit dan meninggalkan kandang babi, hendaknya kita juga segera bangkit dan meninggalkan keadaan kita sekarang untuk bersekutu, mengasihi dan melayani Tuhan kita sehingga terjadi pembaruan dan kebanguan rohani dalam diri sendiri maupun Gereja kita. Amin.

========================================================