sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

BERJALAN  DENGAN ALLAH

Ibr. 11:5-6; Yud. 14-15; Kej. 5:21-24

 Oleh:                Ev. Yenny  Wongka

Tujuan:             Mengajak jemaat untuk mengerti apa yang dimaksud dengan berjalan dengan Allah dan syarat-syarat serta kekayaan rohani dalam berjalan bersama-Nya, sehingga mereka rindu untuk mengalami hal tersebut.

 

Pendahuluan

Kehidupan rohani seorang anak Tuhan merupakan  suatu perjalanan iman yang panjang. Para pahlawan iman yang tercantum dalam Alkitab, seperti Abraham, Musa, Daniel dan lain-lain juga mempunyai sejarah perjalanan iman yang tidak singkat.  Bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun mereka bergaul dan berjalan bersama dengan Allah. Salah satu tokoh yang terkenal karena akrabnya  berjalan dengan Allah adalah Henokh.  Dalam ibadah ini, saya ingin mengajak Saudara-saudara merenungkan tema “Berjalan Dengan Allah” dengan melihat kehidupan Henokh. Saya akan membahasnya dari tiga sudut pandang:  pertama, syarat berjalan dengan Allah; kedua, tindakan kongkrit berjalan dengan Allah,  dan ketiga, pengalaman manis berjalan dengan Allah.

 

Syarat berjalan dengan Allah.

Percaya bahwa Allah itu ada (eksis) dan memberi upah kepada mereka yang sungguh-sungguh mempercayakan diri pada Dia adalah langkah pertama dari  iman.  Mempercayakan diri  (trusting) sepenuhnya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah permulaan dari kehidupan iman kita kepada Allah.  Bila kita ingin mencapai taraf menyenangkan Allah secara terus-menerus, maka kita harus bersekutu dengan Dia, terus-menerus hidup bergaul atau berjalan dengan Dia, tepat seperti apa yang sudah dilakukan oleh Henokh.  Kej. 5:21-24 melukiskan tentang diri Henokh, di situ  dua kali dikatakan “Henokh hidup bergaul dengan Allah.”  Kata “hidup bergaul” dalam bahasa Ibrani memakai kata halak bentuk hitpael imperfect, makna harfiahnya adalah walk constantly with God atau berjalan dengan Allah terus menerus. Menarik sekali bila kita bandingkan dengan versi Septuaginta, ungkapan ini diterjemahkan sebagai “pleased God” atau menyenangkan Allah (berkenan kepada Allah).  Kata Yunani yang sama euaresteo artinya well-pleasing juga dipakai dalam Ibr 11:5-6.  Jadi, bergaul dengan Allah mempunyai pengertian bukan hanya sekedar bergaul atau hidup bersama-sama dengan Allah, tetapi juga hidup berkenan kepada Allah.

      Istilah ini dipakai banyak kali di dalam Alkitab untuk menunjukkan kehidupan iman orang percaya, namun diungkapkan dengan kata yang berbeda yaitu hidup.  Misalnya Rm 6:4 “sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup (berjalan) dalam hidup yang baru.”  Ef 5:2a “Hiduplah (berjalanlah) di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu, …”  Bahkan Yesus Kristus sendiri tatkala membicarakan persekutuan kita dengan Dia di dalam sorga sebagai suatu aktivitas jalan, “Mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih” (Why 3:4).  Sama halnya dengan Henokh, setiap orang percaya harus berjalan dengan Allah setiap hari semasa hidup di bumi ini.  Tatkala ia tiba di sorga, maka ia akan berjalan bersama Allah untuk selama-lamanya.

      Dari hidup Henokh, kita akan menguji diri apakah kita sudah berjalan dengan Allah dengan memenuhi syarat-syarat berikut:

·         Adanya rekonsiliasi

Hal pertama yang ada dalam diri Henokh dengan hidup bergaul dengan Allah ialah: adanya rekonsiliasi. Henokh tidak mungkin dapat berjalan dengan Allah jika ia tidak sepaham atau berseteru dengan Allah. Henokh sebagai keturunan ke-7 dari Adam, leluhurnya yang berontak kepada Allah, sesungguhnya ia tidak terlepas dari kecenderungan untuk berontak kepada Allah.  Sebagaimana Ef. 2:3 mengatakan bahwa “kita semua adalah anak-anak yang dimurkai.”  Namun, oleh imannya Henokh justru hidup bergaul dengan Allah, mendapat rekonsiliasi, diperdamaikan dengan Allah.

Nabi Amos pernah menegaskan melalui suatu pertanyaan “Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?” (Amos 3:3).  Salah satu versi terjemahan bahasa Inggris menuliskan dengan “Do two persons walk together if they do not agree to each other?”  yang berarti “apakah dua orang dapat berjalan bersama bila mereka tidak saling setuju?”  Alkitab versi terjemahan Mandarin menerjemahakan, “Bagaimana mungkin dua orang berjalan bersama-sama bila mereka tidak sehati?”  Jelas bagi kita, saudara-saudaraku, dua orang tidak dapat sungguh-sungguh berjalan bersama dalam persekutuan yang akrab bila mereka tidak sehati.  Demikian juga dengan kita, jika kita ingin berjalan bersama dengan Allah langkah pertama harus kita ambil, yaitu membiarkan diri kita diperdamaikan dengan-Nya.

 

·         Adanya kehendak diri yang sudah ditaklukkan

Berjalan bersama Allah menyiratkan kehendak diri yang sudah ditaklukkan kepada Allah.  Allah tidak memaksa seseorang untuk menjadi teman seperjalanan-Nya.  Ia hanya menawarkan kepada kita.  Allah, pertama-tama, ingin agar orang itu datang kepada Dia dengan kerelaan dirinya sendiri.  Iman sejati tidak mungkin ada tanpa kerelaan untuk percaya.  Sama seperti prasyarat dari berjalan bersama Allah adalah Iman, maka prasyarat dari kerelaan hati untuk berjalan dengan Allah ialah: kehendak diri yang sudah ditaklukkan.

Kehendak diri yang sudah ditaklukkan tidak lain adalah kepatuhan mutlak kepada jalan atau kehendak Tuhan.  Kepatuhan ini bukan berupa penyerahan diri secara pasif, melainkan suatu kerelaan yang aktif. Penaklukan diri serupa ini disebut sebagai “penaklukkan bebas" (free surrender).  Tepat seperti apa yang dikatakan NIV dalam 2 Yoh 6 “And this is love, that we walk according to His commandments.”  Atau terjemahan harfiah: “Dan inilah kasih, yaitu kita berjalan menurut perintah-perintahNya.”

Sesungguhnya Saudaraku, penaklukan kehendak diri pada Allah menuntut seseorang untuk hidup secara terus-menerus di dalam atmosfir kehadiran, kekuatan, dan  tuntunan serta sekaligus tuntutan Allah.  Hal ini terbukti atas diri Henokh ketika ia  berjalan atau hidup bergaul dengan Allah selama 300 tahun sampai pada suatu hari, tatkala Tuhan berjalan bersama dia, Tuhan membawanya  ke sorga.

Sungguh luar biasa kita bisa belajar dari pahlawan iman seperti Henokh, juga Nuh, Abraham dan seterusnya dalam Ibr 11.  Namun terlebih dari semuanya, kita memiliki suatu contoh teragung ialah: Yesus Kristus sendiri, yang meninggalkan teladan indah di dalam hidup berjalan bersama Allah Bapa.  Ia tidak melakukan apapun selain daripada kehendak Allah Bapa.  Tidak heran bila seorang rasul yang dikasihi-Nya juga mengingatkan kita “Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (I Yoh 2:6).  Jikalau kita mau tahu bagaimana untuk berjalan bersama Dia, maka cukup memandang kepada Yesus.  Mulai dari masa kanak-kanak ia terus-menerus melakukan pekerjaan Bapa-Nya, Ia terus-menerus berjalan bersama Bapa.  Penaklukan diri yang sepenuh hati akan membawa kita pada kehidupan yang indah dengan Allah.

 

·Adanya Iman yang sifatnya terus-menerus

Seseorang yang ingin terus menerus berjalan bersama dengan Allah harus juga memiliki iman yang terus menerus kepada Allah. Henokh percaya akan Allah, dan ia terus-menerus percaya pada Allah.  Ia tidak mungkin dapat berjalan bersama Allah selama 300 tahun tanpa sehari-hari mempercayakan dirinya sepenuhnya kepada Allah. Walaupun Alikitab tidak menceritakan terlalu banyak, namun dapat dipastikan hidupnya tidak selalu lancar, tanpa persoalan dan pergumulan.  Tetapi Ia tetap percaya meskipun tidak melihat, seperti apa yang dikatakan Rasul Paulus “Sebab kita hidup (berjalan) oleh iman, bukan oleh penglihatan” (II Kor 5:7). Dalam hal inilah Henokh telah memperkenankan hati Allah. Berjalan dengan Allah adalah suatu perjalanan dalam iman yang sifatnya tidak terputus-putus, tetap percaya walau pun tidak melihat; tetap percaya walaupun banyak persoalan.                                                                                                                    

Tindakan kongkrit berjalan dengan Allah (memberitakan Firman)

Hidup berjalan bersama dengan Allah tidak pernah membuat seseorang itu menjadi pasif.  Pengalaman yang akrab dengan Allah akan mendorong seseorang untuk menceritakan apa yang ia alami, atau mengabarkan apa yang menjadi isi hati Allah.  Hal ini terjadi juga dalam diri Henokh. Kitab Yudas mencatat melalui dua ayatnya tentang Yudas yang menyampaikan berita dari Allah kepada orang-orang fasik di zamannya.

Berita yang Tuhan perintahkan kepada Henokh untuk disampaikan adalah bahwa Tuhan hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik dan seterusnya.  Tidak ada indikasi bahwa pemberitaan Henokh itu efektif sehingga orang-orang fasik itu bertobat dan berpaling kepada Allah, namun semua itu dilakukan dengan setia. Ia melakukan apa yang dituntut Allah pada dirinya dan membiarkan hasil pemberitaannya hanya kepada Allah semata. Mereka mau beriman atau tidak, yang jelas pengaruh iman Henokh bisa dirasakan.

      Dari catatan Yudas, kita tidak melihat adanya indikasi bahwa Henokh hidup bersama dengan orang-orang yang seiman dengan dia.  Namun yang jelas ia hidup di antara orang-orang fasik, yaitu mereka yang mengucapkan kata-kata nista terhadap Tuhan.  Hal ini jelas suatu pergumulan hidup yang berat. Namun dekikian, iman Henokh adalah iman yang aktif dan dinamis, vokal dan tanpa gentar menunjukkan kefasikan orang serta berani mengumumkan penghukuman Allah yang akan segera menimpa mereka yang tidak mau bertobat. Saudara, saya yakin Allah berkenan kepada Henokh sebab imannya bukan hanya ditetapkan pada sesuatu yang ia rasakan di dalam hati, tetapi juga pada apa yang diekspresikan melalui bibir mulutnya serta diejawantahkan pula melalui kehidupan sehari-harinya.

Pengalaman manis berjalan dengan Allah (masuk ke dalam hadirat Allah)

Setelah 300 tahun beriman dan berjalan serta memberitakan Allah, Henokh kembali kepada Allah - bukan dengan cara biasa seperti kebanyakan orang, melainkan dengan unik dan sangat ajaib,  Allah mengangkat dia ke sorga tanpa mengalami kematian.  Ia memperkenankan Allah, sehingga Allah turun menggapai dia serta mengangkat dia ke sorga.  Pada satu momen ia berada di dunia, momen lain, “ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah” (Kej 5:24).  Henokh telah  berjalan dengan iman sehingga ia begitu dekat dengan Allah, sampai ia hanya melangkah bersama dengan Allah ke dalam sorga begitu saja.

Kita tidak tahu alasan mengapa Allah harus menunggu 300 tahun lamanya sebelum Ia mengangkat Henokh untuk kembali pada Dia.  Mungkin saja Tuhan memberikan waktu yang cukup bagi Henokh untuk memberitakan atau menyaksikan Allah kepada generasinya yang keras hati dan tidak sudi beriman pada Allah. Kita juga tidak tahu mengapa Allah mengangkat Henokh dengan cara yang sama sekali tidak umum (biasa).   Mungkin saja Allah tidak ingin melihat betapa generasi Henokh mengolok-olok dan menganiaya batin Henokh.  Bandingkan dengan usia ayah Henokh mencapai 962 tahun (Henokh hanya 365 tahun).  Barangkali, Allah tidak ingin Henokh diolok-olok lebih lama dari 300 tahun.  Terlepas dari dua kemungkinan di atas, bagi saya yang pasti ialah:  Allah ingin lebih dekat lagi dengan orang yang berkenan di hati-Nya.  Seperti apa yang dikatakan pemazmur dalam 116:15 “Berharga di mata Tuhan, kematian semua orang yang dikasihi-Nya.”  Allah mengasihi serta suka bersekutu dengan orang-orang kudus-Nya.  Henokh begitu berharga di mata Allah sehingga ia langsung tinggal bersama Allah tanpa melalui kematian.

      Saudara, Henokh telah menjadi sebuah lukisan indah bagi setiap orang percaya yang akan diangkat ke sorga tatkala Tuhan Yesus datang kembali untuk menyambut kita, “mempelai wanita-Nya”.  Sebagaimana Henokh terangkat ke sorga tanpa menemui kematian, demikian juga bagi umat Allah yang masih hidup saat pengangkatan terakhir (rapture) terjadi.  Oleh inspirasi Roh Kudus, Rasul Paulus dalam 1 Tes 4:17 jelas mengatakan: “Sesudah itu, kita yang masih hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa.  Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.”  Oh, betapa indah dan ajaibnya bila saat itu tiba bagi kita!

      Penutup

Dr. Campbell Morgan dalam sebuah khotbah dengan tema “Henokh Berjalan Bersama Allah” mengisahkan sebuah ilustrasi sebagai berikut.  Seorang gadis kecil berusia 7 tahun telah memberikan penjelasan indah tentang arti berjalan bersama Allah.  Tatkala ia pulang dari sekolah minggu, ibunya bertanya: “Nak, coba ceritakan pada mama,  apa yang engkau pelajari hari ini di sekolah minggu?”  Gadis kecil itu menjawab, “Apakah mama tidak tahu, bahwa pada suatu hari Henokh bersama-sama dengan  Allah menempuh perjalanan yang panjang.  Sebagai sahabat yang baik, mereka asyik berbicara sambil berjalan, sampai akhirnya Allah kemudian berkata kepada Henokh, ‘Engkau sudah berjalan sangat jauh dari rumahmu; lebih baik masuk ke rumah-Ku dan tinggal bersama Aku.’  Dan akhirnya, Henokh pun diangkat ke sorga.”

      Saudara-saudara, Allah selalu rindu agar kita mau berjalan bersama-sama dengan Dia. Ia ingin sekali Saudara dan saya menikmati keindahan persahabatan dan perjalanan seperti yang dialami oleh Henokh itu. Sebuah ungkapan bahasa Inggris mengatakan,  The closer you walk with God, the less room for anything to come between, yang terjemahan bebasnya berarti “Lebih dekat Saudara berjalan dengan Allah, lebih sedikit ruang pembatas yang ada antara Saudara dengan Allah”

      Barangkali, Saudara dan saya telah menjadi orang Kristen belasan bahkan puluhan tahun, namun mari kita bertanya kepada diri kita sendiri, “Sudahkan kita berjalan bersama Allah dengan setia?”  Adakah “ruang-ruang pembatas” yang membuat kita tidak dapat berjalan akrab dengan Allah?  Maukah Saudara membiarkan Allah untuk membongkar “ruang-ruang penyekat” itu sehingga Ia dapat berada lebih dekat dengan Saudara Semoga Tuhan menolong kita untuk mengambil sikap yang tepat dalam mengiring Dia!  Tentu saja bukan hanya setia berjalan dengan Allah selama beberapa waktu saja, tetapi terus berlanjut hingga kita masuk ke hadirat Allah!   AMIN.