sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Iman atau Rasio

Nats Alkitab              : Ibrani 11:1-3, 17-19, Yesaya 1:18

Tujuan                     : Menerangkan kepada para pemuda akan pentingnya iman dan rasio dalam mengenal Allah, sehingga mereka tidak menekankan yang satu dan melalaikan yang lain.

Penulis                     : Priska Linda          

 

Seorang fideist berkata, “ Untuk mengenal Allah, kita hanya memerlukan iman, tidak ada yang lain ! “

Apa alasannya ? Karena bagi mereka, kekristenan adalah agama yang tidak masuk akal. Kekristenan semata-mata adalah masalah iman. Sebab itu seseorang hanya memerlukan iman saja bila ia ingin mengenal Allah melalui apa yang dicatat dalam Alkitab.

Sementara itu, seorang evidentialist berkata, “ Kita memiliki fakta-fakta dan bukti-bukti yang mendukung bahwa kekristenan adalah agama yang masuk akal. Sebab itu, dengan akal kitapun dapat berusaha mengenal Allah.”

Saudara-saudara, manakah diantara keduanya yang benar ? Iman atau rasio dalam rangka untuk mengenal Allah ? Memperhatikan tema yang diberikan kepada saya ini, “Iman atau Rasio “ seolah-olah kita diperhadapkan dengan dua pilihan : Iman atau Rasio ? Menjadi seorang Fideist yang hanya memerlukan iman saja, atau menjadi seorang evidentialist yang memerlukan bukti-bukti atau fakta-fakta yang dapat ditangkap dengan akal ?

Mari saudara-saudara kita akan melihat apa yang dikatakan Alkitab tentang iman dan rasio, dan bagaimana dengan keduanya.

 

1. Apa itu iman

Didalam Alkitab, kita tidak akan menjumpai definisi iman secara eksplisit. Tetapi kita dapat menemukan deskripsi yang jelas tentang apa itu iman. Mari kita memperhatikan satu bagian didalam Alkitab yang sangat terkenal, yang membicarakan tentang iman. Kita buka dan baca Ibrani 11:1-3

Bila disini dikatakan bahwa iman adalah dasar dari segala sesuatu, berarti iman merupakan dasar atau pondasi untuk berpijak. “ Dasar “ dalam bahasa aslinya secara harafiah berarti “ That which stands under “ dimana seorang dapat berdiri untuk berpijak bagi segala sesuatu  yang diharapkannya.

Sedangkan iman adalah bukti dari segala sesuatu, berarti merupakan suatu keyakinan yang dinampakkan dalam tindakan yang menunjukkan bahwa orang beriman itu sungguh-sungguh taat terhadap apa yang mereka dengar, walaupun mereka tidak melihat. Dan dengan iman yang bertindak didalam ketaatan itulah, bukti dari iman yang benar.

Jadi dengan jelas disini dikatakan bahwa iman yang benar adalah ketaatan yang penuh keyakinan kepada Firman Allah bagaimana pun keadaannya dan apapun akibatnya.

Kalau kita perhatikan saudara-saudara, para tokoh iman yang tercatat di sepanjang pasal 11 ini, yang pertama-tama mereka lakukan adalah mendengar Firman Allah, kemudian mereka taat terhadap apa yang mereka dengar.

Iman yang benar memang selalu dimulai dengan mendengar akan Firman Allah, atau yang sekarang ini adalah Alkitab yang ada di tangan kita ; selanjutnya dengan penuh ketaatan, kita bertindak atas Firman itu.

Menarik untuk diperhatikan disini bahwa para tokoh iman yang tercatat disini, sebelumnya tidak pernah melihat segala sesuatu yang dijanjikan oleh Firman Allah. tetapi mereka mau bertindak dalam ketaatan. Disini jelas bahwa iman mereka tidak didasarkan pada apa yang mereka lihat yang bisa ditangkap oleh pikiran dan dimengerti oleh akal, baru setelah itu bertindak. Tidak ! Tetapi tindakan mereka didasarkan pada apa yang semata-mata mereka dengar dari Allah, mereka mendengar Firman Allah dan kemudian bertindak di dalam ketaatan bagaimanapun keadaannya dan apapun resikonya. Itulah iman !

Yang lebih menarik lagi bagi saya adalah justru didalam ketaatan mereka itulah , meskipun tidak melihat apa yang dijanjikan oleh Firman Allah, malah mereka semakin mengenal Allah yang mereka percaya ! Inilah suatu kebenaran bahwa setelah mereka beriman, mereka menjadi mengerti. saudara bisa membandingkannya dengan ayat 3 “ Karena iman kita mengerti... “ Mengerti apa ? Mengerti bahwa alam semesta ini diciptakan Tuhan. Karena iman kita tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan Pencipta.

Lebih jauh kita akan melihat beberapa contoh disini :

Dengan iman, misalnya Habel mengenal Allah sebagai Allah yang lebih suka terhadap persembahan berupa binatang yang harus dikorbankan. Dengan iman pula, Henokh mengenal bahwa Allah adalah Allah yang suka bergaul dengan manusia yang hidupnya berkenan kepadaNya.

Sampai disini barangkali kita malah terusik dengan satu problem baru : Kalau begitu berarti kita hanya membutuhkan iman saja untuk bisa mengenal Allah, bukan ? Jadi yang penting, Iman sajakah ?

Baiklah kita masuk pada bagian kedua yaitu penjelasan tentang rasio.

 

2. Apa itu Rasio

Saya yakin, saudara mengerti apa itu rasio. Rasio atau akal adalah sesuatu yang khusus, yang hanya dimiliki oleh manusia sebagai ciptaan Allah. Binatang yang juga ciptaan Allah tidak memiliki sesuatu yang khusus ini.

Sesuatu yang khusus ini memiliki fungsi yang bermacam-macam, seperti menganalisa sesuatu, menimbang dan kemudian memutuskan.

Kembali lagi pada problem yang tadi : apakah dalam mengenal Allah kita semata-mata hanya perlu iman saja ? Dimanakah akal yang merupakan ciptaan Allah itu ? Apakah ia harus kita abaikan, bahkan perlu kita matikan ?

Tentu tidak demikian saudara-saudara! Allah menciptakan manusia dengan akal budinya bukan tidak ada maksud. Walaupun faktanya bahwa pikiran  manusia telah jatuh dalam dosa dan telah tercemar karenanya, ini tidak berarti bahwa kita harus membuang jauh-jauh akal atau pikiran kita.

Terlepas dari kejatuhan pikiran manusia, perintah untuk berfikir, untuk menggunakan pikirannya masih diberikan kepada kita sebagai manusia. saya akan membacakan dari Yesaya 1:18 ; dicatat disana, Allah berkata kepada bangsa Israel, “ Marilah baiklah kita berperkara ! Firman Tuhan. “

Disini jelas bahwa Allah masih tetap menghendaki agar kita menggunakan juga akal kita untuk mengenal Dia.

Tetapi masalahnya sekarang, dimanakah kedudukan rasio dalam kaitannya dengan mengenal Allah, padahal ia sudah tercemar ? Keberadannya diatas iman atau sebaliknya ? Menjadi seorang evindentialist seorang yang membutuhkan bukti-bukti yang bisa ditangkap rasio, baru kemudian beriman ? Atau sebaliknya ?

Saya mengajak saudara-saudara membaca Ibrani 11:17-19. Saya mengajak saudara memperhatikan satu tokoh iman yang sangat dikenal sebagai Bapa orang berman, Abraham.

Menarik sekali pada ayat 19 dikatakan disana, “ Karena ia berpikir..”Nampak jelas bahwa Abraham mempertimbangkan dengan akalnya!

Saudara-saudara tentu kenal ceritanya dengan baik. Abraham memiliki seorang anak yang kemudian dinamai Ishak yang lahir dari istrinya Sara, adalah ketika mereka berdua sudah berusia lanjut, yang jelas mustahil  dan tidak mungkin . Tetapi ternyata mereka mendapatkannya juga dari Allah. Jelas, Ishak adalah anak yang dinanti-nantikan sebagai ahli waris, anak perjanjian. Tetapi untuk anak yang sama ini, Allah yang telah memberikannya kepada Abraham dan Sara adalah Allah yang kemudian memintanya kembali, dengan cara dikorbankan sebagai persembahan di hadapan Allah. Saudara perhatikan perintah ini, masuk akalkah ?

Menarik sekali, karena ketika Abraham meresponi Firman Allah, ia berfikir ! Apakah ia tidak beriman ? Tetap Beriman ! Tetapi imannya adalah iamn yang berpikir. Ia bukan fideist. dengan akalnya, ia tahu bahwa Allahnya adalah Allah yang sanggup membangkitkan orang -orang mati. Ini adalah prinsip berpikir orang beriman !  Jadi dia bukan tidak berpikir. Dia beriman tetapi juga berpikir.

Saudara-saudara jangan cepat salah mengerti. Ia bukan berpikir dulu baru beriman. Ia bukan Evidentialist. tetapi ia beriman dengan sekaligus berpikir. Inilah yang seharusnya terjadi atas kita. Kita tidak bisa menempatkan pikiran atau akal kita diatas atau mendahului iman. Sebab kemampuan akal kita terbatas dan sudah tercemar karena dosa. Tetapi ia harus berada di bawah iman. Ia harus takluk dibawah Firman Allah. Inilah kedudukan rasio yang seharusnya. Ia tidak boleh dimatikan, tetapi ia harus dibiarkan hidup dengan berada dibawah iman.

Jika kita menempatkan kedudukan akal diatas iman, maka yang pasti  terjadi adalah pengalaman-pengalaman yang sama yang pernah terjadi pada orang-orang Kristen termasuk Teolog-Teolog yang hidup pada jaman kegelapan, yang berakibat pada tidak mengenalnya mereka tentang Allah secara benar.

Nietzsche, misalnya. Ia seorang Teolog Kristen. Tetapi karena ia lebih mengutamakan akalnya maka kemudian ia mengenal Allah sebagai Allah yang mati. Dan masih banyak Teolog-teolog Liberal yang pada akhirnya tidak mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat satu-satunya, padahal berita ini adalah kebenaran Alkitab. Darimana mereka menjadi seperti itu ? Dari akal semata-mata ! Mereka mencoba dengan bukti-bukti yang masuk akal, tetapi berakhir pada ketidakmengertian tentang Allah.

Jadi saudara-saudara, dengan penjelasan tentang iman dan rasio diatas, kita dapat mengambil kesimpulan sebagai satu proposisi atau inti kebenaran yang hendak saya sampaikan disini adalah bahwa untuk mengenal Allah kita perlu iman dan rasio. Kita tidak

bisa menekankan yang satu tetapi melalaikan yang lain. Untuk rasio, kita harus menempatkannya dibawah iman. Ia tidak boleh berada diatas iman. Ia harus takluk kepada kebenaran Firman Allah yang pertama-tama kita harus imani. Niscaya saudara-saudara terjadilah seperti kata Firman “ Karena iman kita mengerti “

Disini saya menyatakan ketidak setujuan terhadap beberapa gereja yang terlalu menekankan iman, iman, iman, tetapi melalaikan fungsi rasio. Tidak sedikit orang-orang yang berasal dari gereja seperti ini, yang pernah saya jumpai. saking berimannya mereka tidak memerlukan katekisasi atau bahkan pemahaman Alkitab. Sehingga ketika ditanya tentang siapa Yesus, orang-orang semacam ini hanya mengatakam “ Ah... percaya saja, tidak perlu banyak tanya !” Tetapi tidak sedikit dari antara mereka yang akhirnya meninggalkan imannya, menghianati Yesus, karena mereka tidak bisa menghadapi orang-orang tidak percaya yang menanyakan tentang imannya. Dengan demikian sebenarnya mereka belum kenal siapa Yesus.

                Sebaliknya, ketika orang-orang sangat menekankan rasio, maka Kekristenan menjadi sangat kering. Konsep-konsep mereka tentang siapa Allah, siapa Yesus hanya sebatas akal saja. Tidak ada kehidupan yang keluar dari pengetahuan rasionya. Pengetahuannya hanya sebatas untuk didiskusikan . Ketika Allah menyatakan karyanya yang ajaib dalam perbuatan-perbuatan yang nyata tetapi yang supra rasional, yang melebihi kemampuan rasio, mereka cenderung menolak dan mengatakannya sebagai bukan dari Allah sebab itu irasional. Dengan demikian, sebenarnya mereka belum juga kenal siapa sesungguhnya Allah itu.

                Menyadari kebenaran ini , maka saya minta saudara-saudara untuk rajin-rajinlah belajar Firman Allah. Saudara dapat menghadiri pemahaman Alkitab yang diadakan di gereja kita, sebab di sana kita akan mempelajari Firman Allah. Dengan akal/rasio kita, kita akan belajar. Tetapi dengan iman kita , kita harus percaya sekalipun adakalanya kita akan banyak menghadapi kesulitan-kesulitan untuk mengertinya. Tetapi seperti kata Firman Tuhan, “karena iman kita mengerti”. Tuhan akan menambahkan pengetahuan kepada kita, kepada rasio kita, ketika kita dengan senantiasa tunduk dibawah kebenaran Allah dan kita percaya. Kita harus beriman tetapi sekaligus berpikir . Inilah kekristenan.

                Bagi saudara-saudara yang belum dibaptis, saya sarankan untuk ikut katekisasi yang akan diadakan . Saudara tidak bisa berkata”saya percaya tetapi saudara tidak mengerti apa yang saudara percaya. Saudara harus beriman tetapi juga sekaligus berpikir. Inilah kekristenan. Kita harus menggunakan iman dan rasio kita dalam rangka mengenal Allah yang sudah dinyatakannya melalui Alkitab ini. Amin.