sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

PENGAMPUNAN  KRISTIANI

Filemon 1:1-17

 Oleh: Seniman Laowo

 

Tujuan

Mengajarkan kepada jemaat akan pengampunan kristiani, yaitu mengampuni dan menerima, sehingga jemaat dapat memberikan pengampunan kepada orang-orang yang telah melukai hatinya.

 

 

Pendahuluan:

            Majalah D&R, tanggal 20 Juni 1998 mengisahkan tentang luka hati yang dirasakan oleh satu keluarga di Jakarta.  Tidak cuma harta benda yang dijarah massa yang dengan beringas masuk ke rumah mereka, tapi tiga puteri mereka yang masih remaja diseret naik ke bak truk yang diparkir tidak jauh dari rumah mereka.  Dan, tiga gadis belia tadi diperkosa secara bergiliran di atas truk semalaman.  Kedua orang tua mereka tak mampu berbuat apapun.  Menurut para tetangga, keluarga ini kemudian mengungsi ke Australia.

                Kisah ini adalah potret kerusuhan  Mei 1988 di Jakarta.  Secara pribadi saya begitu prihatin, dan saya percaya kita semua turut prihatin.  Keluarga ini pasti mengalami trauma dan dendam kepada para pemerkosa.  Mengampuni kesalahan para pemerkosa adalah sesuatu hal yang teramat sulit bagi mereka, karena apa yang mereka derita begitu pahit dan memilukan.

Mungkin kita tidak mengalami seperti apa yang di alami keluarga yang dikisahkan tadi, tetapi persoalan sakit hati, dendam dan kebencian bisa saja ada di dalam hati kita, walaupun bentuk persoalannya berbeda.  Ada begitu banyak peristiwa pahit yang membuat hati kita sakit dan terluka, bahkan setelah peristiwa itu berlalu bertahun-tahun pun kita belum dapat mengampuninya.  Mengampuni seseorang yang bersalah kepada kita memang tidak mudah.  Hal itu memerlukan waktu dan kedewasaan rohani.  Tetapi Alkitab meminta kita untuk dapat mengampuni orang yang bersalah kepada kita, dan Alkitab mengajarkan prinsip itu kepada kita.

 

 

                Dari nats Alkitab yang baru saja kita baca, Paulus mengajar kita bahwa sebagai orang Kristen kita perlu belajar mengampuni dan menerima orang yang telah bersalah kepada kita, betapa pun orang itu telah menyakitkan hati kita.

 

Persoalannya sekarang adalah, bagaimana caranya seorang Kristen mengampuni sesamanya menurut Alkitab?  Dalam perikop ini, setidaknya ada 2 prinsip pengampunan kristiani yang perlu kita perhatikan.

 

1.       MENGAMPUNI DENGAN KASIH KRISTUS (ayat 5, 7, 9)

Surat Paulus kepada Filemon adalah satu-satunya surat pribadi Paulus yang ditujukan kepada Filemon, seorang jemaat yang kaya di Kolose.  Paulus sedang berada dalam penjara Roma ketika menuliskan surat ini, sekitar tahun 61-63 AD.

        Inti surat ini adalah permohonan Paulus kepada Filemon agar mengampuni dan menerima kembali Onesimus, seorang budak Filemon yang melarikan diri dengan membawa sejumlah harta benda Filemon.  Di Roma, kota yang paling strategis bagi para budak untuk menyembunyikan diri saat itu, Onesimus bertemu dengan Paulus yang kemudian memperkenalkannya kepada Sang Juruselamat.

        Paulus membuka suratnya dengan memberikan identitas dirinya sebagai “seorang hukuman karena Kristus Yesus” (ay 1).  Dari tiga belas suratnya, hanya dalam surat inilah Paulus menyebut dirinya dengan identitas seperti itu.  Apa maksud Paulus?  Paulus mau menegaskan bahwa ia dipenjarakan karena Injil.  Dunia boleh mengatakan bahwa Paulus adalah tahanan Kaisar Nero yang berkuasa saat itu, tetapi sesungguhnya ini merupakan bukti kesetiaan Paulus kepada Kristus.  Mengapa ia rela menderita? Ia rela menderita karena ia telah menerima kasih Kristus.  Hanya karena karya penebusan Kristus, maka ia memperolah keselamatan.

        Kemudian dalam ayat 5,7 dan 9 yang baru saja kita baca, Paulus memuji kasih Filemon kepada jemaat di Kolose.  Bahkan ia mengucap syukur kepada Tuhan atas kasih Filemon.  Dengan bahasa yang sangat bijaksana, Paulus mengawali suratnya dengan mengingatkan Filemon akan kasih Allah yang telah menebus dosa manusia lewat karya salib Kristus.  Hanyalah karena kasih karunia Allah, maka Paulus dan Filemon mendapat pengampunan dan keselamatan.

        Dengan kata lain, Paulus mengingatkan Filemon untuk mau mengampuni Onesimus dengan kasih Kristus.  Sebesar apapun kesalahan Onesimus terhadap Filemon, tetap tidak bisa dibandingkan dengan dosa manusia terhadap Allah, termasuk dosa Paulus dan Filemon.  Dan Allah telah mengampuni mereka yang bersalah kepada-Nya. Paulus mau mengatakan kepada Filemon bahwa dengan dasar kasih Allah inilah ia harus mengampuni hambanya, Onesimus.

 

 

Ilustrasi

        Ketika ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi membawa seorang pelacur di hadapan Yesus dan berkata, “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.  Musa dalam Hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan yang demikian.  Bagaimana pendapatmu?”  Kalau boleh saya lukiskan ekspresi wajah perempuan itu, barangkali dengan posisi tersungkur, ia memandang Yesus dengan raut wajah yang minta belas kasihan, sementara ia tidak berani memandang orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang berwajah garang dan sinis.  Perempuan ini berharap-harap cemas kepada Yesus.  “Mungkinkah Yesus akan seperti mereka?”

        Suasana hening sejenak, mencekam tanpa suara.  Semua orang yang berkumpul di Bait Allah pagi itu sedang menantikan reaksi Tuhan Yesus.  Tapi apa yang terjadi?  Tanpa komentar, Yesus membungkuk ke tanah sambil menulis.  Dan setelah mereka mendesak Dia, Yesus berkata,   “Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”  Satu demi satu, tanpa komando orang-orang yang hadir saat itu meninggalkan perempuan itu.

        Saya yakin bahwa wajah perempuan itu secara perlahan berubah.  Di dalam hatinya, ada secercah harapan akan pengampunan.  Semangat hidupnya muncul kembali.  Lalu Yesus berkata kepadanya, “Hai perempuan, di manakah mereka?  Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?”  Dengan terbata-bata ia menjawab, “Tidak ada, Tuhan.”  Lalu Yesus berkata, “Aku pun tidak menghukum engkau.  Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”  Yesus Kristus tahu wanita itu berdosa, Ia tidak meremehkan dosa bahkan Ia membenci dosa, namun Ia mengasihi orang yang terjerat di dalam dosa.  Di dalam hati-Nya selalu ada ruang untuk mengampuni orang yang berdosa, karena Ia mengasihi mereka.

 

Aplikasi

Saudara-saudara, secara pribadi saya akui, mengampuni itu bukan hal yang mudah. Apalagi kalau luka hati kita begitu dalam.  Namun saya mau mengajak kita memandang salib Kristus.  Saya mempersilahkan kita untuk merasakan penderitaan Kristus di saat-saat terakhir kematianNya.  Begitu memilukan, bukan?  Namun ketika Ia sudah terpaku di atas kayu salib, apa yang Yesus katakan? “Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Bukankah kita seharusnya meneladani Kristus?  Jika Ia dapat mengampuni orang-orang yang bersalah kepada-Nya, termasuk saudara dan saya, bukankah kita seharusnya meneladani keagungan jiwa-Nya?  Jika kita mempunyi kasih Kristus, di dunia ini tidak ada satu masalah pun yang tidak bisa kita ampuni.  Persoalannya bukan bisa atau tidak, tetapi relakah kita, maukah kita?

 

        Mungkin ada juga orang berkata, bahwa mengampuni orang yang telah menyakiti kita adalah sesuatu hal yang tidak adil, tidak fair.  Boleh-boleh saja ada yang berpendapat begitu, tetapi bukankah kalau kita mau jujur, adalah merupakan suatu tindakan yang tidak adil juga ketika Allah mengampuni kita bukan?  Tetapi Allah mau mengampuni kita.  Marilah kita mengampuni orang yang telah menyakitkan hati kita dengan dasar kasih Kristus.  Kasih Kristus harus menjadi nyata dalam setiap perjalanan hidup kita, kasih Kristus harus selalu mewarnai hati dan pikiran kita dalam mengampuni.

 

2.       MENGAMPUNI DENGAN MENERIMA KEMBALI  (ayat 15-17)

Status sosial pada zaman Paulus dapat dibagi dalam empat tingkatan, yaitu: kaum ningrat, kelas menengah, rakyat jelata dan kaum budak.  Jumlah kaum budak cukup besar pada waktu itu.  Harga diri dan moralitas seorang budak tidak mungkin akan pernah baik karena hanya berlaku satu hukum bagi mereka, yaitu:  menuruti keinginan majikan yang sewenang-wenang.  Senjata para budak adalah tipu daya, sanjungan, dusta dan penjilatan.  Hal inilah yang tercermin dalam tindakan Onesimus kepada Filemon.

        Sebenarnya Onesimus adalah sebuah nama yang berarti ”berguna”.   Tapi karena telah melarikan diri, perbuatannya menjadi bertolak belakang dengan arti namanya yang sebenarnya.  Namun setelah lahir baru, Onesimus berubah total dan menjadi penting dalam pelayanan Paulus.

        Paulus mengontraskan  kata antara “sejenak” dengan “selama-lamanya” dalam ayat 15 untuk memberi indikasi bahwa ia menghendaki Onesimus kembali kepada Filemon dalam suatu hubungan yang baru.  Dalam ayat 16, Paulus membedakan status Onesimus sebagai budak dan sebagai saudara dalam Kristus, sehingga menempatkan Paulus, Filemon dan Onesimus dalam posisi yang sama, yaitu “saudara dalam Kristus”.

        Kemudian dalam ayat 17, “terimalah dia seperti aku sendiri”, secara langsung Paulus memohon agar Filemon tidak hanya memaafkan kesalahan Onesimus, tetapi juga mau menerima kembali Onesimus, bahkan meminta Filemon untuk menerima Onesimus seperti Filemon menerima Paulus, orang yang dihormati oleh Filemon dan yang tidak pernah membuat masalah bagi Filemon.  Itu berarti Filemon diharapkan dapat melupakan segala hal yang pernah dibuat oleh Onesimus dan menerimanya seolah-oleh ia tidak pernah cacat di mata Filemon.  Inilah pengampunan kristiani.

  Memaafkan kesalahan orang lain dan menerimanya kembali adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.  Pengampunan yang sejati mengandung penerimaan yang total; penrimaan yang sejati mengandung pengampunan yang sepenuhnya. Pengampunan tanpa penerimaan kembali sebenarnya bukanlah pengampunan.

 

Ilustrasi

        Saya mengundang kita untuk mengingat seorang tokoh Alkitab PL, yaitu Yusuf.  Berawal dari niat jahat saudara-saudaranya ketika mereka membuangnya ke sumur, lalu Yusuf menjadi budak Potifar.  Karena fitnah nyonya Potifar yang kesengsem, tergila-gila dengan kegantengan Yusuf, akhirnya Yusuf mengungsi ke penjara.  Tentu saja kroni-kroni Yusuf di penjara bukanlah orang baik-baik.  Saya tidak dapat melukiskan  betapa dalamnya penderitaan yang diderita Yusuf.

        Sepanjang hidupnya, persoalan demi persoalan terus mewarnai sejarah hidupnya akibat ulah saudara-saudaranya sendiri. Namun, ketika Yusuf menjadi orang penting di Mesir, sebenarnya tiba waktunya bagi Yusuf untuk balas dendam. Tatkala saudara-saudarnya berada di hadapannya, apa yang terjadi? Kebenciankah?  Tergoreskah kembali luka lama?  Apakah ia memakai kesempatan itu untuk membalas perlakukan mereka yang menyakitkan hatinya? Tidak, saudara!!  Yusuf tidak melakukan hal yang demikian.  Ia menangis! Tangisan sukacita dari seseorang yang sudah rindu dengan keluarganya. Yusuf mengapuni dan menerima kembali saudara-saudaranya, bahkan ia berkata, “memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan” (Kej.50:20a).  Yusuf tidak hanya memaafkan kesalahan saudara-saudaranya, tetapi juga menerima mereka kembali.

 

Aplikasi

        Dalam kenyataan hidup ini, ada banyak orang Kristen yang memaafkan orang lain atau melupakan kesalahannya, tetapi ia tidak mau lagi bersahabat dengan dia. Ini tidak benar.  Ketika kita mengapuni orang lain, kita harus siap menerima dia kembali seperti sebelumnya.  Barangkali kita memilki rekan kerja atau rekan bisnis yang telah melukai hati kita, barangkali orang yang sangat kita kasihi telah mengkhianati kita, atau  saudara kita sekalipun, orang tua kita, anak kita, telah mengoreskan luka batin yang dalam.

        Mungkin kita berkata, “Okey, saya akan memaafkannya, tetapi saya tidak mau jangan paksa saya untuk menerimanya.  Apa yang telah diperbuatnya sungguh amat begitu menyakitkan.”  Ini bukan pengampunan yang dikehendaki Tuhan.  Mari kita memandang salib Kristus.  Apakah ada di antara kita yang pernah merasakan penderitaan, cacian, hinaan, luka hati seperti yang dialamai Tuhan Yesus?  Tentu tidak bukan?  Kalu demikian, sebagai murid Kristus kita seharusnya meneladani Dia.  Karena kita telah lebih dahulu diampuni Tuhan, maka kita juga sepatutnya mengampuni dan menerima kambali orang yang telah berbuat salah kepada kita sebagai saudara dalam Kristus.

 

 

Penutup

Saudara, mari kita mengoreksi diri kita masing-masing.  Apakah masih ada dendam, amarah atau luka hati pada seseeorang yang belum kita bereskan ?  Apakah masih ada orang yang belum siap kita ampuni karena tragedi yang terlalu pahit?  Mungkin dia adalah saudara kita, orang tua kita, anak kita, sahabat kita, teman kerja kita, teman sepelayanan kita, atau teman kuliah kita?

        Mari kita mohon ampun kepada Tuhan, kalau selama ini kita belum siap untuk mengampuni.  Marilah kita katakan kepada Tuhan “Ya, Tuhan, ampunilah saya karena selama ini saya belum mau mengampuni.  Sekarang saya mau mengampuni dia Tuhan, karena Engkau telah mengapuni aku.  Saya mau mengampuni dia dengan kasih Kristus dan juga menerima dia kembali.”

        Ketika kita mengapuni, maka damai sejahtera dan sukacita dari Allah akan mengalir dalam hati kita, dan kita akan menjalani hidup ini dengan penuh senyuman dan kebahagiaan.

 

 

 

Amin