sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

L I D A H

Yakobus 3:1-12

 

oleh : M a r y

 

 

Tujuan:

Supaya jemaat belajar berhati-hati menggunakan lidah mereka, sehingga  kehidupan dalam berjemaat tetap terpelihara.

 

Pendahuluan

Saudara-saudara, di atas sebuah bukit di pemakaman desa di Inggris berdiri sebuah nisan buruk yang berwarna kelabu.  Batu nisan yang gersang ini, sudah halus dan tipis karena dimakan waktu.  Batu yang aneh ini berisi tulisan yang tidak mudah dilihat kecuali kalau kita membungkuk dan memandanginya dengan cermat.  Tulisannya berbunyi:

 

Telah terbaring Arabella Young,

Yang pada tanggal dua puluh empat Mey,

Mulai menahan lidahnya.

 

            Saudara, barangkali tulisan di atas batu nisan itu adalah pesan almarhumah Arabella Young sendiri yang merasa semasa hidupnya terlalu banyak bicara dan tidak dapat mengendalikan lidahnya.  Sungguh amat disayangkan, karena Arabella Young harus menunggu sampai akhir hidupnya baru menahan lidahnya.

Saudara-saudara,  “Lidah” sungguh merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kita.  Lidah bukan hanya selembar selaput lendir seberat 2 ons yang menutup rangkaian otot dan saraf yang rumit, tetapi lidah memungkinkan kita untuk mengunyah, mengecap, menelan, berbicara, menyanyi, dll.  “Lidah” sungguh-sungguh mengagumkan, banyak hal yang dapat dilakukan olehnya. Selain dapat melakukan hal-hal yang mengagumkan, lidah juga dapat membahayakan kerukunan hidup di antara kita, khususnya dalam hidup berjemaat.

 

                Saudara, Firman Tuhan mengingatkan kita supaya berhati-hati menggunakan lidah kita, agar kerukunan dalam kehidupan berjemaat tetap terpelihara. 

 

Apa alasannya kita perlu berhati-hati menggunakan lidah kita?  Dari Yakobus 3:1-12, kita dapat belajar paling sedikit ada 3 alasannya, yaitu:

 

1.       Karena lidah dapat mendatangkan kesalahan (ay 2).

Saudara, banyak masalah yang terjadi dalam kehidupan berjemaat masa kini, yang salah satu penyebabnya tidak lain ialah dari lidah atau dari perkataan yang diucapkan.  Hubungan dengan sesama menjadi rusak dan konflik-konflikpun timbul.  Kita kehilangan ikatan damai sejahtera yang mewujudkan terpeliharanya kesatuan dalam kasih. 

Keadaan seperti inilah yang dialami oleh Yakobus, sehingga Yakobus menulis surat untuk menasihati keduabelas suku Israel yang ada di perantauan, yakni orang-orang Kristen Yahudi yang tersebar ke seluruh kekaisaran Romawi.  Mereka mempunyai beberapa persoalan dalam kehidupan pribadi dan dalam persekutuan jemaat.  Mereka juga mengalami banyak godaan dan tawaran yang menggiurkan dari dunia.  Beberapa orang percaya melayani orang-orang kaya dan mengabaikan orang-orang miskin dan hina (Yak 2:1-5).

Selain itu anggota-anggota gereja memperebutkan jabatan-jabatan di dalam gereja, terutama jabatan sebagai guru, karena pada waktu itu guru mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam gereja.  Akibatnya banyak orang di dalam jemaat ingin menjadi guru, karenanya Yakobus harus memperingatkan mereka: “Jangan banyak orang di antara kamu mau menjadi guru” (3:1).  Kekuasaan dan keuntungan lain yang diperoleh dari jabatan ini, membuat mereka melupakan tanggung jawabnya yang besar, yaitu mengajarkan kebenaran Firman tuhan.  Para guru harus mempergunakan lidah untuk menyatakan kebenaran Allah, dan bertindak sesuai dengan yang diajarkan.  Yang paling mengerikan ialah dengan lidah yang disalahgunakan guru/pemimpin rohani dapat mengajarkan sesuatu yang salah, yang menimbulkan hal-hal yang fatal, yaitu perselisihan dan bahkan kehancuran di dalam gereja.

Saudara, setiap orang Kristen harus mengakui seperti yang tertulis dalam ayat 2, yaitu: “kita semua bersalah dalam banyak hal, dan barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang yang sempurna”.  Dalam hal ini, Yakobus ingin menekankan bahwa dosa yang paling umum dan paling memprihatinkan ialah dosa karena lidah.  “Orang yang sempurna” dalam ayat ini bukan berarti orang yang tidak berdosa, tetapi orang yang telah mencapai tingkat kedewasaan rohani yang tinggi, matang dalam sikap dan sifat, mempergunakan lidahnya untuk berbicara tentang kebenaran dan kasih.

               

Ilustrasi

Saudara, seorang bijaksana dari Yunani, bernama Publisius mengatakan sebuah kalimat yang singkat namun cukup membuat kita untuk berpikir 2 kali.  Ia berkata; ”Saya sering menyesali perkataan saya, tetapi tidak pernah menyesali sikap diam (kebisuan) saya.”

Saudara, mengapa seorang yang bijaksana mengucapkan hal seperti itu?  Tidak lain, karena ia sungguh-sungguh menyadari, betapa ia sering bersalah dalam perkataannya. 

 

Aplikasi

Bagaimanakah dengan kita?  Pernahkah kita merasa menyesal dengan apa yang kita katakan?  Saya secara pribadi merasa ada ketakutan dan penyesalan dalam diri saya, karena saya menyadari sering kata-kata saya telah menjadi batu sandungan, telah menyakiti hati orang lain.  Betapa seringnya kita mengucapkan kata-kata yang sembarangan dan tanpa disadari kita sudah terlibat dalam suatu pertengkaran dan perselisihan.  Lidah telah memaksa dan membawa kita ke dalam suatu keadaan yang menjerat kita.  Nyatalah, salah satu kesalahan yang paling sulit dihindari ialah kesalahan yang terjadi melalui kata-kata kita.

Saudara, marilah kita berhati-hati menggunakan lidah kita.  Jangan sampai kita bersalah dalam perkataan kita.  Biarlah Tuhan memenuhi hati dan pikiran kita dengan hal-hal yang benar, sehingga kata-kata yang kita keluarkan juga mengenai hal-hal yang benar.  Dengan demikian kerukunan di dalam kehidupan berjemaat dapat tetap terpelihara.

Hal yang kedua , kita harus berhati-hati menggunakan lidah kita,

       

2.       Karena lidah biarpun kecil, namun mempunyai pengaruh yang besar (ay 3-6).

Saudara, “kecil tapi berpengaruh besar”, pengkontrasan  seperti ini yang dipakai oleh Yakobus.  Ia mengambil serangkaian ilustrasi yang menunjukkan kekontrasan antara lidah yang kecil dengan dampak yang dihasilkannya.  Di dalam ayat 3 dan 4, Yakobus mengemukakan 2 benda yang tampaknya kecil, namun berpengaruh besar, yaitu kekang dan kemudi.  Kekang yang begitu kecil dapat menguasai kuda yang besar, demikian juga dengan kemudi yang begitu kecil di tengah-tengah kemegahan kapal yang besar, namun mampu mengendalikan kapal tersebut. Ilustrasi ketiga yang dikemukakan oleh Yakobus (ay 5) mengenai nyala api yang kecil.  Tetapi nyala api yang kecil ini, dapat membakar habis seluruh isi hutan. Dari ilustrasi di atas kita dapat menyimpulkan bahwa betapa hebatnya pengaruh yang ditimbulkan oleh sesuatu yang kecil. 

Lidah juga merupakan suatu anggota tubuh yang kecil, tetapi ia mempunyai kuasa untuk menimbulkan perkara-perkara yang besar. Yakobus menggambarkan dengan jelas kedahsyatan pengaruh dari lidah, yakni: “lidahpun adalah api” (ay 6).  Yakobus tidak mengatakan “lidahpun seperti api”, tetapi “lidahpun adalah api”.  Sebagai api ia dapat menghancurkan.  Lidah bukan saja menghancurkan, tetapi ia merupakan suatu dunia kejahatan.  Dalam bahasa aslinya diterjemahkan dengan “dunia ketidakbenaran.”  Suatu dunia yang telah tercemar, dunia yang jahat, yang tidak ada kebenaran di dalamnya.  Dunia ketidakbenaran ini mengambil tempat di antara bagian-bagian tubuh kita dan dapat menodai seluruh tubuh.  Biasanya orang Kristen berpikir, dunia adalah sesuatu di luar dirinya.  Tetapi Yakobus menekankan bahwa dunia ketidakbenaran ini ada di dalam diri orang Kristen tersebut, yaitu di dalam lidah kita. 

Lebih jauh lagi, lidah sendiri dinyalakan oleh api neraka.  “Neraka” dalam bahasa aslinya ialah “Gehenna” artinya tempat di mana iblis diam dan menetap, juga tempat yang akan menerima penghakiman terakhir. Betapa mengerikan pengaruh lidah itu.  Jika kita melihat konkordansi Alkitab, kita akan tercengang melihat banyaknya ayat yang berbicara mengenai akibat yang ditimbulkan oleh mulut, lidah, bibir dan perkataan.  Hal ini membuktikan besarnya pengaruh lidah itu bagi kehidupan.

 

Ilustrasi

Saudara, Amsal 18:21 mengatakan “Hidup dan mati dikuasai lidah.”  Ayat ini, menyentak hati saya, mungkinkah hidup dan mati dikuasai lidah?  Bisakah seseorang “hidup” karena lidah, atau mungkinkah seseorang “mati” karena lidah?  Kemudian saya teringat dengan “proses pengadilan”, di mana seorang terdakwa dibawa ke pengadilan, tentu akan banyak orang yang memberi kesaksian.   Dari kata-kata para saksi, juga perkataan dari para pembela dan pengacara yang begitu pintar mempergunakan lidah mereka, maka akhirnya hakim memutuskan apakah terdakwa tersebut dibiarkan tetap hidup atau malah dihukum mati.  Saudara-saudara di situlah berkuasanya lidah, sampai-sampai hidup dan mati seseorang dikuasai oleh lidah.

 

Aplikasi

Saudara, seperti itulah pengaruh lidah “yang kecil” itu.  Lidah membawa suatu pengaruh baik bagi diri sendiri, maupun bagi orang lain.  Ucapan-ucapan yang kita keluarkan melalui lidah kita mempunyai kekuatan yang amat besar untuk kebaikan atau kejahatan.  Ucapan-ucapan kita dapat membawa kita maupun orang lain ke jalan menuju kehidupan atau kematian.  Perkataan kita dapat mendorong, membangun dan menguatkan iman sesama kita kepada Allah; kata-kata kita dapat memberi hidup.  Atau perkataan kita dapat merobek-robek, melemahkan dan menyakiti hati orang lain: kata-kata kita dapat membawa kematian.  Oleh karena itu, saudara-saudara, marilah kita berhati-hati menggunakan lidah kita, dan belajar melakukan apa yang dikatakan oleh Raja Salomo dalam Amsal 13:3, “Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir akan ditimpa kebinasaan.”

Dan yang ketiga, saudara-saudara,

 

3.       Karena lidah adalah sesuatu yang tidak mudah untuk dikendalikan (ay 7-8).

Gosip, menjelek-jelekkan orang lain, fitnah, kata-kata kasar, dan humor yang menyinggung perasaan orang lain, semuanya berasal dari lidah “yang sulit untuk dikendalikan”.

Dalam ayat 7, Yakobus mengatakan: “Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia.”  Manusia bisa melatih burung elang untuk mendarat pada pergelangan tangannya, menjinakkan harimau untuk duduk di atas bangku, dan menjinakkan ular berbisa untuk dijadikan sahabat.

Saudara, Yakobur tidak berhenti sampai di ayat 7 saja, karena di ayat 8, ia memperingatkan kita akan sesuatu yang penting yaitu: “tetapi, tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah, ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai dan penuh racun yang mematikan.”  Kata “tetapi” dalam ayat 8 ini, merupakan kata penghubung yang penting, yang menyatakan perbedaan yang nyata mengenai apa yang dapat dilakukan oleh manusia terhadap binatang, bahkan binatang yang berbisa, tetapi tidak dapat dilakukan terhadap lidahnya.  Lidah adalah sesuatu yang liar, yang buas, dan tidak seorangpun berkuasa menjinakkan lidah.

Saudara-saudara, betapa seringnya lidah itu mengatakan sesuatu yang tidak ingin kita katakan, yang seakan-akan perkataan itu melompat ke luar begitu saja, tanpa mampu kita kendalikan.  Lidah itu juga bagaikan racun yang dapat membunuh baik secara perlahan-lahan maupun seketika, tanpa kita merasakan sakitnya.  Betapa seringnya orang-orang jahat menyuntikkan sedikit racun dalam percakapan, dengan harapan racun itu akan menjalar dan akhirnya mencapai seseorang yang ingin disakiti olehnya.  Lidah-lidah beracun yang telah menghancurkan kehidupan pribadi, keluarga, dan seluruh jemaat.

 

Ilustrasi

Saudara, ada seorang pendeta yang menceritakan tentang seorang anggota jemaatnya, yang senang membicarakan orang lain.  Sepanjang hari ia bisa berada di pesawat telepon menceritakan berita hangat kepada setiap orang dan siapa saja yang mau mendengarkan.

 Pada suatu hari, ia datang kepada pendeta itu dan berkata, “Pak Pendeta, Tuhan telah menyadarkan saya tentang dosa gosip.  Lidah saya telah menyusahkan orang lain dan saya sendiri.”  Pendeta itu mendapati bahwa jemaatnya sudah seringkali datang kepadanya dan mengatakan hal yang sama.  Dengan berhati-hati pendeta itu bertanya, “Baiklah, apa rencanamu selanjutnya?”  “Saya ingin meletakkan lidah saya di atas altar,” jawabnya dengan semangat yang saleh.  Dengan tenang pendeta itu menjawab “Altarpun tidak akan cukup untuk menampung  lidah anda,” dan beliau meninggalkan jemaatnya itu untuk memikirkan hal tersebut.

Saudara, cerita di atas menggambarkan bahwa, jemaat tersebut mempunyai keinginan untuk mengendalikan lidahnya, ia amat menyadari akibat yang ditimbulkan oleh lidahnya.  Tetapi amat disayangkan, ia tidak mampu untuk mengendalikan lidahnya.  Tidak ada satu alatpun yang dapat dipakai untuk mengendalikan lidahnya.

 

Aplikasi

Saudara,  benarlah tidak seorangpun berkuasa mengendalikan lidah.  Namun, Allah yang menciptakan dan mengasihi kita, tidak akan membiarkan kita tetap berada dalam kondisi yang seperti ini.  Ia mau menolong kita.  Satu-satunya kekuatan yang dapat menaklukkan dan mengendalikan lidah adalah kuasa dari Allah, melalui Roh Kudus yang tinggal dalam diri kita.  Biarlah kita membiarkan Roh Kudus yang tinggal dalam diri kita.  Biarlah kita membiarkan Roh Kudus mengendalikan seluruh tutur kata kita, sehingga tutur kata kita akan selalu memuliakan Ruhan dan mendatangkan berkat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

 

Kesimpulan

        Saudara, hari ini kita telah belajar bersama-sama mengapa kita perlu berhati-hati menggunakan lidah kita.  Yang patut kita renungkan saat ini: bagaimanakah selama ini kita mempergunakan lidah kita?  Apakah kita telah menggunakannya untuk kebaikan atau untuk kejahatan?  Dapatkah kita mempertanggungjawabkan kata-kata yang telah kita ucapkan di hadapan Tuhan?  Di dalam ketidakmampuan kita mengendalikan dan menuntun lidah kita ke haluan yang benar, maukah kita mengundang Roh Kudus untuk masuk dan mengambil alih kemudi lidah kita?  Janganlah menunda-nunda lagi, seperti Arabella Young yang sudah menunggu terlalu lama untuk menahan lidahnya.

Saudara, berikanlah lidah dan hati kita kepada Tuhan dan mintalah kepadaNya, agar Ia memberikan kepada kita lidah yang dapat memuliakan nama Tuhan dan memakainya menjadi berkat bagi orang lain, dan agar kerukunan dalam kehidupan berjemaat tetap terpelihara.

 

Amin.