| |
HIDUP DALAM DUNIA YANG TERBALIK PENGKHOTBAH 8 : 9 – 15 Oleh : Esther J. Gerung
Tujuan: Mengajar jemaat untuk mempunyai cara pandang yang benar dalam melihat kehidupan penuh ketidakbenaran, sehingga mereka tidak skeptis dan pesimis.
PendahuluanSaudara-saudara, masyarakat kita belakangan ini sudah semakin frustrasi dengan praktek hukum yang berlaku di negara kita ini. Pencarian keadilan dan kebenaran ibarat orang mencari mutiara di hutan rimba yang lebat, mustahil terjadi. Hukum berjalan terbalik. Sindikat narkotik yang diduga keras telah melibatkan oknum-oknum aparat keamanan dapat dengan tenang menikmati hasil kejahatan mereka, sedangkan pencuri ayam yang tertangkap basah dibiarkan oleh petugas untuk diadili massa sampai mati. Para koruptor kelas kakap dapat dengan bebas ke luar masuk kantor-kantor pemerintahan, sedang para petani yang haknya digagahi dianggap merintangi pembangunan dan dijebloskan ke dalam penjara. Pejabat-pejabat yang berani mengungkit penyelewengan-penyelewengan justru diberhentikan dari jabatannya. Sebaliknya, pejabat yang menyelewengan uang negara trilyunan rupiah hanya dikatakan kesalahan prosedur dan para pejabatnya tidak mendapatkan hukuman apa-apa. Saudara-saudara, itulah gambaran yang sesungguhnya dari keadaan negara kita, di mana hukum tidak lagi memiliki kuasa. Semua kedaan serba terbalik. Tidak heran bila ada orang-orang yang berkata:
Buat apa menjadi orang baik, kalau nasib selalu terbalik. Buat apa menjadi orang jujur, kalau hidup tidak pernah mujur?
Keadaan seperti ini membuat banyak orang menjadi skeptis, tidak mau tahu dengan keadaan sekitar, pesimis terhadap hidup ini dan hidup yang akan datang.
Saudara-saudara, Pengkhotbah (Kohelet) juga mengalami apa yang kita hadapi saat ini, keadaan yang dapat membuatnya skeptis. Namun ia mempunyai cara pandang yang lain dalam melihat semua ini dan cara pandangnya ini membuat ia tidak skeptis dan pesimis dalam melihat dunia yang terbalik seperti saat ini.
Saya yakin, jika saudara dan saya mempunyai cara pandang Pengkhotbah dalam melihat dunia yang terbalik ini, maka kita tidak akan skeptis dan pesimis terhadap hidup ini.
Ada tiga resep bahagia untuk hidup di tengah dunia yang terbalik ini. 1. Sadarilah dan terimalah realita bahwa kita hidup di tengah dunia yang tidak ideal (ay. 9-14) Saudara-saudara, Pengkhotbah di ayat 9 menunjukkan adanya misteri kehidupan manusia yang hidup di bawah matahari. Pengkhotbah telah mengamati segenap fenomena kehidupan manusia berdosa yang hidup di atas bumi. Dalam pengamatannya, terhadap kehidupan manusia, ia mendapati banyak orang di dalam natur dosanya berusaha menguasai orang lain. Bahkan banyak orang berusaha mempedayai orang lain untuk kepentingan pribadinya, hingga orang lain mengalami celaka atau mengalami nasib buruk terus-menerus. Bukan hanya itu yang disaksikan oleh Pengkhotbah. Pengkhotbah juga menyaksikan ada orang-orang jahat yang bisa mengambil hati penduduk kota-kota. Ketika orang-orang jahat itu meninggal, mereka dimakamkan dalam tata cara yang mengesankan, terhormat, sehingga kejahatannya tertutupi. Bahkan orang-orang fasik ini menerima pujian, justru di tempat-tempat di mana mereka telah melakukan begitu banyak kejahatan. Sementara itu ada orang-orang yang hidupnya menentang arus kejahatan harus dikucilkan. Situasi yang demikian seringkali membuat Pengkhotbah dan banyak orang pada masa itu berkata: Apa arti hidup manusia? Semua kehidupan manusia itu sia-sia saja. Itulah kesia-siaan hidup manusia. Saudara-saudara, perkataan Pengkhotbah, “Inipun sia-sia”, seakan-akan menunjukkan Pengkhotbah skeptis, pesimis. Tetapi ternyata tidak demikian. Dalam ayat 11, Pengkhotbah menarik kesimpulan, bahwa situasi dunia yang terbalik, dikarenakan hukum tidak benar-benar ditegakkan. Jadi, orang-orang jahat seakan-akan bisa bebas berbuat jahat semaunya sendiri. Di lain pihak, Pengkhotbah juga masih tetap meyakini berlakunya hukum retribusi. Kalau sekarang, orang jahat mendapat ganjaran kebaikan, sebaliknya orang baik mendapat perlakuan yang seharusnya untuk orang jahat, maka hukum retribusi pasti tetap berlaku di mana orang fasik mendapat upah kefasikan, dan orang benar mendapat kehormatan besar/pahala karena kebenarannya. Saudara-saudara, dari uraian di atas menunjukkan bahwa Pengkhotbah tidak menyangkali kenyataan bahwa ia hidup dalam dunia yang sudah korup dengan dosa. Dunia yang terbalik, yang menyimpan banyak misteri/rahasia kehidupan. Tetapi ia juga meyakini bahwa hukum retribusi tetap berlaku. Saudara-saudara, suatu hal yang istimewa yang kita lihat dalam diri Pengkhotbah adalah tatkala dunia ini sudah penuh dengan ketidakadilan, tidak ideal, terbalik dan korup dengan dosa, Pengkhotbah tidak hanya terus memfokuskan dirinya dan pandangannya kepada kehidupan sebatas di bawah matahari ini. Sebaliknya, Pengkhotbah mengarahkan pandangannya untuk melihat melampaui fenomena-fenomena yang ada di bawah matahari. Dan di sana Pengkhotbah melihat bahwa Tuhan ada, dan Tuhan tetap melihat ketidakadilan yang sedang terjadi di bawah matahari. Tuhan tetap mengawasi dan tidak tinggal diam. Dan akhirnya Pengkhotbah berkesimpulan, bahwa meskipun keadaan sekitarnya penuh ketidakadilan, tetapi ia tetap mampu melihat bahwa Tuhan itu baik dan tetap baik kepada orang-orang yang hidup takut akan Tuhan. Saudara-saudara, itulah sebabnya dalam ayat 12 dan 13 Pengkhotbah dapat berkata: “… namun aku tahu, bahwa orang yang takut akan Tuhan akan memperoleh kebahagiaan …” Saudara-saudara, Pengkhotbah menyadari bahwa tolak ukur kebahagiaan seseorang bukan terletak pada kekuasaan atau hal-hal yang nampak secara fisik, akan tetapi pada hubungan yang sangat pribadi antara orang itu dengan Allah.
AplikasiSaudara-saudara, ada banyak ketidakadilan yang mungkin kita alami di dalam hari-hari hidup kita. Ketidakadilan yang orang lain lakukan kepada kita, padahal kita tidak merugikan mereka atau berbuat jahat kepada mereka. Bahkan lebih lagi, kita sudah berusaha untuk hidup benar di hadapan Allah. Pada akhirnya kita bertanya, mengapa kita harus mengalami ketidakadilan ini? Kita juga bertanya kepada Tuhan, mengapa kita harus dikhianati oleh orang-orang yang kita kasihi, padahal kita sudah melakukan begitu banyak kebaikan untuk menolong mereka? Mengapa di saat kita mengikut Tuhan, usaha kita nampaknya tidak lebih maju dibanding orang-orang lain yang tidak percaya kepada Tuhan? Mengapa kita harus hidup di sebuah negara yang penuh dengan ketidakadilan dan tidak menghargai hukum seperti ini? Saudara-saudara, pertanyaan mengapa ini tidak pernah akan selesai, sampai kita belajar seperti Pengkhotbah, yaitu bahwa relitanya kita memang hidup dalam sebuah dunia yang tidak ideal dan kita harus dapat menerima fakta ini. Namun, kita tidak boleh melihat segala sesuatu itu hanya sebatas fenomena yang ada di dalam dunia ini, tetapi melihat melampaui fenomena kehidupan di bawah matahari, yaitu kehidupan di atas matahari. Di sana kita melihat bahwa Tuhan ada, dan Tuhan tetap mengontrol dunia ini, dan Ia tetap menjaga anak-anak-Nya yang takut akan Dia, sehingga di dalam hal buruk apapun yang kita alami, kita dapat berkata Tuhan itu baik, karena kita tahu bahwa orang yang takut akan Tuhan akan berbahagia.
2. Menyadari bahwa di tengah-tengah kehidupan yang tidak ideal ini, Tuhan tetap beserta kita dengan memberi kita kesukacitaan (ay. 15) Saudara-saudara, Pengkhotbah menawarkan resep kedua, yaitu: di saat-saat orang menjadi pahit hati, sinis, bertanya-tanya, tidak damai, atau bahkan hampir gila, karena pelbagai pertanyaan mengapa yang tidak kunjung selesai, Pengkhotbah menyarankan ,”Makanlah, minumlah dan bersukarialah!” Apa artinya? Saudara-saudara, Pengkhotbah bukanlah penganut hedonisme yang mengajarkan kita untuk berpesta-pora menikmati kesenangan duniawi lepas dari Allah. Justru Pengkhotbah menghubungkan kesenangan, kesukacitaan di dalam relasi dengan Allah. Pengkhotbah hendak menjelaskan bahwa di tengah-tengah kehidupan yang terbalik, yang sangat menyesakkan jiwa, masih ada berkat Tuhan yang dicurahkan kepada kita yang dapat kita nikmati dengan pengucapan syukur. Hal yang sama dalam ayat 15 ini telah diungkapkan dalam pasal 2:4, pasal 3:12 dan pasal 5:17, di mana Pengkhotbah menekankan bahwa semua kesenangan yang bisa ia nikmati adalah pemberian Allah. Saudara-saudara, tak seorangpun di antara kita yang dapat menyelami misteri ketidakadilan. Kitapun tidak tahu kapan selesainya. Kita juga tidak tahu kapan dan bagaimana Tuhan menghukum perbuatan jahat. Satu hal kita tahu, yakni: Ia pasti menggenapi perkataanNya yang tertulis di dalam Alkitab. Karena itu sambil menantikan saat Tuhan bertindak, kita tidak dipanggil untuk skeptis, tawar hati atau bahkan marah pada diri sendiri dan kepada orang lain, karena situasi dunia yang terbalik. Tuhan sedang memanggil kita untuk menikmati setiap berkat Allah dengan penuh ucapan syukur. Saudara-saudara, di tengah-tengah pelbagai pertanyaan mengapa, yang tersimpan di dalam hati saudara-saudara, Tuhan memanggil kita bukan untuk menggerutu ataupun mengeluh dengan semua ketidakadilan. Tuhan memanggil kita untuk mensyukuri tindakan Allah di dalam hidup kita. Tuhan mau kita menikmati setiap berkatnya dengan penuh sukacita. Saudara-saudara, Pengkhotbah tidak mengajarkan agar kita tidak mau tahu dengan masalah-masalah ketidakadilan, atau berbagai misteri kehidupan yang ada di dalam diri dan hidup saudara dan keluarga saudara. Yang Pengkhotbah hendak ajarkan yaitu, masalah itu tetap ada, dan janganlah saudara terpuruk, terpendam atau tenggelam di dalam masalah. Hadapilah hidup ini dengan sukacita, nikmatilah setiap berkat yang dicurahkan Allah.
AplikasiSaudara-saudara, sebuah lagu yang berjudul “Hitung Berkatmu”, mengajar kepada kita untuk terus belajar menghitung berkat Tuhan di dalam hidup kita. Sekalipun ada gelombang hidup yang hampir saja membuat kita putus asa, namun berkat Tuhan di sela-sela gelombang hidup itu, telah cukup untuk membuat kita merasa lega. Saudara-saudara, pernahkah saudara membayangkan saat-saat jikalau Tuhan hanya mengizinkan kita mengalami masalah yang terus-menerus? Pasti kita akan mengalami keputusasaan dalam hidup ini. Namun syukur kepada Tuhan karena Ia memberi kita berkat-berkat yang boleh kita nikmati supaya kita dapat bertahan menghadapi kehidupan yang penuh ketidakadilan ini dengan terus memandang kepada Tuhan. Seperti yang dikatakan oleh Charles Swindol dalam bukunya yang berjudul: “Kehidupan di tepi tebing yang rapuh”, sebagai berikut: Di dalam hari-hari hidup kita, Allah memberi kita kesukacitaan, sehingga kita mampu menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kenyataan, walaupun tidak ada lagi yang dapat kita jelaskan. Saudara-saudara, berapa banyakkah berkat Tuhan di dalam hidup saudara? Sudahkah saudara menghitungnya? Dan sudahkah saudara menikmati kehidupan yang penuh berkat itu?
3. Menyadari dan menerima realita adanya rencana Allah yang tak terselami (ay. 16-17) Saudara-saudara, Pengkhotbah sadar bahwa dengan menerima kenyataan dunia yang tidak ideal, dan menikmati berkat-berkat Allah, tidak berarti masalah kehidupan akan segera terjawab. Masalah kehidupan manusia begitu banyak. Ada ketidakadilan. Ada kesewenangan manusia yang tidak pernah mendapatkan hukuman. Ada orang-orang yang takut akan Tuhan dipenjarakan. Ada bayi-bayi yang tidak tahu menahu hubungan ayah-ibunya, harus hidup sebatang kara dan terlantar sejak kecil. Ada yang membela hak-hak orang kecil, dianggap sebagai penghambat pemerintah. Ada yang menekan hak-hak asasi manusia, dianggap sebagai menyukseskan program stabilisasi keamanan. Semua itu tetap merupakan masalah yang sukar terjawabkan. Pengkhotbah menyadari keterbatasan manusia dan kemahakuasaan Allah. Pengkhotbah menyadari kepandaian manusia jauh di bawah hikmat Allah. Hikmat Allah sangat melampaui kepandaian manusia. Karena itu, tidak ada jalan lain kecuali kita menyadari dan menerima adanya rencana Allah yang tak terselami oleh kita. Itu juga sebabnya Pengkhotbah menolak pendapat yang mengklaim bahwa hikmat manusia mampu menjelaskan pekerjaan Allah (Pengk. 3:11; 8:17).
AplikasiOleh sebab itu Saudara-saudara, marilah kita membiarkan Allah bekerja di dalam hidup kita menurut cara-Nya dan membiarkan pula Allah bekerja atas dunia yang tidak ideal ini menurut cara Allah, sehingga sama seperti Pengkhotbah, kita mampu untuk berkata: “… aku tahu orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan …” Saudara-saudara, kita harus mohon kepada Tuhan agar di dalam ketidakmengertian kita ini, kita dapat memanfaatkannya untuk memperkuat iman kita kepada Allah.
PenutupSaudara-saudara, ada sebuah syair lagu yang mengatakan bahwa Allah yang kita percayai adalah Allah yang peduli kepada masalah hidup kita dan Ia selalu beserta kita dalam melewati kehidupan yang tidak ideal ini. Syair tersebut berbunyi sebagai berikut:
Banyak perkara yang tak dapat kumengerti Mengapa harus terjadi, di dalam kehidupan ini? Satu perkara yang kusimpan dalam hati. Tiada sesuatu ‘kan terjadi, tanpa Allah peduli.
Allah mengerti, Allah peduli, Segala persoalan yang kita hadapi. Tak akan pernah dibiarkanNya, Kubergumul sendiri, s’bab Allah peduli. DibukaNya jalanku, s’bab Allah peduli.
Saudara-saudara, Charles Swindol kembali mengatakan: Sungguh merupakan saat yang menakjubkan, bila kita sadar bahwa Allah dapat mengerjakan sesuatu, dan tidak ada seorangpun yang dapat menerangkannya. Namun Ia menepati janjiNya. Itulah hikmatNya.
Amin. | |