sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

KERENDAHAN HATI SEORANG PELAYAN

Kis.20:17-21; Ef.4:1-6

 

Oleh Minggus

 

Pendahuluan

Saudara yang dikasihi Tuhan, ada satu pepatah yang sangat akrab di telinga masyarakat kita dan disebut juga dalam Matius 12: 33, yaitu “dari buahnya dikenal pohonnya.”  Terlepas dari arti sesunggguhnya, pepatah ini juga mempunyai kebenaran bahwa ada ciri khas tertentu, mungkin berupa warna, bentuk atau rasa, yang membedakan dan sekaligus menunjukkan dari pohon mana buah tersebut berasal. Demikian juga kalau kita perhatikan keragaman budaya bangsa kita.  Masing-masing meiliki ciri khas tertentu, mulai dari busana, cara bicara sampai nama yang digunakan.

 

                Saudara, lalu bagaimana dengan serorang Kristen terlebih lagi seorang pelayan Tuhan, adakah ciri khas tertentu yang membedakannya dengan yang bukan pelayan Tuhan?  Jawabannya ada saudara.  Salah satunya nampak melalui karakter seorang pelayan.  Bacaan yang kita baca tadi menyebutkan beberapa ciri itu, diataranya adalah rendah hati.

 

Definisi Rendah Hati

                Saudara apakah itu rendah hati?  Gampangnya rendah hati adalah karakter yang tidak sombong.  Sombong itu apa?  Sombong adalah karakter yang menghargai diri secara berlebihan.  Jadi rendah hati adalah orang yang menghargai dirinya sesuai dengan apa  adanya ia, tidak lebih dan tidak kurang,  dan tidak merendahkan orang lain.

                Saudara yang dikasih Tuhan, persoalannya adalah mengapa karakter kerendahan hati itu perlu dimiliki oleh seorang pelayan Tuhan?

1.       Karena Adanya Aspek Rohani

Aspek ini dapat kita baca dari Efesus 4:1, “supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.”  Yang dimaksud dengan panggilan di ayat ini yaitu status jemaat Efesus sebagai “orang-orang yang telah dibenarkan melalui penebusan yang dikerjakan Yesus Kristus” (1:7); yang telah “menerima kasih  karunia Allah” (2:8); yang dulu “jauh” sekarang “dekat” oleh darah Kristus (2:7). Status rohani tersebut terjadi bukan karena perbuatan baik atau kuat gagahnya kita, melainkan oleh kasih karunia Allah (2:8).

Lalu apa kaitannya dengan rendah hati?  Rendah hati adalah buah dari hidup orang percaya, dan harus melekat di dalam diri seorang pelayan Tuhan. (Ef.5:8; Mat.12:33; Kol.3:12).  Rasul Paulus meminta jemaat Efesus dan para penatua di sana agar kelakuan mereka  “berpadanan” dengan panggilan, bukan hanya semata-mata mereka harus hidup berbeda dengan cara hidup orang-orang di kota Efesus  - kala itu menjadi pusat penyembahan berhala, pusat ekonomi dan pusat kebudayaan yang tentunya sangat berpontesi menghasilkan orang-orang yang angkuh, super cuek, egois, masa bodoh dengan urusan orang lain atau tidak peduli dengan lingkungan, seperti yang terjadi ki kota-kota besar dewasa ini -  tetapi juga ada alasan yang lain, yaitu wujud tanggung jawab dari panggilan Kristen.

                Di dalam banyak suratnya, rasul Paulus sangat menekankan keseimbangan antara iman dan bukti iman; antara hidup karena iman dengan hidup yang menjadi teladan karena telah mengalami kasih karunia Allah, yaitu penebusan  melalui Yesus Kristus.

      Lebih lanjut kalu kita pemperhatikan kata “berpadanan”, sering juga digunakan di surat yang lain dan semuanya sangat menekankan integrasi iman dan bukti iman (1 Tes.2:12; Kol.1:10; Fil.1:27).  Sementara pada Efesus 4:1 digunakan “axios … peripatein” artinya menempuh suatu hidup yang baik, yang terhormat.  Pengertian kata  yang baik itu akan semakin jelas kalau kita perhatikan bahasa asli yang dipakai untuk rendah hati, tapeinophrosune, yang mencakup tiga wilayah, yaitu rendah hati, rendah pikiran dan rendah perasaan.

Praktisnya, ketika kita mamandang orang lain atau rekan sepelayanan kita adakah kecenderungan untuk merendahkan orang lain.  Kita perlu mengawasi hati, pikiran, dan perasaan kita, apakah cukup rendah hati dalam menilai orang lain.

Saya ingin menggambarkan hubungan antara “berpadanan” dan “rendah hati” dengan sebuah gelas besar dan tiga macam tutup kecil, besar dan pas (sesuai). Kemudian tiga tutup gelas itu dicoba untuk diletakkan secara berurutan sebagai penutup gelas tadi.  Jika saya umpamakan dengan macam-macam karakter, maka tutup gelas yang kecil mewakili karakter seorang yang minder; tutup gelas yang besar mewakili karakter  seorang  yang sombong; dan tutup gelas yang pas, yang berpadanan   dengan gelasnya, mewakili karakter orang yang “rendah hati” dan “berpadanan”.

       Dengan perkataan lain, Allah tidak menghendaki setiap pelayan Tuhan, hati, pikiran dan perasaannya, lebih atau kurang dari apa yang Allah mau, baik ketika memandang dirinya sendiri maupun ketika memandang orang lain; baik dalam menilai kemampunannya sendiri maupun ketika menilai kemampuan orang lain. Semuanya harus pas seperti yang Allah menilainya.  Seorang pelayan Tuhan harus mampu melihat orang lain seperti yang Tuhan lihat, tidak lebih dan tidak kurang.

       Allah tidak menginginkan kita menilai seperti jemaat Korintus, di mana kehebatan karunia di jadikan ukuran untuk meremehkan orang lain. Dan juga menilai seperti orang Farisi, di mana jabatan agamawi dijadikan ukuran untuk meremehkan para pemungut cukai dan orang berdosa.

Rendah hati, rendah pikiran, dan rendah perasaan tidak dapat dipisahkan. Ketiganya merupakan penggerak dari perlaku kita sebagai manusia.  Kita perlu memohon kepada Tuhan agar Tuhan menolong kita untuk mengendalikannya, baik pada waktu keberhasilan datang maupun saat kegagalan ada di dalam pelayanan kita.

       Saudara, bagi setiap pelayan Tuhan tidak ada satu alasan pun  yang dapat membenarkan kita untuk tidak rendah hati. Sebab hal itu sama dengan mengingkari panggilan kita sebagai pelayan yang telah menerima kasih karunia Allah.

       Pada akhirnya dengan menyadari aspek rohani dari rendah hati, seorang pelayan Tuhan dapat dengan mudah menundukkan diri kepada Tuhan, memiliki kerelaan untuk dibentuk  oleh Tuhan,  mentaati kehendak-Nya Tuhan dan hidup bergantung kepada-Nya.

 

2.       Karena Adanya Aspek Sosial

Saudara, dalam konteks surat Efesus ini, untuk kesekian kalinya rasul Paulus mengingatkan pentingnya kesatuan diantara keragaman dan kekayaan karunia yang dimiliki jemaat Tuhan. Rasul Paulus sangat menyadari bahwa kekayaan karunia di satu sisi  membangun iman dan memperkaya ragam pelayanan, tetapi di sisi yang lain apabila tidak diwaspadi dan tidak mawas diri akan menjadi pemicu perpecahan kesatuan jemaat.

        Hal ini yang sama juga dikatakan oleh rasul Paulus kepada jemaat Korintus, Galatia, Filipi, kepada Titus dan Timotius. Oleh karena itu ia sering  sekali membicarakan topik “manusaia baru”, “hidup lama-hidup-baru”, “buah roh” yang semuanya mengarah kepada bukti iman yang harus terwujud melalui usaha menjaga kesatuan tubuh Kristus.

        Saudara-saudara, firman Tuhan mendorong kita untuk menyadari bahwa demi kasih karunia kita perlu menjaga kesatuan, demi kasih karunia kita perlu mengembangkan relasi dan salah satu unsur perekat kesatuan serta relasi adalah rendah hati.  Inilah yang saya maksud dengan aspek sosial dari rendah hati.

        Dalam kehidupan persekutuan kita bersama, pada faktanya, terdapat banyak sekali keberagaman, dari latar belakang budaya, ekononi, watak, suku sampai soal karunia rohani.  Perbedaaan ini akan menjadi potensi yang besar untuk menyulut  perselisihan dan perpecahan di dalam tubuh Kristus, jika masing-masing ingin menonjolkan kepentingannya sendiri-sendiri dan merasa diri lebih unggul dari yang lain.  Dalam hal ini rendah hati menjadi perekat yang efektif.

Aspek sosial dari keredahan hati  ini akan mempengaruhi  seorang  pelayan dalam dua hal:

ú          Pertama, memandang orang lain lebih utama

Artinya seorang pelayan Tuhan akan  mampu melihat dan mengakui kelebihan orang lain (Fil.2:3; Rom.12:10; 2Tim2:1-2).  Ia akan menerima dengan senang hati kehadiran orang lain dan kelebihan orang lain sebagaimana Tuhan juga menerima orang itu, tanpa merasa dirinya teracam.  Ia dapat melihat bahwa keberagaman dan kekayaan dalam tubuh Kristus sebagai hal yang indah dan jika dijalin dalam suatu kerja sama akan menghasilkan karya yang agung bagi kemuliaan nama Tuhan, Si Pemberi kasih karunia itu sendiri. Semua itu dapat terjadi jika kita memandanga orang lain  lebih utama dari diri kita sendiri.

 

úKedua, mengutamakan orang lain.

Artinya seorang pelayan Tuhan bukan hanya memandang orang lain lebih utama tetapi mampu mengutamakan orang lain. Ia mempunyai kerelaan untuk memikirkan dan mendahulukan kepentingan orang lain.  Ia tidak sibuk dengan kepentingannya sendiri (Rom.15:2-3; 1Kor.10:24; Gal.6:2; Kis.20:20,21).

                Pada akhirnya,  untuk lebih memahami makna rendah hati, mari kita, sebagai pelayan Tuhan,  kembali mengenang akan  pengalaman kasih karunia Allah yang telah menyelamatkan kita, dan bahkan juga telah memanggil kita untuk menjadi pelayan-Nya. Panggilan-Nya bukan karena adanya unsur yang baik di dalam diri kita, tetapi semata-mata karena Allah memberi kasih karunia-Nya bagi kita. Jika begitu adakah yang patut kita sombongkan?  Adakah yang menghalangi kita untuk tidak rendah hati? 

                Kerendahan hati merupakan salah satu karakter penting yang harus dimilki seorang pelayan Tuhan, sebaba tanpa itu, seorang pelayan Tuhan akan sulit mentaati perintah Tuhan apalagi menjadi berkat bagi sesama.

 

Penutup

Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau Yesus yang adalah Tuhan dan Juru selamat kita mau rendah hati bahkan rela sampai mati di atas kayu salib untuk memberikan kasih karunia-Nya kepada kita, lalu pantaskah kita pelayan-pelayanan-Nya menjadi tinggi hati?  Lalu apakah bedanya kita dengan orang yang tidak percaya Tuhan?  Jika rendah hati merupakan ciri khas seorang pelayan Tuhan apakah ciri itu ada di terwujud dalam hidup dan pelayanan Kristen saudara?

 

Amin.