sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Kasih Seorang Pelayan

Yoh 12:1-8

Oleh Sdr. Andri Kosasih

 

 

Pendahuluan

            Dalam dunia sastra, kita tentu mengetahui cerita cinta antara dua orang insan yang bernama Romeo dan Juliet.  Sebuah cerita cinta yang romantis tetapi berakhir dengan tragis.  Cinta Romeo yang tulus kepada Juliet ditentang keras oleh kedua orangtua mereka, yang sejak lama sudah bermusuhan.  Lantas untuk menghindari dijodohkan dengan orang lain, atas bantuan seseorang, Juliet dibuat seakan-akan telah meninggal alias mati suri.  Namun, Romeo yang tidak menerima surat pemberitahuan Juliet, justru menyangka Juliet mati  sungguhan.  Ia pun bunuh diri dengan minum racun hanya beberapa detik sebelum Juliet siuman.  Ketika Juliet sadar dan melihat hal itu, ia pun ikut bunuh diri.  Ada bukti nyata bahwa mereka saling mencintai, walaupun cara mereka membuktikannya tidak bisa dibenarkan.

                Jikalau kita sungguh-sungguh mengasihi seseorang, maka pasti ada bukti nyata dari kasih kita kepada orang itu.  Setiap para pelayan Tuhan yang mengasihi Tuhan harus menunjukkan kasihnya dengan bukti-bukti yang nyata.  Suatu tindakan yang secara teori begitu gampang, tetapi pada prakteknya begitu sulit.  Secara teori, begitu ringan untuk diucapkan, tetapi begitu berat untuk dilakukan.  Secara teori seperti membalikkan sebuah telapak tangan, tetapi prakteknya seperti memindahkan sebuah gunung.

 

                Apakah bukti dari seseorang yang mengasihi Tuhan?  Dari Yoh 12:1-8, setidaknya ada tiga bukti dari kasih seseorang kepada Tuhan:

 

1.       Di dalam kasih kepada Tuhan, ada persembahan yang tulus dan yang terbaik kepada Tuhan.

Injil Yohanes menggunakan setengah bagian dari Injilnya untuk mencatat hari-hari terakhir Yesus hidup di dunia.  Ini berarti Yohanes memberikan suatu penekanan yang lebih kuat kepada minggu terakhir Yesus.  Ia melihat bahwa minggu terakhir ini sebagai minggu yang sangat penting di dalam sejarah umat manusia.  Sebuah minggu yang menjadi titik balik bagi dunia.  Minggu yang membawa dunia dari kegelapan kepada terang, dari murka Allah kepada pendamaian dengan Allah, dari kebinasaan kekal kepada keselamatan.

Moment minggu pertama ini diawali di sebuah dusun kecil yang bernama Betania.  Di tempat inilah, Yesus diurapi oleh seorang gadis yang bernama Maria, dengan sebotol minyak narwastu  yang sangat mahal.

Dari mana Maria bisa memiliki minyak yang sangat mahal itu, sedangkan hampir dapat dipastikan ia adalah seorang gadis yang miskin.   Kemungkinan besar Maria menabung untuk dapat membeli minyak itu yang akan ia pakai pada waktu pernikahannya.  Ia pasti sangat menyayangi minyak itu karena minyak itu akan ia pakai untuk calon suaminya.   Sehingga bisa dikatakan, ketika Maria memiliki minyak itu, maka benda itu menjadi benda kesayangannya.

Namun pada minggu itu, ada sesuatu yang lain terjadi.  Yesus, seorang yang sangat dikasihi dan mengasihinya datang.  Seorang yang membuat Maria terpesona dengan kedahsyatan kasihNya.  Dan Maria sudah menunggu suatu momen yang paling tepat untuk menunjukkan kasihnya dalam bukti nyata.  Saatnya pun tiba.

“Sekarang waktu yang tepat,” kata Maria dalam hati.  Tindakannya bukan tindakan mengikuti dorongan hati.  Ia mengeluarkan sebuah buli-buli parfum besar itu. Parfum itu kemungkinan harganya lebih dari satu tahun gaji.  Mungkin satu-satunya benda berharga yang dimilikinya.  Tindakan itu sebenarnya bukan tindakan yang masuk di akal, tetapi sejak kapan cinta itu masuk di akal?

Maria melakukannya.  Kurang lebih setengah liter minyak itu mengalir dan membuat ruangan itu wangi dengan parfum itu.  Semua mata terbelalak dan ada yang mencela tindakannya.  Namun semuanya itu tidak dapat menghalangi tindakan kasih Maria kepada Yesus. 

Bagi Maria, cinta itu bukan cinta kalau itu memperhitungkan harganya.  Cinta itu memberikan semua miliknya dan satu-satunya penyesalan adalah bahwa ia tidak mempunyai lebih banyak lagi untuk diberikan.

Persembahan yang diberikan dengan tulus tetapi bukan yang terbaik adalah suatu kebohongan.  Tetapi persembahan yang terbaik tetapi tidak diberikan dengan ketulusan adalah suatu keterpaksaan.  Persembahan Maria terbaik karena ia memberikan sesuatu yang bagi dirinya adalah segala-galanya.  Persembahan Maria tulus karena ia tidak pernah mengeluh kepada Yesus atas hinaan kesusahan yang ia terima karena persembahannya.  Inilah persembahan yang tulus dan yang terbaik sebagai bukti kasih seorang pelayan.

               

Aplikasi

-          Apakah ketika kita mengikut Tuhan, kita pernah hitung-hitungan dengan Tuhan?  Ketika kita mempersembahkan sesuatu untuk Tuhan, apakah kita memberikan yang terbaik untuk Tuhan?  Pemberian yang terbaik tidak berarti yang paling mahal, tetapi persembahan yang terbaik adalah memberikan sesuatu, yang bagi kita, sesuatu itu adalah segala-galanya.  Apakah yang menjadi segala-galanya bagi kita sekarang ini?  Harta, gelar, prestasi, nama baik atau anak kita?  Maukah kita mempersembahkannya sebagai persembahan yang terbaik kepada Tuhan?

 

2.       Di dalam kasih kepada Tuhan, ada kerendahanhati dan penyangkalan diri.

Rambut adalah bagian tubuh wanita yang sering disebut sebagai mahkota wanita.  Tidak heran, kalau rambut sering mendapat perhatian khusus dari seorang wanita. Dalam komunitas Yahudi, berlaku hal yang sama.  Rambut seorang wanita mendapat perhatian yang sangat serius dalam penampilan seorang wanita Yahudi.  Ia tidak boleh membiarkan rambutnya terurai.  Dan jika wanita Yahudi membiarkan rambutnya kelihatan dan terurai di tempat umum, maka ia bisa dicap sebagai wanita yang tercela moralnya atau bisa disebut seorang pelacur.

Maria adalah seorang wanita terhormat, tetapi ia justru memakai dan membiarkan rambutnya terurai ketika ia mengurapi Yesus.  Seisi ruangan hampir dapat dipastikan mencela Maria, bukan hanya karena pemborosan kasih yang ia lakukan, tetapi juga karena perbuatannya.  Seisi ruangan menatap Maria dengan tatapan mata yang tajam, seperti memusuhi dia.  Mereka mungkin tidak lagi melihat seorang Maria, tetapi seorang pelacur.  Seorang berdosa yang harus dibuang dari antara mereka. 

Namun Maria melakukannya.  Ia rela dianggap hina demi Yesus.  Ia menyadari bahwa anggota tubuhnya yang paling mulia tidak pernah lebih mulia dari kaki Yesus yang kotor dengan debu jalanan.  Ia mengasihi Yesus sedemikian rupa sehingga ia tidak lagi mempedulikan apa yang akan dipikirkan orang-orang lain mengenai dirinya.  Ia tahu bahwa kemuliaan hanya milik Tuhan.  Ia punya kerendahan hati dan penyangkalan diri sebagai bukti cintanya kepada Tuhan.

 

Aplikasi

Dalam kita mengikut Tuhan, kita mungkin akan menjadi malu.  Ketika kita melakukan sesuatu untuk Tuhan, orang banyak mungkin mencela kita.  Kita mungkin akan dipermalukan atas segala sesuatu yang kita lakukan buat Tuhan.  Kita mungkin akan dipermalukan ketika kita melayani Tuhan dengan kesungguhan hati.  Ketika kita menerima semuanya, apakah kita akan mempedulikannya?  Ketika kita menerimanya, apakah itu akan mengurangi kasih kita kepada Yesus?  Ketika kita menerimanya, apakah kita akan mundur dalam mengikut Tuhan?

 

 

 

3.       Di dalam kasih kepada Tuhan, ada kemauan untuk turut merasakan perasaan hati Tuhan.

Maria membuktikan kasihnya kepada Yesus dan Yesus pun memuji dan menyetujui tindakan Maria ini.  Namun, apakah Maria sesungguhnya tahu apa yang ia sedang lakukan?  Apakah ia melakukan ini untuk kematian Yesus?

Kita hampir bisa memastikan bahwa Maria tahu.  Ada dua alasan:

·           Yesus sering memberitahukan kematianNya, baik secara publik atau pribadi.  Kemungkian besar, pemberitahuan ini pasti sampai ke telinga Maria.

·           Maria adalah seorang pendengar terbaik yang Yesus miliki.  Ia adalah seorang yang pernah duduk di bawah kaki Tuhan untuk mendengarkan suara Tuhan.

 

         Waktu minggu terakhir itu tiba, Maria tahu waktunya untuk bersama-sama dengan Tuhannya tinggal sedikit.  Dalam waktu-waktu ini, ia ingin Tuhannya tahu bahwa ia mengasihi Tuhannya sebelum Tuhannya naik ke atas kayu salib.  Ia ingin Tuhannya tahu bahwa ia turut merasakan pergumulan dan perasaan  Tuhannya.

         Ayat 1 mengatakan Yesus, karena itu, 6 hari sebelum paskah, datang ke Betania.  Frasa “karena itu” menunjukkan bahwa apa yang Yesus lakukan itu berhubungan dengan konteks sebelumnya, Yohanes 11. Dalam Yohanes 11:52 terlihat bahwa tokoh-tokoh Yahudi sudah sepakat untuk membunuh Yesus.  Itu menyebabkan Yesus, karena tahu bahwa waktunya belum samapai, pergi ke dekat gurun (ay.54) untuk menghidari penangkapan dan pembunuhan terhadap diri-Nya.  Tetapi pada waktunya yang sudah dekat (kurang dari 6 hari), sekalipun Yesus tahu adanya pencarian dan perintah penagkapan terhadap dirinya (Yoh.11:56-57), Ia sengaja pergi ke Betania, yang berarti mendekati Yerusalen, tenpat ia akan ditangkap.  Walapun Ia sengaja pergi, pasti di dalam kemanusiaannya, Yesus mengalami pergumulan.

         Maria tahu dan merasakan bahwa Yesus bergumul di dalam kemanusiaannya dan hal ini merupakan bukti kasihnya kepada Tuhannya. Inilah kasih yang benar. Ketika dua orang sungguh-sungguh saling mengasihi, maka mereka bisa saling merasakan perasaaan orang yang dikasihinya.  Dan inilah yang terjadi dalam hubungan Maria dengan Yesus.  Maria mengenal Yesus dengan cara pengenalan yang berbeda dengan Yudas. Yudas adalah seorang yang kenal tentang Tuhan (knowing about God), tetapi Maria adalah seorang yang kenal Tuhan (knowing God).  Pengenalan Yudas hanya sampai di rasio saja, tetapi pengenalan Maria sampai ke dalam hatinya dan teraplikasi dalam kehidupannya. Yudas tidak bisa merasakan hati Tuhannya karena ia menggunakan rasio. Maria bisa merasakan hati Tuhannya karena ia menggunakan hatinya.

         Hal inilah yang membuat Maria bisa dekat dengan Tuhan.  Ia bisa mengasihi Tuhan dengan tulus dan mau merasakan apa yang Tuhan rasakan.  Yesus tahu dan merasakan kasih Maria yang tulus kepadanya dan Maria tahu dan merasakan perasaan orang yang dikasihinya dan mengasihinya.  Walaupun ia dikecam dan ditentang, ia tetap melakukan perbuatan kasihnya.  Ia tidak goyah karena ia bisa merasakan perasaan Tuhannya.  Ia tetap mau menyenangkan hati Tuhan walaupun ia dikecam, karena ia tahu sisi hati Tuhan.

 

Ilustrasi

         Beberapa tahun yang lalu ada seorang pemuda yang begitu pintar.  Pemuda ini sudah bergelar doktor.  Selama ia studi, ia memiliki begitu banyak ijazah-ijazah dan medali-medali, sebagai bukti atas prestasi yang ia capai dalam disiplin ilmu yang ditekuninya.

         Pemuda ini tahu bahwa Tuhan akan memakai dia.  Dalam suatu perjalanan ke suatu tempat dengan sebuah kapal, ia bergumul.  Ia memiliki ijazah-ijazah  yang dapat menjamin masa depannya.  Tetapi di sisi lain, ia tahu kalau ia taat pada panggilan Tuhan, maka ia harus melepaskan semuanya.  Ia bergumul, sampai akhirnya ia merasakan hati Tuhan.  Hati Tuhan yang sedih, pedih dan menangis untuk orang-orang berdosa.  Ia merasakan perasaan itu begitu kuat dan melekat pada dirinya. 

         Akhirnya ia memilih untuk taat pada jalan Tuhan.  Ia  membuang semua ijazah dan medali yang ia miliki ke lautan lepas.  Hanya ijazah doktornya saja yang ia simpan untuk menyenangkan hati ayahnya.  Itu pun ia serahkan kepada ayahnya, sambil berkata, ini tidak berguna buat saya.  Pemuda itu adalah John Sung,  yang hasil pelayanannya bisa kita lihat sekarang ini.  Hasil pelayanan yang luar biasa, yang berawal dari kesediaan seorang John Sung untuk merasakan perasaan Tuhan dan membuang ijazah-ijazahnya.

 

Aplikasi

         Perasaan apa yang kita sedang rasakan sekarang ini?   Perasaan Tuhan atau perasaan kita?  Kalau kita mengasihi Tuhan maka kita pasti memilih untuk merasakan perasaan Tuhan daripada merasakan perasaan orang lain atau perasaan kita.  Kalau kita senantiasa merasakan perasaan Tuhan, maka kita tidak akan pernah kendor dalam melayani Tuhan.  Kalau kita sungguh-sungguh merasakan perasaan Tuhan, walaupun kita mendapat rintangan yang banyak.  Apakah kita pada saat ini merasakan perasaan Tuhan?

         Jikalau kita berkata kepada orang yang kita kasihi, “Aku mencintaimu” dan bukan sesuatu yang salah jikalau orang yang kita kasihi berkata,”Buktikan cintamu padaku.”  Kita bisa berkata kepada Tuhan, “Tuhan, aku mencintai-Mu” dan juga bukan sesuatu yang salah jika Tuhan berkata,”Buktikan cintamu pada-Ku.”  Apa jawaban kita?  Apakah kita akan menjadi Yudas atau kita akan menjadi Maria?

 

Amin