| |
Tema : KAULAH SEGALANYA BAGIKU Nats : Matius 10:34-39 Penulis : Agus Suyanto Tujuan : Mengajarkan kepada jemaat bagaimana menjadikan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dalam kehidupan mereka, khususnya dalam menghadapi berbagai kerutinan kehidupan, bahkan segala macam godaan dan pencobaan yang ada.
Pendahuluan Ketika kita menyanyikan lagu Yang terutama, kita memuji Tuhan dengan begitu bersemangat, Yang terutama di dalam hidup ini meninggikan nama Yesus, yang terutama di dalam hidup ini memuliakan nama-Nya. Pujian yang menyatakan bahwa di dalam hidup ini Kristus menduduki tempat yang paling utama. Lagu ini memang sangat mudah menyanyikannya, tetapi adalah sangat sukar untuk dapat menempatkan Yesus sebagai yang terutama dalam hidup ini. Sebagai seorang murid Tuhan Yesus posisi terutama yang seperti apakah yang harus kita berikan kepadaNya? Belajar dari firman Tuhan pada perikop ini, setidaknya ada dua posisi yang harus kita berikan kepada Yesus. 1. Menempatkan Yesus lebih tinggi dari orang lain yang kita kasihi (ayat 37) Tuhan Yesus memanggil kedua belas murid-Nya untuk diutus melayani orang banyak yang seperti domba tidak bergembala (Mat. 10) dan memberikan pesan pengajaran pada mereka (Mat.11:1). Yesus menjelaskan bahwa untuk mengikuti Dia bukanlah hal yang mudah, karena mereka seperti domba yang hidup di tengah-tengah serigala. Setiap waktu bahaya itu selalu mengancam, para murid dituntut untuk memiliki keteguhan sikap hati, yang tidak goyah di dalam melayani Tuhan meskipun bahaya selalu mengancam. Suatu gemblengan supaya para murid dalam keadaan apapun agar tetap setia pada Kristus. Untuk menjadi murid Yesus kita harus berani membayar harga (ps 10). Yesus dalam Mat 10:37 mengatakan “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagi-Ku; barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu ia tidak layak bagi-Ku.” Murid-murid digembleng dengan suatu pengajaran yang keras. Hidup dalam Kristus bukanlah hal yang bersifat “guyonan”, tetapi di dalam mengikut Yesus para murid dituntut untuk memiliki sikap hati yang teguh dan tidak goyah. Kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun integritas seorang murid harus tetap setia, militan dan punya loyalitas yang selalu terarah pada Kristus. Keputusan untuk menjadi murid-Nya mengandung suatu konsekuensi untuk menempatkan Yesus di atas semua pribadi. Sangat keliru jika kita berpikir bahwa setiap orang yang menjadi pelayan Tuhan harus meninggalkan orang yang dikasihinya. Mengikut Yesus bukan berarti harus meninggalkan orang yang dikasihi: Bapak, ibu, anak atau saudara. Ketika menjadi murid Yesus, maka status kita sebagai anak-anak terang jauh berbeda dengan orang lain yang tetap hidup dalam kegelapan. Inilah maksudnya perpisahan itu, perpisahan dalam hal status. Status sebagai anak Allah itu sudah tentu memisahkan kita dari mereka. Yesus tidak ingin jika orang-orang terkasih yang masih hidup dalam lembah kekelaman itu menjadi batu sandungan bagi perjalanan mengiring Dia. Mengasihi orang tua, anak (keluarga) itu mutlak harus dilakukan. Akan tetapi jika dalam menapaki jalan kepada Kristus diperhadapkan pada posisi yang sulit antara mengutamakan keluarga yang mengasihi atau Tuhan Yesus yang bukan hanya mengasihi, bahkan menyelamatkan hidup. Suatu pilihan yang tidak mengenakkan tapi tidak dapat dihindari. Murid-murid dituntut untuk menempatkan Yesus di atas segalanya. Yesus terlebih berharga. Menempatkan Yesus melebihi orang yang dikasihi atau sama sekali kita gagal menjadi pelayan Allah. Tuhan Yesus ingin menegaskan bahwa seorang murid yang mengikuti Dia harus berani untuk menempatkan Kristus sebagai yang terutama, Kristus lebih penting dari orang tua, anak atau orang yang dikasihi. Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia (Kis 5:29). Berani membayar harga untuk mengikut Yesus. Yesus lebih tinggi dari semua orang yang kita kasihi. Ilustrasi Suatu kali seorang anak muda datang pada orang tuanya. “Pa, saya mau jadi hamba Tuhan, saya ingin menjadi pendeta.” Papa tercinta kaget “Apa, apa yang kamu katakan ?” Pemuda ini mengulangi pernyataannya “ Pa, saya akan sekolah pendeta.” Paa……k, tamparan keras mendarat di pipi pemuda ini. “Pilih singkirkan khayalanmu tetap jadi anak papa atau kamu jadi pendeta dan bukan lagi sebagai anakku !” Dengan kebulatan tekad untuk melayani Kristus, pemuda ini akhirnya memilih untuk menjadi hamba Tuhan, dan meninggalkan papanya. Dia telah memilih menempatkan Yesus lebih utama dari papanya, dari orang yang dikasihinya. Demi jalan persembahan hidupnya kepada Yesus maka ia rela meninggalkan orang yang terkasih, mengambil resiko dikucilkan dari Papa yang dicintainya, karena Yesus melebihi semua.
Aplikasi Bagaimanakah dengan kehidupan kita selama ini, saudara? Masih adakah komitmen mengedepankan Yesus di atas segalanya, di atas keluarga kita, di atas orang yang kita cintai? Atau, apakah kekasih hatimu, selama ini membuat ragu, goyah terhadap panggilan ini? Bagaimana dengan komitmen kita melayani Tuhan, sebagai seorang guru sekloah Minggu, anggota Paduan Suara, sebagai pengurus komisi atau sebagai Majelis Jemaat. Apakah komitmen yang pernah kita ucapkan telah dilupakan begitu saja? Sanggupkah kita membayar harga dengan menempatkan Yesus lebih tinggi dari mereka.
2. Menempatkan Yesus lebih tinggi dari diri kita sendiri (ayat 39) “Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawa karena Aku, ia akan memperolehnya.” (v39). Ketika Yesus memberikan wejangan pada murid-muridNya, Yesus tidak menjanjikan bahwa sepanjang jalan yang dilalui selalu mulus dan indah, sebaliknya menerangkan kepada murid-muridNya agar waspada. Karena kemungkinan mereka akan dibenci, ditangkap, disesah, berbagai aniaya juga dapat terjadi. Bahkan bisa juga dalam pelayanan ini nyawa menjadi taruhannya. Namun di dalam Kristus setiap orang yang bertahan akan selamat. Begitu berat resiko yang harus dihadapi, para murid ditantang untuk terus melayani Yesus atau mundur meniggalkan Dia karena lebih sayang pada diri sendiri. Tidak ada pilihan lain. Pengajaran Yesus pada muridnya ini dicatat dalam keempat Injil (Mrk 16:25; Luk 17:33 dan Yoh 12:25). Dengan kata lain perintah yang diberikan Yesus ini sangat penting, yaitu meminta ketegasan sikap dari murid-murid-Nya untuk berani mengahadapi resiko apapun demi melayani Kristus. Perjalanan iman para murid dituntut untuk selalu terarah kedepan, dikala diperhadapkan dengan pilihan yang teramat sulit, menyangkal Yesus atau didera, mengikuti Kristus atau dirajam batu, integritas iman mereka secara nyata diuji. Stefanus memilih mati dirajam batu menjadi martir Kristus dari pada mempertahankan nyawanya (Kis 7). Yakobus mati dibunuh dengan pedang. Bahkan menurut tradisi, Petrus telah memikul salibnya demi Yesus, dan mati terpaku pada salib yang terbalik. Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Flp 1:21). Suatu pernyataan sikap Paulus, yang menempatkan Yesus melebihi dirinya sendiri. Harga yang mahal telah dibayar dalam mengikut Yesus. Kristus jauh lebih utama mengatasi nyawa, melebihi diri kita sendiri. Mengasihi diri sendiri itu perlu tapi priorotas hidup yaitu Kristus. Penutup Begitu berat perjalanan iman para murid dan rasul dalam mengutamakan Yesus, terlalu berat pula untuk mengikuti teladan hidup mereka melayani Yesus. Saudara, apakah kita ditempat ini diancam, atau dianiaya seperti para murid Yesus? Kita hidup dengan aman tanpa aniaya. Kalau begitu apakah tugas yang menumpuk, kesulitan beradaptasi di tempat kerja dan lingkungan tetangga, masalah keuangan, atau permasalahan dengan teman yang kita alami telah melemahkan dan mengalahkan panggilan kudus melayani Tuhan ? Masihkah Kristus menjadi yang terutama. Banyah hal boleh menimpa kita , tapi Kristus yang terutama. Barangsiapa yang tidak memikul salibnya dan tidak mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku (Mat10:38). Jesus is everything, but I am nothing, Yesus adalah segalanya tetapi saya tidak ada apa-apanya. Amin.
===============================
| |