| |
Tema : GAMBARAN ANUGERAH ALLAH Penulis : Lyantin Wurfindahtin Nats : Yohanes 8:1-11 Tujuan : Jemaat dapat semakin mensyukuri dan menghargai anugerah Allah itu dengan hidup lebih bertanggungjawab Pendahuluan Saudara, menurut saudara mujizat terbesar apakah yang Allah masih kerjakan sampai saat ini? Mungkin pertanyaan ini juga menimbulkan banyak jawaban yang berbeda-beda. Tetapi bagi saya, mujizat terbesar yang Allah kerjakan sampai saat ini adalah anugerah keselamatan yang dinyatakan bagi orang-orang yang berdosa. Keselamatan adalah karya besar Allah atas dunia yang telah Allah rencanakan sejak kekekalan, hingga saat ini dan akan digenapi sampai pada masa yang akan datang. Melalui anugerahNya, saat ini Allah terus bekerja mencari dan menyelamatkan manusia berdosa yang sepatutnya dihukum. Saudara, dari perikop ini saya ingin mengajak kita semua kembali melihat, betapa besar anugerah Allah yang telah dinyatakan bagi orang-orang berdosa seperti kita. Saya ingin agar kita semua dapat semakin mensyukuri dan menghargai anugerah Allah dengan hidup lebih bertanggungjawab. Saudara, bagaimana wujud anugerah Allah itu dinyatakan atas orang-orang berdosa? Dalam perikop ini, sedikitnya kita dapat melihat tiga wujud dari anugerah Allah itu. 1. Anugerah Allah menyingkapkan dosa (ay. 6-9) Saudara yang kekasih, mengapa penyingkapan dosa adalah wujud dari anugerah Allah? Karena setiap manusia di dunia ini adalah orang-orang berdosa, namun tidak semua orang menyadari atau mau mengakui bahwa diri mereka adalah orang-orang berdosa. Dan pada akhirnya, dosa itu akan membawa manusia pada kebinasaan kekal dalam penghukuman murka Allah. Oleh sebab itu kalau Allah masih berkenan berbicara untuk menyingkapkan dan menyadarkan dosa manusia, itu berarti sebuah anugerah. Karena manusia sendiri –dalam kebutaan hatinya oleh dosa— tidak mampu melakukannya. Saudara, dalam perikop ini diceritakan bahwa ketika Tuhan Yesus sedang mengajar orang banyak di Bait Allah, tiba-tiba datanglah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menyela Dia. Mereka menghadapkan kepada Yesus seorang wanita yang menurut pengakuan mereka, kedapatan sedang melakukan perzinahan. Dengan tuduhan itu mereka hendak mengkonfirmasi Tuhan tentang keabsahan pelaksanaan hukum Taurat. Menurut mereka, hukum Taurat memerintahkan hukuman mati dengan cara dilempar batu untuk kasus perzinahan seperti ini. Hal yang menarik terlihat disini yaitu sikap Tuhan Yesus. Dia tidak terpancing untuk segera menanggapi kasus yang sedang terjadi dihadapanNya, melainkan Ia segera membungkuk dan menulis dengan jarinya di tanah. Saudara, sikap Tuhan yang diam dan seolah tidak peduli itu, justru membuat mereka merasa mendapat angin untuk menekan Yesus. Mereka berpikir bahwa siasat mereka untuk menjerat Yesus akan segera berhasil. Saudara, kedengkian kepada Yesus telah membuat ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi lupa siapa diri mereka sendiri. Dengan angkuhnya mereka berdiri dihadapan Yesus sebagai orang-orang yang bersih dan layak menjadi pendakwa bagi sesamanya yang berdosa. Mereka tidak sadar bahwa mereka juga sama-sama orang berdosa, bahkan mereka lebih lagi. Ayat 6 dengan jelas memberi kesaksian tentang motif jahat mereka terhadap Yesus. Mereka datang bukan sebagai orang-orang yang ingin menuntut dan membela kebenaran. Hukum Taurat bagi mereka hanya sebagai kedok untuk menutup kelemahan diri dan sebagai alat menyerang orang lain. Saudara, keinginan mereka bukan hanya untuk mempermalukan Yesus di depan orang banyak, tetapi lebih dari itu. Bila Tuhan menyetujui tuntutan hukuman itu, berarti Tuhan tidak hanya kehilangan julukanNya sebagai ‘sahabat pemungut cukai dan orang berdosa’, tetapi Yesus akan masuk dalam konflik dengan pemerintah Romawi yang tidak mengijinkan orang-orang Yahudi melakukan eksekusi dalam bentuk apapun (Yoh 18:31). Dan seandainya Tuhan melarang hukuman itu dijalankan, mereka punya alasan menghukum Yesus sebagai pelanggar hukum Taurat dan kompromi dengan kejahatan. Namun Saudara, jawaban Yesus pada akhirnya membungkamkan orang-orang munafik itu. Jawaban Yesus sama sekali bukan jawaban yang mereka harapkan. Jawaban Tuhan tidak membenarkan perbuatan perempuan itu dan dengan demikian menghina Hukum Allah. Sebaliknya jawaban Tuhan menyatakan bahwa hukum Allah itu suci dan adil. Di sini Yesus sebagai pemberi hukum itu berdiri dan menghadapkan wajahNya yang kudus menentang orang-orang munafik yang telah menginjak-injak kekudusan hukum Allah itu. Perkataan Yesus telah menembus hati mereka begitu dalam dan menelanjangi segala perbuatan dosa mereka. Frase “tidak berdosa” disini bukan hanya berarti tidak melakukan perbuatan dosa seperti perempuan itu, melainkan tanpa dosa apapun bahkan tanpa keinginan untuk berbuat dosa. Dengan kata-kata ini para pendakwa itu dikalahkan secara telak. Mereka menganggap diri benar dan berhak menjadi penegak hukum, tetapi sekarang bayangan dosa mereka menari-nari dipelupuk mata mereka sendiri. Saudara, Yesus adalah Allah yang kudus. Oleh sebab itu, orang yang boleh berdiri di hadapan Allah adalah orang yang bersih tangan dan hatinya (Mzm 24:3-4). Tidak ada sesuatupun yang tersembunyi di hadapanNya. MataNya yang suci itu sanggup meneropong jauh kedasar hati, menembus tembok pertahanan yang dibangun manusia. Tidak ada seorangpun manusia berdosa yang tahan berdiri di hadapan Allah yang kudus. Saudara, untuk itulah Yesus hadir. Dengan firmanNya, Ia menerangi hati manusia yang kelam pekat oleh dosa. Setiap kita yang hadir di sini –tidak terkecuali— adalah orang-orang berdosa yang telah menerima anugerah Allah. Allah tidak jemu-jemu berfirman untuk menyadarkan kita akan segala dosa-dosa kita. Namun sikap kita seringkali justru marah ketika firman itu menegur kita, kita sakit hati dan menolaknya. Saudara, seringkali kita sama seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu. Kita pandai menutup rapat dosa kita dibalik segala kesalehan semu kita, namun dengan mudah membongkar dosa orang lain. Saudara, semakin lama kita mengiring Tuhan, semakin banyak Firman Tuhan yang sudah kita terima. Seharusnya ini membuat kita makin peka dengan dosa, bukan semakin keras hati dan semakin kompromi. Bersyukurlah bila Allah masih mau menegur kita. Itu berarti anugerahNya masih berlaku bagi kita. Jangan kita marah dan mengeraskan hati, melainkan biarlah kita merendahkan diri untuk memohon pengampunanNya. 2. Anugerah Allah memberi pengampunan (ay. 10-11) Saudara, terlepas dari apakah motif ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dalam mendakwa perempuan itu, entahkah dia dijebak atau diperalat, tetapi perempuan itu telah kedapatan sedang berbuat zinah. Dia telah tertangkap dan tidak mungkin lolos dari tangan para pendakwa kejam itu. Saudara, dalam hukum Yahudi, perzinahan adalah kejahatan yang sangat serius. Dosa ini dapat disamakan dengan dosa penyembahan berhala dan membunuh, yaitu ketiga macam dosa terbesar yang dapat dikenai hukuman mati Saudara, kita bisa membayangkan apa yang dirasakan oleh perempuan yang malang itu. Rasa bingung, rasa malu, rasa sesal dan rasa takut bercampur menjadi satu. Ia memandang ke sekelilingnya, semua orang mengacungkan tangan melawan dia. Tidak ada orang yang dapat membela dia. Tidak ada harapan dan jalan keluar bagi dia untuk menyelamatkan diri. Ia hanya bisa menerima nasibnya dengan pasrah tanpa daya. Apa lagi kini dia dihadapkan pada seorang yang mungkin asing baginya. Berbagai pertanyaan mungkin juga muncul di benaknya, “Siapakah Lelaki itu? apa yang akan diperbuatNya atasku? Dapatkah Dia menolong aku atau apakah Dia justru lebih kejam dari mereka ini?” Namun perkataan yang diucapkan Yesus kepada para penuduh itu, segera membuat dia tahu bahwa Lelaki asing itu tidak sama dengan penuduh yang lain. PerkataanNya begitu berwibawa, mampu membungkam mulut-mulut congkak yang sejak tadi berteriak-teriak mengolok dia. Bahkan semua orang dengan diam-diam pergi dari hadapannya. Saudara, pada saat semua orang pergi, dan Yesus juga sedang membungkuk menulis di tanah, itulah kesempatan bagi dia untuk lari dan menyelamatkan diri. Tetapi hal itu tidak diperbuatnya. Perempuan itu sadar dengan siapa ia sedang berhadapan. Lelaki itu lebih berkuasa dari para pendakwanya. Dan tetap dalam kepasrahannya dia berdiri dihadapan Yesus, menanti apa yang akan Yesus perbuat baginya. Saudara, wanita itu layak dihukum mati dan Yesus yang tanpa dosa itu layak melemparkan batu yang pertama kepadanya. Tetapi yang Yesus berikan kepada perempuan itu bukanlah hukuman yang selayaknya ia terima, melainkan anugerah yang memberikan dia pengampunan atas dosa-dosanya. Pengampunan bukan hanya dosa perzinahan yang telah ia lakukan tetapi atas semua dosa yang telah diperbuatnya. Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah, “Semudah itukah, apakah itu berarti perempuan itu dibebaskan dari segala tuntutan dosanya? Apakah itu tidak berarti bahwa Tuhan melawan hukum Taurat?”. Saudara, dalam pengampunanNya Tuhan bukan melawan hukum Taurat, tetapi yang dilawannya adalah dosa dan kejahatan. Ia mengampuni karena Ia benci dosa dan tidak membiarkan manusia tinggal dalam dosa, melainkan melepaskannya dari belenggu dosa itu. Yesus berhak memberikan pengampunan itu karena Ia sendiri yang akan memikul hukuman yang seharusnya ditanggung perempuan itu. Diatas kayu salib Kristus telah mengerjakan semuanya. Kristus telah mempertemukan keadilan Allah yang menuntut hukuman atas semua dosa manusia dengan kasih Allah yang mengampuni dan menyelamatkan manusia. Inilah anugerah Allah yang tidak memberikan kepada manusia hukuman setimpal dengan perbuatannya, melainkan pengampunan atas segala dosa-dosanya. Tahun 1982, di Lousiana, Amerika Serikat ada pengadilan yang menarik perhatian seluruh negara. Seorang pria dijatuhi hukuman mati karena membunuh keluarganya. Saat dia duduk di kursi penantian, para pengacaranya berusaha keras untuk meminta pengampunan baginya. Mereka menggunakan berbagai cara untuk menyelamatkan nyawa klien mereka. Ketika detik-detik hukuman mati mendekat, semua harapan nampaknya memudar. Tetapi secara tidak terduga, pada pukul 11.30 –setengah jam sebelum dia dibawa ke ruang gas— pemerintah Lousiana mengeluarkan surat pengampunan. Para pengacaranya bersukacita saat menyampaikan berita itu kepada klien mereka. Namun alangkah terkejutnya mereka ketika laki-laki itu menolak pengampunan tersebut. Tepat tengah malam, pria itu diikat pada sebuah kursi di kamar gas dan beberapa saat kemudian pria itu meninggal. Pria itu menerima pengampunan, namun dia memilih untuk mati. Hal itu menimbulkan perdebatan hukum yang seru. Orang itu diampuni karena pemerintah menawarkan pengampunan atau dia diampuni karena dia menerima pengampunan itu. Akhirnya diputuskan bahwa pengampunan itu tidak berlaku kecuali diterima oleh orang yang bersangkutan. Saudara, demikian juga Tuhan telah menawarkan anugerah pengampunanNya bagi kita meskipun seringkali kita menolaknya. Oleh karena itu kita harus rela menerima tawaran pengampunan itu. Saudara, setiap dosa harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Setiap dosa harus dihukum, besar atau kecil. Kita tidak mampu melepaskan diri dari hukuman Allah. Tidak ada gunanya kita melarikan diri dari hadapan Allah untuk menyembunyikan dosa . Yang terbaik adalah mengakui dosa-dosa dan menerima dengan iman anugerah Allah yang telah diberikan oleh Kristus. Di dalam anugerahNya manusia mendapatkan pengampunan dan kelepasan dari segala tuntutan hukuman. Saat ini bila Saudara sedang bergumul dengan dosa-dosa, yakinlah bahwa Allah sanggup mengampuni seluruh pelanggaran dosa kita. Mungkin Saudara berpikir bahwa dosa Saudara terlalu banyak dan tidak mungkin diampuni lagi. Ingatlah bahwa kuasa pengampunan Allah tidak terbatas, sebesar apapun dosa yang telah kita lakukan Allah sanggup mengampuninya. Firman Tuhan dalam Yes. 1:8 berkata “ …Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju…” dan “Sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita “ (Mzm 103:12). 3. Anugerah Allah memberi hidup yang baru (ay. 11) Saudara, dalam kisah ini kita menyaksikan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mendakwa perempuan itu dengan kejam. Mereka hanya memperalat perempuan itu dan tidak peduli terhadap nasibnya. Bagi mereka, wanita itu tidak ada harganya dan selayaknya dihukum mati. Sikap para pendakwa ini sangat berbeda dengan sikap Yesus. Yesus menunjukkan sikap keramahanNya dengan menyebut wanita itu secara hormat. Sebutan yang dipakai Yesus disini sama dengan ketika Ia menyebut Maria, ibunya dalam Yoh 19:26, yang dalam terjemahan lain dapat disebut ‘ibu terkasih’. Berbeda dengan para pendakwa yang menghendaki kematian perempuan ini, Yesus dengan belas kasihNya justru ingin menyelamatkan dia. Yesus memikirkan masa depannya. Perkataan Yesus “Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi” merupakan suatu anugerah yang besar bagi perempuan itu, sehingga ia dapat memulai lembaran hidup yang baru. Hal ini berarti bahwa pengampunan yang Yesus berikan adalah sumber kesucian dan permulaan baru untuk hidup menurut segala firman Allah dan melawan dosa. Yesus bukan hanya memberikan syarat-syarat hidup baru itu, tetapi hidup baru itu diberikanNya pula. Yohanes 1:17 “Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus”. Yesus selalu memiliki perhatian yang mendalam tidak hanya mengenai apa yang telah terjadi pada seseorang, tetapi mengenai apa yang bisa terjadi selanjutnya dengan diri orang itu. Yesus tidak hanya melihat masa lalu seseorang tetapi juga memperhatikan masa depannya. Yesus memberikan pengharapan baru, bahkan bagi mereka yang telah terbuang, yang dianggap tidak berguna bagi orang lain. Yesus menghargai setiap kehidupan. Dalam tanganNya hidup yang telah hancur luluh pun dapat diubah menjadi hidup yang baru. 2 Kor 5:17, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang”. Saudara, anugerah Allah tidak hanya menyingkapkan dan mengampuni dosa. Lebih dari itu Allah memberikan pemulihan hidup yang baru. Kalau kita saat ini terbelenggu dalam masa lalu yang gelap, kita merasa hidup sudah hancur dan seolah tidak tertolong lagi, ingatlah bahwa anugerah Allah sanggup membaharui hidup ini. Manusia seringkali mengingat dan mengungkit kegagalan di masa lampau, tetapi Allah merencanakan masa depan bagi kita. Ia menyerahkan nyawaNya mati di kayu salib untuk menyediakan masa depan bagi kita, yaitu hidup kekal yang penuh sukacita dan kemenangan bersama Yesus. Saudara, dalam anugerah Allah kita mendapatkan anugerah hidup yang baru. Saudara, anugerah Allah masih bekerja sampai saat ini. Allah masih mau berbicara untuk menyatakan dosa manusia, Allah masih membuka pintu pengampunanNya bagi setiap manusia yang membutuhkan, dan Allah juga masih berkuasa untuk mengubah kehidupan yang telah hancur karena dosa. Saudara, akan ada saatnya anugerah Allah berakhir, semua kesempatan akan tertutup. Oleh sebab itu sekaranglah saatnya kita membuka hati untuk menerima dan mensyukuri Anugerah Allah itu. Amin. | |