sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Tema               :  SETIALAH!

Teks                 :  Daniel 1:1-21

Penulis              :  Kristanto

Tujuan              :  Meyakinkan jemaat bahwa Allah itu setia kepada anak-anak-Nya dan

                           Allah mau  agar jemaat-Nya pun belajar untuk setia kepada-Nya

Pendahuluan

            Kesetiaan adalah salah satu sikap yang pasti ingin dimiliki setiap orang.  Tetapi sayang, di jaman ini kesetiaan menjadi hal yang sangat langka, mahal, dan sulit untuk didapatkan, baik dalam persahabatan, berpacaran, rumah tangga, bisnis dan juga dalam pelayanan.  Raja Salomo sendiri pernah berkata di dalam Amsal 20:6 “Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?”

Pesimis sekali nampaknya perkataan Salomo itu, tetapi bukankah kita dapat dengan mudah menemukan kebenarannya. Tetapi, bagaimanapun juga sebagai orang percaya kita seharusnya berbeda dengan dunia. Karena itulah sdr, dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, setiap orang percaya hendaknya mampu untuk menunjukkan bukti kesetiaan hidupnya kepada Allah.

Belajar dari perikop yang kita baca tadi kita akan menemukan bahwa setidaknya ada 2 hal yang dapat kita lakukan sebagai bukti kesetiaan hidup kita kepada Allah, yaitu:

 

1.                  Hidup kudus di hadapan Tuhan (ay 8)

Sdr, mengapa Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya?  Mengapa dia tidak mau memakan santapan dan meminum anggur yang biasa diminum oleh raja Nebukadnezar?  Bukankah dia orang asing di Babel yang tentunya harus mengikuti peraturan-peraturan dan perintah-perintah yang ada di negeri Babel?  Sdr, sebelum kita menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita perlu untuk melihat bagaimana situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada saat itu yang harus dialami Daniel.

            Sdr, Daniel hidup pada masa pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda yang kejam dan tidak memiliki rasa takut akan Tuhan.  Pada tahun ketiga pemerintahan Yoyakim, raja Babel yang bernama Nebukadnezar datang untuk mengepung dan menyerang Yerusalem.  Penyerangan terhadap Yerusalem ini dilakukan dalam tiga periode (2 Raj 24:1-25:21) dan penyerangan yang dialami oleh Daniel dan teman-temannya ini merupakan penyerangan yang pertama dari ketiga periode tersebut.  Pada penyerangan pertama ini, Nebukadnezar membawa sebagian dari perkakas-perkakas Bait Allah untuk disimpan ke dalam rumah dewanya sebagai bukti bahwa allah yang dia sembah lebih kuat daripada Allah orang Israel.  Nebukadnezar pun memilih dan membawa ke Babel beberapa orang Israel yang dapat memenuhi syarat-syarat tertentu untuk bekerja dalam istananya.  Tetapi sebelum mereka bekerja, raja terlebih dahulu mendidik dan mengajarkan mereka tulisan dan bahasa orang Kasdim selama tiga tahun.  Dalam kitab Daniel, istilah Kasdim menunjuk pada suatu suku bangsa yang tinggal di bagian selatan negeri Babel atau suatu golongan tertentu yang dianggap sebagai orang-orang bijak dan ahli-ahli ilmu nujum.

            Sdr, pada saat itu Daniel, Hananya, Misael, dan Azarya mau tidak mau harus bersedia untuk dididik serta diajar tulisan dan bahasa orang Kasdim.  Bila kita perhatikan, sepertinya tidak ada salahnya untuk belajar hal ini?  Namun sesungguhnya tujuan diberikannya pendidikan ini adalah untuk melatih mereka agar berpikir dan bertindak seperti orang Babel daripada sebagai orang Israel.  Sdr, ini bukan sekedar masalah penggunaan tulisan atau bahasa, melainkan lebih berkaitan dengan cara pandang yang tidak saleh yang dipakai oleh orang-orang Babel untuk memandang kehidupan.  Tentunya tulisan dan bahasa orang Kasdim memberikan suatu cara pandang yang sungguh-sungguh berbeda dari Hukum Taurat.

            Sdr-sdr, Daniel dan ketiga temannya pada waktu itu berada di bawah tekanan yang sangat kuat.  Mereka menyadari bahwa Allah mendidik mereka melalui firman-Nya dan mereka harus berbakti hanya kepadaNya, namun kesadaran ini diserang sedemikian rupa oleh Nebukadnezar.  Tekanan agar mereka hidup sebagai orang Babel begitu kuat menekan mereka.  Tetapi ditengah-tengah tekanan hidup yang menimpanya, Daniel dan teman-temannya tetap mampu bertahan dan setia kepada Allah.  Mereka membuktikan kesetiaannya kepada Allah dengan cara hidup kudus di hadapan Tuhan.  Sdr, mereka bertekad untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan anggur yang biasa diminum raja karena santapan dan anggur itu telah dipersembahkan kepada dewa-dewa Babel sebelum disajikan untuk dimakan.  Menurut kepercayaan orang Babel, berbuat demikian akan menjamin agar dewa-dewa itu memperkenankan orang yang kemudian makan dan minum santapan dan anggur itu.  Ada penafsir yang mengatakan bahwa jika Daniel dan teman-temannya memakan dan meminumnya, itu dapat dianggap orang seakan-akan mereka juga mengaku dan setia kepada dewa-dewa itu. Karena itu mereka memutuskan untuk tidak memakan dan meminumnya.

            Sdr, tidaklah mudah bagi mereka untuk menolak santapan raja karena raja Nebukadnezar sendiri yang memerintahkan agar mereka diberi makanan itu. Menolaknya berarti tidak setia dan dapat mendatangkan hukuman berat, bahkan hukuman mati atas diri mereka dan orang lain.  Tetapi Daniel dan teman-temannya berani mengambil semua resiko itu sebagai ungkapan kesetiaan mereka kepada Allah dengan kekudusan hidup yang mereka jaga.

Pada suatu hari ada sepasang suami istri yang sedang bertengkar dengan hebatnya, sehingga akhirnya mereka mengambil keputusan untuk bercerai.  Sebelum mengambil keputusan terakhir, atas kesepakatan berdua mereka datang ke pendeta yang dulu memberkati mereka untuk minta nasehat.  Setelah diadakan bimbingan, maka diketahui akar permasalahannya.  Ternyata sepasang suami istri ini, sebelum mendapat pemberkatan nikah di gereja sudah melakukan hubungan intim sehingga menajiskan lembaga pernikahan kudus yang telah digariskan oleh Tuhan.  Meskipun mereka kemudian menjadi suami istri, dosa yang dilakukannya tetap memburu, sehingga tanpa mereka sadari dosa itu menjadi penyebab terganggunya relasi mereka. Dosa itu menjadi trauma bagi mereka berdua.  Trauma ini diungkapkan dalam bentuk saling curiga satu dengan yang lain.  Jika si suami pulang kantor agak lambat, timbul pikiran yang tidak-tidak di benak si istri, demikian pula sebaliknya. Demikianlah ketidakwaspadaan akan kekudusan dapat membawa kita jatuh.

Sdr-sdr, dalam kehidupan sehari-hari, mungkin ada di antara kita yang tidak mampu untuk menjaga kekudusan hidup.  Mungkin kita tidak sama seperti suami istri dalam kisah tadi yang melakukan hubungan sebelum menikah.  Mungkin kita mengaku diri sebagai orang Kristen tetapi hidup kita masih dipenuhi oleh dosa-dosa yang belum ditinggalkan.  Kita mungkin masih mencuri, marah, berbohong, sombong, iri, berontak terhadap orangtua dan lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah.  Ingatlah sdr, Allah itu kudus dan Dia menuntut agar setiap orang yang mengikuti-Nya dapat hidup kudus.  Itulah yang dapat kita lakukan sebagai bukti kesetiaan kita kepada Allah.

 

2.                  Berani bersaksi di hadapan manusia (ay. 11, 18-19)

            Sdr, Allah telah melihat kesetiaan hidup Daniel yang dibuktikan dengan cara tidak menajiskan diri melalui santapan dan anggur dari meja Nebukadnezar.  Allah berkenan terhadap tindakan Daniel ini dan Ia mengaruniakan Daniel kasih sayang dari orang-orang yang ada di sekitarnya.  Dari ayat-ayat yang kita baca tadi  kita dapat melihat bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh Daniel dapat membuat kagum raja Nebukadnezar.  Pada bagian ini tidak kita dapati sikap Daniel yang kasar dan penuh dengan kata-kata yang tidak sopan.  Ia meresponi situasi yang ia alami dengan kerendahan hati dan rasa hormat.  Hal ini ditunjukkan dengan permohonannya kepada pemimpin pegawai istana (ay. 8) dan kepada pegawai istana (ay. 12).

            Sdr-sdr, dalam menunjukkan kesetiaannya kepada Allah, Daniel tidak mempermalukan orang lain dan tidak mengijinkan kata-kata kasar keluar dari mulutnya.  Ia sepertinya dengan sopan menjelaskan situasi yang ia hadapi kepada orang-orang yang  mengawasi dan menjaganya, tentang keinginannya untuk tetap setia kepada Allah yang ia percaya, dan permintaan agar permohonannya itu dapat dikabulkan.  Dari hal ini Daniel memperlihatkan suatu prinsip bahwa kesetiaan yang sejati tidak hanya terlihat dalam ketetapan hati untuk hidup kudus di hadapan Allah saja, tetapi juga terlihat di dalam keberaniannya bersaksi di hadapan manusia.

            Sdr-sdr, setelah masa pendidikan orang-orang muda itu sudah selesai, mereka semua dibawa ke hadapan Nebukadnezar.  Ia menguji mereka semua secara lisan dan didapatinya, bahwa Daniel dan teman-temannya adalah orang yang terpandai dan terbaik di antara mereka sekalian.  Demikianlah Daniel dan teman-temannya diberikan kesempatan bekerja pada raja Nebukadnezar.  Sdr-sdr, Allah memberkati keempat orang muda ini dan memberikan mereka pengetahuan dan kepandaian serta pengertian tentang segala macam tulisan dan hikmat.  Dalam bahasa Ibrani, kata yang digunakan untuk pengetahuan yaitu mada’, yang artinya adalah kemampuan untuk mengerti dan melihat kaitannya dan menarik kesimpulan yang baik dan betul.  Sedangkan kepandaian dalam bahasa Ibrani menggunakan kata syekel yang artinya kemampuan untuk aktif bertindak, sesudah mengerti, memahami dan mengambil keputusan serta merencanakan hal yang baik.  Dari sini kita dapat menyaksikan bagaimana Tuhan telah mengaruniakan berkat-berkatNya kepada Daniel, Hananya, Misael, dan Azarya melalui pengetahuan dan kepandaian.

            Sdr-sdr, firman Tuhan pun berkata bahwa Allah telah memberikan karunia khusus kepada Daniel, yaitu pengertian tentang segala macam penglihatan dan mimpi.  Pengertian yang dimilikinya itu, juga memberikan dia kesempatan untuk bersaksi dan memuliakan Allah kepada Nebukadnezar dan pejabat-pejabat di istananya.  Kita dapat melihat ini dalam Daniel pasal 2, dimana Daniel berhasil mengartikan mimpi Nebukadnezar dengan pengertian yang berasal dari Allah. Daniel dapat menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk bersaksi tentang Allah, baik ketika ia sedang berkata kepada pemimpin pegawai istana dan pegawai istana, maupun ketika ia sedang bercakap-cakap dengan raja Nebukadnezar.  Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila kesetiaan hidupnya kepada Allah dapat menjadi berkat bagi orang lain.  Sdr-sdr, keberanian Daniel bersaksi di hadapan manusia ini merupakan bukti kesetiaan Daniel kepada Allah.

Sdr, Hudson Taylor, seorang misionaris yang sangat terkenal di Tiongkok selalu mengajarkan bahwa seorang petobat baru haruslah bersaksi bagi sesamanya.  Dalam percakapan dengan seorang muda terjadilah suatu percakapan sebagai berikut:

Hudson Taylor : Berapa lamakah engkau menjadi orang Kristen, hai anak muda?

Pemuda            : Tiga bulan.

Hudson Taylor : Berapa banyak orang yang telah engkau menangkan bagi Kristus?

Pemuda            : Oh, aku hanyalah seorang yang sedang belajar!

Hudson Taylor : Anak muda, Tuhan tidak mengharapkan kamu menjadi seorang pengkhotbah yang hebat, tetapi Dia ingin agar kamu menjadi saksi yang setia.  Coba jawab pertanyaanku, kapankah lilin mulai menyala?  Apakah ketika sudah habis terbakar setengahnya?

Pemuda            : Tidak! Segera setelah lilin itu dinyalakan.

Setelah beberapa waktu lamanya, Hudson Taylor akhirnya melaporkan bahwa dalam waktu 6 bulan beberapa teman dan tetangga pemuda itu telah menjadi Kristen sebagai buah kesaksiannya.

Sdr, bagaimanakah dengan kehidupan kekristenan kita sekarang ini?  Apakah kita sudah menghasilkan buah?  Apakah kita sudah memenangkan jiwa orang-orang yang terhilang?  Apakah kita sudah pergi memberitakan Injil kepada keluarga, teman dan tetangga yang belum percaya kepada Kristus?  Apakah kita sudah berani bersaksi di hadapan manusia bahwa Yesuslah Juruselamat manusia?  Sdr-sdr, memang tidak mudah bagi kita untuk bersaksi dan memberitakan Injil karena akan ada tekanan dan hambatan yang menghadang.  Tetapi Allah ingin agar kita terus setia bersaksi dan mengabarkan Injil keselamatan yang telah kita terima kepada mereka yang belum diselamatkan.  Rasul Paulus pernah menulis di dalam Roma 10:14-15 yang berbunyi demikian “Tetapi bagaimana mereka akan dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia?  Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?  Seperti ada tertulis:Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”

            Mari sdr, kita bersaksi kepada setiap orang bahwa Yesuslah satu-satunya Juruselamat manusia yang telah datang untuk menebus dosa setiap orang.  Dan marilah kita dengan tekun terus bersaksi sebagai bukti kesetiaan hidup kita kepada Allah.

 

Penutup

            Sdr-sdr, hidup kudus di hadapan Allah dan berani bersaksi di hadapan manusia merupakan dua hal yang dapat kita lakukan sebagai bukti kesetiaan hidup kita kepada Allah.  Ini memang merupakan suatu hal yang cukup sulit untuk dilakukan. Tetapi marilah kita dengan setia terus berusaha untuk belajar menerapkan kedua hal ini dalam kehidupan sehari-hari kita.  Yakinlah bahwa Roh Kudus akan selalu menyertai, membimbing, dan memampukan kita untuk hidup kudus di hadapan Allah dan memberikan keberanian untuk bersaksi di hadapan manusia. Amin.