| |
KESATUAN UMAT TUHANNats : Yohanes 17:20 – 23 Penulis : Ev. Christian Sulistio Tujuan : Mengajarkan jemaat Tuhan untuk melihat pentingnya kesatuan umat Tuhan, sehingga mereka boleh ikut mengambil bagian dalam mewujudkan kesatuan itu.
PendahuluanSaudara-saudara, di dalam dunia teologi kita mengenal istilah monergisme, bagi sebagian kita mungkin istilah ini terasa asing, saudara, istilah ini sebenarnya mempunyai arti “Allahlah yang semata-mata berkarya untuk keselamatan manusia”. Biasanya istilah ini disandingkan dengan kata lain yang mungkin lebih tidak asing bagi kita yaitu sinergisme. Sinergisme berarti “Allah bekerja sama dengan manusia untuk mencapai keselamatan manusia”. Jadi yang satu menunjuk bagaimana Allah sendiri sebagai satu-satunya yang berkarya, sedang yang satu lagi menunjuk pada kerja sama antara Allah dan manusia. Tetapi mungkin saudara melihat ada perbedaan arti antara istilah sinergisme tadi dengan istilah sinergi yang biasa dipakai pada umumnya, dan memang demikian, istilah sinergi lebih menunjuk pada “suatu jumlah keseluruhan yang lebih besar dari bagian-bagiannya”, dan pengertian ini jugalah yang dipakai oleh Stephen Covey dalam bukunya yang terkenal “Seven Habits”. Contohnya jika seorang pria dan wanita bersatu di dalam suatu pernikahan, maka yang terwujud adalah suatu entitas baru yang disebut keluarga, keluarga ini memiliki hak, pengalaman dan kekuatan yang lebih daripada sekedar kumpulan dua orang. Contoh lain misalnya organ-organ tubuh seperti mata, jantung, paru-paru, hati, otak, dan lain-lain, semua organ itu jika bergabung bersama akan membentuk suatu sinergi yang kekuatannya lebih dari sekedar kumpulan organ, yaitu suatu entitas baru yang disebut manusia, manusia yang sadar, dapat berpikir, bahkan berkomunikasi dan berhubungan dengan manusia lain. Maka jelaslah bahwa pusat perhatian penggunaan istilah sinergi ini adalah bagaimana melihat sinergi yang terbentuk dari suatu kesatuan. Dan kita juga dapat melihat betapa luar biasanya arti dari kesatuan itu, karena membentuk suatu sinergi. Di dalam bagian ini kita melihat bahwa Tuhan Yesus berdoa untuk kesatuan daripada murid-murid-Nya yang percaya kepada pemberitaan para Rasul. Hal ini jelas terlihat di dalam ayat 21 di mana Ia mengatakan: “supaya mereka semua menjadi satu,” kemudian ayat 22 “supaya mereka menjadi satu,” dan ayat 23 “supaya mereka sempurna menjadi satu.” Tuhan Yesus berdoa bagi kesatuan umat-Nya, dan kesatuan ini kemudian menjadi sinergi yang luar biasa berpengaruh dalam dunia. Inilah doa Yesus sebagai Imam Besar dan saya kira inilah juga yang menjadi harapan Yesus bagi umat-Nya sampai sekarang. Di dalam doa ini kita dapat melihat ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan mengenai kesatuan umat Tuhan, dan mari sebagai umat Tuhan kita memperhatikannya:
1. Wujud Kesatuan. Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, ada sebagian orang berpendapat bahwa kesatuan di dalam bagian ini bukan kesatuan secara organisasi, alasan mereka karena tidak mungkin organisasi gereja dan organisasi Kristen lainnya itu bersatu. Tetapi jika kita melihat bagaimana dikatakan bahwa kesatuan ini adalah kesatuan yang dapat disaksikan oleh dunia (dalam hal ini orang-orang yang di luar Kristus, ayat 21 dan 23), maka mestinya ini justru termasuk kesatuan dalam hal organisasi. Bukankah kesatuan dalam hal organisasi inilah yang paling mudah terlihat oleh orang-orang yang belum percaya! Apalagi kalau kita melihat bahwa pada waktu konsumasi nanti (kedatangan Kristus kembali), seluruh umat Tuhan akan berada di bawah pemerintahan Yesus Kristus, jadi dari perspektif ini tidak salah kalau kita mengatakan bahwa ada aspek kesatuan organisasi di dalam kesatuan umat Tuhan. Saudara-saudara, memang dalam kenyataannya kita sering mendengar bahwa orang-orang yang pertama kali percaya bingung ketika harus memilih gereja, karena memang ada begitu banyak gereja yang berbeda-beda. Belum lagi ditambah fenomena bagaimana perpecahan gereja-gereja dan organisasi-organisasi sering menjadi cemoohan bagi orang-orang dunia. Saudara, sebenarnya memang bentuk organisasi gereja tidak dijelaskan dengan gamblang di dalam Alkitab, sehingga memang apapun bentuk organisasi tersebut apakah episkopal, kongregasional, presbiterian, atau presbiterian sinodal sebenarnya lebih bergantung pada kesepakatan kita dan yang terbaik bagi gereja Tuhan. Sedangkan masalah utama yang harus menjadi perhatian kita adalah mengenai dasar dari wujud kesatuan organisasi gereja itu. Wujud kesatuan ini jika dilihat dari dasarnya atau polanya, akan terlihat seperti kesatuan Bapa dan Anak (ayat 21 dan 22), maka tidak heran kalau kesatuan ini sering disebut “kesatuan kasih”. Kasihlah yang diwujudnyatakan dalam perbuatan-perbuatan di tengah komunita Kristen. Dan sebagaimana Bapa mengasihi Anak dan Anak mengasihi Bapa, maka haruslah kita saling mengasihi. Kita akan melihat landasan kesatuan ini sebagai hal kedua dalam pembahasan kita.
2. Landasan Kesatuan Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan, pada ayat 21 kita menemukan bahwa landasan kesatuan itu adalah dalam kesatuan Bapa dan Anak. Juga di dalam ayat 22 yang mengatakan: “supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Saudara, pola kesatuan orang-orang Kristen adalah kesatuan Bapa dan Anak, dan sebenarnya jika kita melihat secara keseluruhan dari Injil Yohanes, maka hal itu akan menunjuk pada kesatuan Allah Tritunggal. Di dalam diri Allah sendiri Allah Bapa mengasihi Anak dan Anak mengasihi Bapa. Di dalam mereka sendiri ada suatu persekutuan antara Bapa, Anak dan Roh Kudus. Mari kita melihat implikasi-implikasi yang ada dari landasan Trinitarian ini: Yang pertama, dalam penciptaan (creation), Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Allah yang merupakan pola dari penciptaan manusia itu sendiri adalah Allah yang bersekutu, maka manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah juga adalah manusia yang perlu bersekutu dengan sesama manusia. Ia menciptakan manusia sebagai makhluk yang perlu bersekutu dan mengasihi, karena Allah yang menciptakan manusia itu adalah Allah yang saling mengasihi dan Allah yang saling bersekutu (koinonia). Dengan kata lain sebenarnya kita dapat melihat bahwa Allah memang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak pernah cukup di dalam dirinya sendiri. Inilah yang kita lihat pada waktu Hawa mau diciptakan, bahwa Adam tidak dapat berdiri sendiri, dia perlu rekan dan penolong yang sepadan. Yang kedua, dalam penebusan (redemption), pada waktu Allah membangun komunita Kristen Ia membangunnya sebagai tubuh Kristus, yaitu komunita yang memiliki banyak anggota tetapi sebenarnya satu tubuh. Allah juga membentuk bagaimana masing-masing anggota tubuh itu saling membutuhkan satu dengan yang lain, anggota-anggota tubuh tersebut tidak dapat hidup mandiri masing-masing, lepas dari anggota-anggota tubuh yang lain. Akibat adanya anggota-anggota tubuh yang berbeda ini ada pula perspektif-perspektif (perspektif maksudnya adalah cara memandang sesuatu) yang berbeda-beda di dalam masalah pengetahuan. Sebagaimana di dalam Allah ada satu perspektif tunggal yaitu perspektif Allah tetapi Ia juga memiliki perspektif-perspektif sebagai pribadi-pribadi yang berbeda-beda. Ada perspektif Allah Bapa, perspektif Anak, dan perspektif Roh Kudus. Dengan kata lain ada keberagaman perspektif di dalam diri Allah meski ada pula perspektif tunggalnya. Dengan demikian sebagai anggota tubuh Kristus kita mengakui adanya keberagaman perspektif di dalam tubuh Kristus dan hal itu adalah sah meski kadang-kadang kita tidak dapat melihat bagaimana menggabungkan kedua perspektif ini, bahkan kadang ada dua kubu besar yang saling berbeda secara prinsip, misalnya dalam hal Calvinisme dan Armenianisme. Tetapi karena kita terdiri dari banyak anggota tubuh. Ini berarti bahwa tidak ada satu perspektif di dalam tubuh Kristus yang dapat mengklaim memiliki seluruh kebenaran Kekristenan. Sebaliknya perspektif- perspektif tersebut harus belajar terbuka kepada perspektif yang lain. Jadi tradisi Reformed harus belajar kepada tradisi Armenian demikian pula sebaliknya, dan demikian pula dengan tradisi-tradisi yang lainnya. Dari uraian tentang landasan kesatuan ini kita sebenarnya dapat melihat bagaimana pentingnya landasan kasih tersebut, dan landasan ini akan terus diuji dengan berbagai kecenderungan dosa manusia yang selalu menghambat kesatuan umat Tuhan. Saudara-saudara, sejarah mencatat bagaimana sejak zaman “Pencerahan” yang mencapai puncaknya pada diri Imanuel Kant, subyek pengetahuan yaitu “Aku” yang mengetahui telah diangkat begitu tinggi melebihi komunita, sehingga kecenderungannya adalah menjadi individualistis. Sikap semacam ini masuk juga dalam dunia rohani dan teologi, kita melihat bagaimana orang merasa tidak perlu orang lain (other mind) untuk mengetahui. Cukup rasioku, pengalamanku, intuisiku, persepsiku, untuk menentukan benar atau salah. Dengan cara ini kita memutlakan perspektif kita sendiri. Dan hal inilah yang menjadi penghambat di dalam kesatuan umat Tuhan. Saya yang benar, orang Kristen yang lain salah. Padahal orang-orang sekarang mengetahui bahwa subyek yang mengetahui tidak pernah lepas dari tradisi komunitanya dan dari paradigma komunitanya, sehingga sebenarnya harus diakui bahwa adalah terlalu berani jika seseorang memutlakan perspektifnya sendiri. Hal lain yang dapat kita lihat sebagai penghambat adalah iri hati terhadap karunia yang dimiliki oleh rekan-rekan anggota tubuh yang lain. Saudara-saudara sebenarnya kita iri karena kita membutuhkan pengakuan dari orang lain. Kita tidak suka kalau ada banyak orang yang lebih senang berteman dengan si “anu” dibandingkan dengan kita, kita tidak suka kalau rekan kita yang malah dipuji dan bukan kita. Kita haus pengakuan terhadap diri kita. Bahkan kita kadang-kadang lupa tempat yang Tuhan berikan kepada kita, kita protes kenapa yang lain punya kemampuan lebih, kenapa bukan saya saja, sehingga kita menyikut kiri kanan dan menginjak di bawah, mendongkel di atas agar kita sendiri dapat maju. Di dalam situasi seperti ini adalah cukup baik untuk memaparkan pandangan Covey tentang relasi. Ia mengatakan bahwa relasi paling rendah tingkatannya adalah relasi antar manusia yang dependent, relasi di mana yang seorang selalu bergantung pada orang lain. Relasi yang lebih baik lagi adalah relasi independent, yaitu relasi di mana orang itu mandiri. Tidak perlu orang lain. Tetapi relasi yang lebih baik lagi adalah relasi interdependent, relasi yang saling bergantung, tetapi yang terdiri dari orang-orang yang mandiri, dan juga yang merupakan relasi yang juga saling menguatkan. Kita perlu masuk ke dalam relasi tahap ketiga ini, dan kiranya relasi yang demikian tetap boleh diarahkan oleh suatu landasan kesatuan yang Kristiani yaitu landasan kasih, dan itulah keunikan kesatuan umat Tuhan yang sejati.
3. Tujuan Kesatuan. Saudara-saudara yang terkasih, jika kita melihat ayat 21 dan ayat 23 maka jelas bahwa tujuan kesatuan itu adalah: “supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang mengutus Aku.” Kemudian, “agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.” Jadi sebenarnya kesatuan ini pun memiliki nilai apologetika. Kesatuan umat Tuhan untuk memperlihatkan bahwa Tuhan Yesus memang diutus Allah Bapa. Dengan kata lain orang dunia berhak untuk menilai apakah benar Yesus diutus Allah melalui kesatuan umat-Nya. Pada masa pascamodern ini orang lebih banyak percaya kepada kebenaran-kebenaran yang kecil dan bukan kepada Kebenaran Tunggal. Termasuk dalam hal ini adalah kebenaran Kekristenan. Kekristenan termasuk salah satu kebenaran (meski kita percaya bahwa Allah adalah kebenaran yang tunggal itu). Sehingga yang muncul adalah berbagai perdebatan yang kadang bahkan terkesan konyol dan tak berarti, inilah tantangan zaman ini. Pada masa seperti ini apologetika dengan argumentasi kadang-kadang kurang efektif (bukan salah atau tidak efektif), orang sering berbicara mengenai kebenaran dengan cara melihatnya di dalam praktek komunita yang mengatakan tentang kebenaran tersebut, dan itu berarti saatnya demonstrasi keunikan umat Tuhan. Yaitu suatu umat yang memiliki wujud kesatuan yang nyata, dengan landasan kasih dan pewujudnyataan ini akan menarik banyak orang untuk melihat kepada Kristus Sang Kebenaran itu sendiri. Itulah tujuan kesatuan Kristen yang didoakan oleh Kristus.
PenutupSaudara-saudara, karena itulah pada akhir khotbah ini saya menantang kita sekalian, biarlah kita sebagai anak-anak Tuhan mewujudnyatakan kesatuan itu di dalam kehidupan kita. Belajar menghargai perspektif orang lain dan belajar menghargai karunia yang Tuhan sudah berikan kepada orang lain (rekan yang lain), dan dengan kasih kita hidup bersama sebagai anak-anak Tuhan yang adalah kasih. Kiranya doa Tuhan Yesus ini terwujud di dalam kehidupan kita sebagai pengikut-pengikut-Nya. AMIN
============================================== | |