sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

MIMBAR GEREJA 1      MIMBAR GEREJA 2      MIMBAR GEREJA 3

MIMBAR GEREJA 4      MIMBAR GEREJA 5      MIMBAR GEREJA 6

                                                                                             MIMBAR GEREJA 7      MIMBAR GEREJA 8     MIMBAR GEREJA 9

     MIMBAR GEREJA 10    MIMBAR GEREJA 11    MIMBAR GEREJA 12   

   MIMBAR GEREJA 13    MIMBAR GEREJA 14   MIMBAR GEREJA 15

 

HATI-HATI – KEMUNAFIKAN  !!!

Nats     : Matius 6 : 1 – 2, Matius 15 : 7 – 9,  Lukas 12 : 1 – 3

Penulis  : Lyantin

Tujuan  : Mengajarkan jemaat untuk menjauhi sikap hidup yang munafik, dan belajar untuk hidup dengan terbuka di hadapan Tuhan sebagai terang.

 

Pendahuluan

            Saudara-saudara, bila kita membeli suatu barang atau makanan, seringkali pada kemasan pembungkusnya terdapat peringatan “Awas barang tiruan!”.  Mengapa tulisan itu perlu dicantumkan? Ya, tidak lain karena produsen tidak ingin konsumennya tertipu dengan produk palsu yang nampaknya  serupa tapi tidak sama. Saudara, bila sejenak kita perhatikan benda-benda disekitar kita, bahkan yang melekat pada diri kita, perhatikan: adakah benda-benda imitasi; mungkin itu rangkaian bunga plastik di meja, perhiasan imitasi yang kita pakai, merk baju atau parfum tiruan yang kita pakai.  Memang di dunia ini banyak sekali pemalsuan.  Apa saja bisa dibuat tiruannya.  Bahkan makanan pun ada tiruannya seperti daging sintetis yang terbuat dari tepung.  Dan tragisnya saudara,  di dunia ini juga banyak manusia imitasi yaitu orang-orang yang hidup secara palsu.  Mereka tidak menampilkan diri mereka yang sebenarnya, melainkan menutupinya dengan hal-hal yang membuat mereka terkesan sebagai orang baik dan terhormat.  Hal-hal yang biasa dijadikan topeng mereka adalah agama.  Orang-orang seperti inilah yang biasanya disebut sebagai orang munafik.

            Saudara-saudara, ditengah dunia yang penuh kepalsuan ini, Tuhan memanggil umatNya untuk meninggalkan kemunafikan, karena hal itu tidak dikehendaki Tuhan. Tetapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan “munafik”: Kata munafik berasal dari bahasa Yunani hypokrites yang pada awalnya merupakan istilah di dunia theater, yaitu menunjuk seorang aktor yang bermain sandiwara,  aktor tersebut memakai kedok yang berbeda untuk setiap peran yang dimainkan.  Kata ini mempuntai arti yang baik pada mulanya, tetapi berangsur-angsur kata tersebut dipakai untuk melukiskan orang yang bermuka dua, orang yang berpura-pura dalam hidup dan kemudian disebut munafik.  Kata ini juga dikenakan kepada seseorang yang menjauh dari Allah, orang fasik, orang kafir atau orang durhaka (LXX dari bahasa Ibrani Hanep).

            Orang-orang munafik tidak hanya ada pada saat ini, bahkan mungkin sejak manusia jatuh dalam dosa, sifat munafik manusia telah ada, perhatikan Kej 3:8-11, ketika Adam dan Hawa menyemat daun pohon Ara untuk menutupi ketelanjangan mereka dihadapan Allah, bukankah ini juga bagian dari sifat kemunafikan manusia.  Dalam Injil Synoptik Tuhan Yesus sering berkonfrontasi dengan orang-orang munafik.  Mereka adalah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, para pemimpin dan tokoh-tokoh agama Yahudi. Melalui kejadian ini kita dapat melihat sikap seseorang yang bagaimana yang menyebabkan Tuhan menyebut dia orang munafik.  Sedikitnya ada tiga sikap yang menyebabkan seseorang disebut munafik:

           

1. Sikap yang tidak tulus (Matius 6:1-2)

            Saudara, berbicara tentang ketulusan seseorang, sebenarnya berkaitan dengan motivasi atau itikadnya. Ketika Tuhan Yesus meyebut orang ‘munafik’, Tuhan lebih melihat pada motivasi yang ada dalam hati orang tersebut bukan pada perbuatannya. Karena perbuatan itu lahir dari motivasi. Dan dari ayat tadi Tuhan Yesus menyebutkan dengan jelas bahwa motivasi orang-orang munafik dalam melaksanakan kewajiban agamanya hanyalah agar dilihat orang.  Harapan mereka adalah mendapatkan pujian dan dianggap sebagai orang saleh.  Ibadah yang mereka lakukan bukan ditujukan kepada Allah melainkan untuk mendapat penghormatan manusia bagi diri sendiri.  Dengan demikian mereka mendapatkan apa yang mereka harapkan, namun disisi lain mereka kehilangan  upah sejati dari Allah.  Ibadah seperti ini adalah ibadah yang sia-sia, tidak berguna.

            Bagi orang munafik penilaian manusia adalah segala-galanya.  Sedangkan Allah jauh dari pertimbangan mereka.  Oleh sebab itu mereka dengan sengaja berpura-pura dan melakukan banyak kebohongan agar mereka populer dan tetap dikagumi. Kita ingat sikap orang Farisi yang berdiri di persimpangan jalan, menggembar-gemborkan bila memberi sedekah dan bermuka muram supaya semua orang tahu bahwa mereka berpuasa.  Mereka suka tempat yang terbaik pada pesta-pesta dan kursi istimewa di rumah ibadah .  Mereka senang dihormati di pasar dan dipanggil “Bapak Guru” (Mat 6:2,5,16; 23:5-7).

            Tuhan Yesus menghendaki para pengikut-Nya menghindari sikap “pamer” seperti itu.  Mereka hendaknya menjalankan kewajiban agama dalam kerendahan hati, serta dengan motivasi yang tulus semata-mata sebagai wujud ungkapan kasih dan penyembahan kepada Allah.  Maka Allah yang melihat yang tersembunyi akan membalaskannya kepada mereka. (Matius 6:5b).

 

Aplikasi

            Saudara-saudara, bukankah dalam kehidupan ibadah kita, seringkali kita juga berlaku munafik? Sebagai aktivis, betapa bangganya bila kita menduduki posisi yang penting di komisi yang kita pegang atau dalam kegiatan-kegiatan kepanitiaan di gereja.  Namun betapa tersinggungnya kita, bila tidak dilibatkan dalam pengambilan suatu keputusan penting atau bila pendapat kita tidak didengarkan.  Demikian juga dalam memberi persembahan, alangkah senangnya bila nama kita terpampang dalam warta jemaat dan kita dikenal sebagai donatur gereja, boss gereja.  Namun bila kita tersinggung atau kurang dihargai , kita menghentikan pemberian kita.  Saudara-saudara, bila kita merasakan hal-hal itu, mari kita bertanya kepada diri sendiri, “Sebenarnya untuk apa dan untuk siapakah saya melakukan semua itu?”.  Hanya Saudara sendirilah yang bisa menjawabnya.  Namun Tuhan mengingatkan kita bahwa tanpa motivasi yang tulus, semua yang kita lakukan sia-sia.

 

2. Sikap yang tidak berintegritas (Matius 15:7-9)

            Integritas merupakan sisi lain dari kejujuran.  Integritas meliputi semua yang kita lakukan dengan seluruh keberadaan kita yaitu perkataan, motivasi dan tindakan kita.  Seorang Kristen yang imannya dewasa, akan menjalankan hidupnya dalam integritas baik di dalam hati maupun secara lahiriah, baik secara pribadi maupun di depan umum.

            Saudara, dalam ayat tadi Yesus mengutip nubuat nabi Yesaya (Yesaya 29:13) yang ditujukan kepada bangsanya yang munafik.  Yesus memakainya untuk mengecam orang-orang Farisi dan ahli Taurat, karena mulut mereka mengatakan puji-pujian akan kebesaran Allah, namun hati mereka tidak sungguh-sungguh mengasihi Allah.  Mereka berkata ingin menyenangkan Allah, tetapi perbuatan mereka justru menentang FirmanNya.  Dengan sengaja mereka mengganti Firman Tuhan dengan peraturan-peraturan ciptaan mereka sendiri, peraturan ibadah yang hanya menekankan hal lahiriah.  Ibadah yang mereka lakukan menjadi sekedar formalitas belaka, dan ibadah seperti ini adalah sia-sia dan dibenci  Allah. 

            Peraturan-peraturan itu mereka ajarkan seolah-olah itu adalah perintah Allah.  Dalam perintah itu mereka menekan pengikut mereka dengan kewajiban-kewajiban agama yang berat.  Namun celakanya mereka sendiri tidak melakukannya.  Dengan berbagai dalih dan taktik yang licik mereka menghindarinya, bahkan mengambil keuntungan pribadi melalui penipuan dan kebohongan-kebohongan yang mereka lakukan.  Dengan demikian tidak ada kesesuaian antara apa yang mereka katakan dengan yang mereka lakukan.  Mereka hanya mengajar orang, tetapi tidak melakukan.  Sikap seperti ini yang membuat Tuhan Yesus mengecam mereka sebagai orang munafik.

 

Ilustrasi

            Saudara-saudara, ada seorang Bapak yang baru mengaku kepada keluarganya telah melakukan affair dengan wanita lain setelah lima belas tahun.  Betapa terkejut keluarganya, karena selama ini mereka menganggap dia sebagai suami yang setia dan bapak yang baik dan bertanggungjawab.  Bahkan dia adalah seorang majelis teladan di gerejanya.  Saudara mengapa hal ini bisa terjadi?  Hal ini terjadi karena bapak tersebut begitu pandai menutup keadaan dirinya yang sebenarnya.  Ia berhasil memainkan sandiwaranya dan layak mendapat ‘piala Oscar’.

            Agama dan kegiatan rohani, sering dipakai orang untuk menutup kedoknya.  Bagi mereka agama tidak ada pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.  Dengan kata lain mereka memisahkan agama dan kehidupan sebagai dua dunia yang berbeda namun mereka hidup dalam keduanya.  Bagi orang yang munafik dalam hal-hal agama; agama bergantung pada tempat dan waktu.  Hanya selama di gereja, mereka beribadah, menyembah dan melayani Tuhan.  Tetapi ketika melangkah meninggalkan pintu gereja, mereka meninggalkan topeng mereka dan hidup sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah.

 

Aplikasi

            Saudara, mungkin kita menjumpai orang-orang seperti itu di sekitar kita, bahkan mungkin kita sendiri seperti itu.  Setiap Minggu kita datang beribadah, menyembah dan melayani Tuhan, tetapi sebenarnya hati kita telah jauh dari Tuhan.  Kita banyak mengerti kebenaran Firman Tuhan, tetapi tidak melakukannya, bahkan dengan sengaja melanggarnya.  Dengan mulut kita katakan ingin menyenangkan Tuhan, tetapi perbuatan kita menyakiti hati Tuhan.  Saudara-saudara, Tuhan tidak berkenan dengan sikap seperti ini.  Mari kita menjadi orang Kristen yang memiliki integritas hidup; apa yang kita katakan itu yang kita lakukan dan apa yang kita mengerti itu yang kita perbuat sesuai dengan iman kita.  Yakobus 1:22, menasehati kita “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja, sebab jika tidak demikian kami menipu diri sendiri”.

 

3.  Sikap yang tidak takut akan Tuhan (Lukas 12:1-3)

            Bila kita melihat keseluruhan perikop dari Lukas 12:1-12, termasuk pengajaran Tuhan kepada murid-muridNya mengenai takut akan Allah lebih dari takut akan manusia, di sini Yesus memperingatkan mereka untuk waspada terhadap “ragi” yaitu kemunafikan orang-orang Farisi. 

            Pada dua poin di muka kita telah melihat tentang kemunafikan orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat.  Kemunafikan yang didasari oleh motivasi kepentingan pribadi.  Dan untuk mencapai maksud itu, mereka mengabaikan Firman Tuhan, memanipulasi bahkan menggantinya dengan hasil pemikiran mereka sendiri.  Dengan berani mereka mencuri kemuliaan Allah dan melakukan berbagai kejahatan dan kebohongan untuk mengelabuhi orang lain, karena bagi mereka penerimaan manusia lebih penting dari pada Allah.  Dengan kemunafikannya mereka mengira dapat membohongi manusia dan juga Allah.  Namun hal ini sia-sia, tidak ada seorangpun dapat berbohong dihadapan Allah. “Tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui.  Karena apa yang kamu katakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kamu bisikkan ketelinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah” (Lukas 12:2-3).

            Yesus mengecam beberapa dosa lebih keras dari  dosa yang lain.  Dosa yang paling sering dikecam bukanlah pembunuhan, perzinahan atau pencurian, melainkan kesombongan, ketidakpedulian dan terutama kemunafikan.  Kemunafikan adalah dosa yang paling dikutuk Yesus dengan cara yang pedas.  Yesus mengecam mereka dengan mengatakan “Celakalah kamu hai orang-orang munafik!”.  Orang munafik disamakan dengan orang fasik, orang durhaka, orang kafir yang menolak Allah.  Tampaknya bagi Yesus dengan berbuat demikian kita seolah sengaja menipu dan mempermainkan Allah.

            Kebiasaan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat hidup dalam kemunafikan telah membutakan mata mereka terhadap kenyataan kehadiran Allah ditengah-tengah mereka.  Mereka lupa bahwa Allah yang maha kuasa sanggup menyingkapkan topeng untuk menembus jauh kedalam persembunyian hati mereka.  Mereka juga lupa bahkan mungkin sengaja tidak peduli bahwa Allah yang maha kuasa sanggup menyeret mereka ke kursi pengadilan dan melemparkan mereka kedalam neraka (Luk 12:5).  Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka tidak mungkin lolos dari hukuman neraka dan mereka akan dihukum lebih berat dari pada orang lain (Matius 23:14, 33).  Jika demikian Saudara, maka nasehat Tuhan Yesus terhadap bahaya kemunafikan perlu ditanggapi dengan serius.  Kita tidak boleh meremehkan dosa yang satu ini dan menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa atau wajar.

Aplikasi

            Saudara-saudara yang terkasih, Tuhan Yesus memperingatkan murid-muridNya untuk waspada terhadap kemunafikan.  Kalau murid-murid Yesus saja diperingatkan, hal ini berarti setiap orang sangat rentan untuk berbuat munafik, termasuk kita.  Pada saat kita sendirian, siapakah diri kita di hadapan Tuhan ? Apakah yang sedang kita lakukan dan pikirkan, maksud-maksud apakah yang terkandung dalam hati kita ?  Saudara, mungkin tidak ada seorang pun yang tahu; tetapi jangan kita lupa, selalu ada sepasang mata yang mengawasi kita, yaitu mata Allah yang tidak pernah terpejam.  Terhadap Allah yang maha kuasa dan maha tahu inilah sebenarnya kita harus takut.  Rasa takut dalam pengertian menghormati otoritasNya sebagai Hakim dan pengetahuan-Nya atas kita.  Rasa hormat karena kemahatahuanNya dan menyadari tanggung jawab kita kepadaNya, dan itu akan menuntut kita untuk hidup terbuka dihadapan Allah dan manusia, tidak ada sesuatu yang disembunyikan (transparan).

           

Penutup

Saudara-saudara sekalian, jangan kita lupa walaupun Allah mengenal seluruh keberadaan kita, namun Dia juga Allah yang penuh kasih yang selalu mau menerima kita apa adanya.  Kita tidak perlu berpura-pura menjadi orang baik dan orang benar dihadapan Allah.  Dia adalah sahabat semua orang berdosa.  Kita semua mungkin telah melakukan kemunafikan dan menyembunyikan banyak dosa yang belum kita akui di hadapan-Nya.  Saudara, tidak ada gunanya mempertahankan kepura-puraan kita dihadapan Allah.  Kemunafikan kita hanya akan menghalangi anugerah pengampunan Allah dan membiarkan hukuman Allah tersedia bagi kita.  Ia lebih suka kita menjadi seorang berdosa yang berterus terang dan jujur dari pada menjadi seorang yang berpura-pura baik dan tidak tulus. 

Saudara-saudara, mari kita berhenti dari kemunafikan.  Kemunafikan hanya akan membuat hidup tidak tenang dan diburu rasa bersalah.  Allah menghendaki kita hidup dalam ketulusan, integritas dan takut akan Dia.  Itulah pengikut Kristus yang sejati.

AMIN

=================================================