sumber kristen

 www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

KARAKTER IBADAH YANG BENAR

Nats     : Keluaran 23 : 14 - 19

Penulis  : Meydi Garing

Tujuan  : Mengajarkan jemaat untuk mengerti dan memiliki karakter ibadah yang benar, sebagai salah satu kunci untuk menghasilkan kehidupan Kristen yang berkualitas.

 

Pendahuluan

Saudara, ada sebagian orang Kristen yang memisahkan ibadah mereka dengan kualitas kehidupan mereka sehari-hari.  Padahal sebenarnya kedua hal itu saling berkaitan erat.  Semakin benar karakter ibadahnya, semakin baik kualitas hidup orang itu.  Jadi ibadah sebenarnya adalah kualitas hidup kita sehari-hari, yang lahir dari sikap hati kita yang sungguh-sungguh mau menjalankan ibadah itu bagi kemuliaan Tuhan. 

Saudara, ada seorang Ratu Kristen dari dataran tinggi Nairobi, Kenya, yang cukup rajin beribadah.  Suatu kali, ia menerima seorang anak muda untuk dipekerjakan sebagai pelayan rumah.  Hari demi hari berlalu tanpa disadari sang Ratu, bahwa pemuda ini selalu memperhatikan gerak geriknya sebagai orang Kristen.  Dalam hidup sehari-harinya, Ratu itu suka membentak-bentak pelayannnya, berlaku kejam dan curang, serta masih banyak lagi kekurangan lainnya.  Intinya, Ratu itu tidak menunjukkan kualitas hidup sebagai orang Kristen.

Sesudah tiga bulan, pemuda pelayan rumah ini menghadap sang Ratu dengan maksud meminta diri untuk pindah kerja kepada seorang Syekh yang tinggal di dekat rumah sang Ratu.  Dan ketika ditanya alasannya, pemuda itu menjawab: “Maaf Ratu, saya sebenarnya hanya ingin memutuskan apakah saya akan menjadi seorang Kristen atau Muslim.  Itulah sebabnya saya bekerja tiga bulan pada Ratu, dan selanjutnya bekerja tiga bulan lagi pada Syekh itu.” 

Pada waktu mendengarkan jawaban tersebut, sang Ratu hanya dapat berkata dengan lemah, “Mengapa kamu tidak mengatakan hal itu dari awal?” 

Saudara, saat ini ada orang Kristen yang seperti Ratu itu.  Ia hanya menunjukkan kualitas hidup yang baik sejauh ia diberitahu bahwa ia sedang dinilai.  Apabila tidak, ia tidak akan berusaha untuk menghasilkan kehidupan Kristen yang benar-benar berkualitas.  Padahal tanpa disadari, dunia sedang memperhatikan orang-orang Kristen.  Mereka ingin melihat teladan Kristus di dalam hidup setiap orang Kristen. Tetapi seringkali mereka harus kecewa melihat kehidupan orang Kristen. Saudara, bagaimana caranya agar kita bisa menghasilkan kehidupan Kristen yang berkualitas? Melalui bagian Firman Tuhan yang kita baca pagi ini, kita dapat mempelajari bahwa salah satu kunci untuk menghasilkan kehidupan Kristen yang berkualitas adalah memiliki karakter ibadah yang benar.  Nah, karakter ibadah yang bagaimana yang dapat disebut sebagai karakter ibadah yang benar?

 

1.  Ibadah yang kudus (Ayat 15 & 18)

Saudara, ibadah bukanlah sesuatu yang dilakukan untuk kita atau demi kita, melainkan sesuatu yang dilakukan oleh kita, untuk Tuhan.  Ketika kita beribadah, kita mengakui siapa diri kita dan siapa Allah.  Kita hanyalah ciptaan, dan Allahlah Penciptanya.  Dengan demikian ibadah merupakan suatu kewajiban yang diberikan oleh Pencipta untuk dilakukan oleh ciptaan-Nya.

Apa yang dituturkan dalam Kitab Keluaran sebenarnya menggambarkan bagaimana Allah Sang Pencipta secara mendalam melibatkan diri dalam hubungan pribadi dengan umat-Nya.  Fakta terbesar yang harus diingat bangsa Israel adalah bahwa mereka memiliki hubungan ketergantungan di hadapan Allah.  Mereka ada karena Allah, mereka ada untuk Allah; karena Allahlah yang telah melepaskan mereka dari perbudakan; Ia yang telah memelihara mereka dengan makanan, Ia yang memberi mereka anggur, minyak, susu, madu dan berbagai kenikmatan lainnya, di luar semua yang mereka bisa minta atau pikirkan.  Untuk mencegah terlupakannya fakta inilah maka Allah menginginkan mereka memelihara perayaan demi perayaan yang ditetapkan Allah sebagai satu wujud ibadah kepada Allah.  Ibadah yang mengandung karakter ibadah yang benar, sehingga Israel dapat menghasil-kan suatu kehidupan yang berkualitas di tengah-tengah bangsa kafir yang tidak mengenal Allah.

Saudara, tiga kali setahun Allah memerintahkan bangsa Israel menghadap hadirat-Nya melalui perayaan-perayaan yang ditetapkan Allah. Dan yang pertama adalah Hari Raya Roti Tidak Beragi.  Ketika Allah melepaskan bangsa Israel dari Mesir, Ia melarang mereka memakan sesuatupun yang beragi (Kel. 13:3).  Selama tujuh hari bangsa Israel harus makan roti yang tidak beragi.  Pada hari raya ini tidak boleh ada ragi di daerah mereka.  Oleh karena itu bangsa Israel harus bekerja bakti untuk menyingkirkan semua ragi dari tengah-tengah mereka.  Barangsiapa yang didapati memakan sesuatu yang beragi, maka ia harus dilenyapkan dari antara orang-orang Israel (Kel. 12:15). Roti tidak beragi yang mereka makan menyimbolkan peletakkan kehidupan lama bangsa Israel ketika mereka keluar dari Mesir.  Inilah peringatan bahwa Allah telah membuat pemisahan terhadap mereka dari bangsa Mesir.  Allah telah memanggil mereka keluar dari Mesir untuk dipisahkan secara khusus bagi Dia. 

Saudara, melalui Hari Raya Roti Tidak Beragi ini, nampak pula bahwa jauh hari sebelumnya, Allah telah mewartakan satu pesan penebusan yang mendalam bagi manusia.  Apa yang dilukiskan dalam Hari Raya Roti Tidak Beragi ini sebenarnya menunjuk kepada Yesus, Sang Mesias yang akan datang, yang menggenapi hal itu melalui diri-Nya sendiri.  Yesus datang untuk membawa pemisahan (Mat. 10:34-36).  Yesus datang untuk memisahkan kita dari sistem dunia ini yang jahat dan penuh keberdosaan.  Yesus membawa ragi keberdosaan kita di dalam tubuh-Nya pada saat kematian-Nya.  Hari Raya Roti Tidak Beragi ini sekaligus bisa menjadi simbol yang mengingatkan bagaimana kita mengalami karya transformasi Allah (sanctification) seperti yang terdapat dalam I Tes. 4:3-4; II Tes. 2:13; I Ptr. 1:2; II Kor. 3:18.

Saudara, pada waktu Allah berkata, “Janganlah kau persembahkan darah korban sembelihan yang kepada-Ku beserta sesuatu yang beragi …”, pada saat itu Allah sebenarnya sedang memisahkan antara darah yang melambangkan kekudusan dan ragi yang melambangkan kenajisan.  Hal ini berarti bahwa Allah menginginkan suatu ibadah yang benar-benar kudus, sehingga dapat menghasilkan suatu kehidupan yang kudus, kehidupan yang berkualitas, yang bisa disaksikan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.  Hal ini pulalah yang ditegaskan oleh Yesus pada waktu Ia memperingati murid-murid-Nya supaya mereka waspada terhadap ragi orang Farisi dan Saduki (Mat. 16:5-6; Mrk. 8:15; Luk. 12:1b).  Yesus mengecam orang-orang Farisi ini karena mereka hanya menjalankan ibadah mereka sebagai satu rutinitas, tapi kehidupan mereka tidak berkualitas.

 

Aplikasi

 Saudara, sebagai anak-anak Tuhan kita harus sungguh-sungguh memperhatikan hal ini, kita perlu berhati-hati agar kita tidak terjebak dengan keadaan yang demikian. Mari kita tanyakan pada diri kita masing-masing, apakah ibadah-ibadah kita sudah membawa kita pada kehidupan Kristen yang berkualitas?  Suatu kehidupan yang murni dan benar, yang tidak munafik seperti orang-orang Farisi?  Ataukah ibadah-ibadah itu hanya sebagai satu rutinitas saja, yang tidak memberikan pengaruh apa-apa dalam kualitas hidup kita sehari-hari, karena kita beribadah tanpa kekudusan.

Rasul Pauluspun mengingatkan kita, “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kita menjadi adonan yang baru, sebab kita memang tidak beragi … karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (I Kor. 5:7-8).

 

2.  Ibadah yang hidup (Ayat 16a & 19a)

Saudara, setiap hari raya yang ditetapkan Allah ini menghadirkan suatu upacara yang menyatakan kehadiran dan aktivitas Allah dalam segala bidang kehidupan.  Pemberian hasil pertama merupakan bentuk pernyataan mengenai tuntutan Allah terhadap segala sesuatu.  Apa yang kelihatannya hanya sebagai perayaan pertanian ini sebenarnya menggambarkan suatu lingkup ibadah kepada Tuhan.

Yang kedua kita akan melihat Hari Raya Menuai, di sini orang-orang Israel membawa seberkas hasil pertama dari penuaian mereka kepada imam (Ul. 16:9-14), yakni hasil usaha mereka menabur di ladang.  Sehubungan dengan hal ini, Tuhan telah berjanji bahwa Ia akan memberkati tanah Israel dengan memberikan hujan pada masanya, hujan awal dan hujan akhir, sehingga Israel dapat mengumpulkan gandumnya, anggurnya dan minyaknya (Ul. 11:14).  Dan Tuhan menepati janji-Nya. Hasil tuaian itu tidak akan ada jika tidak ada hujan yang menyebabkan tuaian itu bertumbuh dan masak.  Dan hujan itu tidak akan ada jikalau Tuhan tidak memberikannya. 

Dengan demikian, melalui Hari Raya Menuai ini, Tuhan ingin mengajar bangsa Israel bahwa segala sesuatu yang menyangkut hidup mereka adalah dari Tuhan; Tuhanlah sumber hidup mereka.  Oleh karena itu mereka harus membawa hidup mereka sebagai satu ibadah kepada Tuhan.  Mereka harus beribadah dengan hidup kepada Tuhan. 

Saudara, dalam Alkitab, hujan merupakan simbol kebangkitan, kebangkitan yang menghidupkan.  Sebagaimana Allah berkata melalui Nabi Hosea bahwa Ia akan menghidupkan Israel sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan Israel, dan Israel akan hidup di hadapan-Nya.  Ia akan datang kepada Israel seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi (Hos. 6:2-3)  Tuhan berjanji bahwa Ia akan melawat umat-Nya seperti hujan.  Hujan kehidupan, hujan kebangkitan. 

Bangsa Israel memahami simbol profetis pencurahan hujan ke atas tanah sebagai pencurahan Roh Tuhan yang akan datang kepada bangsa mereka, sebagaimana Nabi Yoel menubuatkan hal ini dalam kitab Yoel 2:21-32, dan yang tergenapi dalam Kis. Pr. Rasul pasalnya yang ke-2, yakni hari pencurahan Roh Kudus atau Pentakosta.  Hari dimana Allah melawat umat-Nya dengan kuasa-Nya yang menghidupkan sehingga melalui hari itu beribu-ribu tuaian jiwa dibawa kepada Tuhan. 

Saudara, hasil tuaian pertama pada Hari Raya Menuai juga mengindikasikan akan datang hasil yang lebih lagi.  Demikian pula hasil pertama tuaian jiwa pada hari Pentakosta akan membawa hasil tuaian jiwa yang lebih banyak pada saat bumi dituai nanti (Why. 14:15-16), jika kuasa Roh Kudus itu hidup dalam diri orang-orang percaya.  Tapi bagaimana tuaian jiwa itu dapat dibawa, jika kita sendiri tidak memiliki ibadah yang hidup?  Hidup dalam kuasa Roh Kudus yang berkuasa menghidupkan orang.

 Sdr, pada waktu Allah memberikan Hari Raya Menuai (yang kemudian dikenal dengan nama Pentakosta, karena dirayakan pada hari ke-50 sesudah Hari Raya Roti Tidak Beragi), Allah sebenarnya sedang memberikan satu visual aid untuk mengajarkan bangsa Israel bagaimana menerima hidup.  Apalagi dalam perkembangan selanjutnya, hari raya ini dirayakan dengan latar belakang pemberian hukum di Gunung Sinai.  Hukum yang mengatur hidup bangsa Israel, dimana Israel harus hidup dalam hukum-hukum itu.  Selama mereka hidup dalam hukum-hukum itu, mereka beribadah kepada Tuhan.  Ibadah yang hidup dan hidup yang beribadah.

 

Aplikasi

Bagaimana dengan kita?  Saat ini, kita tidak lagi hidup di bawah hukum Taurat karena Kristus telah melepaskan kita.  Dan sekarang kita telah hidup di dalam Roh yang dikaruniakan Tuhan. Dan sebenarnya itulah ibadah kita yang hidup dan hidup kita yang beribadah.  Namun pertanyaannya, sudahkah hidup kita sehari-hari taat pada pimpinan Roh Kudus?  Pada waktu seseorang menyakiti hati kita dan Roh Kudus menuntun kita untuk mengampuni orang itu, sudahkah kita taat?  Ataukah kita malah membiarkan sakit hati kita sehingga kemudian menjadi satu kebencian yang terpendam, yang akhirnya menjadi akar kepahitan bagi kita? 

Saudara-saudara yang terkasih, untuk memperoleh ibadah yang hidup, matikanlah dalam diri kita segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, karena semua itu mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka (Kol. 3:5-6).  Marilah kita hidup dalam ibadah yang hidup, hidup di bawah pimpinan Roh Kudus.

3.  Ibadah yang berkenan kepada Allah (Ay. 16b & 19b)

Saudara, pergerakan keseluruhan dari kitab Keluaran adalah dari perbudakan kepada ibadah (Kel. 3:18; 5:1-3).  Peristiwa Teofani di Gunung Sinai, pemberian hukum dan pembuatan perjanjian, sampai perencanaan pembangunan Kemah Suci, merupakan serangkaian aksi Tuhan untuk menarik kepedulian Israel terhadap ibadah yang berkenan kepada Tuhan.  Tuhan mengharapkan Israel dapat membawa public honor kepada Allah.  Tuhan menginginkan Israel di dalam ibadahnya mengakui Allah karena apa yang telah dilakukan-Nya dan terus dilakukan-Nya di antara ciptaan-Nya.  Dan itulah sebenarnya ibadah yang berkenan kepada Allah.

Saudara, hari raya ke-3 merupakan hari raya pengumpulan hasil panen yang terakhir dari bangsa Israel, dimana mereka membawa semua hasil buah-buahannya yang terbaik kepada Allah.  Dalam perayaan ini bangsa Israel bersukaria selama 7 hari, karena telah mengumpulkan semua hasil panen mereka.  Yang menariknya, selama 7 hari masa berlangsungnya hari raya ini, bangsa Israel tinggal di pondok-pondok daun, yang merupakan tempat-tempat perlindungan sementara yang dibangun mereka berdasarkan perintah Tuhan (Im. 23:42-43).  Itulah sebabnya disebut juga sebagai Hari Raya Pondok Daun atau kemudian Hari Raya Tabernakel.  Melalui hari raya ini Allah ingin bangsa Israel mengingat akan masa pengembaraan mereka di padang gurun, dimana Allah tetap berada di tengah-tengah mereka dan menyediakan segala kebutuhan mereka, bahkan selanjutnya membawa mereka masuk ke tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka. Saudara, pemeliharaan Allah begitu nyata dalam kehidupan Israel.  Semua hasil panen yang mereka peroleh berasal dari Tuhan.  Karena itu mereka harus terus mengandalkan Tuhan dan bersandar kepada Tuhan.  Dan Tuhan itu memang begitu baik!

 

Aplikasi

Saudara, Tuhan pun sudah begitu baik bagi kita.  Jikalau kita diajak untuk melihat diri kita sebelumnya, sungguh Sdr, kita adalah orang-orang yang jahat, yang rusak, yang tidak layak.  Tapi Tuhan mau menyelamatkan kita.  Tragisnya saudara, bukankah kadangkala kita justru lebih memfokuskan diri kita pada masalah-masalah yang kita hadapi, sakit penyakit yang kita derita, kekuatiran yang kita pikul, daripada melihat kebaikan Tuhan, sehingga kita tidak lagi bersandar kepada Tuhan. 

Saudara, pondok-pondok daun atau tempat-tempat perlindungan sementara yang dibangun oleh bangsa Israel pada hari raya ini, melambangkan tempat perlindungan manusia yang sementara di dunia yang fana ini.  Dengan demikian kita sebenarnya hanyalah para pengembara yang menantikan tempat perlindungan yang permanen bagi kita, dan Tuhan telah menyediakannya bagi kita, suatu tempat dimana kita bisa bersama-sama Dia selamanya.  Tempat dimana kita bisa mendapatkan kedamaian yang sesungguhnya, tempat dimana kita bisa mendapatkan kepuasan yang sejati, karena sumber segala-galanya ada di sana, Yesus Kristus sendiri.  Menyadari hal ini, masihkah kita mencari berkat, lebih dari Pemberi berkat itu sendiri?  Masihkah kita mencari kepuasan lebih dari Pemberi kepuasan itu sendiri?  Masihkah kita menambatkan hati pada hal-hal materi?  Berusaha mencari popularitas, kekayaan bahkan kepuasan diri sendiri, sehingga akhirnya kehidupan kita tidak ada bedanya dengan orang-orang dunia, dan pada akhirnya kita tidak berkenan di hadapan Tuhan. Tidak sedikit orang Israel yang tidak pernah masuk ke Tanah Perjanjian, karena dalam masa pengembaraan mereka di padang gurun, mereka tidak berkenan kepada Tuhan.  Akankah pengalaman itu menjadi bagian hidup kita, karena kita tidak melakukan ibadah yang berkenan kepada Tuhan?  Semoga tidak! 

 

Penutup

Saudara, seorang yang bernama Henrik Ibsen pernah berkata, “Seribu kata tidak akan meninggalkan kesan yang begitu dalam dibandingkan dengan satu perbuatan.”  Ijinkan saya meminjam perkataan Henrik Ibsen untuk menutup khotbah saya.  “Seribu kata pengajaran kita tidak akan meninggalkan kesan yang begitu mendalam dibandingkan dengan satu perbuatan kita.”  Oleh karena itu marilah mulai saat ini kita berusaha mewujudkan karakter ibadah yang benar dalam kehidupan kita sehari-hari.  Ibadah yang kudus, ibadah yang hidup, dan ibadah yang berkenan kepada Allah.  Rasul Paulus berkata, itulah ibadah kita yang sejati (Rm. 12:1); sehingga orang akan melihat, inilah kualitas hidup kekristenan kita.

AMIN

==============================================