| |
Tujuh fungsi Gereja
Pendahuluan: Banyak gedung gereja tua di Inggeris ramai-ramai telah dijual dengan harga dibawah standar, ada gedung gereja yang sangat bersejarah telah dijual dan dijadikan museum, perkantoran, asrama, dan sebagainya. Tentu kita yang di Indonesia bertanya secara serius, mengapa gedung gereja tua tersebut ramai-ramai dijual ? Sedangkan kita di Indonesia susahnya setengah mati untuk mendapatkan IMB gedung gereja.
Rupanya di Inggeris yang namanya negara Kristen hanya tinggal nama saja, kebanyakan yang masih beribadah hanyalah orang yang sudah tua, diatas usia 60 tahun, itupun tinggal sedikit. Tidak ada kaum muda lagi yang beribadah, karena itu gedung gereja harus dijual, jika tidak dijual siapakah yang akan menyediakan dana untuk pemeliharaan gedung kuno tersebut? Gereja telah berubah fungsi, sebab bukan Yesus dalam Injil yang diberitakan, ajaran liberal begitu menguasai Pemberita Injil sehingga yang diberitakan adalah Yesus sebagai manusia biasa, bukan Allah. Oleh sebab itu gereja berubah fungsinya, menjadi museum, perkantoran, atau asrama, sesuatu yang tidak ada artinya. Gambaran gedung gereja tua nan kuno ini juga akan terjadi dimana saja jika fungsi gereja sebagai pusat penyembahan kepada Yesus telah hilang.
1. Gereja sebagai Tempat Ibadah ( The House of Worship)
Pengaruh Taurat begitu kuat bagi orang Israel, sehingga dimana berkumpul komunitas Yahudi disitu tentu akan didirikan Sinagoge (tempat Ibadah orang Yahudi). Sinagoge bukan hanya sebagai tempat mengajar dan belajar Taurat, tetapi secara khusus tempat komunitas Yahudi beribadah kepada Yehova. Dalam Perjanjian Baru terdapat banyak Sinagoge yang telah berubah fungsi menjadi tempat ibadah Kristen; liturgi ibadah gereja mula-mula / tata cara ibadah gereja juga teradopsi dari Sinagoge. Pergi ke Sinagoge beribadah ataupun duduk-duduk saja untuk berunding, sharing, belajar agama, bagi komunitas Yahudi merupakan suatu berkat. Di samping itu orang Yahudi tiap hari tiga waktu mereka beribadah/berdoa kepada Yehova. Dalam Daniel 6:11,14 firman Tuhan berkata bahwa Daniel satu hari tiga kali berdoa, sedangkan orang Yahudi pada umumnya mereka beribadah di Bait Allah pada pagi dan petang. Sehingga tempat ibadah sangat mempengaruhi kehidupan mereka.
Oleh karena itu Gereja mula-mula sangat dipengaruhi oleh sikap hidup ibadah orang Yahudi, baik pagi atau pada petang hari jemaat menyempatkan diri ke Bait Allah untuk beribadah, dan biasanya di pagi dan petang hari mereka mengatur korban persembahan. (Lih. II Taw 2:4; 13:11; Ezra 3:3;9:4; Maz 5:4) Orang Yahudi mengerti bahwa berziarah ke Bait Allah bukan saja mereka boleh menaikan doa tetapi boleh beribadah kepada Yehova (lih Maz 120-134 adalah Mazmur Ziarah yang dinyanyikan ketika menuju ke Bait Allah).
Beribadah mendatangkan hati yang penuh sukacita, suasana ini selalu dialami oleh karena itu sekalipun harus berjalan jauh bahkan sepanjang hari harus berdiri mendengarkan Firman Tuhan jemaat tetap setia (Neh. 8:4,6-9; 9:2,3) tidak ada yang mengeluh capek atau ngomel.
Orang Yahudi jika sudah berkumpul pasti mereka berbicara tentang hukum Taurat/firman Tuhan. Paulus sering dalam perjalanan pekabaran Injilnya diminta agar berbicara mengenai kebenaran yang dialaminya. (Kis 13:42;17:16-34; 18:4)
Bagaimanakah kehidupan ibadah kita tiap harinya? Apakah secara pribadi kita bersekutu dengan Tuhan yang telah menjadi Allah kita? Atau satu tahun hanya 3 kali beribadah kepada Tuhan ? Beribadah berarti memberikan hati yang kosong kepada Tuhan agar diisi dengan berkat Tuhan. Maukah kita melakukannya?
2. Gereja sebagai Tempat Berdoa ( The House of Prayer)
Orang Yahudi suka berdoa, dari Abraham hingga Tuhan Yesus, bahkan sampai rasul-rasul banyak tokoh Alkitab yang memberikan teladan kepada kita tentang bagaimana harus berdoa. Dapat kita lihat para Bapak-bapak bangsa, baik Abraham, Ishak, Yakub dan para Nabi-nabi dalam Perjanjian Lama, ada masalah mereka berdoa, bahkan dalam ancaman sekalipun Ezra dan Nehemiah tetap berusaha berdoa. Sebab dengan doa itulah datangnya kemampuan untuk menyelesaikan tugas panggilan Allah pada mereka. Dalam kitab Mazmur dapat kita belajar bagaimana umat Israel berdoa dalam Kemah Pertemuan atau Bait Allah. Dalam Perjanjian Baru kita dapat belajar dari Doa Tuhan Yesus: “Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
Dari doa Tuhan Yesus ini kita tahu bahwa Tuhan Yesus berpengharapan agar pada para pengikut-Nya dapat menaikan doa seperti yang Dia ajarkan, tetapi juga dapat mempraktekkannya dalam kehidupan mereka setiap harinya. Tentunya sebagai orang Kristen kita juga meyakini bahwa ada Roh Kudus Tuhan yang selalu menolong kita, seperti yang dialami oleh Rasul Palus. Roma 8 :26. Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.
Selain gereja sebagai tempat persekutuan antar jemaat, gereja juga adalah tempat di mana jemaat datang untuk berdoa, hal ini sudah sejak gereja purba ada para Rasul memakai Bait Allah untuk berdoa. Satu hari tiga kali mereka naik ke Bait Allah untuk memanjatkan doa. Dalam perumpamaan Tuhan Yesus kita juga dapat melihat doa orang Farisi dan pemungut cukai di dalam Bait Allah.
Menjadi orang Kristen berarti realitas surga mempengaruhi setiap aspek kehidupannya dan ini bererti dalam kehidupan nyata ini kita berhenti melawan satu dengan yang lainnya, ini dilakukan dengan tujuan agar mendapatkan hikmat untuk bekerja sama satu dengan yang lainnya dalam keharmonisan dan kepercayaan. Jika kalimat ini dapat di pahami dengan benar, damai sejahtera akan sangat terasa mengalir keluar dari setiap pribadi kepribadi yang lainnya. Ini bukan berarti saya ingin mengatakan bahwa orang Kristen tidak ada masalah dalam kehidupannya.
Saya berani mengatakan bahwa Tuhan Yesus tidak mempermasalahkan soal berhasil atau tidaknya kita mempraktekan kebenaran Injil, yang terpenting adalah bagaimana kita bersungguh hati, bertekun dalam Injil. Kita harus bertanya bagaimana nanti jika kami tidak dapat nyatakan kebenaran Allah dalam hidup ini!
Dengan doa berarti kita sudah melibatkan Allah dalam aspek kehidupan kita, tentu dengan sendirinya Allah akan turun tangan menolong dan menyelesaikan masalah kita.
Orang Israel sampai hari ini Bait Allahnya belum dibangun kembali tetapi mereka dengan setia dan bertekun berdoa di tembok ratapan Yerusalem. Sekalipun tidak ada Bait Allah doa tetap di naikkan, karena Allah yang mewajibkan mereka berdoa!
Adakah kita menghadiri kebaktian doa di gereja?
3. Gereja sebagai Tempat Belajar Firman Tuhan ( The House of Bible Study ).
Jemaat gereja purba selalu mendapatkan pengajaran di Bait Allah dan biasanya mereka yang diperantauan memakai Sinagoge untuk belajar firman Tuhan, selain itu mereka berkumpul untuk mendapatkan berita-berita aktual dari saudara-saudara yang datang dari Yerusalem.
Dalam Kisah 2:41-47 menceritakan kepada kita bagaimana jemaat mula-mula bertekun dalam pengajaran rasul-rasul. Karena mereka bertekun maka Tuhan terus menambah bilangan orang yang bertobat, bertambah orang yang mendapatkan berkat kesembuhan, banyaknya mujizat dan tanda heran.
Berita yang terpenting dalam bagian ini adalah bahwa kehidupan jemaat diubah oleh Tuhan, ay 47, mereka disukai semua orang, hidup yang sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan inilah yang dipraktekan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Orang Israel sudah lama hidup dalam ajaran-ajaran palsu dari para Ahli Taurat, orang Farisi atau Imam-imam, bd Matius 23. Dapat dikatakan sebelum Tuhan Yesus lahir hingga kenaikanNya, kehidupan Israel tidak pernah mengalami perubahan yang drastis seperti yang diceritakan dalam kitab Kisah Para Rasul.
Umat Israel tidak memiliki orang yang bisa menjadi teladan, tidak ada figur, tidak ada yang bisa jadi panutan untuk kehidupan mereka, karena itu dalam Matius 23, Tuhan Yesus mengecam para pemimpin rohani waktu itu. Ini sangat berbeda dengan para Rasul yang mengajar di Bait Allah ataupun di Sinagoge. Apa yang dikatakan rasul itulah yang mereka lihat dalam kelakuan Rasul. Ucapan sama juga dengan kelakuan, kelakuan sama juga dengan ucapan, ada sinkronnisasi.
Hari ini banyak jemaat yang tidak mau ke gereja belajar Firman Tuhan, ada yang baru belajar satu fasal Alkitab sudah berlagak pintar seperti maha guru, semua pendeta di kritiknya habis-habisan. Seharusnya belajar Firman Tuhan bertambah berhikmat dan rendah hati, bukan bertambah sombong rohani.
4. Gereja sebagai Tempat Pekabaran Injil ( The House of Preach the Word ).
Karena Gereja atau Sinagoge adalah tempat berkumpulnya umat Yahudi baik yang sudah percaya Tuhan Yesus atau yang belum, maka para Rasul atau murid-murid rasul selalu memanfaatkan Sinagoge atau tempat ibadat untuk mengabarkan injil Yesus Kristus kepada mereka yang belum percaya.
Dalam Kisah Rasul kita dapat membaca bahwa Rasul paulus sering melakukan penginjilan dalam rumah ibadat Kis Ras 13:5 Setiba di Salamis mereka memberitakan firman Allah di dalam rumah-rumah ibadat orang Yahudi. Dan Yohanes menyertai mereka sebagai pembantu mereka. Lih. Kis Ras 9:20; 17:2; 18:4; 19:8.
Orang Israel berkumpul dalam Bait Allah atau Sinagoge untuk beribadah, berdoa, atau berdiskusi, bagi para rasul inilah kesempatan yang terbaik untuk mengabarkan Injil bagi mereka. Karena itu di awal gereja berdiri, sering Bait Allah atau Sinagoge dipakai sebagai tempat mengabarkan Injil Tuhan, berita sukacita dari Penebusan Tuhan Yesus.
Rasul tahu bagaimana memanfaatkan kesempatan untuk memberitakan injil keselamatan bagi jiwa-jiwa yang siap dituai, dia tahu di mana mereka selalu berkumpul. Ketika tiba di Efesus Paulus berusaha meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah. Bahkan dia berdiam di Efesus selama tiga bulan lamanya untuk mengabarkan injil Kerajaan Allah. Hal ini dapat kita baca di Kisah rasul 19:8. Selama tiga bulan Paulus mengunjungi rumah ibadat di situ dan mengajar dengan berani. Oleh pemberitaannya ia berusaha meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah.
Rumah ibadat kemudian hari berubah fungsi menjadi tempat sembahyangnya orang Kristen dan dari situlah injil keselamatan mulai diberitakan, dari rumah ibadat lalu menyebar keseluruh daerah sekitarnya, bahkan seluruh Negara. Itulah tradisi pemberitaan injil, bahkan kemudian hari rumah-rumah ibadat menjadi pusat pekabaran injil dan pusat pengutusan misionari keluar negeri.
Dengan berkembangnya pekerjaan Tuhan, injil telah didengar oleh lebih banyak orang maka secara praktis dalam pelayanan pekabaran injil para penatua mulai memikirkan perluasan ruang ibadah. Tidak hanya di sinagoge saja tetapi di rumah-rumah jemaat yang telah percaya, kemudian hari mulailah membangun gedung ibadat yang lebih besar untuk menampung jiwa-jiwa yang datang beribadah.
Jika para penatua hanya memikirkan urusan dalam gereja belum selesai, dan terus menerus konsili/ sidang sinode tanpa memikirkan injil harus diberitakan lagi, maka percayalah gereja tidak akan mengalami kemajuan lagi. Injil mandeg menjadi bahan perdebatan bukan untuk di kabarkan. Jiwa-jiwa yang sedang menuju kebinasaan menjerit meminta tolong tidak ada yang mendengarnya lagi.
Sama halnya dengan abad ini, zaman berubah begitu rupa, namun injil terasa sudah berhenti dalam gedung gereja yang megah, masing-masing majelis jemaat hanya mengurus urusan dalam gedung saja, sudah lupa mengabarkan injil. Fungsi gereja berubah menjadi tempat berhimpunnya harta benda dunia yang kemudian diperebutkan.
Lihatlah gedung-gedung gereja di Eropah, banyak yang telah berubah fungsi ada yang menjadi museum, perkantoran, asrama. Bahkan orang Indonesia mantan menteri keuangan pun tidak mau ketinggalan telah membeli sebuah gedung gereja tua untuk dijadikan asrama bagi mahasiswa yang kuliah di sana.
Kapan giliran gereja di Indonesia? Apakah mungkin di gereja Indonesia akan menerima giliran tersebut? Mungkin saja, ingatlah jikalau injil tidak diberitakan lagi, maka gedung gereja akan menjadi museum, tempat perebutan harta, asrama, dan perkantoran, bahkan menjadi pusat pertokoan, mall.
| |