| |
PERHATIKANLAH YANG LEMAH!
Pendahuluan: Saat ini kita hidup di jaman teknologi yang membawa suatu pesan tersendiri dalam kehidupan masyarakat, yaitu efektif dan efisien. Orang mengupayakan bagaimana suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Hal ini membuat seseorang kemudian akan memilah-milah mana pekerjaan yang penting, yang memiliki potensi, serta menghasilkan keuntungan atau memiliki prospek tertentu. Tidak salah kita ingin waktu dan tenaga kita yang terbatas serta pikiran kita yang juga tidak tanpa batas, digunakan dengan efektif dan efisien, sehingga menghasilkan buah pelayanan yang maksimal. Namun bagaimana dengan bidang pelayanan yang kita lihat sepertinya tidak penting serta tidak mempunyai potensi untuk dikembangkan? Atau orang-orang yang terbatas potensinya, seperti janda-janda dalam bacaan kita tadi. Bagaimana kita melihatnya dan menyikapinya?
Suatu hal yang menarik tampak dalam perikop yang kita renungkan bersama di hari ini. Paulus, seorang rasul besar, mengajar Timotius, seorang gembala di kota besar, agar dapat mengurus jemaat dengan baik. Dalam menggembalakan jemaat, tidak saja ia harus memperhatikan bagaimana memilih dan membentuk pemimpin jemaat, orang-orang muda dan dewasa, namun juga janda-janda. Tentang janda-janda ini tidak hanya disebutkan secara sekilas namun diulas secara panjang lebar, walaupun nampaknya pelayanan ini tidak potensial. Hal apakah yang Paulus ingin ajarkan?
Yang pertama, apakah yang dimaksud dengan ‘janda’ di sini? (Yang ditegaskan dengan kalimat ‘janda-janda yang benar-benar janda-janda’.)
Memang kata “janda” memiliki pengertian dasar seorang wanita yang hidup tanpa suami. Namun seorang janda yang benar-benar janda bukan sekedar seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, namun dimengerti sebagai seorang yang sendiri, yang mengindikasikan bahwa tidak ada seorang yang dapat menolong dia.
Pada jaman itu, janda-janda berada dalam posisi sangat sulit karena pekerjaan bagi seorang wanita tidak dengan mudah tersedia. Mungkin beberapa di antara mereka dapat menerima pertolongan melalui keluarga atau teman-temannya, tetapi banyak yang hidup dalam kemiskinan, karena tidak menerima warisan. Mereka hidup tanpa pensiun, tidak ada jaminan sosial, tidak ada asuransi jiwa dan sedikit penghargaan bagi wanita yang bekerja, sehingga janda-janda biasanya tidak dapat mensuport diri mereka sendiri.
Tidak hanya demikian, Paulus menambahkan bahwa seorang janda yang benar-benar janda itu juga memiliki pengertian bahwa:
§ Ia ditinggalkan seorang diri dan § Ia percaya kepada Allah § Ia mengasihi Allah. § bukan janda yang hidup mewah (mampu mencukupi kebutuhannya sendiri) dan berlebih-lebihan, yaitu janda memiliki harta namun yang hidup bagi dirinya sendiri.
Hal yang kedua adalah bahwa kepada janda-janda yang seperti itulah Paulus memerintahkan kepada Timotius untuk melakukan sesuatu, yaitu hormatilah. Kata ini dalam terjemahan yang lain memiliki pengertian memberi penghargaan yang pantas/ tepat.
Janda-janda (bersama dengan orang asing dan anak yatim) sejak jaman PL telah mendapat perhatian khusus bahkan oleh Allah sendiri, dikatakan:
§ TUHAN, Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, yang besar dan dahsyat itu membela hak anak yatim dan janda. (Ul. 10:17) § Dan pembelaan-Nya itu dinyatakan dalam hukumNya: Tuhan melarang orang Israel untuk mengambil pakaian seorang janda sebagai gadai (Ul. 24:17) § Bahkan ketika orang Israel menuai ladangnya, lalu terlupa seberkas di ladang, mereka tidak boleh mengambilnya. Atau ketika mereka memetik buah pohon zaitun, dengan memukul-mukulnya atau menggoyang-goyangkannya, mereka tidak boleh memeriksa dahan-dahannya sekali lagi. Karena itu bagian dari orang asing, anak yatim dan janda. (Ul. 24:19-21) § Perpuluhan yang mereka persembahkan, itu harus diberikan tidak hanya bagi orang Lewi, tetapi juga orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka menjadi kenyang. (Ul. 26:12) § Juga dalam Mazmur 68:5 dikatakan bahwa Allah itu Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda. § Dalam jaman Perjanjian Baru, hal ini juga berlaku. Tuhan Yesus memberikan perhatian kepada para janda. Ia membangkitkan anak seorang janda (Luk. 7: 11-12). Bahkan Ia menegur ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, mereka dikatakan menelan rumah janda-janda (Mat. 23:14). § Kebiasaan memperhatikan janda-janda ini diteruskan pada jaman gereja mula-mula yang tampak dalam Kisah 6:1 – Dikatakan bahwa kedua belas rasul itu tidak merasa puas, karena melalaikan firman Allah dalam hal melayani kebutuhan jasmani janda-janda. Sehingga mereka memilih 7 orang secara khusus untuk melayani. § Rasul Yakobus bahkan mengatakan bahwa mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka merupakan ibadah yang murni dan tak bercacat di hadapan Allah. (Yak 1:27)
Dari sini kita melihat bahwa perintah Paulus ini bukanlah suatu perintah yang baru. Dari Perjanjian Lama sampai pada jaman Rasul-rasul pelayanan itu tetap dilakukan. (Menjadi pertanyaan, apakah sekarang masih mendapat perhatian?) Apa yang dikatakan oleh Paulus adalah kehendak Allah dan Timotius sebagai gembala jemaat tidak boleh mengabaikannya.
Kata Hormatilah yang bernada perintah ini nampak dipengaruhi dengan penggunaannya dalam perintah ke lima (dalam 10 perintah Allah). Sebagai perbandingan untuk memahami hal ini, kita melihat saat Tuhan Yesus menegur orang Farisi dan Ahli Taurat. Orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat yang mengerti Firman Allah untuk menghormati ayahnya dan ibunya, namun mereka dengan alasan bahwa uang mereka digunakan untuk persembahan kepada Allah, mereka tidak memelihara orang tuanya (Mat. 15:4-6). Karena itu sebagaimana Yesus menunjukkan bahwa perintah untuk menghormati orang tua termasuk di dalamnya memberi bantuan materi, maka kata hormatilah di sini juga memiliki pengertian tidak hanya sekedar sikap ‘respek’, namun termasuk dukungan materi juga.
Kepada janda-janda itu gereja harus memberi bantuan. Komunitas Kristen harus memperhatikan janda-janda yang memerlukan dukungan tersebut. Namun yang pertama harus dilakukan oleh Timotius adalah mengajar keluarga janda itu untuk memperhatikan orang tua atau nenek mereka, karena itu adalah hal yang seharusnya mereka lakukan. Sehingga gereja dapat membantu yang benar-benar kekuarangan. Tanggung jawab sebagai anggota keluarga begitu serius sehingga orang yang tidak melakukannya dikatakan murtad, yang dalam hal ini memiliki pengertian bahwa ia menyangkali pengajaran Kristen. Orang itu tidak hanya gagal untuk melakukan ajaran Kristen tetapi ia menyangkalinya, dan dikatakan ia lebih buruk dari orang yang tidak beriman. Mereka yang seperti ini dikatakan oleh Tuhan Yesus sebagai orang munafik, mereka memuliakan Allah dengan bibirnya tetapi hatinya jauh dari padaku. Sedangkan mereka yang melakukannya dikatakan berkenan kepada Allah.
Perbuatan itu tidak hanya karena ikatan keluarga namun juga sebagai suatu perbuatan yang menyatakan perhatian dan kasih Allah yang ada di dalam dirinya. Semua kita disini pasti merupakan bagian dari suatu keluarga, apakah kita saat ini sedang melakukan yang berkenan kepada Allah itu? Ataukah seperti orang Farisi dan Ahli Taurat yang munafik, dengan segala macam alasan yang kita buat untuk lari dari tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada kita?
Yang ketiga, Paulus juga menegaskan bahwa janda-janda itu juga dituntut dengan suatu kehidupan Kristen yang benar dan memberikan hidupnya untuk melayani.
Istilah ‘janda’ dalam ayat 9, bukan berarti janda biasa, yang sekedar menerima bantuan materiil dari jemaat. Kata didaftarkan menunjukkan bahwa janda-janda ini adalah golongan orang tertentu, yang menerima tugas khusus dalam jemaat. Tugas mereka adalah membantu para penilik jemaat dan diaken-diaken, karena itu kepada mereka juga dikenakan syarat-syarat yang tidak mudah. Tidak hanya pembatasan dalam usia yang menyatakan pengalaman hidup mereka, tetapi juga bagaimana perbuatan mereka: mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki, menolong orang yang hidup dalam kesesakan – pendeknya mereka menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik. Mereka juga dituntut untuk melayani dan mengasihi Tuhan. Tanggung jawab melayani bukan hanya milik penatua dan diaken, tetapi juga janda-janda – organ yang tampak lemah dalam gereja. Mereka tidak hanya menuntut gereja untuk memperoleh bantuan, tetapi juga dituntut oleh gereja untuk melayani Tuhan dan hidup bertumbuh dalam kebenaran.
Apakah yang dapat kita pelajari dari sini? Di keluarga kita dan di tengah-tengah orang yang kita layani, akan kita temukan tipe seperti ini. Seorang yang lemah dan tersisih, yang mungkin tidak memiliki potensi besar. Namun:
1. Tuhan menghendaki kita memperhatikan orang-orang yang lemah.
Paulus sebagai seorang Rasul besar memberi nasihat kepada Timotius untuk memperhatikan janda-janda. Suatu pelayanan yang kadang dipandang sebelah mata. Paulus tidak saja melihat Timotius tetapi ia juga melihat orang-orang yang dilayani oleh Timotius. Sebagaimana Kristus, Paulus tidak hanya melihat pekerjanya tetapi ia juga melihat ladangnya Ia memperhatikan kebutuhan jiwa bukan cuma sekedar program pelayanan. (Tanpa kita sadari, pelayanan yang kita lakukan hanya menyentuh lingkaran dalam – majelis, pengurus – tanpa berdampak pada jemaat, karena kita sudah disibukkan dengan permasalahan majelis/ pengurus tersebut.)
Panggilan yang Tuhan berikan kepada kita untuk melayani Tuhan § Bukan cuma sekedar memikirkan program dan aktivitas gereja, tetapi juga kebutuhan jiwa-jiwa yang kita layani. § Bukan hanya memikirkan bekerja sama dengan majelis dan pengurus saja, namun memperhatikan pula orang-orang yang akan mereka layani. Seringkali pelayanan pemimpin gereja hanya menyentuh level ini, namun tidak memperhatikan kebutuhan jemaat. § Bukan hanya melayani mereka yang memiliki potensi dan prospek yang baik serta menguntungkan kita. Bukankah tidak jarang kita mendengar Rohaniwan yang melakukan pelayanan dengan membeda-bedakan? § Juga bukan hanya berbicara masalah efektivitas dan efisiensi hidup kita, namun juga panggilan yang Tuhan yang percayakan kepada kita.
2. Pelayanan kepada mereka yang lemah dan tersisih itu tidak hanya menyangkut pemberian materi, namun juga membangun rohaninya.
Paulus tidak hanya menyuruh Timotius memberi bantuan tetapi juga melibatkan mereka dalam pelayanan. Pelibatan pelayanan dalam Gereja tidak harus dimonopoli kaum intelektual dan pengusaha saja, namun juga memberikan kesempatan kepada orang-orang yang lemah, yang secara kebutuhan jasmani mendapat bantuan. Bukankah seringkali kita berpikir bahwa orang-orang yang seperti janda-janda ini, orang yang lemah, yang tidak memiliki potensi, tidak perlu terlibat terlalu dalam di pelayanan. Bukankah pelayanan perlu dana dan lain-lain, dan mereka tidak dapat melakukannya?
Panggilan untuk bertumbuh dan melayani yang diberikan oleh Tuhan, ditangkap dengan jelas oleh Paulus, bahwa Ia menghendaki setiap orang Kristen melayani dan bukan hanya golongan tertentu.
3. Pelayanan kepada orang-orang yang lemah dan tersisih ini harus dikelola dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh.
Tidak sekedar memberi uang atau bantuan pangan, namun menjadi suatu bagian yang integral dalam kehidupan orang tersebut. Kadang kita tidak mau pusing dengan hal ini, yang penting dari pelayanan adalah kita sudah memberi bantuan dan tidak dipikirkan dengan sungguh-sungguh. Penyataan kasih dengan pemberian materi, kita anggap sudah cukup bahwa kita sudah mengasihi sesama kita (puas dengan kegiatan-kegiatan amal tahunan). Benarkah demikian?
Ingatkah kita tentang perumpamaan orang Samaria yang baik hati? Dalam perumpamaan ini Tuhan Yesus tidak hanya menunjukkan tentang siapakah sesamamu manusia, yang dijawab sebagai orang-orang yang menderita dan tersisih itu. Tetapi juga mengajak kita melihat sesama manusia dari sisi orang yang memerlukan bantuan itu sendiri. (Siapakah diantara ketiga orang ini adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?) Perbuatan kita kepada orang yang membutuhkan pertolongan jangan hanya dilihat dari sisi kita pemberi bantuan saja, namun kita meninjaunya pula dari orang yang memerlukannya. Apakah benar kita sudah menjadi sesama bagi orang itu?
Akhirnya, masihkah kita saat ini melihat orang-orang yang kita layani seperti Paulus melihat mereka? Seperti Kristus melihat mereka? Yaitu bahwa tidak ada jiwa yang tidak berharga dan jiwa bukan cuma sekedar sasaran program aktivitas gereja, namun sebagai sesama kita – yang di dalam mereka Tuhan juga punya rencana yang indah.
Amin.
| |