sumber kristen

                                                                  www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Maria Magdalena

 

 

 

 

 

 

 

 

Text Box: Nats        :   Luk.8:2; Yoh.20:1-2. 10-11, 15-16
Penulis   :   Hamzah
Tujuan   : Agar jemaat dapat menyadari bahwa tujuan hidupnya sebagai pengikut Tuhan seharusnya hanyalah berfokus pada Tuhan,  jemaat mau belajar dari kehidupan Maria Magdalena, dengan demikian memiliki kasih yang besar kepada Tuhan

Pendahuluan

Saudara, kisah Maria Magdalena hanya dicatat tiga kali dalam Alkitab.

pertama ketika ia dikatakan sebagai wanita yang dibebaskan dari tujuh roh jahat dan kemudian melayani Tuhan.

Kedua, ketika Tuhan di salib pada jum’at yang kelam itu Maria Magdalena  ada di bawah salib Tuhan Yesus.

Ketiga  Alkitab mencatat bahwa ia adalah orang yang menangis dikubur Yesus pada peristiwa paskah.

 

Dari cuplikan kisah hidupnya ini jika disatukan maka dapat disimpulkan bahwa Maria Magdalena adalah wanita yang beroleh kasih Tuhan dan memiliki kasih yang amat besar kepada Tuhannya, sebagai pengikut Kristus masa kini Maria Magdalena adalah contoh yang patut dijadikan teladan. Yaitu tentang  Maria Magdalena yang memiliki kasih yang begitu besar kepada Tuhannya.  Lebih lanjut Saudara, kita akan belajar  dua hal besar  dari  menelusuri kehidupan Maria.

 

1.Maria adalah orang berdosa yang menemukan kedamaian (Luk.8:2)

 

Orang-orang mengenal dia sebagai Maria Magdalena, padahal namanya hanya Maria saja, yang berarti kepahitan. Dia disebut Magdalena karena dia berasal dari kota Magdala. Kata orang, kota Magdala ini adalah sebuah kota yang makmur sejahtera, pusat pertanian dan juga industri perahu dan merupakan pusat perdagangan yang terletak di propinsi Galilea. Namun, disisi lain kota ini pula dijuluki sebagai kota bejat moral, sebab sangatlah sulit untuk mencari orang yang suci hatinya di kota tersebut.

 

Siapapun yang tinggal dalam kota itu diidentikkan dengan manusia bejat dan dengan demikian berarti Maria juga seringkali diidentikkan dengan orang bejat moralnya. Hal itu tidak dapat disangkali sebab Alkitab sendiri mencatat bahwa Maria jauh dari ke hidup an yang kudus, karena itu tubuhnya kemudian menjadi sasaran empuk Iblis, ada tujuh setan yang bersarang dalam tubuh Maria.

 

Sebenarnya apa yang terjadi dalam kehidupan Maria?

 

Apakah mungkin ia adalah seorang anak perempuan yang ditolak oleh orang tuanya karena perceraian atau ia dilahirkan di luar pernikahan, sehingga ia mencari-cari di mana ia bisa mendapatkan kasih. “Mungkin diluar sana,” kata Maria, tetapi ternyata kasih yang didapatnya adalah palsu!

 

Apakah mungkin ia adalah seorang korban lingkungan, hidup di tengah-tengah pergaulan yang bejat hingga akhirnya membuat ia terjerumus ke dalam dosa, atau mungkin juga kedua-duanya benar.

 

Namun, satu hal yang pasti, bahwa Maria dihindari orang, dia tidak mendapatkan kasih dari sekelilingnya. Tradisi mengatakan bahwa dosa Maria seperti merah padma (bunga teratai yang berwarna merah bercampur coklat). Mata orang sekelilingnya memandang dia sebagai perempuan menjijikkan, tercemar dan hidup dalam lumpur tanpa harapan. Dalam hati Maria berkata: “memang aku adalah kepahitan, aku sadar akan kesalahanku, tapi aku tidak mampu untuk mengatasinya. Masih adakah harapan untuk masa depanku? Kehidupanku dari hari ke hari dihabiskan dari dosa satu ke dosa lainnya, dari kegelapan ke kegelapan.”

 

Saudara, mari kita bayangkan kondisi Maria saat itu, betapa tersiksanya dia. Batinnya berteriak meminta pertolongan agar ada orang yang membebaskan dia dari kegelapan yang ia hidupi saat itu. Jiwanya terkoyak di emperan-emperan jalan yang tidak bersahabat. Para pemuka agama pun tidak mau melihatnya, dia itu ibarat seonggok sampah yang seharusnya tempatnya di tempat sampah. Sampah itu terus mencari secercah harapan untuk dirinya yang dahaga dan lapar. “Salahkah aku jika aku ingin kasih, kebebasan? Aku ingin kemerdekaan!!!

 

Mungkin Maria bertanya dalam hatinya, mengapa aku terlahir dalam kota Magdala? Mengapa aku harus hidup dalam keluarga yang tidak memberikanku kasih sayang? Mengapa aku harus dilahirkan dalam dunia ini?

Mengapa hidupku hancur?

Aku manusia yang tertolak!!!

Semenjak dari lahirku sampai saat ini aku tidak punya siapa-siapa, aku sendiri!!!

 

Saudara, ditengah-tengah pupusnya harapan itulah, Yesus datang dalam hidup Maria. Ia datang sebab Ia tahu benar bahwa Maria membutuhkan Dia. Dia telah mendengar jeritan hati Maria, sebab Ia adalah Allah yang mengerti pergumulan setiap mereka yang tertindih beban berat. Dalam keilahian-Nya ia mendengar suara-suara isak tangis anak manusia, mendengar jeritan kaum papa, tuduhan-tuduhan yang pahit dari manusia yang terabaikan dan ketidakberdayaan manusia dalam lumpur dosa. Ia melihat wajah-wajah itu, wajah-wajah yang berkerut, menangis dan ketakutan, wajah-wajah yang sungguh-sungguh mencari. Ia tahu pergumulan terberat sekalipun, Ia merasakan setiap hati yang merana. Ia datang ke dalam dunia untuk memberikan cinta kepada hati yang hancur dan membebaskan setiap jiwa yang tertawan dosa. IA MENGASIHI MARIA! Dia dapat merasakan air mata Maria bergulir setetes demi setetes.

 

Ilustrasi:

Saudara, seorang anak lelaki masuk ke sebuah toko yang menjual binatang peliharaan dan mencari seekor anak anjing. Setelah melihat-lihat dan mengamati akhirnya ia mendapatkan apa yang dicarinya. Ia menghampiri pemilik toko dan menanyakan harganya, setelah pemilik toko menyebutkan harganya, anak itu kemudian berjanji kepada pemilik toko bahwa ia akan kembali dalam beberapa hari untuk menebus anak anjing itu. Pemilik toko itu berpesan: “jangan lama-lama, anak anjing seperti itu cepat laku!” anak itu tersenyum dan berkata: aku tidak kuatir, punyaku tetap ada disini!”

 

Anak lelaki itu mulai bekerja selama seminggu di kebun tetangga dan ia menabung uangnya,  setelah ia merasa cukup uangnya untuk membeli seekor anjing, ia pun kembali ke toko itu. Ia datang ke meja kasir dan meletakkan sekantong penuh uang kertas yang terlipat-lipat. Pemilik toko memisah-misahkan uang tersebut dan menghitungnya, setelah jumlahnya benar, ia tersenyum kepada anak lelaki itu dan berkata,”nah, sekarang kamu bisa mengambil anak anjingmu, nak.”

           

Anak lelaki itu dengan bersemangat meraih ke dalam kotak itu dan mengambil anak anjingnya. Namun, pemilik toko menghentikannya, “jangan mengambil anak anjing yang itu, ia tidak akan bisa bermain dan berlari-lari denganmu, ia pincang!!! Ambillah yang lain.” “Tidak, terima kasih pak!” anak lelaki itu menjawab. “Anak anjing seperti ini yang kucari-cari” jawabnya sambil berjalan keluar toko.

 

Ketika anak itu bergegas keluar toko, pemilik toko itu ingin mengatakan sesuatu, namun ia terdiam. Tiba-tiba ia mengerti, sebab di bawah celana panjang anak itu tampak sebuah alat penunjang untuk kakinya yang timpang. Anak itu tahu perasaan anak anjing itu, dan ia tahu bahwa anak anjing itu sangat istimewa.

 

Luar biasa saudara, itulah Maria, ia istimewa di hadapan Yesus. Ia, Yesus, datang dan mengangkat Maria dari kandang yang sempit, mengajak Maria untuk ikut bersama-sama dengan rombongan-Nya melayani Dia Sang Rabbi. Dia mengubah kehidupan Maria. “Aku pernah mendengar nama-Nya, Ia terkenal, Yesus orang populer itu. Aku tidak pernah bermimpi bahwa Ia akan mendekatiku dan memberikan kasih yang tidak pernah aku dapatkan, bahkan kasih yang lebih daripada yang aku dambakan. Aku berpikir Ia sama dengan pemuka agama yang lain, mereka meludahiku karena aku kotor.”

 

Ketika Yesus memandangnya, Maria tahu bahwa itu bukan seperti pandangan pemuka-pemuka agama. Pandangan itu begitu lembut dan seakan berkata, “Maria, Aku mengerti kepahitan hidupmu dan Aku ingin engkau mengetahui bahwa Aku mengasihimu dan engkau berharga di hadapan-Ku.” Maria yang tidak layak, dilayakkan oleh Yesus, dan seketika itu juga kedamaian itu datang dan penderitaan itu terbang hilang ditelan bumi. Lalu Maria berkata, “aku akan melayani Tuhan dengan segenap hatiku dan kekayaanku.”

 

Saudara, seperti itulah Yesus mengasihi kita. Pendosa yang telah diangkat oleh Tuhan, dibersihkan dengan kasih yang tidak memandang kita dengan kejijikan. Ia dapat merasakan apa yang kita rasakan. Ia melihat kita tatkala kita menangis tanpa harapan dan putus asa, dan Ia ada bersama kita. Ia mengerti setiap pergumulan yang tak dapat kita katakan. Ia Allah yang datang untuk kita, Allah yang mau menampung air mata dan kepahitan kita.

 

Saudara, ketika kita datang dan memandang mata-Nya, maka kita akan mendengar Ia sedang berkata, “ketika pertama kali engkau kupanggil, tidak ada kejijikan dalam dirimu, karena engkau berharga di mata-Ku.”

 

2.Maria adalah orang yang memiliki kasih yang luar biasa kepada Tuhan (Yoh.20:1-2.10-11, 15-16)

 

Sejak Yesus hadir dalam kehidupannya, Maria mengalami perubahan hidup, perubahan ini juga telah membuatnya mengerti bahwa  kehidupannya demikian  berarti. Jika dulu hidupnya tidak lebih hanya sebuah hiburan dan permainan yang menjijikan. Namun sekarang ia mengerti tentang kasih karunia dan pengharapan hanya ada dalam Tuhan Yesus.   Karenanya, didalam perubahan yang dialaminya Maria menaruh  seluruh peng harapannya hanya tertumpu pada Yesus saja. Jadi ada suatu perubahan yang drastis dalam kehidupan Maria, jika dibandingkan kehidupan lamanya yang hanya bertumpu pada apa yang palsu, kebohongan, namun sekarang terlihat perubahan yang besar, sekarang ia ingin dalam seluruh aspek kehidupannya selalu  menyatakan kesetiaannya dalam mengikut Yesus, Tuhan Yesus yang telah memberinya hidup baru.

 

Sekalipun dalam Injil hanya menceritakan riwayat Maria secara singkat, namun  kesaksian Injil tersebut merupakan suatu kesaksian tentang perubahan kehidupan yang penuh dengan pengabdian di dalam kerajaan Allah. Dalam Tuhan Yesus baginya dunia sekarang  ini tidak gelap lagi., dapat dirasakannya setiap bangun pagi, hatinya penuh sukacita dan ceria seperti sang surya yang terbit setiap pagi.

 

Namun, haruskah perjumpaan bersama Tuhan itu berakhir dengan tragis? Haruskah sukacita itu lenyap kembali? Baginya derap langkah serdadu Romawi yang mencekam hati dan perasaan sudah mengakhiri hidupnya. Satu-satunya tempat untuk bergantung, menyatakan seluruh isi hatinya telah tiada. Yesus sudah mati secara menyedihkan di kayu salib dan telah dikuburkan. Hilang sudah harapan dan andalan Maria!

 

            Sekarang harapan itu sudah hancur berkeping-keping, mati dan mengendap di dalam lubuk hatinya. Tetapi, ada satu hal yang membuat dia bertahan. Satu hal yang tidak ikut hancur bersama injakan serdadu Romawi. Sesuatu yang pantang menyerah sekalipun telah tunduk terinjak dan hal itu ialah kasihnya kepada Tuhan. Sdr, kasih Maria kepada Tuhan bukanlah kasih yang karena, bukan karena ia mendapat berkat, keuntungan, kesehatan, perlindungan dan lepas dan masalah dunia. Sebaliknya kasih itu adalah kasih yang walaupun, walaupun dia harus ada dalam keadaan berbahaya dan terancam jiwanya, walaupun orang menghina, mencemooh, menolak dan meninggalkannya. Kasih seperti itulah yang mampu membawa Maria ke Golgota dan berdiri di dekat salib Yesus, sementara murid-murid yang lain sudah lari dan ada yang melihat dari jauh. Maria tetap ada di situ (Yoh. 19:25).

 

            Kasih itulah yang membawa kita untuk melihat riwayat Maria selanjutnya pada perikop yang sudah kita baca. Sdr, sudah merupakan kebiasaan di Palestina pada saat itu untuk mengunjungi makam orang yang sudah tiga hari setelah mayat itu dibaringkan. Jadi, tidak heran jika Maria dicatat dalam Injil Yohanes pergi ke makam Yesus untuk meminyaki mayat Yesus. Penekanan waktu yang dicatat Yohanes adalah pagi-pagi benar, sekitar pukul 3-6 pagi. Saya kira ini tugas yang suram bagi Maria. Mungkin Maria berpikir pasti tubuh Yesus sekarang sudah membengkak. Wajah-Nya putih dan bau kematian sangat tajam.

 

            Tetapi sdr, tiba-tiba di belokan terakhir jalan itu, Maria melihat batu penutup kubur terguling. Ia terkejut dan hampir tidak percaya apa yang dilihatnya, “Yesus telah dicuri orang!” (ayat 2). Banyak pertanyaan muncul dibenaknya, siapakah yang mengambil tubuh Yesus? Pemerintah Romawi? Pemimpin agama? Tetapi mengapa? Sudahkah tubuhnya dibuang keluar pintu gerbang untuk menjadi mangsa burung-burung pemakan bangkai? Tidak cukupkah penderitaan yang dialami Yesus selama hidup-Nya, sampai-sampai tubuh-Nya sekarang akan dipamerkan jadi tontonan dan cemoohan? Firman Tuhan kemudian mencatat, bahwa Maria berlari mendapatkan Yohanes dan Petrus. Mereka berlari secepatnya ke tampat itu untuk melihat sendiri apa yang terjadi. Maria mencoba berlari secepat mereka tetapi tidak dapat.

 

            Petrus keluat dari kubur dan ia kelihatan bingung. Yohanes keluar dan percaya, sedangkan Maria? Hanya duduk di depan kubur sambil menangis. Kedua orang itu pulang ke rumah dan meninggalkan Maria sendiri dengan kesedihannya. Kedua murid Yesus masih mempunyai sebuah rumah di mana mereka bisa pulang, ada tempat untuk berteduh dan mereka kembali kepada pekerjaannya (Yoh.21). Tetapi Maria dalam ayat 11 dituliskan “Maria berdiri dekat kubur itu dan menangis.” Sdr, tangisan Maria di sini merupakan suatu tangisan yang memilukan hati, tangisan yang keluar dari dalam hati yang paling dalam karena telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Maria tidak punya tempat untuk pulang! Maria tidak bisa pergi! “Kalian masih bisa pulang ke rumah, tetapi aku tidak dapat, karena Tuhan telah tiada” kata hati Maria. Dalam pandangannya dunia ini sudah kosong apalagi yang dapat diperbuatnya? Murid-murid yang mengikuti Tuhan boleh pulang, semua boleh pulang, tetapi seorang perempuan yang sederhana tetap berdiri di sana dan menangis karena tubuh Tuhannya telah hilang.

 

             Sembari menangis Maria masuk dalam kubur, di dalam kubur itu ia melihat malaikat dan terjadi dialog antara mereka. O..... yang menakjubkan, Maria tidak heran atau kaget kalau melihat malaikat itu, sebab yang ada dalam pikirannya hanya Yesus. Mungkin orang berpikir kalau aku bisa bertemu dengan malaikat adalah impian luar biasa atau berkumpul dengan Yohanes atau mendengar khotbah Petrus itu sudah cukup, tetapi bagi Maria itu tidak dapat menggantikan kehadiran Tuhannya. Walau hanya melihat tubuh Yesus, itu sudah cukup baginya. Meskipun Tuhanku telah mati, tetapi tubuh Tuhanku juga berharga dan hari itu harapannya telah habis.

 

            Di tengah-tengah puncak kebingungan itu, Tuhan Yesus datang kepada Maria dan berkata kepadanya pada ayat 15, “ibu, mengapa engkau menangis?” Maria menjawab Yesus, ”Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana Tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.”

 

Sdr, Maria kira orang itu adalah penunggu taman, sehingga ketika ia menjawab, “Tuan, jikalau Tuan yang mengambil Dia...” ada sesuatu yang menarik di sini, Maria lupa memberitahukan bahwa ia sedang mencari Tuhan, mencari Yesus orang Nazaret itu. Maria hanya berkata “Dia”. Dalam pandangan Maria, di dunia ini hanya ada seorang dalam hatinya “Dia” dan ia menigra semua orang mengenal siapa “Dia.” Bagi Maria siapapun tidak dipikirkannya kecuali Dia seorang. Inilah hati Maria.

 

            Hal seperti ini pernah terjadi pada seorang anak. Di sebuah museum di London terdapat sehelai surat yang ditulis oleh seorang anak kepada papanya. Pada sampulnya hanya tertulis kata-kata: “Papa, London.” Dalam pikiran anak itu hanya ada papanya dan ia mengira bahwa semua orang seharusnya mengenal papanya. Itulah hatinya. Dan seperti itulah juga hati Maria.

 

            Jikalau Tuan yang mengambil Dia, katakanlah padaku, dimana Tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya. Macam apakah Maria ini? Dia hanyalah seorang perempuan, kuatkah ia mengangkat tubuh Tuhan? Dia tidak memikirkan hal ini, tetapi ia punya tekad yang kuat untuk mengambil tubuh Tuhan. Dia juga tidak memikirkan jarak yang akan ditempuhnya, dia hanya memikirkan untuk mengambil-Nya.

 

            Saya kira dalam situasi seperti itu Tuhan tidak dapat tidak mewahyukan diri-Nya kepada Maria. Tuhan tidak dapat terlebih dahulu mencari Petrus atau Yohanes murid yang dikasihi-Nya, Tuhan tidak dapat terlebih dahulu mencari Tomas yang tidak percaya atau murid yang lainnya. Tuhan mencari Maria Magdalena, Dia ingat akan kasih Maria, kasih yang tidak pernah pudar sekalipun ia menghadapi banyak tantangan dan ancaman yang membahayakan nyawanya. Dia mengingat akan hati Maria yang polos, yang menangis karena Tuhan yang sangat dikasihinya. Itulah yang membawa Tuhan kemudian memanggil namanya, “Maria”, seolah-olah panggilan itu berbicara, “Aku ada di sini Maria, Aku telah melihat kasihmu pada-Ku.” Itu memang kata yang tepat untuk Maria, sebab ia memang sangat mengasihi Gurunya, bukan karena berhutang budi tetapi berhutang hidup kepada Tuhan. Kasih Maria menggugah Tuhan untuk menampakkan diri kepada Maria, sehingga ia dapat berkata “aku telah melihat Tuhan.”

 

Rasa kasih seperti itu juga yang memampukan Paulus berkata, “hidupku adalah untuk Tuhan.” Rasa kasih seperti itu pula yang memampukan Yohanes berkata, “Ia harus semakin besar, aku makin kecil.” Kasih itu hanya bisa ada jika kita telah lebih dulu merasakan kasih Allah dan menghargai-Nya. Sdr, mengenang kasih Allah kepada  kita, apakah yang dapat kita katakan? Apakah yang telah kita lakukan bagi Kristus sebagai wujud kasih kita?

 

Tentunya Tuhan pun rindu agar kisah Maria ini dapat menjadi kisah kita. Kisah hidup yang menampakkan kasih yang amat besar terhadap Dia yang telah mengasihi kita, Dia rindu kisah hidup kita ditutup dengan sukacita yang berkata “Aku telah melihat Tuhan.” Namun kenyataannya, sulit untuk mewujudkan hal ini dalam hidup kita, sangat berat rasanya untuk menolak pujian dari orang-orang lain, sangat sulit untuk menyembunyikan nama kita ketika kita membuat satu atau dua hal yang baik, kita mau agar orang-orang mengenal kita.

 

Dalam pelayanan, kita hitung-hitungan, apa untung-ruginya, apa yang bisa saya lakukan agar saya lebih menonjol dari orang lain? Kita bergumul bukan karena kita salah jalan dan berdosa, tetapi kita bergumul karena orang lain tidak menghargai kita. Sdr, pada saat orientasi hidup yang beraneka ragam berkembang dalam hati kita, maka pada saat itu sebenarnya kita telah mengsihi diri sendiri bukan Tuhan. Pada saat itu juga kita tidak ada di sana pada waktu Dia dihina dan dicemooh, kita tidak di sana pada waktu Dia disalib, kita tidak di Golgota, karena sesungguhnya kita tidak mengasihi Dia. Kita tidak akan pernah mendengar Dia memanggil nama kita seperti Ia memanggil Maria, kita tidak akan berkata “aku melihat Tuhan.”

 

Mari, saat ini kita tundukkan kepala dan merenungkan kasih Tuhan yang begitu besar untuk kita, kita minta kasih-Nya bekerja dalam hati kita supaya kita dapat mengasihi Dia dengan sepenuh hati kita.

Seorang pemuda berkata kepada Tuhan, “seberapa besar Engkau mengasihi aku?” Tuhan merentangkan kedua tangan-Nya dan memperlihatkan lubang pada telapak tangan-Nya dan berkata, “sebesar ini.” Lalu Tuhan bertanya, “kalau engkau, seberapa besar engkau mengasihi-KU?”

 

Amin