sumber kristen

                                                                  www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

 

 

 

 

 

 

 

Kami Hanyalah Manusia Biasa

 

Text Box: Nats     : Kisah Para Rasul 14: 8-18
Penulis  : Rev.DR. Peter Wongso 
Pendahuluan:

Ayat ayat ini menceritakan suatu kejadian ketika perjalanan PI pertama Paulus dan Barnabas melewati kota Listra. Ketika Paulus tiba di kota Listra, ia melihat seorang yang lumpuh sejak lahir duduk di sana. Paulus menatap dia dan melihat bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. Lalu kata Paulus dengan suara nyaring: "Berdirilah tegak di atas kakimu!". Orang  yang selama hidup ini belum pernah berjalan dengan kakinya, setelah mendengar perkataan Paulus, percaya akan kuasa besar dari nama Tuhan Yesus, maka ia segera melonjak dan berjalan.

 

Berhubung dengan kejadian mujizat yang ajaib ini, maka gemparlah semua orang yang ada di kota Listra, mereka mengira dewa-dewa melalui manusia telah datang ke tengah tengah mereka. Mereka menyebut Barnabas sebagai Zeus (dewa Yunani), Paulus sebagai Hermes (anak dewa Zeus). Dan imam dari kuil mengira dewa yang mereka sembah telah menyatakan diri, lalu membawa lembu-lembu jantan dan karangan bunga sebagai korban persembahan kepada Barnabas dan Paulus. Dalam suasana yang hiruk pikuk itu, Paulus dan Barnabas berusaha untuk menghalangi mereka berbuat tindakan yang sia-sia, dan masuk ke tengah-tengah mereka seraya menjelaskan: "Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu. Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya" (Kisah Para Rasul 14:15). Setelah melihat ayat-ayat Alkitab ini, sungguh membuat kita mengagumi Barnabas dan Paulus yang begitu rendah hati, jujur, setia kepada Tuhan, dan menjaga posisi diri. Dalam segala hal mereka meninggikan dan memuliakan Tuhan serta melakukan segala kebajikan lainnya. Dari tindakan mereka kita perlu merenungkan beberapa hal berikut ini:

 

1. Meskipun seorang hamba Tuhan dipakai Tuhan dengan hebat, ia tetap masih manusia juga, karena itu janganlah ia mencuri kemuliaan Allah. Seorang hamba yang mendapat anugerah untuk melakukan mujizat, berkhotbah, menyembuhkan penyakit, menyelamatkan jiwa, dan dipakai Tuhan secara luar biasa,  dia tetap hanyalah sebagai seorang manusia, dan tidak akan pernah menjadi "dewa". Maka sebagai hamba, ia harus ingat bahwa dirinya adalah manusia. Selain sifatnya sama dengan manusia, ia juga perlu menjelaskan kepada mereka yang mendapat keselamatan, yang disembuhkan, dan yang terlepas dari penderitaan, bahwa semua ini terjadi karena kuasa dan anugerah Tuhan yang mutlak, bukan kepandaian atau kecakapan manusia. Jika kita memperoleh anugerah, seharusnyalah kita bersyukur dan membalas budi kepada Tuhan, dan jangan sampai mengultuskan hamba Tuhan, supaya kemuliaan Tuhan jangan dirugikan. Pada waktu Paulus melakukan mujizat, banyak orang mau memuja dia sebagai dewa, namun dia tahu bahwa dirinya dan Barnabas adalah manusia, maka ketika orang banyak memujanya, justru Paulus dan Barnabas meninggikan dan memuliakan Kristus.

 

2. Meskipun pelayanan hamba Tuhan berhasil, ia tetap hanyalah manusia. Dengan demikian janganlah ia berusaha naik menggantikan posisi Allah. Tuhan Yesus berkata : "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku" (Yohanes 15:4).Keberhasilan pelayanan kita sebagai hamba adalah karena Allah yang mengerjakan segala sesuatu di dalam kita, jika bukan Tuhan yang bekerja melalui kita, maka kita yang lemah dan rusak ini tidak dapat berbuat apa-apa.

Dengan demikian, apapun hasilnya kembalikanlah segala kemuliaan kepada Tuhan, dan juga setelah kita menyelesaikan pekerjaan yang Tuhan serahkan, kita harus berkata: "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan" (Lukas 17:10). Sekali-kali jangan karena ada sedikit prestasi, lalu kita ingin naik ke takhta Tuhan, membuat rencana besar, melebarkan kekuasaan, memamerkan kekuasaannya sebagai yang memerintah, sama seperti si "anak pada pagi hari" dan "bintang terang" yang angkuh. Sebagai hamba bukan saja tidak boleh mempunyai pemikiran seperti itu, sekalipun ada orang yang hendak mengangkat kamu demikian, tetapi kamu harus seperti Paulus dan Barnabas mengoyakkan pakaian mereka, lalu terjun ke tengah-tengah orang banyak itu sambil berseru: ". Kami ini adalah manusia biasa, sama seperti kamu."

 

3. Hamba Tuhan ketika dihormati orang, maka ia harus menyadari bahwa dirinya hanyalah manusia, jangan berani menerima kemuliaan yang tidak patut diterima. Hamba Tuhan jika hidupnya saleh, kudus, rajin, dan setia melayani, serta menjadi teladan dalam banyak segi bagi dombanya, maka dengan sendirinya ia mendapat kehormatan dari umatnya. Saat seperti inilah ia harus lebih berhati-hati, jangan sekali-kali membiarkan umatnya menyembah dia sebagai tuhan. Tidak boleh tamak menikmati akan kemuliaan yang tidak seharusnya ia dapatkan, sekalipun ada umatnya yang bertingkah-laku salah seperti itu. Ia harus segera memperbaikinya. Hamba Tuhan hanyalah manusia yang masih bisa salah, lemah, dan gagal, jika tidak segera mawas diri, maka akan cepat membawa dirinya dan umatnya jatuh kedalam kesalahan dankegagalan.

 

4. Jikalau kita ingat bahwa diri kita hanyalah manusia, maka kita tidak akan berani meninggikan diri sendiri, dan tidak akan tidak meninggikan Kristus. Banyak hamba Tuhan yang tidak meninggikan Kristus, tidak memberitakan Kristus, disebabkan lupa bahwa dirinya adalah manusia. Mereka menganggap kalau dirinya dipakai Tuhan mengadakan mujizat, maka dengan serta merta mereka adalah tuhan yang harus ditinggikan dan diberitakan, sehingga di dalam khotbahnya dan kehidupannya sudah tidak terlihat lagi Kristus, yang terlihat hanyalah dirinya belaka. Dia merasa dirinya sudah dapat menyelamatkan orang, sehingga ia menjelajah daratan dan lautan, untuk membujuk orang masuk suatu agama, setelah masuk, malah membawanya menjadi anak neraka. Ini adalah hal yang sangat menyedihkan. Paulus dan Barnabas sadar betul bahwa mereka hanyalah manusia, maka ketika orang-orang di Listra mau menyembah mereka sebagai dewa, mereka meruntuhkan diri mereka dan hanya meninggikan Tuhan, supaya orang mengenal siapa Allah yang sejati, yang perlu disembah.

 

5. Jikalau sadar bahwa dirinya adalah manusia, maka seorang hamba tidak akan berani "mendewakan"dirinya. Banyak hamba Tuhan diberkati dalam pelayanannya, lantas lupa dirinya tetap adalah manusia. Tak heran acapkali ia "mendewakan" dirinya, menganggap dirinya mutlak tidak akan bersalah, mempunyai kuasa yang sempurna, dan pengetahuan yang lengkap pula. Akhirnya ternyata ketika dirinya berbuat salah, ia tidak mau mengaku salah, malah sebaliknya menyalahkan orang lain. "Kapak pinjaman itu telah jatuh tenggelam ke dalam sungai, tetapi masih saja ia memegang gagang kayu dan terus memotong pohon mati-matian". Dia masih tidak mengetahui apa yang harus ia ketahui, ia bahkan mengira bahwa ia mengetahui banyak, dan ia membanggakan diri dengan semuanya itu. Alangkah sangat menyedihkan keadaan semacam ini.

Dan karena "mendewakan"diri, maka ia cemburu pada orang yang pandai dan bijak, dan penuh kecurigaan. Jika pelayanan orang lain di berkati Tuhan, ia lalu berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan dan memfitnah orang itu.

 

Ini sungguh hal yang memalukan. Selama pelayanannya, Paulus senantiasa diberkati dan dipakai oleh Tuhan, tetapi ia selalu merasa dirinya adalah orang yang lemah yang setiap waktu perlu topangan anugerah Tuhan. Dia tahu pengetahuannya terbatas, maka ia melupakan apa yang telah di belakangnya, dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapannya, dan berlari kepada tujuan untuk memperoleh apa yang Kristus kehendaki ia peroleh.

6. Jikalau ingat bahwa dirinya adalah manusia biasa, sekalipun gagal, tidak akan sampai tidak bangkit lagi. Manusia sebenarnya adalah penuh kerusakan, najis, lemah, mudah terjatuh, gagal, dan kekecewaan. Manusia sungguh memerlukan topangan anugerah dan kuasa Allah. Setiap hari manusia memerlukan kasih, kemurahan dan simpati dari Allah. Manusia yang mudah berubah dan ingkar ini, betapa memerlukan Tuhan yang tidak berubah dan sungguh dapat dipercaya. Meskipun Paulus mempunyai segala ilmu pengetahuan yang ada di dunia, dan juga mempunyai pengalaman rohani diangkat ke sorga tingkat ke tiga, namun dia tetap suka memegahkan kelemahannya, karena dia tahu bahwa bilamana ia memegahkan kelemahannya, disitulah anugerah dan kuasa Tuhan melindunginya pada saat itu juga. Manusia yang masih di dalam tubuh jasmani ini, siapa gerangan yang kuat, yang dapat diandalkan dan yang  tidak dapat gagal? Jika bisa gagal, maka seharusnyalah berharap pada Tuhan yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, karena kasih dan kemurahan-Nya, akan menguatkan tangan yang lesu dan lutut yang goyah, berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita yang terbentang di hadapan kita.

 

7. Terakhir, kiranya semua umat percaya juga harus ingat bahwa hamba Tuhan juga adalah "manusia", bagaimanapun dia dipakai oleh Tuhan, sifatnya tetap sama dengan kita. Kita punya tujuh macam emosi yaitu suka, marah, sedih, senang, kasih, jahat, dan nafsu; serta enam macam keinginan yang timbul dari mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran, demikian juga hamba Tuhan mempunyai tujuh macam emosi dan enam macam keinginan yang sama. Maka ketika kita melihat hal-hal tersebut sedang bergejolak, sama seperti kita juga,kita harus memakluminya, simpatik pada mereka, dan mendoakan mereka. Janganlah mengeritik atau menyerang mereka, apalagi membenci mereka. Tiap hari kita perlu makan, pakaian, dan istirahat. Hamba Tuhan juga punya kebutuhan yang sama. Kita  bisa terpukul, bisa kecewa, dan bisa sedih, demikian juga hamba Tuhan bisa terpukul, kecewa, dan sedih. Kita bisa terjatuh karena godaan kemewahan dunia dan hawa nafsu. Jika hamba Tuhan tergoda dan tidak bersandar pada Firman Tuhan dan kuasa Roh Kudus untuk melawannya, merekapun juga bisa tergoda jatuh dan gagal. Oleh karena itu dalam segala hal kita perlu menempatkan diri pada posisi orang lain untuk bersimpati, mendorong, dan mendoakan mereka dengan tulus dan setia. Jikalau kita mempunyai pengenalan demikian terhadap hamba Tuhan, andaikan mereka terjatuh, kita tidak akan terbawa-bawa jatuh bersama mereka.

 

Para pembaca yang kekasih! Saya melihat banyak hamba Tuhan yang sungguh dipakai oleh Tuhan tetapi tidak mau mengenal dirinya hanyalah sebagai "manusia",  sehingga terjatuh dan gagal, memalukan nama Tuhan, malah menjadi batu sandungan bagi umat percaya. Saya juga melihat banyak jemaat yang tidak mau melihat hamba Tuhan sebagai "manusia", sehingga tatkala mereka ada kesalahan, timbulah salah paham, mengeritik, dan menyerang hambaTuhan.

 

Bahkan dirinya juga ikut terjatuh meninggalkan imannya. Ini sungguh adalah suatu hal yang sangat tragis! Marilah kita sebagai hamba Tuhan, melalui Paulus dan Barnabas, belajar dari pelajaran yang sangat berharga ini, bagaimanapun kita dipakai oleh Tuhan, kita harus ingat bahwa diri kita hanyalah manusia, yang setiap hari perlu dukungan anugerah Tuhan. Dengan demikian kita akan dapat mengurangi banyak kegagalan dan kesalahan yang tidak perlu. Jemaat juga harus melihat hamba Tuhan sebagai "manusia", dan wajib mendoakan, bersimpatik dengan kasih yang tulus, dapat memaklumi, dan memberi semangat buat mereka. Dengan demikian pekerjaan Tuhan akan berkembang lebih luas, dan Injil Tuhan juga akan lebih cepat tersebarluaskan.

 

(Khotbah ini dalam bahasa Mandarin. Madjalah Bulanan Dewan Geredja-Geredja Keristen Tionghoa Di Indonesia, Surabaja, Edisi 116 Djuli Tahun 1959. Telah diterjemahkan oleh Pdt. Em. Martinus Adam dan Bapak Abun, revisi bahasa oleh Andrias Hans. Izin terbit dari Rev. Peter Wongso, 7 Juli 2004 diberikan kepada Andrias Hans)