sumber kristen

                                                                  www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Tema                : Sekali Lagi Tentang Pengampunan

Nats                 : Matius 18:21-35

Penulis              : Hendra

Tujuan : Agar pendengar tahu bagaimana caranya mengampuni saudara seiman dengan tidak batasnya.

Pendahuluan

Tanggal 18 November 1979 merupakan hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh keluarga Bob dan Glodie Bristol. Mereka menerima kabar dari kepolisian San Diego bahwa anaknya Diane (21 thn) diberitakan meninggal. Kematiannya sangat tragis, dimana ia diperkosa lalu dibunuh oleh seorang pemuda. Hati mereka hancur, sakit sekali, mereka menangis dan sangat berduka atas peristiwa ini. Berbagai pertanyaan muncul di kepala mereka, “mengapa ini bisa terjadi? , mengapa harus kami yang mengalaminya? Dosa apakah yang kami lakukan? Beberapa waktu kemudian, mereka menyadari sebagai orang Kristen mereka harus mengampuni pemerkosa dan pembunuh anaknya itu. Ketika tetangga mengetahui bahwa keluarga ini mengampuni pembunuh itu, berbagai reaksi muncul terhadap keluarga ini, ada yang heran, ada yang kagum, tidak sedikit juga yang marah, bahkan membenci keluarga ini. Bahkan pada suatu hari jam 02.00 subuh mereka mendapat telepon dari seorang perawat dari Canada yang memberitahukan bahwa ia juga 15 tahun yang lalu diperkosa dan ia mengatakan : kalian sungguh keterlaluan, binatang-binatang itu tidak perlu diampuni dan seharusnya dihukum mati dengan disuntik. dan jika saya dapat, maka sayalah orang pertama yang akan melakukan hal tersebut, lalu telepon itu putus.

Pengampunan bukanlah sesuatu yang alamiah terjadi dan dapat dilakukan oleh setiap manusia. Pengampunan saat ini terasa begitu asing dan sulit. Apakah di gereja atau dilingkungan orang Kristen termasuk di tempat ini pengampunan merupakan sesuatu yang langka? Seberapa pentingkah pengampunan dalam kehidupan manusia? Sampai kapan  pengampunan dibutuhkan oleh manusia?

Selama bumi masih berputar, matahari masih terbit di sebelah Timur dan tenggelam di sebelah Barat dan selama kehidupan masih tetap berlangsung di bumi ini, maka pengampunan merupakan sesuatu yang sangat penting di dunia yang penuh dengan orang-orang yang berdosa. Mengapa demikian? karena kita semua butuh untuk diampuni dan perlu untuk mengampuni. Dan orang-orang tetap akan ada yang melakukan kesalahan terhadap kita dan kita sendiri sebagai pengikut-pengikut Yesus diperhadapkan dengan kondisi mengampuni atau tidak. Satu hal lagi yang pasti yaitu setelah the final judgment maka manusia tidak punya kesempatan untuk mengampuni atau diampuni.

Ketika Petrus bertemu dengan Tuhan, Petrus pun sadar bahwa pengampunan itu penting dan harus ada karena Yesus mengajarkan pentingnya mengampuni orang lain  (Mat. 6:12,14-15) akan tetapi seberapa banyakkah pengampunan itu dapat diberikan? Apakah ada batasannya? Konsep pengampunan yang Petrus miliki masih dipengaruhi kuat oleh latar belakang yang ia miliki. Menurut pengajaran rabi pada saat itu, pengampunan hanya diberikan 3 kali dan tidak lebih dari itu. Dan pemikiran Petrus telah berkembang sehingga ia bertanya apakah sampai tujuh kali?. Angka tujuh melambangkan angka yang sempurna dalam kebiasaan orang Yahudi, Petrus sepertinya telah mempunyai konsep bahwa pengampunan itu sempurna, akan tetapi ia tetap beranggapan sepertinya pengampunan itu suatu komoditas yang dapat ditimbang, diukur, dihitung dan ada batasnya. Benarkah pengampunan ada batasnya?

Yesus membenahi konsep pengampunan yang Petrus miliki dengan mengajarkan bahwa pengampunan yang Tuhan inginkan adalah pengampunan yang bukan secara kuantitas tetapi secara kualitas yang tiada berakhir. Semangat pengampunan yang Tuhan ajarkan adalah pengampuan yang asli yang tidak kenal batasan yang lahir dari suatu keadaan dari dalam hati. Yesus mengatakan 70 x 7 yang dari bahasa Yunani dapat mempunyai dua pengertian tujuh puluh tujuh atau tujuh puluh kali tujuh. Angka 7 dan angka 10 dalam kebiasaan orang Yahudi melambangkan kesempurnaan. Kistemaker mengatakan tujuh puluh tujuh berarti kesempurnaan dikalikan dengan kesempurnaan dan ditambah dengan kesempurnaan. Ini berarti kesempurnaan dalam pengampunan yang tidak pernah berakhir. Ini juga berarti pengampunan yang tidak dibatasi terhadap ruang lingkup apa yang harus diampuni.

Itulah konsep pengampunan yang diajarkan oleh Yesus dan pertanyaan selanjutnya yang penting kita pikirkan adalah bagaimanakah caranya kita bisa mengampuni saudara kita dengan tidak terbatas/tiada kesudahannya?

Dari perikop yang telah kita baca ini, ada 3 hal yang perlu kita perhatikan supaya kita dapat mengampuni saudara kita dengan kualitas pengampunan yang tidak ada batasnya.

Ingatlah akan anugrah pengampunan dari Tuhan kepada kita (v. 23-30)

Perumpamaan yang Yesus ajarkan kepada Petrus dan juga kepada murid-murid lainnya mengisahkan tentang seorang raja yang mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Dari latar belakang sosial budaya pada saat itu diperkirakan hamba-hambanya itu lebih tepat dikatakan adalah gubernur atau pejabat-pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada raja. Setelah diadakan pertanggungjawaban ternyata kedapatan seorang pejabat yang kemungkinan besar adalah seorang yang bertanggung jawab dalam mengurus bagian pajak kerajaan itu.

Ternyata ia berhutang sebanyak sepuluh ribu talenta. “talenta” merupakan satuan nilai uang yang tertinggi yang berlaku pada saat itu dan kata “sepuluh ribu” dapat berarti jumlah yang tidak dapat dihitung lagi. Saya setuju dengan John Mc Arthur yang mengatakan bahwa adalah kurang tepat jika kita membandingkan dengan nilai uang yang berlaku sekarang, karena seringnya nilai tukar uang sekarang sering berubah-ubah. Untuk mengerti jumlah hutangnya ini maka dapat kita bandingkan dengan jumlah pajak tahunan dari seluruh kerajaan pada zaman Herodes Agung yaitu 900 talenta. Melalui perbandingan ini kita dapat mengerti bahwa hutang pejabatnya ini sangat besar nilainya, tidak terhitung lagi. Sehingga pada ayat 25 dikatakan bahwa orang ini tidak dapat melunaskan hutangnya dan sebagai hukumannya maka ia beserta istri, anak akan dijual sebagai budak.

Hal ini merupakan suatu kebiasaan pada saat itu dimana penagih hutang dapat menjual pribadi yang berhutang maupun keluarganya jika ia tidak dapat melunasi hutangnya, dapat juga kita lihat di kitab 2 Raja-raja 4:1, Neh 5:3-5 dimana mengisahkan tentang keluhan dari sebagian rakyat yang berteriak karena terpaksa membiarkan anak-anak mereka menjadi budak karena sudah tidak mempunyai apa-apa lagi untuk membayar pajak. Hukuman yang diterima pejabat ini bukan hanya keluarga dijual sebagai budak, tapi juga segala miliknya disita, yang pada akhirnya juga belum mampu untuk melunasi hutangnya. Lalu pejabat itu sujud menyembah dan memohon supaya raja itu sabar karena segala hutangnya akan dibayar.

Suatu permohonan yang tidak realistis dan tidak mungkin dapat dipenuhi, suatu permohonan dari seorang yang tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat, suatu permohonan dari seorang yang sangat hopeless dan ia sendiripun tahu bahwa ia tidak akan pernah dapat melunasi hutangnya. Akan tetapi pada ayat 27 dikatakan bahwa tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, bukan berdasarkan janji kemampuan hamba itu untuk membayar, sehingga raja itu membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Raja itu membebaskan pejabatnya dari hukuman akan dijualnya pejabat itu beserta seluruh keluarga dan segala miliknya. 

Raja yang baik hati ini  bukan hanya membebaskannya tetapi juga menghapus hutangnya. Hutang pejabat itu dihapuskan seluruhnya, tetapi sebenarnya hutang itu tetap ada hanya sekarang ditanggung oleh sang raja. Ada harga yang harus dibayar oleh sang raja  dalam mengampuni pejabatnya.

Ketika pejabat raja itu pergi dari hadapan raja dan diluar istana ia bertemu dengan seorang hamba yang berhutang kepadanya 100 dinar.  Ia langsung menangkap dan mencekik kawannya yang berhutang. Suatu perlakuan yang tidak lazim dilakukan oleh penagih hutang saat itu. Hamba yang hanya berhutang 100 dinar  melakukan hal yang sama seperti yang telah dilakukan oleh pejabat itu, yaitu sujud dan menyembah. Kalimat permohonannyapun lebih kurang sama seperti yang diucapkan oleh pejabat itu ketika memohon kepada raja. Hamba itu memohon supaya sang pejabat boleh bersabar, karena hutangnya pasti akan dilunaskannya. Apakah permohonan hamba ini permohonan yang realistis?, Benar ! Permohonan hamba itu sebenarnya merupakan permohonan yang realistis karena secara perhitungan hutang itu akan dapat dilunasi dalam 100 hari kerja,  karena hamba ini berhutang hanya 100 dinar dan satu dinar merupakan upah kerja satu hari dari seorang buruh pada waktu itu.

Kalau diadakan perbandingan antara hutang, maka hamba ini berhutang kepada pejabat ini hanya satu per 600.000 kali lebih kecil jika dibandingkan dengan hutang pejabat itu kepada raja karena satu talenta=6.000 dinar. Akan tetapi pejabat itu tidak mau mengampuni hambanya, malahan memasukkannya ke dalam penjara yang berarti orang itu tidak dapat mencari uang supaya dapat melunasi hutangnya. Betapa ironisnya hal yang dilakukan oleh pejabat ini, setelah hanya sesaat ia menerima anugrah pengampunan dari raja, ia melupakan anugrah itu dan tidak mengampuni hambanya. Pejabat ini memfokuskan diri kepada hutang hambanya yang dimatanya sangat besar sehingga tidak lagi melihat bahwa ia adalah orang yang berhutang kepada raja dengan nilai yang tidak terhitung.

Aplikasi:

Semakin besar perhatian kita kepada dosa orang lain maka semakin tak terlihat dosa yang telah kita lakukan akan tetapi jika kita semakin menyadari betapa besar dosa sendiri/pelanggaran kita maka kita akan melihat dosa orang lain/pelanggaran orang lain menjadi kecil dan kita akan dapat terus mengampuni apa yang dilakukan orang tersebut kepada kita.

            Dalam kehidupan sehari-hari mungkin dari awal pertobatan sampai sekarang ini kita masih bergumul dengan yang namanya pengampunan. Ketika kita diperhadapkan dengan kondisi yang menuntut pengampunan  sering merasa sukar untuk mengampuni. Kita sering berkata bahwa orang itu tidak layak saya ampuni, karena telah menyakiti saya ataupun menyakiti orang yang saya kasihi dan saya merasa dosa saya kecil jika dibandingkan dengan dosa orang tersebut. Kenapa demikian? Karena saya terlahir dari keluarga yang lengkap dan terdidik dengan baik sehingga tumbuh menjadi seorang yang memegang teguh etika-etika yang berlaku. Dengan pengaruh pembentukan yang sangat kuat dari ajaran di gereja saya semakin merasa cukup okey dalam sikap dan penampilan yang dapat dilihat oleh orang lain. Tetapi apakah orang lain pernah tahu apa yang saya pikirkan. Kutukan, makian, cercaan jarang saya ucapkan, akan tetapi siapa yang tahu bahwa saya berulang kali memaki, mengutuk, mencerca dalam hati? , siapa yang pernah tahu apa yang saya lakukan ketika saya sedang sendirian? Semakin saya mempelajari tentang anugrah pengampunan dari Allah, semakin saya menyadari bahwa saya adalah orang yang berdosa yang tidak selayaknya mendapatkan anugrah pengampunan dari Allah.

Marilah kita terus mengingat kembali kepada anugrah pengampunan dari Tuhan yang begitu besar diberikan kepada kita sehingga ketika melihat kesalahan saudara kita menjadi kecil dan kita terus akan dapat mengampuni saudara kita.

Hal kedua yang perlu kita perhatikan supaya kita dapat mengampuni saudara kita dengan kualitas pengampunan yang tidak ada batasnya.

Ingatlah akan hukum kasih. (v. 31-34)

Ternyata perbuatan pejabat ini akhirnya diketahui oleh Raja dan yang menarik adalah perkataan raja ketika mengetahui perbuatan pejabat ini. Raja berkata dengan marah kepada pejabat itu: “Bukankah engkaupun harus mengasihi kawanmu seperti aku telah mengasihi engkau?” Inilah hukum kasih yang digambarkan dengan jelas dari perikop ini. Kita harus mengasihi sesama kita karena Bapa telah lebih dahulu mengasihi kita. Lalu apa hubungannya kasih dan pengampunan. Dasar dari suatu pengampunan adalah kasih Allah. Pengampunan tidak pernah terlepas dari kasih. Kita hanya dapat mengampuni seseorang jika kita mengasihi dia. Jika kita tidak pernah mengasihi orang tersebut jangan harap tersedia pengampunan yang tiada berakhir buat dia. Pada bagian dari kotbah di bukit dikatakan “Kasihilah musuh-Mu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat. 5: 44) Yesus mengajarkan bahwa kita harus mengasihi musuh kita, mengasihi orang yang berbuat salah/ menyakiti kita dan bukannya membenci.

Di suatu gereja di sebuah kota, saya bertemu dengan seorang jemaat yaitu seorang ibu yang aktif melayani. Setelah saya menyampaikan renungan dari Matius 5:43-48 tentang mengasihi musuh. Ia berkata: “Pak Hendra, saya mengerti apa yang pak Hendra sampaikan, tapi terhadap pendeta itu, saya merasa sulit sekali. Sudah untung jika saya tidak membalas apa yang dilakukan pendeta itu terhadap saya, tapi kalau untuk mengasihi dia, saya masih belum bisa.

Ibu ini belum bisa mengampuni pendeta ini atas perlakuan terhadap ia dan suaminya karena ia sulit untuk mengasihi pendeta ini.

BISS, dalam mengampuni janganlah kita merasa kalau kita dapat mengasihi dia barulah kita mau mengampuni, tetapi untuk mengampuni kita harus mau mengambil suatu tindakan yaitu mengasihi. Mungkin kita berpikir ngomong sih enak, tapi melakukannya itu sangat sulit, tetapi bukankah kalau kita merasa sepertinya kita tidak mampu untuk mengasihi dia berarti membatasi kerja Allah terhadap kita? Dari peristiwa yang dialami ibu ini saya merenungkan dan mengambil suatu pelajaran bahwa untuk dapat mengampuni seseorang maka kita harus mau untuk terus belajar mengasihi dia. Marilah kita mengingat akan hukum kasih yaitu kita mengasihi karena Allah telah mengasihi kita dan atas dasar kasih inilah kita akan dapat mengampuni orang lain dengan pengampunan yang tiada berakhir.

Hal ketiga yang perlu kita perhatikan supaya kita dapat mengampuni saudara kita dengan kualitas pengampungan yang tidak ada batasnya.

Ingatlah bahwa mengampuni harus dengan segenap hati (v. 35)

Pada ayat 35 Yesus berkata maka Bapaku yang di Sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu. Suatu kondisi yang Tuhan nyatakan dengan jelas kepada murid-muridnya untuk dilakukan yaitu ampunilah sesamamu maka kamu akan diampuni, jika kamu tidak mengampuni maka BapaKu yang disorga tidak akan mengampuni kamu (Mat 6:14, Luk 6:37, Mrk 11:25-26) Akan tetapi kita tidak boleh mengerti ayat ini dengan mengatakan bahwa karena usaha kita mengampuni maka kita berhak untuk diampuni. Tetapi yang benar dan paling mendasar adalah karena kita telah diampuni Tuhan maka kita harus mengampuni orang lain. Dan jika kita mengampuni orang lain maka kita akan diampuni untuk kesalahan/perbuatan dosa kita selanjutnya ketika kita jatuh bangun dalam perjalanan iman kita.

Mengapa saya katakan bahwa untuk dapat mengampuni dengan kualitas pengampunan yang tidak ada batasnya dengan cara ingat bahwa pengampunan harus dilakukan dengan segenap hati? Karena jika kita tidak mengampuni dengan segenap hati maka akan sulit bagi kita untuk mengampuni orang yang sama di kemudian hari. Lalu apa yang dimaksud dengan pengampunan dengan segenap hati? Hati dapat menunjuk kepada pusat kehidupan fisik manusia, hati juga menunjukkan tempat dan sumber kehidupan dalam manusia untuk berpikir, merasa, mengambil keputusan umum, moral. Pengampunan yang diinginkan Tuhan adalah pengampunan yang keluar dari hati kita sebagai pusat pengatur hidup kita yaitu pengampunan yang segenap hati. Pengampunan dengan segenap hati  bukanlah pengampunan yang setengah-setengah. Pengampunan yang segenap hati adalah pengampunan yang utuh, tuntas, komplit. Tuhan kita telah memberikan pengampunan yang utuh, penuh dengan bukti kematian Yesus di kayu salib. Pengampunan yang sepenuh hati berarti tidak lagi mengingat akan kesalahan orang tersebut untuk seterusnya dan tidak menggunakannya untuk menyerang orang itu di kemudian hari.

Suatu malam di sebuah kebaktian, seorang wanita mengalami jamahan Tuhan pada hatinya, ia merespon panggilan Tuhan dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat-Nya. Wanita ini mempunyai masa lalu yang sangat-sangat kelam, pecandu alkohol, obat-obatan, prostitusi. tetapi setelah hari itu, perubahan hidup sungguh nyata dalam kehidupannya. Kemudian ia menjadi anggota gereja tersebut dan ia terlibat dalam pelayanan dan mengajar sekolah minggu. Setelah beberapa waktu ternyata wanita beriman ini mendapat perhatian khusus dari anak pendeta gereja ini, dan relasi mereka terus bertumbuh dan mereka berencana untuk menikah.

Dan mulailah timbul permasalahan. Setengah dari anggota gereja berpikir bahwa wanita ini tidak pantas berdampingan dengan anak pendeta gereja itu. Lalu timbul pertengkaran karena masalah ini dan akhirnya diputuskan untuk mengadakan suatu pertemuan. Ketika berbagai argument dikemukakan, timbullah ketegangan, dan keadaan mulai menjadi tidak terkontrol. Wanita itu menjadi sangat sedih ketika semua hal yang pernah terjadi pada masa lalunya dipermasalahkan, ditambah lagi anak pendeta ini tidak mampu mengatasi menanggung kepedihan yang ia rasakan lalu ia menangis dan anak pendeta berdiri dan berbicara: Saya menantang setiap kita yang hadir disini untuk berpikir hati-hati tentang apa yang sedang terjadi di sini, apakah benar yang kalian permasalahkan adalah masa lalu wanita ini? Atau sebenarnya yang kalian permasalahkan adalah kemampuan darah Kristus untuk menghapus semua dosa kita termasuk dosa wanita ini? Apakah darah Kristus tidak sanggup untuk menghapus semua dosa kita? Lalu suasana menjadi hening dan air mata mulai mengalir dari mata jemaat yang hadir karena mereka sadar mereka telah memperkarakan kemampuan darah Kristus.

Terlalu sering kita sebagai orang Kristen tidak mengampuni seseorang secara tuntas, bahkan kita sering membawa masa lalu itu dan menjadikannya senjata untuk melawan saudara-saudara kita. Marilah kita terus belajar untuk mengampuni dengan segenap hati kita, dengan tuntas dan tidak mengingat-ingat lagi akan kesalahan orang lain itu.

            Dari perikop ini kita telah belajar tiga hal yang perlu kita perhatikan supaya kita dapat mengampuni saudara kita dengan tidak ada batasnya adalah:

Ingatlah akan anugrah pengampunan Tuhan kepada kita.

Ingatlah akan hukum kasih

Ingatlah akan pengampunan harus dengan segenap hati.

Marilah kita para hamba Tuhan yang setelah mendapatkan ajaran pengampunan yang sejati dari sumber yang tertinggi yaitu Tuhan, melakukannya dalam kehidupan kita, dan bukan hanya itu tetapi kita juga perlu mengajarkan kepada siapapun yang kita layani supaya mereka juga melakukannya dalam hidup mereka. Amin.