sumber kristen

                                                                  www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Tema     :   Memahami Makna Hidup

Nats       :   Yohanes 5.
Penulis  :    Yusman Liong

Tujuan  :    Agar jemaat dapat mengerti arti kehidupannya yang demikian berharga.
Pengantar.
Salah satu tema yang sangat penting untuk diketahui oleh orang hidup adalah hidup itu sendiri. Khususnya,  sebagai orang percaya, kita perlu terus merenungkan makna hidup yang sesungguhnya melalui terang Firman Tuhan. Kalau tidak, maka pemahaman terhadap makna  hidup akan menjadi begitu sekuler (duniawi). Yang menyedihkan adalah  kita tidak  menyadari akan hal tersebut. Hal ini bisa terjadi jika kondisi kerohanian kita semakin mundur dan jauh dari Allah, alias menjadi parah. Sampai suatu tahap kita kurang peka terhadap perkara rohani dan nilai-nilai rohani yang yang terkandung di dalam ajaran hamba Tuhan di mimbar gereja. Bahkan kita berani menganggap firman Tuhan yang disampaikan sebagai suatu penyerangan secara pribadi.

Ketidakpekaan rohani bisa ditutupi dengan masih melakukan hal-hal rutin: masih ke Gereja, masih memberi perpuluhan, bahkan mengikuti aktifitas gereja. 

Melalui Yohanes 5:1-18  yang baru kita baca tadi,  kita akan merenungkan bersama-sama  bagaimana Firman Tuhan tersebut di atas mengajarkan tentang makna hidup?

1. Hidup adalah persaingan. To live is tocompete.

Pada bagian ini Yohanes menceritakan suatu kejadian di Yerusalem, dekat Pintu Gerbang Domba, di sini terdapat sebuah kolam yang di sebut Betesda, dalam komplek ini terdapat lima serambi. Yohanes mengatakan bahwa diserambi-serambi tersebut  terbaring sejumlah besar orang sakit: ada yang  buta, ada juga orang yang timpang dan  terdapat juga orang yang lumpuh, mereka berada di tepi kolam Betesda sedang  menantikan goncangan air kolam yang bisa terjadi secara tiba-tiba ayat 2-3.

Yohanes menceritakan bagaimana orang-orang sakit itu disembuhkan, kalau orang tersebut dapat masuk ke dalam kolam terlebih dahulu.  "Barangsiapa yang terdahulu masuk kedalam kolam itu sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun penyakitnya ayat 4.

Jadi 'aturan mainnya' adalah siapa yang terdahulu masuk maka dialah yang akan menerima kesembuhan. Jikalau demikian bagaimakah mungkin bagi mereka yang tidak bisa berenang atau yang lumpuh?  "Mengapa harus demikian? Apakah Allah yang mengutus Malaikat ke dalam kolam atau Allah sendiri yang menggoncangkan air kolam? Mengapa tidak menyembuhkan orang sakit secara langsung? Mengapa harus membuat orang sakit menjadi lebih susah karena harus merangkak ke dalam kolam?".

Tentu, apa saja boleh kita  bertanya dan menyatakan skeptik kita. Yang terpenting adalah kenyataannya, itulah 'aturan main' yang dikatakan oleh Yohanes. Kita perlu mengerti, memang terkadang apa yang menjadi kehendak Allah bagi manusia merupakan perkara yang sangat berat. Air goncang di kolam Betesda memang semenjak dahulu kala sudah demikian adanya. Yohanes tidak menulis tentang  orang Israel yang sakit marah-marah karena  aturan main yang sulit ini, bahkan Yohanes menulis tentang seorang bapak yang telah terbaring 38 tahun dan bapak ini saja tidak ngomel, orang-orang yang berada disekitar kolam  dengan sabar menanti air  kolam bergoncang dan sekarang mengapa kita  yang  meminta agar  aturan mainnya diubah? Lalu bagaimana dengan bapak  yang miskin ini, dia lumpuh dan tidak mempunyai sanak-saudara. Di tepi kolam ini tidak ada istilah yang datang duluan, maka dia duluan. Di tepi kolam ini tidak ada kamus "giliran". Di tepi kolam ini tidak ada yang bersifat toleransi, yang ada sifat egoisme tinggi. Yang penting saya, yang penting saya; kira-kira begitu sehingga tidak heran di tepi kolam itu ada seseorang yang sudah 38 tahun berbaring di sana karena lumpuh.

38 tahun bukan suatu waktu yang singkat, tetapi selama waktu ini banyak peristiwa yang sudah terlupakan. 38 tahun yang silam mungkin ada diantara kita yang belum lahir di dunia ini. 38 tahun yang silam kota Surabaya pasti masih sepi. 38 tahun sama seperti waktunya orang-orang Israel mengembara di padang belantara (lih Ulangan 2:14). 38 tahun merupakan waktu yang cukup lama, sulit dibayangkan. Namun teman kita yang lumpuh ini selama 38 tahun menunggu di tepi kolam, belum ada perubahan. Ia akan tetap berada di tepi kolam itu seandainya Tuhan Yesus tidak mengulurkan tangan dan berbelas kasihan untuk menyembuhkannya. Di tepi kolam itu bukannya tidak ada orang? Banyak sekali orang berlalu lalang, tetapi mata mereka tidak tertuju pada orang yang lumpuh itu. Mereka sibuk dengan kepentingannya sendiri. Seandainya mereka sudah sembuh, maka mereka segera meninggalkan tempat itu. Tidak ada waktu rasanya untuk menolong orang lain, jadi; sekali lagi kita tidak perlu merasa heran jikalau ada orang yang berbaring lumpuh selama 38 tahun.

 

Allah memiliki kesanggupan  menyembuhkan semua orang sakit secara langsung, namun dalam bagian ini (juga terkadang) Allah memakai berbagai cara untuk menyembuhkan orang sakit.  Allah juga terkadang menginginkan umat/ciptaanNya mengambil bagian dalam karya kasihNya. Allah selalu menyediakan berkat kesembuhan di kolam Betesda, jadi siapa saja boleh mendapatkan berkat Allah tersebut.

Cuma kelihatannya dalam bagian ini  dengan cara adu cepat untuk masuk kekolam untuk menikmati berkat itu. Dan ingat, tidak hanya adu cepat untuk masuk kolam.Tetapi juga harus adu cepat untuk menjadi yang terdahulu.

Aplikasi:

Saudara dalam kehidupan kita sehari-hari sering kita bertemu dengan cara seperti di atas, siapa cepat siapa dapat.  Tidak dipersoalkan  siapa orangnya, apa sukunya atau dari mana datangnya, apapun agamanya, tidak jadi masalah. Sebab hidup dalam zaman persaingan ini siapa yang memiliki informasi yang paling cepat dan terlengkap dialah yang akan menjadi pemenang.

Di zaman persaingan ini, jelas kita tidak bisa hidup dengan cara alon-alon lagi, kita tidak mungkin  bisa  memakai cara atau berpedoman pada pelan-pelan saja tak akan lari gunung dikejar. Dalam segala bidang kompetisi  sangat ketat sekali, orang yang tidak memiliki mental kuat, cara yang terbaru untuk negosiasi, bakalan akan menerima yang sisa, yang kecil, ikan teri saja.  Akan tetapi kalau dia memiliki unsur-unsur persaingan yang hebat dapata dipastikan akan membuatnya  menjadi yang terdahulu, pemenang. Orang yang demikian akan mendapat berkat yang telah tersedia baginya.

Untuk itu kita perlu mengerti beberapa hal yang penting dalam pertarungan,  beberapa hal penting sebagai kiat-kiat kita,  seperti adanya visi dan tujuan hidup yang jelas, memiliki perencanaan untuk mencapai tujuan tersebut, serta disiplin dan kerja keras.

Ilustrasi:

Saya teringat juara marathon dari Jepang pada Olimpiade Sydney beberapa waktu yang lalu. Mungkin, yang turut bersaing pada perlombaan itu ada juga orang-orang Kristen, yang sudah dilahirkan kembali, saat teduhnya baik dan berdoa dengan tekun. Namun tidak menjadi juara. Sebaliknya, nona Jepang tersebut, yang barangkali tidak mengenal Kristus, dapat menikmati berkat itu. Mengapa? Karena dia memiliki unsur-unsur bersaing. Dia yang menantikan berkat itu telah terlebih dahulu sampai di 'kolam itu'. Memang sangat mengesankan bagaimana nona tersebut mempersiapkan diri untuk menghadapi Olimpiade tersebut. Dia bahkan sampai pindah ke Sydney beberapa tahun sebelumnya (sekitar dua tahun), dan berlatih secara tekun dan teratur di lintasan lari yang akan dilaluinya kelak pada saat Olimpiade. Dari sini dia mengetahui di mana jalan menaik, menurun, berbelok dan lurus. Dengan demikian, dia dapat mengatur kecepatan larinya dengan tepat. Akhir dari persaingannya adalahdia menjadi orang yang terdahulu.

Wajarlah jika kemudian dia menikmati hasil kerja kerasnya dalam menghadapi pertandingan akbar tersebut. Pada saat itu, masyarakat, maupun pemerintah  Jepang demikian menyambutnya. Banyak stasion TV yang berusaha menayangkan keberhasilan nona tersebut dan masyarakat dapat menyaksikan bagaimana nona ini   menikmati hasil perjuangannya: baik dari sambutan publik dengan tayangan di TV terus menerus,  hadiah-hadiah dari perusahaan-perusahaan tertentu, serta disambut dan dihormati di dalam pertemuan resmi oleh para senator Jepang.

Persaingan di zaman ini demikian ketat, apakah kita harus terus-menerus santai saja? Jangan berkata alam Indonesia masih kaya, ingatlah  dunia fauna dan flora, hasil pertambangan sudah hampir habis dan punah. Di bidang rohani, banyak yang maju pesat, lihat gereja tetangga yang sedang berpacu dengan waktu, bangkitlah, bangunlah, lihatlah dunia sudah berubah, jangan tidur lagi!  Semoga kita dikaruniai kemampuan untuk bersaing secara sehat dan menjadi orang yang terdahulu hingga menjadi orang pertama menikmati berkat dariNya. Tidak ada Jalan pintas untuk maju. Jangan mengharapkan keajaiban, sedangkan diri berpangku tangan.

Kedua, hidup adalah anugerah. To live is to experience grace.

Orang yang berada di serambi Salomo dekat kolam Betesda, sangat menyadari hal tersebut diatas, mereka mengerti bahwa hidup adalah persaingan,  mungkin banyak diantara mereka yang menjadi bingung dan putus asa. Bayangkan saja ada yang telah sakit 38 tahun, memang Alkitab tidak sebutkan berapa lama bapak tersebut menunggu untuk masuk ke kolam, tetapi dari pembicaraannya dengan Tuhan Yesus dapat kita perkirakan apa yang sebenarnya sedang terjadi selama ini.

Yohanes 5:7 Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku."

Betapa menyedihkan, tiap kali kalah bersaing, tentu semuanya sedang mengharapkan kesembuhan dari air yang di goncang, siapa yang mau menolong orang lain pada saat kolam itu airnya goncang? Bukankah setiap orang  memerlukan kesembuhan? Diri sendiri saja tidak bisa ditolong bagaimana harus menolong orang lain?  Jika memikirkan menolong orang lain kapan akan menerima giliran untuk masuk ke kolam?

Sudah 38 tahun menderita sakit dan menanti kesempatan, namun kelihatannya kesempatan tidak berpihak padanya. Karena itu orang ini perlu anugerah, tanpa anugerah tidak mungkin dia akan punya kesempatan masuk ke dalam kolam.

Anugerah datangnya dari pihak Allah, kapan akan datang? Ketika Tuhan Yesus datang kepadanya dan bertanya: "Maukah engkau sembuh?" Orang sakit ini mengatakan bagaimana mungkin ia akan menerima anugerah itu? Karena itu ia menjawab: "Tuhan, tidak ada orang yang mau menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku."

Tuhan Yesus tidak berkata tentang bagaimana masuk ke dalam kolam, pertanyaannya adalah : “Maukah engkau sembuh?” Mungkin karena terlalu lama menanti sehingga perasaannya begitu sedih, selalu menyalahkan diri yang tidak berdaya sama sekali, dia juga menyalahkan orang lain yang tidak pernah mau menolong sesamanya. 

Orang lumpuh ini bukannya  tidak mau bersaing, karena  kondisinya yang lumpuh, tentulah dia tidak sanggup untuk bersaing dan menjadi yang terdahulu. Juga, bukannya tidak mau sembuh, persoalannya adalah bagaimana masuk ke kolam? Tidak bisa masuk kolam otomatis tidak akan ada kesembuhan!

Orang lumpuh ini tidak tahu ada anugerah lain yang lebih limpah yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus, selama terbaring di tepi kolam selama itu pula pikirannya  hanya menyesali diri dan menyalahkan orang lain  yang tidak mau menolongnya. Secara rohani juga orang ini lumpuh! Dapat dikatakan orang lumpuh ini juga menyalahkan Tuhan Yesus, yang mungkin baginya Tuhan Yesus hanya basa-basi saja. Pada hal ada kuasa yang keluar dari perkataan Tuhan Yesus, tetapi ia  sama sekali tidak bisa merasakannya.

Ilustrasi:

Ada seorang ibu yang sudah menjanda, memang dia tidak mendapatkan warisan apapun dari suaminya, kecuali dua orang anak. Hidup mereka bertiga sangatlah sulit, anak masih sekolah, keahlian tidak punya, jika ada teman-teman gereja yang bertanya bagaimana keadaan anak-anak dan kehidupan sehari-hari? Oh baik jawabnya, tetapi sebenarnya tidak baik sebab teman-teman ini telah mendengar keluhan-keluhannya dari teman-teman ibu janda ini. Mengapa dia tidak mau berkata yang sebenarnya? Karena pernah kecewa dengan orang gereja yang hanya berkata kasih, tetapi tidak pernah memperhatikan kesulitan jemaat yang sudah menjanda.

Aplikasi:

Anugerahlah yang telah membuat kita bisa  hidup, karena itu dikatakan hidup ini juga adalah anugerah. Anugerah dari Allah,  adalah anugerah yang limpah, kita harus memandang kepada Allah, bukan kepada diri sendiri, bukan juga pada orang lain. Anugerah adalah kemurahan Allah yang diberikannya kepada mereka yang sesungguhnya tidak layak menerimanya. Yohanes mengatakan bahwa di dekat kolam itu ada orang yang sudah 38 tahun lamanya sakit. Kita lihat di sini bahwa orang ini bukannya tidak mau bertarung.Dia telah melakukan hal itu, tetapi selalu ketinggalan.

Karena tidak bisa menolong diri dan tidak ada yang mau menolong, maka sudah sepatutnyalah mengarahkan mata kepada anugerah Allah, bukankah Tuhan Yesus sendiri pernah berkata: Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Matius 11:28.

Dia telah datang memberikan anugerah, mengapa tidak menghampiriNya?

Mungkin seperti bapak yang lumpuh ini karena sudah terlalu lama tidak bisa menolong diri dan tidak ada yang mau menolong maka anugerah yang datang pun dianggap sebagai suatu yang mustahil. Dari sini seharusnya timbul kesadaran bahwa hanya pada Allah ada kebaikan, sekalipun dunia telah menyatakan penolakannya, itulah kenyataan hidup yang harus dihadapi tidak perlu putus asa, sekalipun masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Tuhan Yesus datang dengan kasih, pertanyaanNya: “Maukah engkau sembuh?” adalah pertanyaan yang penuh kasih, pertanyaan yang ingin memberikan anugerah.

Tuhan tahu bahwa manusia tidak akan mampu meraih berkat Tuhan  dengan usahanya sendiri, dan sekalipun tidak ada orang yang siap menolongnya, tidak perlu putus asa. Itu bukan akhir dari hidup. Karena masih ada seorang Penolong yang setia. Dialah Tuhan Yesus yang datang menolong tepat pada waktunya. Dia datang kepada orang yang tidak berdaya. Di saat tidak berdaya, hopeless, tidak ada harapan, di saat manusia mengaku dirinya tidak berdaya disaat itulah kuasa Tuhan nyata.   

Tindakan selanjutnya kita melihat bagaimana  Tuhan Yesus melakukan mujizat dan bersabda: "Bangunlah, angkatlah tilammu,dan berjalanlah." Dan pada saat itu ia sembuh! Dia pun mengangkat tilamnya dan berjalan! Jadi, kesembuhan yang dia alami bukanlah karena dia mampu bertarung dan menang. Kesembuhan tersebut adalah karena anugerah Tuhan Yesus, di mana Dia sendiri datang menghampiri dan menyembuhkan. Hal seperti ini juga banyak yang kita saksikan di sekitar kita.

Ilustrasi:

Sebagai contoh, kita dapat membaca di koran bahwa sebuah pesawat terbang jatuh dan semua penumpang dan awak pesawat meninggal dunia, kecuali seorang bayi! Kita juga membaca bahwa sebuah kapal pengungsi yang meninggalkan Ambon tenggelam dan hampir semua penumpangnya meninggal dunia. Tapi diberitakan juga bahwa seorang remaja yang selamat! Bagaimana kita menjelaskan hal itu? Apakah itu karena kemampuan mereka untuk 'bertarung' sehingga bisa tetap hidup? Tentu saja tidak.

Jikalau kita mengaplikasikan hal tersebut kepada diri kita, mungkin kita bisa bertanya, mengapa saya hingga saat ini masih bisa bekerja sementara begitu banyak orang menjadi penganggur? Mengapa perusahaan saya masih 'tegak berdiri' padahal, begitu banyak perusahaan yang bangkrut? Ini pun kita terima sebagai anugerah juga. Bagi kita yang tidak bekerja, mungkin kita dapat melihat anugerah Tuhan dari sisi lain. Mengapa kita bisa memiliki ini dan itu, seperti misalnya kesehatan, sementara banyak orang yang terbaring di rumah sakit? Lebih dari itu, mengapa saya masih bisa menikmati hidup hingga hampir memasuki pertengahan tahun ini, sementara beberapa rekan kerja dan kenalan sudah "berangkat?". Hal ini pun tentu harus kita lihat sebagai anugerah Allah juga. Sesungguhnya banyak sekali anugerah Allah yang kita miliki dalam hidup ini. Dan kita masih terus membutuhkan anugerah Tuhan tiap harinya.

Karena itu, seperti orang sakit ini, marilah kita curahkan seluruh isi hati kita, serta kegagalan-kegagalan kita kepada Tuhan. Dengan demikian, kiranya kuasa mujizatNya pun dinyatakan atas kita.

Ketiga, hidup adalah berharap. To live is to hope

Merenungkan bagian ini (Yoh.5 ), sungguh sangat memberi berkat tersendiri bagi saya, saya harap juga bagi kita semua. Kalau kita perhatikan dan renungkan kondisi orang sakit ini, Yohanes menulis bahwa dia sudah 38 tahun sakit! Bukan 3 hari, atau 3 bulan atau 3 tahun, tetapi 38 tahun. Lama sekali, bukan? Kita bisa membayangkan bagaimana dia menanti goncangan kolam itu sekian tahun lamanya. Kita bayangkan bagaimana setiap kali malaikat menggoncangkan kolam itu, maka dia, serta orang-orang sakit lainnya bergegas-gegas, berlomba untuk masuk ke kolam itu. Tapi sayang, orang lain sudah mendahuluinya. Maka dia pun kembali lagi keruang "VIP"nya untuk menunggu goncangan selanjutnya.Dan ketika hal itu tejadi, dia pun berusaha lagi, dan. ah, orang lain sudah mendahuluinya lagi. Demikian hingga 38 tahun!

Maka kita melihat bagaimana gigihnya dia berjuang untuk sebuah kesembuhan. Mari kita perhatikan kenyataan ini: sekian lama dia bergumul dengan penyakit yang sama, berada di tempat yang sama, menghadapi pertarungan yang sama. dan kegagalan yang sama! Mungkin kita bertanya: "Apa sih yang membuat dia mampu bertahan dalam perjuangan yang demikian?". Bagi saya, jawabnya adalah: pengharapan. Tanpa itu, saya kira dia sudah lama meninggalkan tempat itu. Jadi, disini kita lihat betapa pentingnya sebuah pengharapan untuk kemudian menikmati anugerah Tuhan. Ada orang yang bertanya: "Apa sih dasarnya untuk berharap? Kalau segala sesuatu kelihatan begitu
negatif, apakah logis untuk terus berharap? Sampai berapa lama kita berharap?". Membaca bagian Alkitab ini, maka saya melihat bahwa tidak ada batas untuk berharap. Selama Roh Tuhan dalam diri bekerja sedemikian rupa dan mendorong kita untuk berharap, maka kita harus terus berharap. Sungguh sangat menarik seperti apa yang rasul Paulus tulis tentang pergumulan Abraham.  "Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: 'Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.' Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui bahwa telah menjadi lemah zakarnya, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." (Roma 4:18-19).

Jadi, kita membaca dengan jelas bahwa sebenarnya tidak ada logikanya untuk Abraham tetap berharap mendapatkan anak, karena kondisinya memang tidak lagi memungkinkan secara manusiawi. Lalu dengan logika apa yang membuat dia tetap bertahan? Jawabnya adalah adanya pengharapan terhadap janji Allah yang tidak pernah gagal. Karena itulah, kemudian kita membaca:"Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidak percayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah." (ayat 21).Kiranya kita juga, dalam menjalani hidup yang penuh dengan pergumulan ini dikaruniakan kemampuan untuk tetap setia karena memiliki pengharapan yang teguh kepada Allah kita. Dan apakah akhir dari pengharapan kita? Tentu mengalami kebaikan Allah sebagaimana orang yang sakit 38 tahun di atas. Rasul Paulus pernah menulis suatu pernyataan yang sangat indah tentang hal ini: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita." (Roma 5: 5)

Sebagai penutup, apa makna hidup kita? Makna hidup berada dalam genggaman tangan kita, bukalah tangan kita maka kita akan melihat bahwa persaingan bukan membuat kita harus putus asa, tetapi sebaliknya mengajar kita agar berserah. Makna hidup akan sangat bernilai jika diraih bersama Tuhan. Dengan kemampuan diri membuat kita menjadi sombong. Sekalipun telah berulangkali mencoba untuk terlibat dengan 'pertarungan' sengit dalam hidup, namun selalu gagal. Namun Firman Tuhan hari ini memberikan pengajaran kepada kita agar kita tidak perlu putus asa dalam hidup ini, sekalipun tidak mampu bersaing. Melaui bacaan Alkitab di atas kita diingatkan bahwa makna hidup itu berada dalam anugerah Tuhan, kepadaNyalah kita harus berharap! Makna hidup hanya milik mereka yang sanggup untuk bertarung dan tidak putus asa.

Amin.