sumber kristen

                                                                  www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Tema    : Responsibilities Toward Believers

Nats     : 1 Timotius 5:1-2

Penulis  : Nanik Woelandari

Tujuan : Supaya kita dapat menjadi seorang pemimpin sekaligus pembimbing rohani yang baik, yaitu antara lain dengan memiliki:

1. Kasih dan kelemah lembutan; dan

2. Motivasi yang tulus.

Pendahuluan: 

Saudara Saudari! Dalam suatu seminar kepemimpinan yang saya ikuti pada beberapa waktu yang lalu, saya sampai kepada suatu kesimpulan bahwa menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah. Diperlukan hikmat dan juga bakat-bakat tertentu jika ingin menjadi seorang pemimpin yang berhasil. Dalam buku yang saya baca disebutkan bahwa salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah pandai berkomunikasi dengan setiap orang yang memiliki karakter yang berbeda-beda dan bagaimana mengharmoniskan mereka dalam satu tim sehingga tujuan yang telah disepakati bersama itu tercapai. Itu berarti bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, tidak hanya dibutuhkan kecakapan dalam memimpin tetapi juga kecakapan dalam membimbing.

Hal ini sangat penting untuk kita ketahui karena pada kenyataannya ada begitu banyak orang yang hanya bisa memimpin tetapi tidak bisa membimbing. Bagi orang yang masuk dalam kategori yang demikian, biasanya mereka cenderung memimpin tanpa beban/tujuan, semena-mena/otoriter sehingga orang yang dipimpinnya mentaatinya bukan karena setuju dengan perintahnya melainkan karena takut. Hingga pada akhirnya kepemimpinan yang ia lakukan akan berakhir dengan menyedihkan. Hal ini sudah terbukti melalui fenomena-fenomena yang ada di dunia ini. Ada begitu banyak negara yang hancur karena pemimpinnya kurang bijaksana dalam memimpin negaranya.

Sebagai contoh adalah Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang kejam dan diktator, tidak perlu jauh-jauh membahas negara lain, negara kita sendiripun sedang dalam krisis kepemimpinan.

Saudara Sekalian, sebagaimana kepemimpinan memiliki relevansi dalam kehidupan manusia secara umum, maka kepemimpinan juga memiliki relevansi dalam kehidupan kita sebagai seorang (hamba Tuhan) Majelis Jemaat, atau pengurus komisi yang adalah  pemimpin gereja/jemaat Tuhan. Sebagai pemimpin rohani kita tidak hanya dituntut untuk memimpin tetapi juga membimbing/mengarahkan saudara-saudara kita kepada kebenaran sesuai dengan firman Tuhan. Bagaimanakah caranya agar kita dapat menjadi seorang pemimpin sekaligus pembimbing yang baik? Belajar dari nasihat rasul Paulus kepada Timotius, paling tidak ada dua hal yang harus kita miliki supaya kita dapat menjadi seorang pemimpin sekaligus pembimbing rohani yang baik, yaitu antara lain:

  1. Kasih dan kelemah-lembutan (v. 1)

Saudaraku yang dikasihi oleh Tuhan, sebagai latar belakang, perlu kita ketahui bahwa jemaat Efesus yang sedang digembalakan oleh Timotius pada waktu itu hidup di zaman kekristenan abad ke-2. Pada abad ke-2 ini, kekristenan sedang berada dalam situasi yang rawan. Dikatakan rawan karena setidaknya ada tiga hal yang menggoncang kekristenan pada waktu itu. Pertama, mulai munculnya ajaran gnostik yaitu sebuah ajaran yang meragukan akan kebangkitan Tuhan Yesus (2 Timotius 2:17-18). Kedua, timbulnya permasalahan etis antara kebebasan moral yang melanda orang-orang Efesus dengan kehidupan rohani yang kaku/asketik yang terjadi di beberapa kalangan orang percaya. Ketiga, terjadinya krisis kerohanian dalam kehidupan beberapa jemaat Tuhan berupa kurangnya pengenalan dan pemahaman terhadap Allah sehingga dalam praktiknya mereka kurang menikmati persekutuan dengan Allah dalam setiap ibadah yang berlangsung. Dan bagi jemaat Efesus yang kurang memiliki kehidupan rohani ya! ng sungguh-sungguh kemudian terseret arus negatif tersebut. Banyak diantara mereka yang mengikuti ajaran-ajaran sesat dan pola hidup duniawi, tidak lagi hidup sebagai anak-anak Tuhan.

Oleh karena itu Saudara sekalian, dapat kita mengerti bahwa sebagai seorang gembala sidang yang masih muda, Timotius mengemban tugas yang cukup berat yaitu mengarahkan jemaat Tuhan yang sedang digembalakannya kepada kebenaran. Sebagai seorang bapa rohani yang baik, Paulus menasihatkan Timotius supaya ia dapat membimbing mereka dalam kelemah lembutan dan kasih persaudaraan. Tujuannya adalah supaya jemaat Efesus dapat memiliki sikap dan kehidupan kerohanian yang seharusnya dimiliki oleh orang percaya sebagai anggota jemaat Allah. Hal ini tampak dalam frase pertama "Janganlah kamu keras" yang sinonim dengan "janganlah kamu kasar" Disini, rasul Paulus mengingatkan bahwa kelemah lembutan dan kasih persaudaraan perlu dimiliki Timotius karena ia sedang menggembalakan saudara-saudara seiman sendiri yang semuanya merupakan anggota keluarga besar Allah. Hal ini dapat kita lihat dalam pembagian Paulus yang dilakukan berdasarkan usia yang melambangkan anggota keluarga Allah, seperti sebutan bapa, ! saudara, ibu dan saudara perempuan.

Adapun yang dimaksud dengan "orang tua" disini mengacu kepada jemaat yang tua secara usia, bukan penatua atau orang yang dituakan dalam sebuah jabatan gerejawi.

Saudara, kalau kita mengingat usia Timotius yang masih muda, kita akan mengerti bahwa sulit baginya untuk menegur orang tua. Tetapi hal itu tetap harus dilakukannya mengingat beberapa jemaat yang sudah tua secara usia baik itu laki-laki maupun perempuan juga masih membutuhkan bimbingan dan arahan baik dalam hal pemahaman mereka yang dangkal terhadap firman Tuhan maupun dalam segi karakter. Oleh karena itu, rasul Paulus mengingatkan supaya Timotius menegur orang tua sebagai bapa atau sebagai ibu dengan pengertian tetap dalam sikap yang hormat dan menghargai sekalipun mereka belum dewasa secara rohani. Hal ini sangat penting karena teguran yang penuh kasih, penuh penghargaan akan menguatkan dan mendorong seseorang untuk memiliki kehidupan kerohanian yang lebih baik serta membawa suatu kebangunan dan pemulihan dalam diri ! setiap orang percaya.

Saudaraku yang dikasihi oleh Tuhan, berbicara mengenai hal ini, kitab PL juga memberikan sebuah ajaran yang indah. Dalam Imamat 19:17-18 dikatakan demikian, "Janganlah engkau membenci saudaramu didalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu sendiri karena dia. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN".

Demikian juga kitab PB yaitu dalam 2 Tesalonika 3:14-15 rasul Paulus juga menyampaikan nasihat yang sama yaitu,"Jika ada orang yang tidak mau mendengarkan apa yang kami katakan dalam surat ini, tandailah dia dan jangan bergaul dengan dia, supaya ia menjadi malu, tetapi janganlah anggap dia sebagai musuh, tetapi tegorlah dia sebagai saudaramu."

Iustrasi

Sebuah teladan yang baik dapat kita temukan dalam kepemimpinan Tuhan Yesus. Pelayanan yang dilakukan-Nya dipenuhi oleh tantangan terutama dari Mahkamah Agama. Ketika Ia harus menyuarakan kebenaran tentang siapakah sebenarnya Mesias yang telah dinubuatkan, mereka menentang dengan keras. Tetapi Tuhan tetap berusaha untuk membuat mereka mengerti. Bahkan ketika Ia diperhadapkan dengan kedegilan hati para pemuka agama, ia menegur mereka dengan keras dan bukan kasar. Ketika Ia mendapati ketidaksesuaian antara ajaran dan perbuatan mereka, Yesus mencela perbuatan mereka, bukan membenci mereka.

Bahkan ketika murid-murid-Nya lamban untuk mengerti, Tuhan Yesus tetap sabar dan terus membimbing mereka. Para penulis kitab PB memberikan kesaksian kepada kita bagaimana bimbingan Tuhan yang dilandasi oleh kasih dan kelemahlembutan itu itu telah mengubah karakter buruk murid-murid-Nya. Dari seorang Petrus yang penuh emosi menjadi seorang Petrus yang empati. Dari Yohanes yang egois dan penuh ambisi menjadi seorang Yohanes yang penuh kasih dan rendah hati, dan masih banyak lagi. Melalui teladan Yesus ini, kita melihat bahwa pembimbingan yang dilakukan dalam kasih dan kememahlembutan membawa kebangunan dalam diri seseorang yang kita bimbing.

Aplikasi

Saudara yang dikasihi Tuhan, dalam kehidupan berjemaat, seringkali kita mengalami bentrokan-bentrokan satu dengan yang lainnya. Mungkin ada kesalahpahaman diantara kita, kemarahan dan sakit hati. Lalu, bagaimana cara kita untuk menyelesaikannya? Apakah kita akan membereskannya atau hanya memendamnya di hati atau membicarakannya (gosip) dengan orang lain? Dari hasil pengamatan saya selama ini, saya berani mengatakan bahwa yang paling sering kita lakukan adalah memendamnya di hati dan membicarakannya. Dan biasanya alasan yang dipakai adalah karena kita takut menyinggung perasaan saudara kita. Jikalau memang benar demikian, bukankah hal itu tergantung dari cara kita di dalam menyampaikan teguran?

Karena kalau kita menegurnya dengan penuh kasih dan kelemahlembutan, maka kecil kemungkinannya untuk menyinggung perasaan orang lain. Malahan, saya yakin akan terjadi kebangunan di antara kedua belah pihak.

Saudara, setinggi-tingginya level kedewasaan kerohanian yang kita miliki, kita tidak akan pernah luput dari kesalahan. Oleh karena itu saudara, selama masih diberikan kesempatan bagi kita untuk saling mengoreksi, saling membimbing satu sama lain, marilah kita melakukannya di dalam kasih dan kelemahlembutan.

2. Motivasi yang tulus (v. 2)

Saudara yang dikasihi Tuhan, sebagaimana yang telah saya paparkan diatas, kebebasan moral termasuk pergaulan bebas sedang membudaya dan sangat mempengaruhi kekristenan pada waktu itu. Beberapa literatur mengatakan bahwa diantara jemaat Tuhan pada waktu itu ditemukan ada yang sudah jatuh ke dalam dosa seksual termasuk para pemudi Kristen.

Berdasarkan fenomena ini, maka cukup dimengerti mengapa Paulus juga mengkhawatirkan Timotius. Walaupun Timotius adalah seorang hamba Tuhan, tidak menutup kemungkinan ia dapat jatuh ke dalam sebuah skandal dengan pemudi yang sedang dibimbingnya. Oleh karena itu, Paulus menekankan bahwa sebagai gembala sidang yang masih muda, Timotius harus berhati-hati ketika sedang menggembalakan jemaat terkhusus para pemudi Kristen.

Oleh karena itu, dalam ayat terakhir rasul Paulus menasihati Timotius supaya ia membimbing mereka dengan penuh kemurnian sehingga penggembalaannya memuliakan nama Tuhan.

Adapun frase "kemurnian" disini bisa berarti ketulusan, tidak bercela, tidak cacat, atau bersih. Jadi, dapat juga dikatakan bahwa ketika kita sedang membimbing saudara kita, kita harus memiliki motivasi yang tulus demi kebaikan saudara kita. Hal ini sangatlah penting untuk kita miliki karena kemurnian atau ketulusan menandai sebuah hubungan/persaudaraan yang sejati.

Berbicara mengenai motivasi yang tulus, nasihat Salomo dalam Amsal 27:5-6 berbunyi demikian "Lebih baik teguran yang nyata-nyata daripada kasih yang tersembunyi. Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah." Itu berarti ketika kita mendapati saudara kita sedang berbuat dosa/kesalahan maka kita berkewajiban untuk menegurnya dengan tujuan demi kebaikannya bukan karena kita ingin memojokkannya atau membuatnya merasa bersalah. Ilustrasi:

Dalam Kitab Daniel 4:1-27 diceritakan tentang motivasi Daniel yang tulus ketika ia menyadarkan raja dari kesalahannya dan membimbingnya. Dalam perikop ini dikatakan bahwa Allah telah menetapkan sebuah hukuman yang mengerikan atas raja Nebukadnezar akibat kesombongan dan dosa yang telah dilakukannya. Menanggapi hal ini, dalam ayat yang ke-19, kita dapat melihat bagaimana respon Daniel yang merasa gelisah setelah TUHAN memberitahukan makna dari mimpi raja Nebukadnezar. Sampai pada puncaknya yaitu dalam ayat ke-27, Daniel memberikan nasihatnya dengan bijaksana sambil berharap supaya raja dapat bertobat supaya hukuman Tuhan tidak jadi didatangkan atasnya.

Teguran yang diberikan oleh Daniel berfokus pada kebaikan raja sendiri. Dia tidak peduli jika ia harus dihukum oleh raja atas nasihat yang diberikan kepadanya asal raja dapat berubah sehingga raja tidak perlu menjalani hukuman Tuhan yang begitu mengerikan.

Demikian juga dalam PB, yaitu dalam surat Galatia 2:11-14 dimana ketika Petrus melakukan penyimpangan dari kebenaran Injil, Paulus menegurnya supaya Petrus menyadari kesalahannya dan kemudian memperbaiki diri sehingga ia tetap menjadi teladan bagi banyak orang.

Saudaraku yang kekasih, sekali lagi, kemurnian atau motivasi yang tulus sangatlah penting untuk kita miliki ketika kita saling membimbing satu sama lain. Karena kita semua tidak akan pernah cukup untuk mengenal diri kita melalui kacamata kita sendiri. Kita membutuhkan orang lain untuk mengoreksi kita, untuk membimbing kita sehingga kita dapat bertumbuh. Oleh karena itu, marilah kita melakukannya dengan motivasi yang tulus sehingga pembimbingan yang kita lakukan itu benar-benar dapat membangun saudara kita.

Penutup

sku yang dikasihi oleh Tuhan, John Maxwell dalam salah satu buku kepemimpinannya mengatakan demikian, "Lebih mudah bagi kita untuk mengkritik seseorang daripada membimbingnya." Saya setuju dengan peryataannya ini, karena membimbing berarti mengkritik sekaligus mengarahkan saudara kita kepada hal-hal yang baik. Bahkan lebih dari itu, didalam membimbing berarti kita juga memberikan kesempatan kepada saudara kita untuk kemudian secara perlahan-lahan menjadi sebagaimana mestinya. Ada kesabaran dan usaha keras dari kedua belah pihak.

Namun, sebagaimana nasihat Paulus kepada Timotius, yang membuat konsep kepemimpinan sekuler berbeda dengan konsep kepemimpinan Kristen adalah adanya kasih persaudaraan dan kelemahlembutan serta motivasi yang tulus yang mendasari semuanya itu. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi seorang pemimpin dan pembimbing yang baik saja melainkan juga yang dikehendaki oleh Tuhan demi pertumbuhan kerohanian kita bersama. Amin.