| |
Tema : PRINSIP MENYELESAIKAN KONFLIK ATAU PERSELISIHAN Nats : Kejadian. 13:1-18 Penulis : Ev. Peter Candra, Tujuan : khotbah ini adalah agar jemaat memahami prinsip yang benar dan Alkitabiah untuk menyelesaikan konflik dengan siapa pun sehingga di tengah-tengah penyelesaian konflik itu ia tetap dapat menjadi berkat dan kesaksian yang indah bagi orang lain
Pendahuluan: Perselisihan, konflik, pertentangan, pertengkaran dan perekelahian adalah hal yang sangat dekat dengan kehidupan kita. Setiap kita pasti pernah mengalaminya dan melakukannya, bukan? Hari ini kita membaca satu kisah perselisihan dari orang yang sangat terkenal yakni Abram atau Abraham. Dia sangat terkenal karena Alkitab menyebutnya sebagai sahabat Allah, bahkan Ia juga dikenal sebagai bapa orang beriman. Hari ini saya akan mengajak Saudara mempelajari prinsip Abraham menyelesaikan konflik atau perselisihan dengan keponakannya Lot. Saya yakin kalau kita mau belajar dengan baik hari ini, maka kita akan menyelesaikan konflik dengan benar dan sesuai dengan prinsip yang seharusnya dipakai oleh semua orang yang sudah percaya kepada Allah. Mari kita belajar dua prinsip orang beriman dalam menyelesaikan perselisihan. 1. Lebih mementingkan manusia daripada materi (ayat 6-8) Abram adalah orang yang secara khusus dan pribadi dipanggil oleh Allah dari Ur-Kasdim untuk menerima janji-janji Allah. Waktu ia berangkat ia membawa Sarai, istrinya yang cantik, dan keponakannya Lot, serta segala harta benda yang dimilikinya. Ia telah menjalani dan menaati panggilan Allah dengan sungguh-sungguh beriman kepada Allah yang berjanji kepadanya meskipun pada waktu pertama ia dipanggil ia belum tahu jelas Allah akan menyuruhnya ke mana. Ia menjalani panggilan Allah dengan setia, sampai kemudian Allah menunjukkan bahwa negeri Kanaanlah yang akan menjadi miliknya. Kemudian ia tinggal di sana, yakni di Betel. Namun kelaparan telah membuatnya meninggalkan tempat itu untuk pergi ke Mesir. Di Mesir ia menghadapi masalah ketakutan akan kematian sehingga telah berbohong kepada Firaun bahwa Sarai adalah adiknya. Tuhan yang telah memanggilnya kemudian menyadarkannya dengan teguran dari orang yang belum percaya. Ia akhirnya meninggalkan Mesir dan kembali ke tempatnya yang dulu, yakni di dekat Betel. Di sana ia mulai kembali membangun mezbah dan memanggil nama TUHAN. Saya percaya ini adalah bagian dari pengakuan atas kesalahannnya. Ia kembali menyadari bahwa mestinya orang beriman tidaklah menyelesaikan masalahnya dengan prinsip hidup yang tidak sesuai dengan statusnya, yakni berbohong meskipun dengan embel-embel demi kebaikan. Mungkin pikirnya, “Bukankah saya seharusnya menyelesaikan masalah dengan prinsip hidup yang benar?” Sambil merenungkan pengalaman pahitnya di Mesir ini ia masuk ke dalam masalah perselisihan yang harus segera diselesaikannya dengan keponakannya Lot. Kita tidak tahu jelas sejak kapan dan sudah berapa lama pertengkaran dan perkelahian antara para gembala Lot dengan para gembala Abram berlangsung. Bagaimana reaksi Lotpun tidak jelas tercatat, namun yang jelas bahwa antara Abram dan Lot belumlah terjadi suatu pertengkaran atau perselisihan terbuka sebagaimana anak buah mereka. Tetapi Abram secara diam-diam telah memperhatikan gejala yang tidak baik ini. Kalau terus dibiarkan bukanlah tidak mungkin akan terjadi hubungan yang tidak baik di antara mereka. Ia pun berinisiatif untuk memulai pembicaraan ini, “Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat (ay. 8). Di sinilah terlihat betapa agungnya prinsip Abram dalam menyelesaikan perselisihan dibandingkan dengan Lot. Ia tahu harta benda dan materi itu sangat penting, tetapi hubungan kekerabatan atau persaudaraan mereka jauh lebih penting. Ia tak mau mengorbankan Lot, ia juga tidak mau mengorbankan para gembalanya ataupun para gembala Lot. Sebenarnya apa artinya sih gembala-gembala itu? Namun Abram tahu para gembala mereka, sekalipun adalah hamba atau budak, mereka tetap lebih berharga daripada urusan perebutan atau penambahan harta benda atau materi. Dia tidak mau secepat itu mengulangi lagi kesalahannya yang memalukan di Mesir, ia telah hampir-hampir mengorbankan hubungannya dengan Sarai, istrinya. Saudara, mengapa manusia, sekalipun hanyalah hamba, budak atau pembantu itupun tetap lebih penting dan lebih berharga daripada segala harta benda atau materi? Tidak lain adalah karena Allah yang memberikan keistimewaan itu kepada manusia ketika Dia menciptakan manusia. Allah menciptakan manusia sesuai dengan gambar dan rupa-Nya sendiri. Salah satu pengertian keunikan manusia yang diciptakan dengan gambar dan rupa Allah adalah adanya unsur kekekalan di dalam setiap manusia karena Allah kita adalah Allah Yang Kekal. Sedangkan segala harta benda dan materi hanyalah fana dan begitu sementara. Ilustrasi: Berbicara tentang nilai manusia jika dibandingkan dengan harta benda atau materi, bagaimana pandangan orang-orang pada jaman ini? Suatu kali saya pernah mendengar bagaimana orang membedakan orang miskin dengan orang kaya. Katanya, “Untuk membedakan orang itu kaya atau miskin, itu gampang sekali, kita bisa dengar saja dari pertanyaannya mengenai makanan untuk besok harinya. Dari pertanyaan itu langsung kita akan dapat membedakan apakah orang itu adalah sangat miskin, miskin, kelas menengah, atau sudah konglomerat.” Orang yang sangat miskin, yang kerja sehari makan sehari, pertanyaannnya tentang makanan adalah apa yang akan kita makan besok? Orang yang ekonominya lebih baik, kerja sehari bisa untuk makan beberapa hari, pertanyaannya akan menjadi makan apa kita besok? Artinya ia sudah bisa memilih makan daging ayam, daging sapi, udang, dsb. Orang yang ekonominya sudah kelas menengah, pertanyaannya akan naik menjadi, makan di mana kita besok? Kalau orang sudah jadi konglomerat, pertanyaannya akan menjadi makan siapa kita besok? Manusia tidak segan-segan mengorbankan orang lain asal hartanya bisa bertambah. Aplikasi: Saudara-saudara, mungkin kita tidak seekstrem konglomerat itu, Tetapi marilah kita mencoba introspeksi diri kita masing-masing sekarang. Pada saat kita bekerja, hidup, dan menyelesaikan perselisihan di rumah kita, di kantor, di toko, di pabrik kita, apakah kita melakukannya dengan prinsip yang benar? Apakah kita lebih menghargai nilai manusia daripada materi? Betapa seringnya kita gagal, bukan? Di tengah-tengah keluarga kita, kadang-kadang kita lebih suka bertengkar daripada bekerja sedikit lebih banyak. Kadang kita lebih suka hubungan saudara menjadi rusak, hanya karena merebut sedikit harta atau materi yang tidak mungkin kita bawa ke dalam kekekalan. Kita lebih suka memaksa karyawan kita bekerja lebih dari kemampuannya hanya dengan iming-iming uang lembur, padahal daripadanya kita bertujuan ingin menambah harta kita. Bagaimana kita memperlakukan pembantu di rumah kita? Apakah kita akan begitu marah sampai menghina harga dirinya hanya karena ia telah memecahkan satu gelas dengan tidak sengaja? Kita telah gagal menjadi seperti Abram yang rela mengorbankan harta benda demi nilai manusia yang jauh lebih berharga. Maukah kita belajar hari ini untuk menerapkan prinsip hidup penting ini dalam berelasi dengan sesama kita untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di antara kita? 2. Lebih mementingkan orang lain daripada diri sendiri (ay. 9). Siapakah yang dipanggil Tuhan? Siapakah yang akan mendapat berkat dan menerima janji-janji Allah? Siapakah yang menjadi paman? Siapakah yang lebih utama? Siapakah yang senior? Siapakah yang seharusnya mendapat bagian untuk memilih lebih dulu? Siapakah yang berhak untuk mendapat tanah atau lembah yang terbaik untuk ternak mereka? Bukanlah Abram? Bukankah sang Paman? Tetapi, Abram memberikan kesempatan pertama untuk memilih kepada Lot. Abram mengorbankan segala haknya untuk mendapatkan bagian yang terbaik. Saya percaya Abram sudah mengenal keponakannya Lot dengan baik, sebab bukan sehari dua hari Lot bersama-sama dia, namun meskipun demikian ia tetap dengan lapang dada, berjiwa besar, dan tulus ikhlas sebagai seorang paman berkata kepada keponakannya, Bukankah seluruh negeri ini terbuka untukmu? Baiklah pisahkanlah dirimu daripadaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri.” (ay. 9). Inilah prinsip yang telah hilang dalam hidup orang-orang beriman dalam menyelesaikan konflik. Konflik selalu dimulai oleh orang yang mementingkan diri sendiri, dan dipertajam oleh orang yang lebih mementingkan diri sendiri. Namun hari itu demi menyelesaikan konflik atau perselisihan, Abram dengan rela lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Inilah prinsip Abram. Namun orang-orang lebih suka memakai prinsip Lot dalam menyelesaikan konflik, yakni lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Lihatlah Lot, begitu mendapat kesempatan untuk memilih terlebih dahulu, tidak ada lagi perasaan sungkan atau tidak enak terhadap paman, bahkan basa-basi pun tidak. Ia langsung melihat dengan tajam dan sunggu-sungguh tempat mana yang terbaik, tersubur, dan berlimpah air agar ia bisa menambah hartanya. “Saya akan pilih yang terbaik, saya tidak salah, bukan? Paman sendiri yang suruh saya pilih duluan.” Lalu dipilihlah lembah Yordan yang banyak air dan rumput hijau untuk ternaknya, dan mulailah ia berkemah di dekat Sodom. Ia lupa satu hal, yaitu orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap Tuhan. Tahukah Saudara akhir kisah tentang harta benda Lot? Harta Lot memang bertambah, betul ia bertambah kaya, mendapat istri dan anak-anak. Tetapi pada waktu Tuhan memusnahkan kota Sodom dan Gomora, tak ada satu hartapun sempat dibawanya, bahkan istrinya pun harus ditinggalkan menjadi tiang garam sebagai peringatan bagi orang yang tamak. Ilustrasi: Pada waktu saya kecil, keluarga kami sangat miskin. Telur asin adalah makanan yang sangat istimewa bagi keluarga saat itu. Hal itu membuat saya begitu senang kalau saya melihat mama saya merebus telur asin. Setelah direbus, saya akan dengan sabar menunggunya sampai dingin. Saya tidak akan pergi bermain sampai mama saya membelah telur asin itu. Satu hal yang sangat mengherankan saya sampai sekarang adalah kalau telur asin dibelah, selalu ada satu bagian yang kuning telurnya lebih banyak. Begitu saya lihat bagian yang kuning telurnya lebih banyak saya akan ambil dan simpan dengan baik sampai saatnya makan, pokoknya itu milik saya. Urusan untuk bagian yang kuning telurnya sedikit itu untuk mama saya atau papa saya, itu bukan masalah saya. Saya tidak tahu dengan jelas darimana saya belajar sifat lebih mementingkan diri saya sendiri daripada orang lain saat itu. Tapi saya tahu satu hal, sifat dosa yang kita miliki telah membuat kita semua pernah terlibat dalam dosa seperti itu, bukan? Aplikasi: Marilah kita belajar hari ini untuk lebih mengutamakan orang lain, lebih mementingkan orang lain daripada diri kita sendiri. Kita bisa mulai di dalam keluarga kita, suami lebih mementingkan istri, istri lebih mengutamakan suami, anak-anak lebih memperhatikan orang tua, orang tua lebih berkorban untuk anak-anak. Istri-istri bisa belajar apa yang suami senangi tetapi yang ia sendiri kurang senangi, yang mana hal tersebut telah sering menimbulkan perselisihan dalam keluarga. Misalnya, menyiapkan pakaian, handuk, dan odol saat suami mandi, menyiapkan masakan yang enak sekalipun capek buat suami tercinta. Suami bisa masuk dapur membantu istri, sesekali buatlah kue bersama istri Berikan waktu buat mengasihi mereka, jangan hanya sibuk dengan tontonan TV, pekerjaan dan koran. Istri-istri, cobalah sesekali temani suami menonton bola atau memancing. Coba mulai selesaikan konflik dengan masing-masing mencari kepentingan pasangannya. Orang tua yang baik, cobalah sesekali korbankan waktu, temani anak-anakmu bermain games, play station, berenang, atau bahkan bermain pasir di pantai. Rasakan bedanya, hubungan bisa kembali indah, banyak masalah dan konflik yang sudah seperti benang kusut dapat terurai dan diselesaikan. Maukah Saudara mencoba? Penutup Saudara-saudara, kalau kita mau mulai menangani setiap konflik atau perselisihan dengan prinsip lebih mementingkan nilai manusia daripada materi, dan lebih mementingkan orang lain daripada diri sendiri Tuhan akan memberkati kita. Perhatikan Alkitab, apa yang terjadi setelah Lot memilih bagian yang terbaik dan memisahkan diri dari pamannya Abram? Mari keta membaca ayat 14 – 17. Saudara dan saya masih menyembah Allah yang sama dengan Abram, bukan? Kalau ia sanggup untuk memberkati Abram, mengapa kita masih kurang percaya kepada-Nya? Amin. ========================
| |