sumber kristen

                                                                  www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Tema               :  SETIA SAMPAI AKHIR

Penulis              :  Heren

Nats Alkitab     :  Matius 25:20-21; 2 Timotius 4:7

Tujuan  :  Mengajarkan kepada para aktivis bahwa kesetiaan dalam pelayanan adalah hal yang dituntut oleh Tuhan sehingga mereka dapat terus melayani dengan setia.

 

Pendahuluan

            Saudara, jika Saudara adalah seorang pimpinan sebuah perusahaan, pegawai seperti apakah yang paling berkenan di hati Saudara.  Saya rasa Saudara tidak akan menolak jika saya mengatakan bahwa diantara banyak hal yang diharapkan dari pegawai tersebut salah satunya adalah kesetiaan. Tidak ada seorang pemimpin perusahaan mana pun yang tidak akan senang jika memiliki seorang  pegawai yang setia bekerja memajukan perusahaannya.

 Saudara, jika manusia saja senang memiliki pegawai yang setia, apalagi Allah, Ia sangat senang jika pelayan-pelayanNya setia kepadaNya.  Kehebatan, kepintaran dan kepopuleran kita bukanlah hal yang bisa membuat pelayanan  kita berkenan kepadaNya, tetapi

Proposisi :                                                                                                                                     

hal yang paling utama yang membuat pelayanan kita berkenan kepada Allah adalah kesetiaan.                                                                                                                                           

        Lalu, kesetiaan yang bagaimanakah yang Allah kehendaki agar kita miliki sebagai pelayan-pelayanNya ?

 

Allah Menghendaki Kesetiaan yang Aktif (Matius 25:20-21 ; 25:26)

Saudara, tanpa disadari ternyata selama ini banyak orang yang memiliki konsep yang salah mengenai apa itu yang dinamakan kesetiaan.  Sebagai contoh seorang karyawan yang sudah bekerja dua puluh tahun lebih biasanya dengan bangga disebut atau bahkan menyebut dirinya sendiri setia padahal selama masa ia bekerja, selain daripada rutinitas, tidak ada yang ia berikan kepada perusahaannya, bahkan  ia sering tidur terutama jika tidak ada pimpinannya. Namun, pada hari ini kita akan melihat konsep kesetiaan Allah yang sama sekali berbeda dengan konsep dunia. 

Ayat yang baru kita baca bercerita tentang hamba yang diberikan lima talenta.  Saya yakin kita sekalian akan setuju dan tidak akan ada  yang protes jika tuannya menyebut dia setia.  Akan tetapi bagaimana dengan hamba yang ketiga? Adilkah ia disebut tidak setia?  Bukankah ia tidak mencuri uang tuannya? Satu talenta yang diberikan oleh tuannya dikembalikan dengan utuh sejumlah satu talenta pula.  Bukankah itu artinya tidak ada korupsi yang dilakukannya? Lagipula ia masih tetap pada posisinya yaitu sebagai pelayan dari tuannya, tidak melarikan diri walaupun tuannya pergi dalam jangka waktu yang begitu lama.  Lalu mengapa ia disebut tidak setia bahkan jahat?  Dari ayat 26 kita bisa melihat bahwa hamba yang ketiga ini disebut tidak setia dan jahat karena ia malas.  Ia tidak mengelola uang satu talenta yang diberikan oleh tuannya melainkan menyimpannya dalam tanah.  Kemalasannya, suatu sikap pasif terhadap apa yang dipercayakan padanya,  disebut sebagai ketidak-setiaannya. 

Sdr, apa yang dilakukan hamba yang ketiga ini berbeda sekali dengan apa yang dilakukan oleh hamba yang pertama dan kedua.  Setelah hamba yang pertama dan kedua menerima talenta-talenta yang dipercayakan oleh tuan mereka, mereka langsung bertindak dengan mengelola talenta tersebut hingga berlipat ganda.

  Walaupun tuan mereka tidak ada dan tidak melihat mereka, mereka tetap melaksanakan bagian mereka dengan rajin dan bertanggung-jawab, tidak terlihat adanya sungut-sungut atau rasa terpaksa.  Sikap mereka seperti sikap yang disarankan oleh Yesus kepada murid-muridNya dalam Luk. 17:10 “Demikian juga kamu.  Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna, kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan” dimana dalam NIV kata tidak berguna diterjemahkan sebagai tidak berarti.  Kedua hamba ini benar-benar sadar siapa diri mereka, mereka adalah hamba, yang sebenarnya tidak berarti, yang melayani tuannya.   Mereka mengakui semua yang mereka miliki berasal dari sang tuan dan adalah tugas mereka serta sukacita mereka untuk melipat gandakan talenta tersebut bagi kepentingan tuan mereka. 

Sdr, walaupun kepulangan sang tuan tertunda dalam jangka waktu yang cukup panjang, hal itu tidak menjadikan mereka ceroboh dan lalai, sebaliknya mereka tetap aktif bekerja, mengelola talenta yang telah dipercayakan itu dengan setia.sebagai wujud kesetiaan mereka, kesetiaan yang aktif.

Dibalik kesetiaan yang aktif dari hamba tersebut terdapat dua point penting yang bisa kita pelajari, yaitu:

Dibalik kesetiaan aktif  itu ada hati yang murah hati dan jujur. 

Setelah tuan mereka pulang, kedua hamba itu menyerahkan talenta itu padanya, baik modal maupun hasil yang mereka dapatkan.  Tidak ada tindakan menyimpan hasil kerja bagi diri mereka sendiri biarpun mereka sudah berusaha sedemikian kerasnya untuk bisa mendapatkan hasil tersebut.

Dibalik kesetiaan yang aktif itu ada usaha pelayanan yang proposional dengan talenta yang mereka terima.

Hamba yang mendapat lima talenta menghasilkan lima, sedangkan hamba yang mendapat dua menghasilkan dua dan bukan lima.  Mereka masing-masing telah bekerja sesuai dengan proporsi mereka. 

Sang tuan sangat menghargai kesetiaan kedua hambanya tersebut dan  memuji mereka dengan pujian yang sama.  Ia sama sekali tidak menilai kesetiaan mereka dari jumlah hasil mereka melainkan dari  kemurahan hati, kejujuran dan usaha mereka yang prosposional sebagai wujud  kesetiaan yang aktif dari mereka.

Aplikasi

Saudara, mungkin kita selama ini merasa sudah cukup setia dengan menjadi anggota tetap sebuah gereja dan dengan mendengarkan firman Tuhan setiap minggu.  Namun kesetiaan yang Allah inginkan bukan cuma sebatas itu.  Allah menginginkan kesetiaan yang aktif dari kita sebagai pelayan-pelayanNya.

Mungkin ada diantara kita yang berpikir “Ah, saya khan bukan pengurus, saya bukan aktivis,  jadi saya bukan pelayanNya”.  Saudara, perlu kita ketahui bahwa  setiap orang yang sudah diselamatkan berarti sudah dimenangkan dari hamba dosa menjadi hamba Allah.  Jadi, setiap kita adalah hamba Allah yang berarti pelayan-pelayan Allah.  Tidak ada seorang pun dari antara kita yang tidak dipercayakan untuk melakukan sebuah pelayanan oleh Allah dan tidak ada seorang pun yang boleh menghindar dari pelayanan yang dipercayakan Allah kepada kita.

Sebagai pelayan-pelayannya, Allah menginginkan kita aktif melayani Dia.  Kita tidak boleh menjadikan ketidak-mampuan sebagai alasan untuk menutupi kelalaian dan keenganan kita untuk melayani.  Allah memberikan kuasa/kemampuan kepada semua orang percaya, tanpa terkecuali, untuk melayani sesuai dengan karunia yang diberikannya pada kita.

Saudara, Allah  memberikan kepada setiap kita karunia dengan jumlah yang berbeda-beda, ada yang banyak dan ada yang sedikit.  Pada kenyataannya, dalam kehidupan kita melihat ada orang yang nampaknya memiliki begitu banyak karunia namun ada juga yang hampir-hampir tidak memiliki karunia apapun.  Namun sekali lagi perlu ditegaskan bahwa setiap orang pasti diberi karunia tertentu oleh Allah sekalipun hanya satu jumlahnya.  Dan  jujur harus kita akui  bahwa seringkali kita tergoda untuk mengabaikan karunia yang diberikan pada kita jika jumlahnya kecil.    

Saudara,  Allah tidak ingin kita  pasif, tinggal diam membiarkan karunia yang kecil itu begitu saja.  Ia ingin kita aktif melayani dengan karunia yang diberikan pada kita apa adanya, sekalipun karunia itu kecil atau sedikit. Tuntutan Tuhan pada kita tidaklah berlebihan, Ia ingin kita melayani Dia secara jujur dan proposional dengan karunia yang telah Ia berikan. Ia ingin kita setia terhadap apa yang sudah dipercaya-kanNya kepada kita.  Sebuah kesetiaan yang aktif.

 

Allah menghendaki Kesetiaan yang Kontiniu (2 Timotius 4:7)

            Saudara, pernahkah Saudara melihat orang yang pernah melayani dengan begitu luar biasanya, pada akhirnya mundur dari pelayanannya bahkan meninggalkan Tuhan?  Nampaknya mengejutkan, tapi hal ini sungguh-sungguh pernah terjadi atau mungkin sedang terjadi di sekitar kita, orang yang kita pikir setia karena telah melakukan pelayanan yang ‘besar’ bagi Tuhan, ternyata meninggalkan Tuhan.  Saudara ini bisa terjadi jika sebuah pelayanan  dilakukan hanya berdasarkan ‘kesetiaan’ yang sesaat.

            Saudara, bukan ‘kesetiaan’ sesaat yang Allah inginkan melainkan kesetiaan yang terus menerus. Hal ini disadari benar oleh Paulus dalam menjalankan pelayanannya. 

            Di dalam 2 Tim 4:7 Paulus tanpa ragu-ragu mengatakan bahwa ia telah mengakhiri sebuah pertandingan yang baik. Pernyataan tersebut akan sangat mengejutkan orang-orang dunia yang melihat kehidupan Paulus pada waktu itu.  Bukankah Paulus sedang berada di penjara dan tinggal menunggu saat-saat eksekusi bagi dirinya?  Bukankah itu berarti ia sudah gagal?  Di mata orang-orang dunia pelayanan Paulus berakhir dengan tidak bahagia.  Lalu apa maksudnya mengatakan hal itu, sedang berbasa-basikah ia kepada Timotius, murid yang dikasihinya?

hanya kita miliki pada saat-saat kita mengalami masalah keluarga,  kesulitan dalam pekerjaan, sakit penyakit, dan sebagainya .  Bersama dengan segala kesukaran tersebut dengan giat kita melayani dengan harapan Tuhan melepaskan kita dari kesukaran kita.  Tetapi saat permasalahan kita sudah beres, segala sesuatu menjadi baik, dan bahkan karier kita  menanjak, adakah kita mulai meninggalkan Tuhan, mulai meninggalkan pelayanan kita dengan alasan “saya terlalu sibuk, banyak hal yang     Saudara, kalimat yang dikatakan Paulus bukanlah sebuah basa-basi yang dilontarkan untuk menguatkan Timotius, akan tetapi sebuah kesaksian tentang kesetiaan Paulus dalam pelayanannya. Paulus menggambarkan kehidupan pelayanannya sebagai sebuah gelanggang pertandingan.  Seperti seorang pelari yang terus berlari tanpa menoleh ke belakang, apalagi berhenti, walaupun ada banyak suara-suara sorak-sorai yang menguatkan maupun teriakan-teriakan yang berusaha mematahkan semangat pelari tersebut,  demikian pula dengan Paulus terus-menerus melayani tanpa mempedulikan apa kata dunia yang berusaha menghambat dan menghentikannya.  Dengan gambaran ini Paulus ingin mengatakan bahwa ia setia dalam melayani Tuhan Yesus Kristus, dan bahwa ia selalu melakukan apa yang menjadi tugasnya bukan cuma satu atau dua kali, tapi terus menerus.

            Melalui perjalanan yang panjang yang penuh peristiwa, Paulus telah memelihara iman dan kesetiaannya pada Tuhan yang tidak tergoyahkan, tidak tercemarkan, utuh dan lengkap walaupun ada banyak bahaya, konflik, dan cobaan.  Paulus tidak pernah mundur saat menghadapi semua kesulitan tersebut.   Bagi Paulus jalan kehidupannya yang penuh peristiwa itu justru merupakan sebuah pertandingan yang indah, agung, dan mulia yang telah ia lakukan.  Sebuah pertandingan yang telah direncanakan Allah baginya untuk ia lalui. Sebuah pertandingan, yang tidak diatur oleh tingkah atau perubahan pikiran yang tiba-tiba dari satu peristiwa namun diatur oleh anugrah Allah yang ia jaga hingga akhir.

            Saudara, kita sama sekali tidak akan menemukan nada-nada penyesalan dari perkataan Paulus, bahkan sebaliknya nada syukur dan kemenangan yang kita dapati. Mungkin hal ini tak dapat kita mengerti bila kita melihat perjalanan hidup Paulus.    Paulus telah melewati suka, duka, kesukaran, maupun kelepasan bersama Tuhan. Paulus  juga pernah merasakan mengalami kebutaan kemudian diceklikkan, ia pernah dirajam dengan batu namun tidak mati bahkan Tuhan memberikan kekuatan bagi dia untuk bangkit sendiri tanpa dibantu orang lain dan berjalan, tetapi sekarang ia harus menghadapi hukuman matinya di penjara Romawi dan Tuhan seakan-akan ‘diam’ tak memberikan pertolonganNya pada hambaNya yang sudah setia itu.  Dan tetap saja Paulus tidak menyesal dan mundur dari Tuhan, bahkan ia terus melayani melalui surat-surat yang ditulisnya di pernjara, satu-satunya pelayanan yang bisa ia lakukan di tempat yang terisolasi tersebut.  Saudara, Paulus tetap setia melayani tanpa putus-putusnya hingga detik-detik terakhir hidupnya, sekalipun pelayanan terakhirnya dilakukan di tempat yang tak terlihat orang lain. Kesetiaan Paulus merupakan kesetiaan yang kontiniu.

           

            Ilustrasi

            Saudara, ada sebuah kisah nyata tentang seorang gadis muda yang bernama Agnes Gonza Bojuxhiu,  putri seorang kontraktor bangunan yang kaya raya di Albania. Pada suatu hari ia membuat suatu keputusan yang sangat mengejutkan.  Di usianya yang masih sangat belia, tujuh belas tahun, ia memutuskan untuk masuk ke dalam tarekat “sisters of Loreto”, sebuah tarekat yang kemudian mengirim dia untuk melayani di Kalkuta, India. 

            Saudara,  gadis ini begitu risau melihat situasi sosial di Kalkuta saat itu. Kemiskinan di sepanjang jalan Kalkuta, serta kerusuhan berdarah antara Hindu dan muslim  yang pecah pada tahun 1946 mendorongnya dengan kuat untuk keluar dari biara dan langsung turun ke masyarakat untuk menolong yang tidak berdaya.  Gadis ini tanpa kenal lelah terus mencurahkan kasihnya untuk menolong mereka yang miskin, sakit dan teraniaya.  Ia begitu rindu untuk meningkatkan martabat manusia yang sudah terbuang oleh masyarakatnya dan itu menjadi misi pelayanannya.  Di dalam perjuangannya dalam melayani orang-orang miskin di sana, kemudian dia mendirikan sebuah tarekat Missionary of Charity di tahun 1950 yang bertujuan meringankan penderitaan manusia.  

            Akhirnya tarekat yang didirikannya semakin berkembang hingga beranggotakan ribuan orang dan bisa mendirikan lebih dari lima ratus rumah penampungan dan klinik bagi orang miskin dan sakit.  Akan tetapi wanita ini tidak mundur setelah keberhasilannya tersebut. Ia tetap melayani dengan setia melewati berbagai kesukaran sampai masa tuanya hingga Tuhan memanggilnya di tahun 1997.  Dialah Ibu Teresa yang sangat kita kenal dan kenang karena kasih dan kesetiaannya dalam pelayanan bagi orang-orang di India.

 

            Aplikasi

            Saudara, banyak orang yang mudah sekali tersentuh dan terharu setiap kali berbicara tentang kesetiaan.  Akan tetapi tidak banyak orang yang benar-benar bisa memiliki kesetiaan hingga akhir hidupnya.  Jalan panjang yang penuh liku seringkali membuat kita sulit untuk setia.  Rasanya tidak terlalu sulit bagi kita untuk setia jika segalanya berjalan dengan baik.  Ketika hubungannya dengan keluarga baik, para rekan kerja juga ramah dan baik pada kita, bos di kantor mempercayai kita dan tubuh kita sehat, kita bisa setia.  Tapi bagaimana jika badai kehidupan datang,  saat karier kita mengalami kegagalan, istri atau suami meninggalkan kita, anak-anak mulai tidak 8mau patuh , semua teman menjauh,  penyakit yang parah menggerogoti tubuh kita , dan penderitaan itu berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, seakan tidak ada habisnya,  Adakah kita  mulai tidak setia dan mencari pertolongan dari yang lain, di luar Tuhan.  Dengan tidak lagi mengandalkan Tuhan,  apakah kita mencari bantuan dari para orang-orang yang dianggap cukup handal untuk mencarikan jalan keluar bagi masalah kita dan mulai menyandarkan diri kita pada teknik-teknik yang ‘jitu’ untuk menyelesaikan persoalan hidup kita.  Adakah segenap hidup kita tercurah untuk melaksanakan teknik-teknik ‘jitu’ dunia hingga tak ada lagi waktu untuk bersekutu dengan Tuhan apalagi untuk melayani Dia.  Hal lain yang tidak jarang terjadi,  adakah  ditengah-tengah kesulitan yang nampaknya tidak memiliki jalan keluar itu, kita melakukan kekejian bagi Tuhan dengan  pergi mencari pertolongan dari paranormal atau dukun.  

Ataukah kita berada di ekstrim lain dimana  kesetiaan itu harus saya kerjakan, pekerjaaan saya menuntut tanggung jawab yang lebih besar hingga saya tidak sempat melayani lagi”

            Dan seandainya kita diberikan suatu tugas pelayanan yang sama sekali jauh dari popularitas, tidak terlihat orang lain, sebuah pelayanan yang tampaknya kecil dan tidak berarti.  Masihkah kita bersedia untuk melakukannya dengan setia dan bertanggung jawab sama seperti pada saat kita melayan di muka umum?

                        Allah mengukur kesetiaan kita bukan dari satu peristiwa saja, tapi dari seluruh peristiwa yang kita alami sepanjang hidup kita, karena kesetiaan yang dikehendaki oleh Allah adalah kesetiaan yang kontiniu, yang bisa kita buktikan terus-menerus dalam hidup kita hingga akhir.  Ia menginginkan kita setia baik dalam suka maupun duka, baik saat kehidupan kita terasa lancar maupun sukar.  Dan Ia ingin kita setia baik pada saat kesetiaan itu bisa dilihat orang lain maupun sama sekali tidak nampak oleh seorang pun selain Allah sendiri.  Dalam segala keadaan dan setiap waktu, Allah ingin kita setia.

 

Penutup

Untuk menutup perenungan kita hari ini saya mengutip sebuah puisi dari Renungan Harian beberapa tahun yang lalu.  Puisi ini ditulis oleh seorang yang bernama Ruth Harms Calkin, isinya begini:

Aku Ingin Tahu

Engkau tahu, Tuhan,

Bagaimana aku melayaniMu dengan semangat membara,

Menjadi pusat perhatian.

Engkau tahu betapa ingin aku berbicara kepadaMu pada Persekutuan  Wanita.

Engkau tahu betapa gembiranya aku,

Ketika aku mengembangkan sebuah kelompok persekutuan.

Engkau tahu keinginanku yang sesungguhnya  dalam pendalaman Alkitab.

Namun bagaimana aku menanggapi, aku ingin tahu

Jika Engkau menunjukkan sebaskom air

Dan menyuruhku untuk membasuh kaki yang kotor

Dari wanita tua yang peot dan keriput,

Hari demi hari,

Bulan demi bulan,

Dalam ruangan yang tak dilihat oleh seorang pun,

Dan tak diketahui seorang pun.

Saudara tidak semua sisi kehidupan pelayanan yang kita lakukan bisa dilihat orang lain dan tidak semua pelayanan yang kita hadapi berupa hal yang menyenangkan. Kita bisa saja menipu mata manusia dengan menampakkan diri kita setia dalam melayani di muka umum sedangkan di lain pihak kita sama sekali tidak setia  dalam pelayanan yang ‘dibalik layar’.  Tapi kita tidak bisa menipu Tuhan. Allah melihat.  Ia tahu benar apa yang kita lakukan.  Allah tahu siapa yang sungguh-sungguh setia kepadaNya dan siapa yang tidak.  Alangkah indahnya jika selalu setia dalam segala keadaan sehingga pada saat kita menghadapNya ia memanggil dan menyebut kita “engkau hambaKu yang setia “.  AMIN.