sumber kristen

                                                                  www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Tema               :  PERMOHONAN PADA ALLAH

Nama               :  Putu Kristiamiaty

Nats                 :  Matius 15:21-28

Tujuan              : Agar Jemaat memiliki sikap yang benar dalam memanjatkan doa permohonannya  kepada Allah.

 

PENDAHULUAN

            Saudara, sikap yang seperti apakah yang harus kita miliki ketika kita memanjatkan permohonan kepada Allah?  Pertanyaan ini kedengarannya sederhana sekali, namun mungkin justru jawaban dari pertanyaan ini yang kadangkala tidak kita dimengerti.  Dari sekian kali kita menaikkan permohonan kepada Allah,  tahukah kita sikap yang seperti apa kita nyatakan  pada saat  menaikkan permohonan  kepada Allah.  Saudara, sikap yang benar dalam menyampaikan permohonan kepada Allah, sangatlah penting dan  ini sebenarnya merupakan hal mendasar yang harus kita miliki.

            Sikap seperti apakah yang harus kita miliki ketika  menyampaikan permohonan kepada Allah?  Dari perikop yang baru kita baca tadi, kita akan belajar bersama-sama 2 sikap yang harus dimiliki seorang percaya ketika ia memanjatkan permohonan kepada Allah.

 

1. (Memiliki) pengenalan yang tepat terhadap Allah (ayat 22)

Penjelasan

            Saudara, mengenal  pribadi yang kepada kita memohon/meminta, adalah suatu hal yang sangat penting.  Sebab ini berkaitan dengan yakin tidaknya kita pada kesanggupan/ kemampuan orang yang kepadanya kita memohon tersebutAtau dengan kata lain, mengenal  pribadi yang kepadanya kita memohon tersebut, menentukan sikap kita untuk seberapa jauh mempercayakan sepenuhnya “permohonan” kita itu kepada orang yang kepadanya kita memohon tersebut.

            Dalam perikop yang telah kita baca bersama tadi, menceritakan bagaimana seorang wanita yang datang memohon kepada Tuhan untuk kesembuhan putrinya yang dirasuk oleh setan.        Markus 7:26 menyebutkan bahwa wanita itu adalah seorang Yunani yang berbangsa Siro-Fenisia.  Bangsa itu adalah bangsa Fenisia yang berdiam di Tirus, dan mereka dinamakan orang Kanaan.  Dalam ayat tersebut disebut sebagai orang Yunani, hal ini menyatakan bahwa wanita itu adalah seorang kafir.  Dengan istilah “wanita Kanaan” ini, Matius ingin lebih menekankan perbedaan di antara orang Israel dengan orang-orang kafir di sekeliling Israel.  Orang-orang Kanaan selama beberapa waktu dianggap sebagai musuh besar orang Israel.  Mereka adalah penduduk Palestina yang menyembah berhala.  Dengan melihat budaya  Kanaan tersebut dapat dipastikan bahwa  wanita Siro-Fenisia ini jelas  memiliki latar belakang bangsa dan budaya yang sangat berbeda dengan Tuhan Yesus.

            Kedatangan wanita Kanaan ini kepada Yesus adalah dengan maksud memohon kesembuhan untuk putrinya, ini menunjukkan bahwa wanita Kanaan ini pernah  mendengar tentang berbagai mujizat dan pelayanan Yesus.  Pada waktu itu, berita tentang perbuatan-perbuatan Yesus memang telah tersiar sampai di luar batas negeri orang Yahudi (Mat. 4:24).  Sekalipun selama berada didaerah Tirus dan Sidon Tuhan Yesus  tidak berkhotbah di depan orang di kedua kota tersebut, namun, orang-orang yang ada di daerah itu telah tahu tentang mujizat-mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus. 

            Saudara, memang bukanlah suatu hal yang sangat istimewa jika wanita Kanaan ini adalah salah satu dari sekian orang-orang kafir yang mendengar tentang perbuatan dan kuasa Yesus.  Nilai “lebih” pada wanita Kanaan ini dibanding orang-orang kafir lainnya mungkin hanya pada pengenalannya terhadap Yesus, dia mengenal Yesus dengan baik, tidak sedangkal yang mungkin orang duga.  Hal ini terbukti dengan perkataannya dalam ayat 22. Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita."  

            Dari ayat 22 tersebut, kita  menemukan bahwa  perkataan yang diucapkan wanita tersebut yaitu “Anak Daud”, bukanlah suatu istilah yang asal disebut saja, sebab gelar Anak Daud ini terkandung makna yang dalam. Ini memperlihatkan  pengenalannya yang tepat terhadap Yesus, wanita Kanaan itu menyebut Yesus adalah Anak Daud; berarti ia percaya seperti kepercayaan orang Yahudi bahwa Yesus adalah Anak Daud yaitu Raja yang akan datang, Sang Mesias, yaitu Juruselamat dunia. Dari kata-kata wanita Kanaan tersebut kita juga dapat mengerti tentang pengenalannya pada  Yesus, bahwa Yesus adalah Messias yang penuh belas kasihan dan rahmat pada semua orang;  ini juga menyatakan kepercayaannya, imannya pada Tuhan Yesus.

Disamping itu ia juga percaya bahwa Yesus dapat mengusir setan; ini menyatakan bahwa ia percaya Yesus adalah Tuhan atas sekalian, Allah yang maha kuasa. Jadi dari seruan wanita tersebut, kita dapat melihat adanya suatu kekontrasan yang besar antara ketidakpercayaan orang-orang Yahudi (15:1-20) terhadap Yesus sebagai Mesias, dengan iman dari seorang wanita  yang justru berasal dari kalangan orang non-Yahudi.  Pengenalannya yang tepat tentang Yesus inilah yang membawa/mendorong dia untuk mempercayakan anaknya disembuhkan oleh Yesus.

 

Ilustrasi

            Pada suatu hari tepat pada tanggal 31 oktober, diadakan perayaan “Malam Pesta Topeng” oleh sebuah universitas di Amerika.  Mahasiswa dan dosen menyambut antusias perayaaan ini.    Pada saat itu ada sepasang kekasih (mahasiswa) yang sepakat untuk bertemu setelah perayaan.  Mereka saling memberitahu kostum yang akan dipakai.

            Singkat cerita, setelah perayaan usai, si pemuda langsung menuju lokasi dan bertemu dengan si pemudi dalam kostum seperti yang disepakati. Ketika keduanya membuka topeng yang dipakai, si pemuda sangat kaget ketika melihat wanita yang berdiri di depannya adalah seorang dosen berumur 40 tahun yang terkenal “angker”.  Ternyata ada dua pasang kekasih yang berjanji bertemu di lokasi yang sama setelah perayaan tersebut, dan tidak disangka bahwa kedua pasang kekasih itu pun masing-masing mengenakan kostum dan topeng yang sama pada perayaan itu.

            Sementara itu, dari tempat yang jauh, tampaklah seorang pemudi menunggu seorang pemuda dengan wajah yang penuh kekesalan.

            Saudara, tanpa adanya pengenalan yang tepat terhadap seseorang (khususnya ketika mengadakan komunikasi) maka tidak akan terjadi pula komunikasi yang baik di antaranya. Dapat kita samakan juga dengan pengenalan yang tepat pada Tuhan,  karena pengenalan yang benar maka komunikasi juga akan baik dan lancar, jika tidak, maka sekalipun memohon, tetapi perasaan dalam hati yang tidak bisa mendustai kita sering muncul  penuh  perasaan yang tidak mempercayai Allah.

Aplikasi

            Saudara, kita mungkin saja merasa geli mendengar cerita itu.  Namun sebenarnya tanpa kita sadari, kita juga sering memiliki pengenalan yang kurang tepat terhadap Allah.  Ketika berbagai macam masalah/persoalan melanda hidup ini, kita datang memohon pada Allah agar memberikan jalan keluar.   Hal itu tidak salah, namun yang biasa terjadi adalah, kita menganggap bahwa Tuhan adalah semata-mata “Seorang ahli psikologi” yang harus menyelesaikan masalah kita.  Atau kita menganggap bahwa Tuhan adalah “Dokter” kita, sehingga Ia harus menyembuhkan kita.  Atau ketika kita mengalami krisis ekonomi, kita menganggap Tuhan adalah ”Mesin pencetak uang “, sehingga Ia harus segera pula mengeluarkan uang untuk kita.

            Saudara, terlalu dangkal pengenalan kita terhadap Allah jika kita hanya “menyamakan” Allah seperti hal-hal tersebut di atas.  Tidak heran apabila ada orang Kristen yang mulai merasa kecewa atau putus asa karena pada kenyataannya setelah mereka memohon kepada Tuhan, mereka mendapati diri mereka masih menderita sakit, miskin, dan sebagainya.  Hal itu terjadi karena pengenalan yang keliru terhadap Allah.

            Ketika kita menaikkan permohonan-permohonan kita kepada Allah, kita harus mengenal Dia dengan tepat.  Mengenal Dia bukan saja hanya sebagai “Dokter”, “Ahli psikologi” dll.  Tetapi kita harus mengenal Dia sebagai Allah yang berkuasa atas seluruh aspek kehidupan kita dan Dia pula yang berhak mengatur hidup dan kehidupan kita sesuai dengan kehendaknya.   

           

2. (Memiliki) keteguhan iman dalam menanti jawaban Allah (ayat 27).

Penjelasan

            Saudara, mungkin kita dapat mengerti keadaan wanita Kanaan ini pada saat ia berseru-seru memohon pertolongan dan belas kasihan Yesus.  Jika saat itu kita berada dalam posisi yang sama dengan wanita Kanaan itu, mungkin kita pun akan melakukan hal yang sama, yaitu memohon pertolongan kepada siapa saja yang kita rasa sanggup menolong kita.

            Ternyata, sebelum wanita Kanaan ini berseru-seru, ia terus mengikuti Yesus sepanjang perjalanan-Nya, dan rupanya  sambil berjalan  sambil  berteriak-teriak memohon belas kasihan Yesus.  Tetapi  respon Yesus seperti tidak memberikan reaksi atau tanggapan apapun terhadap  permohonan wanita Kanaan itu.  Sikap yang tidak tahu malu yaitu terus menerus mengikuti Yesus sambil berteriak-teriak disepanjang perjalanan menunjukkan bahwa wanita Kanaan itu tidak putus asa dan tahu bahwa Yesus penuh belas kasihan. Sekalipun kelihatannya tidak ada reaksi, seolah-olah “tidak dipedulikan”   namun wanita Kanaan itu mengerti dan mengenal Yesus sebenarnya tidaklah demikian.  Hal ini terbukti dari beberapa sikap/reaksi Yesus yang ditunjukkan seperti dalam ayat 23: (Yesus sama sekali tidak menjawab perkataan wanita Kanaan itu), kemudian ayat 24:(Yesus menjawab dengan memberikan alasan penolakan terhadap permohonan wanita itu), dan ayat 26:(untuk yang kedua kalinya Yesus mengemukakan alasan penolakannya, bahkan dengan kalimat yang kasar kedengarannya).

            Sikap Tuhan Yesus (seperti yang terdapat dalam ayat 23, 24, 26) adalah dengan maksud  menguji iman wanita Kanaan.  Hati Yesus sebenarnya tergerak oleh kesedihan wanita Kanaan itu. Namun,  Yesus ingin melihat, dengan sikap-Nya yang “tidak peduli” , apakah wanita Kanaan ini masih dapat beriman, masih tetap berteriak  dan terus memohon kepada Yesus.  Atau sampai sejauh mana keteguhan hati wanita Kanaan itu terhadap Yesus. 

            Jika kita lihat kembali pada ayat 24, Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Yesus memakai alasan tersebut untuk menolak permohonan wanita itu dan sekaligus secara tidak langsung menyuruh wanita Kanaan itu untuk mengoreksi diri,“siapa sebenarnya dirinya?”.  Dari perkataan Yesus itu dapat diartikan bahwa Yesus membatasi pelayanan-Nya khusus kepada orang-orang Israel saja.  Atau dengan kata lain, pertolongan Yesus hanya akan selalu terbuka khusus bagi wanita yang berasal dari Israel saja. 

            Perkataan Yesus yang cukup menyakitkan ini, ternyata tidak menyurutkan niat wanita Kanaan itu.  Dalam ayat 25, Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan, tolonglah aku." .  Melihat ketegaran hati wanita itu dan imannya yang makin berkembang kuat, Yesus kembali menjawabnya dengan perkataan yang lebih keras lagi (ayat 26).  Yesus ingin menunjukkan kepada wanita itu bahwa dengan alasan penolakan terakhir ini, wanita itu tidak memiliki harapan untuk menerima pertolongan Yesus.

            Perkataan Yesus dalam ayat 26, Tetapi Yesus menjawab: "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Maksud  perkataan Tuhan Yesus ini: sebenarnya tidak patut wanita itu merebut berkat yang seharusnya disediakan bagi orang-orang Israel, mengingat statusnya yang non Yahudi tersebut (yang dalam ayat 26, ia diumpamakan sebagai anjing.  Adapun kata “anjing” yang dipakai di situ ialah “kunarion” yang berarti anjing kecil/anjing rumah,  ucapan Yesus ini tidaklah dengan maksud  menghina: “seperti anjing”.)

            Dengan perkataan-perkataan Yesus seperti itu, seharusnya cukup membuat wanita Kanaan itu untuk berhenti memohon, karena jelas bahwa Yesus tidak memberi “tanggapan yang baik” atas permohonannya. Namun jawaban yang diberikan oleh wanita Kanaan itu kemudian, adalah jawaban yang sungguh di luar dugaan (ayat 27). Kata perempuan itu: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya."  Ia seharusnya merasa tersinggung/sakit hati, tapi malah sebaliknya ia dengan rendah hati menerima dan menyadari keadaannya yang sebenarnya.  Dengan kata lain, wanita itu menjawab: “Meskipun saya dianggap ‘anjing’ (miskin, orang kafir yang dibuang), tetapi setidaknya ada juga remah-remah buat saya”.  Kata ‘remah-remah’ di situ dapat berarti: sisa-sisa “berkat” dari berkat yang disediakan bagi orang-orang Israel tersebut.

            Inilah yang menunjukkan betapa besar iman wanita Kanaan itu.  Bagaimana mungkin ia yang “sudah ditolak” masih memiliki ketekunan dan keteguhan iman untuk tetap berharap pertolongan Tuhan.  Dan bagaimana pun ia yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa Yesus pasti akan menolongnya.  Keteguhan hati wanita ini, membuat imannya tak berkurang (dari awal ia memohon hingga jawabannya terkabul), sungguh suatu hal yang luar biasa.  Sebagai hasil dari keteguhan iman wanita tersebut, Yesus memujinya dengan berkata: “Hai ibu, besar imanmu”.  Pada akhirnya, Yesus mengabulkan permohonan wanita itu sesuai dengan harapannya: anaknya sembuh!

Ilustrasi

            Ketika George Muller (bapak panti asuhan) akan meninggal dunia, ia  menyatakan keyakinannya kepada teman dekatnya, seorang pendeta, bahwa Allah pasti akan menjawab doanya yang belum terjawab selama 62 tahun, yaitu  2 orang temannya yang belum bertobat. Setelah Muller meninggal dunia, di dalam suatu kebaktian, teman dekat Muller ini menceritakan tentang percakapannya dengan Muller.  Setelah kebaktian itu selesai, seorang ibu memberitahu bahwa kedua orang itu, kini sudah bertobat dan menerima Tuhan, bahkan rindu untuk melayani Tuhan.           

Saudara, Muller membutuhkan waktu kurang lebih 60 tahun untuk terus-menerus mendoakan kedua orang itu.  Dan dalam kurun waktu itu pula, ia bahkan tidak melihat perubahan apa-apa dari kedua orang yang ia doakan tersebut.  Meskipun demikian, ia tetap tekun berdoa, dan disertai pula dengan keteguhan iman dalam menanti jawaban Allah.  Ia memiliki satu keyakinan iman yang mantap.

 

Aplikasi

            Sdr, dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan, saya yakin kita pun sering mengutarakan permohonan-permohonan kita kepada Tuhan.  Mungkin telah untuk yang kesekian kalinya kita menyampaikan permohonan yang sama kepada Tuhan, namun pada kenyataannya, toh kita belum melihat tanda-tanda Allah menjawab permohonan kita. Mungkin sudah terlalu lama kita terus-menerus memohon Tuhan menyembuhkan penyakit kita, memperbaiki keadaan ekonomi kita, kerinduan akan sanak keluarga untuk  mengenal Tuhan, memulihkan kasih suami/istri yang mulai hilang, memulihkan hubungan antara orang tua dengan anak, dan serentetan permohonan-permohonan lainnya.  Melihat keadaan yang demikian, mungkin mulai muncul pertanyaan-pertanyaan yang mengusik kita, “Apakah sebenarnya Tuhan mendengar doa saya ?  Apakah Ia maih memperhatikan hidup saya?

Ada kalanya Tuhan ingin menguji kita.  Ia ingin melihat sampai sejauh mana kita benar-benar berharap kepada-Nya, sampai sejauh mana keteguhan iman kita dalam menanti jawaban-Nya.  Tuhan menginginkan agar kita memiliki “kadar” iman yang tetap teguh, seperti ketika pada kali yang pertama kita memohon kepada-Nya, sampai pada waktunya kita memperoleh jawaban atas permohonan-permohonan kita.  Meskipun mungkin untuk menanti jawaban tersebut, kita membutuhkan waktu yang cukup lama.

  

Penutup

            Saudara yang kekasih, ada  3 sikap   penting yang harus kita miliki ketika kita memohon kepada Allah:

1.  Mengenal Allah dengan satu pengenalan yang tepat.

2. Dan memiliki keteguhan iman dalam menanti jawaban Allah atas permohonan-

    permohonan kita.

3. Pada saat kita memohon kepada-Nya haruslah percaya kepada-Nya tanpa ragu

    sedikitpun bahwa dengan segera Tuhan akan menjawab doa kita..

Adakah ketiga sikap ini dalam kepercayaan kita pada Tuhan Yesus?