| |
Tema : PERKATAAN YANG HARUS DIPERTANGGUNGJAWABKAN ? Nats : Kolose 4:5-6 Penulis : Djong She kiun Tujuan : Setiap orang Kristen seharusnya berhikmat dalam berkata-kata, sehingga melalui perkataannya mereka dapat mempertanggungjawabkan iman mereka. Pendahuluan: Saudara, saya ingin membacakan satu sair yang indah buat Saudara sekalian, mari kita memperhatikan syair ini:
Jatuhkan kerikil ke air; hanya satu cipratan dan hilanglah sudah Namun ada puluhan riak yang berjalan terus, terus dan terus. Menyebar, menyebar dari pusat, mengalir ke laut dan ke laut Dan tiada cara untuk mengetahui dimana itu ‘kan berakhir.
Jatuhkan kata yang ketus atau sembrono; dalam semenit hilanglah sudah Namun ada puluhan riak berjalan terus, terus dan terus. Mereka tetap menyebar, menyebar dan menyebar, dari pusat mereka terus ke luar Dan tiada cara ‘tuk menghentikannya, sekali kau membuatnya mengalir.
Jatuhkan kata yang ceria dan lembut; dalam semenit kau ‘kan lupa; Namun ada kegembiraan yang terus berjalan,dan ada sukacita yang masih meriak Dan kau telah menggulungkan gelombang penghiburan bagai musik merdunya ‘kan terdengar sepanjang bermil-mil air hanya dengan menjatuhkan sepatah kata yang baik. Dari syair ini kita dapat melihat bahwa kata-kata yang kita ucapkan memiliki kekuatan dan pengaruh yang luar biasa. Melalui kata-kata tidak hanya semangat orang dapat dibangkitkan tetapi juga bisa menjatuhkannya melalui kata-kata yang diucapkan oleh seseorang. Oleh sebab itu setiap orang harus berhati-hati dengan ucapannya, supaya apa yang dikatakan tidak menjatuhkan orang lain. Terlebih lagi sebagai Anak Tuhan kita harus lebih berhikmat dalam berkata-kata, sebab kita harus mempertanggungjawabkan iman kita melalui setiap kata yang diucapkan kepada semua orang yang mungkin pada saat ini sedang memperhatikan sikap, tindakan dan ucapan kita. Dalam ayat-ayat yang kita baca, jelas Paulus memberikan nasihat kepada orang-orang Kristen di Kolose berkaitan dengan kehidupan mereka di tengah-tengah orang yang belum percaya. Sebagai orang Kristen yang telah menjadi manusia baru, Paulus memberi nasihat gar mereka dapat hidup sesuai dengan kekristenannya. Yaitu hidup yang menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru. Ini berarti setiap orang Kristen harus hidup dalam kehidupan yang telah dikuduskan oleh Kristus. Hidup sebagai manusia baru berarti hidup dalam pembaharuan hati, pikiran, perbuatan dan juga perkataan. Dalam Kolose 3:8, Paulus melanjutkan nasihatnya, agar orang Kristen Kolose membuang kebiasaan lamanya, yaitu kebiasaan berkata-kata yang jahat. Sebaliknya, sebagai orang percaya haruslah mereka bertindak dan berkata-kata dalam nama Tuhan Yesus (Kol. 3:17). Ini berarti dalam setiap tindakan dan perkataan orang percaya harus menghadirkan Kristus dan melakukannya berdasarkan kekuatan kuasa Kristus, karena Kristus-lah yang akan menyediakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukannya. Beberapa ayat yang disebutkan tadi, terlihat sikap Paulus, namun pada bagian Kol. 4:5. Paulus ingatkan jemaat agar “Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada”. Ajaran Paulus ini mengingatkan orang-orang Kristen di Kolose agar menjalani hidup dengan hikmat Allah, baik dalam perkataan ataupun dalam sikap hidupnya, dapat merefleksikan hikmat Allah. Maksudnya: orang-orang Kristen harus hidup di dalam hikmat Allah, yaitu menjadikan Kristus sebagai gaya hidup asli mereka, sebagai pengikut Kristus yang sejati. Orang yang belum percaya dapat menyaksikan Kristus yang hidup dalam diri mereka. Alasan lain dari nasihat Paulus ini adalah supaya orang yang tidak percaya tidak mempunyai alasan atau bahan untuk menggosipkan kehidupan anak-anak Tuhan. Juga, untuk menghadirkan perubahan hidup secara nyata, bahwa anak Tuhan dapat hidup tanpa cela dalam perbuatan dan perkataan. Dasar kesaksian yang hidup dapat menyediakan kesempatan untuk menjangkau orang-orang yang tidak percaya. “Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun jemaat Allah. Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat.” (Markus 10:32-33) Selanjutnya dalam nasihatnya Paulus menyatakan “pergunakanlah waktu yang ada”. Dalam bahasa aslinya frasa ini mempunyai arti harfiah “cepat-cepat membeli”. Dalam konteks ini nasihat Paulus adalah agar orang Kristen di Kolose untuk cepat-cepat memanfaatkan waktu dalam berinteraksi dengan orang yang belum percaya, sehingga setiap kesempatan yang ada untuk menyaksikan Kristus tidak dilepaskan, baik dengan perbuatan maupun dengan perkataan. Dalam hal ini Paulus ingin agar orang-orang Kristen di Kolose bukan hanya menghargai waktu/kesempatan yang ada, akan tetapi juga menghargai nilai pribadi orang-orang yang belum percaya ini. Saudara yang kekasih. Selanjutnya kit akan melihat nasihat Paulus di ayat 6, katanya,”Hendaklah kata-katamu penuh dengan kasih…”. Maksudnya: janganlah pembicaraan itu hanya dipenuhi dengan kesombongan yang menyebalkan atau keluhan yang membosankan, sebaliknya kata-kata yang disampaikan haruslah dipenuhi dengan kelembutan dan keramahan kasih Allah. Hati yang merupakan pusat hidup manusia yang telah diubahkan oleh Allah menjadi hati yang tulus, hati yang dapat menyatakan kasih Allah dengan benar. Inilah kesaksian yang tidak dimiliki oleh orang yang belum percaya. Apa yang ada dalam hati itulah yang akan terpancar lewat mulut seseorang. Jika kita memperhatikan Matius 12:33-37, tercatat bahwa orang yang baik hatinya akan mengeluarkan kata-kata yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang-orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Dalam perumpamaan yang diberikan di sini, Tuhan Yesus ingin menunjukkan hubungan langsung yang terdapat antara mulut dan hati manusia. Ragam kata-kata yang keluar dari mulut mencerminkan apa yang ada di dalam hatinya yang sebenarnya. Ini berarti berkaitan dengan nasihat Paulus di atas dapat disimpulkan bahwa setiap orang percaya yang hatinya telah diperbaharui seharusnya menghasilkan kata-kata yang tulus dan penuh dengan kasih. Paulus juga menyatakan bahwa kata-kata itu “jangan hambar” atau “harus bergaram”. Saudara, garam sering digunakan pada zaman kuno untuk menggambarkan pembicaraan yang lancar, perkataan yang di selingi dengan humor-humor yang bijak atau pembicaraan yang disertai dengan hikmat menyatakan bahwa orang tersebut bagaikan garam. Dari nasihat Paulus ini kita dapat menyimpulkan bahwa pembicaraan orang percaya selain harus penuh kasih, tulus, lembut dan ramah, juga harus disampaikan dengan berhikmat atau bijak. Pembicaraan boleh diselingi dengan humor akan tetapi haruslah dengan humor yang bijak dan membangun, bukan humor yang asal buat orang hanya ketawa tanpa arti. Saudara, alasan lain dari nasihat Paulus ini adalah supaya melalui perkataannya orang-orang percaya di Kolose dapat memberi jawab kepada semua orang. Kata “jawab’ dalam kalimat ini mengindikasikan bahwa orang-orang yang tidak percaya kemungkinan akan mempertanyakan bukti pembaharuan hidup yang telah mereka alami. Orang-orang yang tidak percaya akan menuntut bukti “kekristenan” mereka melalui apa yang orang percaya lakukan dan katakan. Oleh sebab itu setiap orang percaya haruslah hidup dalam hikmat Allah, agar dengan kesaksian yang menarik, yang hidup, dan yang penuh warna dalam perbuatan dan perkataannya ini dapat memberi “jawab” atas pertanyaan orang yang tidak percaya. Setiap orang percaya bertanggung jawab untuk mempertanggungjawabkan imannya kepada semua orang yang meminta pertanggungjawabannya, akan tetapi haruslah dengan lemah lembut, hormat dan dengan hati nurani yang murni. Supaya mereka yang mungkin memfitnah orang-orang percaya yang hidup di dalam Kristus manjadi malu karena fitnahan itu. (I Pet. 3:15-16). Ilustrasi: Suatu ketika Gordon Maxwell, seorang misionaris yang belajar di India meminta seorang Hindu yang saleh untuk mengajarinya bahasa Hindu. Akan tetapi orang Hindu itu menjawab: “Tidak sahib, aku tidak akan mengajarimu bahasaku, karena engkau akan membuatku menjadi orang Kristen.” Gordon Maxwell menjawab: “Engkau salah paham. Aku hanya memintamu mengajari bahasamu.” Tetapi sekali lagi orang itu menjawab: “Tidak sahib, saya tidak akan mengajarimu, karena tidak seorang pun dapat hidup bersamamu dan tidak menjadi orang Kristen.” Tidak ada perbuatan atau pun perkataanmu yang membuat orang yang melihatnya tidak ingin menjadi orang Kristen seperti Anda.” Penutup: Dalam kehidupan kita yang tidak terlepas dari orang lain, ada banyak orang yang akan selalu memperhatikan hidup kita. Ada banyak kesempatan dimana kita bisa berinteraksi dengan mereka baik secara langsung maupun tidak langsung melalui apa yang kita lakukan maupun katakan. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah melalui hidup kita dan terutama perkataan kita , kita dapat membuktikan hidup kita yang sudah diperbaharui kepada orang-orang di sekitar kita ? Dengan apa yang kita katakan, apakah kita dapat membangun dan menjadi berkat bagi orang lain? Dengan apa yang kita bicarakan dapatkah kita mempertanggungjawabkan iman kita kepada orang-orang yang mempertanyakannya? Amin.
| |