| |
Tema : PERATURAN TUHAN Penulis : Lindawaty Tanadi Nats Alkitab : Keluaran 22:1-31 Tujuan : Agar jemaat hidup kudus, baik dalam relasi dengan Allah maupun dengan sesama manusia.
Pendahuluan. Saudara, semua tentu mengenal lampu lalulintas yang ada di persimpangan jalan, di mana lampu hijau, merah, kuning itu memberi peraturan kepada para pemakai jalan agar mereka tahu kapan harus jalan, kapan harus berhenti, dan kapan harus siap-siap berhenti atau siap-siap untuk maju lagi. Saudara, sekiranya ada orang yang tidak menghiraukan peraturan lampu lalulintas tersebut, kita dapat membayangkan kekacauan yang akan terjadi di persimpangan jalan tersebut. Mungkin bukan hanya kacau, tapi juga dapat terjadi tabrakan-tabrakan yang dapat membahayakan jiwa orang itu sendiri maupun para pemakai jalan yang lain. Para pemakai jalan hanya dapat menikmati kebebasan yang sesungguhnya jika mau mematuhi peraturan-peraturan yang ada. Saudara, demikian juga dengan bangsa Israel yang baru saja dibebaskan dari belengggu perbudakan di Mesir, mereka butuh peraturan-peraturan untuk mengatur kehidupan mereka yang baru agar sebagai bangsa dapat menikmati kebebasan yang sesungguhnya. Terlebih dari itu mereka butuh peraturan-peraturan agar dapat menjadi bangsa yang kudus, seperti yang dikehendaki oleh Allah (Kel. 22:31). Israel harus menjaga supaya mereka terpisah dari bangsa kafir, dan tidak tercemar oleh kehidupan orang kafir. Tidak ada jalan lain bagi umat Allah untuk menjadi kudus, kecuali dengan menaati peraturan-peraturan yang Allah berikan. Saudara, Allah menginginkan umat tebusan-Nya hidup di dalam kekudusan dengan memberikan peraturan-peraturan, oleh sebab itu setiap umat tebusan-Nya seharusnyalah taat kepada peraturan-peraturan itu. Dalam hal apakah peraturan-peraturan itu diberikan? Dalam pasal 22 ini, kita dapat menemukan bahwa Allah memberi peraturan-peraturan kepada umat-Nya dalam hal: 1. Relasi dengan sesama (Ay.1-17, 21-27) Saudara, bangsa Israel yang masih muda ini sekian lama telah hidup sebagai budak dari bangsa Mesir, bangsa yang tidak mengenal TUHAN. Mereka juga telah sekian lama hidup dengan pola hidup, paradigma, adat-istiadat, budaya dan hukum yang berlaku di Mesir. Namun kini setelah mereka diberikan suatu identitas yang baru oleh TUHAN, yaitu sebagai umat TUHAN, tentu saja harus ada suatu perubahan paradigma, pola pikir, cara hidup, budaya dan adat-istiadat yang baru, yang sesuai dengan identitas diri mereka sebagai umat TUHAN. Salah satu hal yang terpenting ialah tentang relasi dengan sesama. Relasi dengan sesama sebagai suatu bangsa sangatlah penting untuk diatur. Mengapa penting Saudara? Kita semua tahu, bangsa Israel itu terdiri dari duabelas suku dengan populasi lebih dari dua juta jiwa yang hidup di dalamnya, yang tentunya sangat beragam. Keberagaman ini tentunya memerlukan suatu aturan main yang jelas, sehingga setiap masalah yang terjadi di dalam relasi antar sesama dapat diselesaikan dengan baik, menurut aturan yang ada. Dalam pasal yang mengatur relasi sesama dalam kehidupan bermasyarakat bangsa Israel ini, maka kita dapat menemukan ada beberapa hal prinsip yang terkandung di dalamnya, seperti prinsip-prinsip tentang keadilan, kesetiaan dan belas kasihan. Yang pertama kita melihat bagaimana keadilan itu dinyatakan di dalam soal-soal yang berkenaan dengan harta milik orang lain. Dalam ay. 1 misalnya, jika seseorang mencuri ternak dan membantainya atau menjualnya, ia harus mengganti lima kali lipat untuk lembu, dan empat kali lipat untuk domba. Sementara jika dibandingkan dengan ay. 4, jika barang curian itu masih ada di tangannya, maka ia hanya dikenai hukuman ganti rugi dua kali lipat. Saudara, sampai di sini saya berpikir bukankah seolah-olah peraturan tersebut tersirat ketidakadilan ? Mengapa yang pertama dihukum lebih berat? Sedangkan pencuri yang kedua lebih ringan? Bukankah mereka sama-sama adalah pencuri? Menurut seorang penafsir, yang pertama dihukum lebih berat, sebab pencurian itu mengindikasikan adanya suatu jenis kejahatan yang terencana. Ia mencuri untuk menjual daging binatang itu. Jadi sangat mungkin pencuri itu adalah pencurian yang terencana. Sementara yang kedua dihukum lebih ringan karena mengindikasikan bahwa tindak kejahatan itu bersifat impulsif, keinginan yang tiba-tiba muncul ketika melihat barang milik orang lain, namun bukan suatu kejahatan yang direncanakan. Indikasi ini terlihat dari fakta dimana barang curian itu masih ada padanya waktu ia tertangkap; mungkin waktu itu ia masih bingung, mau diapakan ini barang? Jadi ini bukan diskriminasi, tetapi ini merupakan salah satu bentuk keadilan TUHAN. Siapapun yang bersalah ia tetap harus dihukum. Namun dalam peraturan ini berisi satu pengajaran, yaitu dalam hidup umat Israel-sebagai umat TUHAN, mereka tidak boleh memiliki pikiran-pikiran yang jahat atas sesamanya. Yang kedua, dalam relasi dengan sesama juga harus dijunjung prinsip kesetiaan yang di dalamnya begitu kental dengan unsur kejujuran dan tanggung jawab. Pada zaman itu saudara, tindakan meninggalkan atau menitipkan uang atau harta milik pribadi kepada orang lain bukanlah hal yang luar biasa. Pada zaman Palestina kuno, belum dikenal yang namanya “Bank” dan “Save deposite box” misalnya. Oleh sebab itu ketika seseorang akan pergi ke tempat lain, baik itu untuk tujuan bisnis maupun jalan-jalan, dan sebagainya; maka ia akan menitipkan uang atau barangnya pada teman atau tetangganya. Apa yang dikatakan 22 : 7-13 ini, mengatur tanggung jawab dan kejujuran sang penerima barang, untuk menjaga dan memelihara barang titipan itu. Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atas barang itu, entah barang itu dicuri ataupun rusak, maka orang yang dititipi harus bertanggungjawab dan harus bersumpah di hadapan Tuhan yang menjadi hakim mereka, untuk membuktikan kejujurannya. Yang ketiga, adalah belas kasihan. Di dalam ay. 21-27, penekanan akan belas kasihan ini sangat jelas. Ayat. 27 mengatakan “…sebab Aku ini pengasih”. Frase ini dimengerti sebagai penjelasan mendasar atas semua perintah dan prinsip perjanjian yang dilakukan kepada orang-orang lemah ini. Kata “belas kasihan” atau hanan dikenakan pada YHWH sebanyak 13 kali dan biasanya dihubungkan dengan kata kata “peduli” atau raham . Allah peduli dan berbelas kasihan kepada orang-orang yang lemah ini, bahkan Ia adalah Pembela dan Pelindung mereka. Maka saudara, Allah menuntut umat Israel juga harus penuh dengan belas kasihan, oleh karena Allah sendiri adalah Allah yang penuh belas kasihan. Frederick W. Faber berkata: “Kebaikan hati atau belas kasihan telah mempertobatkan lebih banyak orang berdosa daripada semangat, kefasihan lidah dan kepandaian.” Bukankah hal ini jugalah yang ditekankan Tuhan Yesus dalam Matius 23:23, ketika Ia mengecam ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi? Di sana Tuhan Yesus dengan keras berkata: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu keadilan, dan belas kasihan dan kesetiaan.” Aplikasi Bapak,Ibu,Saudara yang Tuhan Yesus Kristus kasihi, mungkin bagi kita prinsip-prinsip ini begitu sederhana, bukan merupakan prinsip yang asing lagi. Kita semua tahu kalau kita tidak boleh punya pikiran yang jahat terhadap orang lain, kita tahu kalau kita tidak boleh melakukan kecerobohan yang dapat mencelakakan orang lain. Kita tahu bahwa sebagai orang Kristen kita harus hidup jujur, bertanggung jawab terhadap apa yang dititipkan pada kita, bahkan menguasai dan hafal di luar kepala, setiap ayat yang berbicara tentang mengasihi orang lain. Namun pertanyaannya: cukupkah kita hanya tahu? Cukupkah kita hanya mengerti? Cukupkah kita hanya bisa menghafalkan Firman Tuhan itu? Saudara, Tuhan tidak mau engkau dan saya hanya tahu, hanya mengerti, hanya bisa menghafal ayat-ayat Firman Tuhan, tetapi yang Tuhan mau, engkau dan saya taat dan melakukannya, sehingga kita semakin hari semakin kudus di hadapan-Nya dan menjadi berkat bagi orang lain. Kiranya Tuhan menolong kita semua. Kemudian, dalam hal apakah peraturan-peraturan tersebut diberikan?
2. Relasi dengan Allah. (Ay. 18-20, 28-31) Saudara, tatkala Allah memanggil Israel keluar dari suatu negeri yang penuh dengan penyembahan berhala, yaitu Mesir, untuk suatu hidup yang baru dan untuk misi nasional mereka, yaitu menegakkan kembali pengetahuan sejati tentang Keesaan Allah, maka bersamaan dengan itu Iapun bermaksud pula membuka kepalsuan segala berhala buatan manusia. Sebab itu Allah berfirman: “Kepada semua allah di Mesir akan kujatuhkan hukuman, Akulah Tuhan” (Kel.12:12; Bil. 33:4). Dan Allah membuktikan kuasa-Nya yang sangat mengesankan bangsa Israel, sehingga mereka menyanyi, ”Siapakah yang seperti engkau, diantara para allah, ya Tuhan?” (Kel.15:11). Namun saudara, Allah tidak mau jika bangsa Israel hanya tahu, mengenal, dan mengaku bahwa Ia adalah Allah yang benar, tetapi Allah menghendaki agar bangsa Israel dalam kehidupan riilnya menunjukkan bahwa mereka percaya kepada Allah yang benar, mengasihi, serta menghormati-Nya dengan jalan hanya menyembah kepada Dia saja. Karena itu saudara jika kita perhatikan ayat.18-20, di sini Allah memberikan tiga peraturan untuk menjaga bangsa Israel dari dosa penyembahan berhala, di mana hukuman atas pelanggaran ketiga peraturan ini adalah sangat keras dan tidak bisa ditawar yaitu dibinasakan. Yang pertama, dalam ayat.18 disebut “ahli sihir wanita”. Di sini disebutkan ahli sihir wanita tidak diizinkan untuk hidup. Mengapa mereka tidak diizinkan hidup? Karena tukang sihir ini adalah orang yang mengklaim kekuatan supranatural dari iblis dengan mengeluarkan mantera-mantera. Hal ini tentu saja melanggar Hukum Taurat ke-1, yaitu:”Jangan ada padamu ilah lain di hadapan-Ku”. Sihir adalah pemberontakan melawan Allah dan otoritas-Nya. Pada dasarnya, sihir adalah bersekutu dengan setan menggantikan persekutuan dengan Allah. Sebab itu tidak heran jika hukum-hukum Allah dalam PL berbicara begitu keras menentang praktek sihir (Im 19:31, 20:6,27; Ul 18:9-14; II Rj 9:21-26, Mi 5:10-15, Yer 27:8-11). Sedangkan yang kedua, ayat.19: “melakukan persetubuhan dengan binatang pasti dijatuhi hukuman mati”. Mengapa? Bukankah orang-orang yang gila seperti inipun masih ada sampai saat ini? Karena persetubuhan dengan binatang itu bukan saja sekadar penyimpangan seksual (seperti yang disebutkan dalam Im 18:23), tetapi lebih daripada itu adalah karena persetubuhan dengan binatang itu juga merupakan suatu wujud penyembahan kepada hewan/binatang dan wujud penyembahan kepada dewa kesuburan. Di kalangan bangsa Kanaan dan bangsa Babel perbuatan keji seperti ini biasa dilakukan dan bagi mereka hal tersebut memiliki signifikansi religius. Maka, kejahatan ini dapat dijatuhi hukuman mati, karena sama seperti praktek sihir, persetubuhan dengan binatang juga merupakan serangan atas diri Yahweh sendiri. Kemudian, hal yang ketiga yang dapat dijatuhi hukuman mati adalah mempersembahkan korban kepada ilah palsu (Ay.20). Hal ini merupakan pelanggaran besar, merupakan pemberontakan secara terang-terangan kepada Allah yang benar. Kata “ditumpas” disini, dalam teks Ibrani: “haram” berarti menyerahkan seseorang kepada Allah untuk penghancuran total/ pemusnahan. Sebab apa yang dilakukannya tidak dapat diizinkan tetap tinggal dihadapan-Nya, karena hal tersebut begitu menyakiti hati Allah. Saudara-saudara, dalam Keluaran 20:3-6, Allah menyatakan diri-Nya bahwa Ia adalah Allah yang cemburu. Allah tidak mau dinomorduakan. Allah tidak main-main dengan orang yang menghina Dia, yang tidak menghormati Dia. Allah begitu serius menghukum orang-orang yang demikian. Sebab segala hal tersebut adalah pelanggaran terhadap kekudusan TUHAN. Yang Allah kehendaki adalah agar dalam relasi dengan Dia, umat-Nya mengasihi Dia, menghormati Dia, memprioritaskan Dia, memfokuskan diri hanya kepada Dia. Hal ini jugalah yang dimaksudkan Allah ketika Ia memberikan peraturan-peraturan dalam Ay.28-31. Penghormatan yang tepat kepada Yahweh, menuntut prioritas bagi-Nya dalam hal persembahan. Bangsa Israel tidak boleh lalai memberikan hasil mereka kepada Allah, sebab itu adalah bagian dari hukum Allah. Memberikan terlebih dahulu setiap hasil yang didapat kepada Allah, menunjukkan bahwa Dia adalah prioritas utama dalam hidup. Ilustrasi: Saudara, suatu kali Dr. Lyman Abbot berkunjung ke suatu kampung yang baru saja dilanda kebakaran beberapa bulan sebelumnya. Seluruh penduduk kampung itu adalah orang-orang yang sangat setia berbakti pada Tuhan. Sewaktu Dr. Abbot ini melihat-lihat keadaan kampung itu, di sana sini terlihat pondok-pondok darurat tempat penduduk kampung itu sementara bernaung. Tiba-tiba ia terheran-heran melihat ada sebuah bangunan yang terbuat dari batubata dan bangunan itu ternyata adalah sebuah gereja. Melihat itu Dr.Abbot berkata:“oh, ternyata waktu di kampung ini ada kebakaran, hanya gereja yang tidak terbakar ya”?! “Oh tidak pak!”, kata seorang penduduk. “seluruh bangunan dalam kampung ini habis terbakar. Bangunan gereja ini adalah bangunan baru, yang kami bangun terlebih dulu, sebelum rumah atau pondok-pondok yang lain dibangun”. Aplikasi: Bapak,Ibu,Saudara yang dikasihi Tuhan, waktu membaca cerita ini, saya begitu terharu. Adakah engkau dan saya punya hati seperti penduduk desa itu, yang menjadikan Allah sebagai prioritas utama dalam hidup kita? Martin Luther berkata: “apa yang dicintai manusia, itulah yang menjadi ilahnya.” Apa yang engkau dan saya cintai, Saudara? Uang, reputasi, kedudukan, pujian, hormat, kuasa, pengetahuan, ambisi-ambisi pribadi? Selama kita hidup dalam dunia yang fana ini dan memakai keadaan yang baka ini, maka selalu ada ruangan dalam jiwa kita yang berisi berhala-berhala yang perlu dibinasakan. Oleh sebab itu kita perlu berdoa dan memohon kepada Tuhan seperti William Cowper yang berkata dalam syairnya: “Berhala tersayang yang telah saya tahu, apapun bentuknya; Tuhan, tolonglah aku menghancurkannya dari tahta-Mu, dan berbakti hanya kepada-Mu saja.” Saudara, Tuhan ingin engkau dan saya mencintai dia lebih dari apapun. Penutup: Saudara, Allah ingin umat tebusan-Nya hidup di dalam kekudusan, baik dalam relasi dengan sesama maupun di dalam relasi dengan Dia. Hal itulah yang Tuhan Yesus tekankan dalam Matius 22:37-40, yaitu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Amin.
| |