sumber kristen

                                                                  www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Tema              : MARI KITA BERBICARA TENTANG UANG

Nats               :  II Korintus  8: 1-4.

Penulis           : Yusman Liong.

Tujuan            : agar jemaat memiliki kebenaran dalam hal memberi, dan menggunakan miliknya secara bertanggungjawab dihadapan Tuhan.

Pendahuluan:

Beberapa waktu yang lalu saya mendengar seorang yang memberikan kesaksian tentang pembangunan gereja mereka,  anggaran yang dibuat untuk pembangunan rumah ibadah tersebut pada awalnya sebesar 4 M,  setelah 5 tahun  pembangunan selesai, rumah ibadah tersebut berubah menjadi  12 M. Inilah akibat krisis ekonomi.Nanum bukankah ini luar biasa sekali, jemaat bergotong royong membangun, semua merogoh saku, dompet bahkan membuka celengan, brankasnya juga dikuras.

Tahukah saudara, setelah menghabiskan 12 M ternyata tidak ada jemaat yang jatuh miskin, usaha yang mengalami kebangkrutan, atau jemaat terhempit oleh utang.  Memang jemaat ini beranggota lebih kurang 3.000 orang. Tetapi bukan semua orang kaya yang punya toko atau usaha pabrik, jemaat lebih banyak sebagai petani.

Jika kita hitung 12 M dibagi 3000 orang berarti satu orang kebagian berapa juta, ya? Satu juta, atau 10 juta, mungkin kalau tidak salah menghitung, yang pasti adalah 40 juta perorang. Apakah mungkin petani sanggup memberikan angka tersebut? Ternyata Tuhan memberkati mereka, sekalipun bukan petani kaya, namun kaya dalam pemberian, bukan angka yang dilihat oleh Allah tetapi hati yang rela memberi.

Saudara yang kekasih, bukankah ini suatu kesaksian yang hidup? Bukankah ini membuktikan bahwa Tuhan yang disembah itu adalah Allah yang hidup?

Hari ini kita akan belajar beberapa hal yang penting tentang persembahan.

 

1.Kerelaan hati memberi untuk Tuhan

    Dalam 2 Korintus  8:1-4 kita membaca suatu kesaksiandari jemaat Makedonia: Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang di anugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia.  Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus.

    Saudara yang kekasih. Kita perhatikan beberapa kata dalam ayat-ayat tersebut; dicobai dengan berat, sukacita mereka meluap, mereka sangat miskin, namun kaya dalam kemurahan. Mereka telah memberi melebihi  kemampuan mereka, bukankah ini luar biasa sekali? Dalam kemiskinan mereka meminta dan mendesak agar diberi kesempatan mengambil bagian dalam pelayanan kasih yaitu memberi untuk menolong orang lain. Mereka miskin namun masih bisa menolong diri sendiri, sekarang ada orang miskin yang lain yang menolong dirinya saja tidak sanggup, apakah tidak perlu ditolong? Tentu perlu sekali. 

    Dalam jemaat selalu ada orang yang memiliki hati yang demikian rela memberi, baginya persembahan yang telah diberikan tidaklah seimbang dengan pengorbanan yang Tuhan Yesus telah lakukan.   Karena mengerti bahwa Tuhan Yesus  berkorban demi keselamatannya, maka baginya memberikan persembahan dalam angka besar juga tidak seimbang dengan pengorbanan yang Tuhan Yesus lakukan diatas kayu salib.

     Namun ada juga orang yang demikian pelitnya sehingga uang persembahan selalu dia berikan yang terkecil nilainya. Orang ini selalu mengeluh ketika mendengar bendahara membacakan laporan keuangan gereja. Ooh, bulan ini lebih besar pengeluarannya dari bulan lalu, apa saja yang telah dibelanjakan oleh Majelis Jemaat dengan uang gereja itu. Tentu pemborosan, ekonomi sedang sulit tapi  gereja tidak pernah menghemat. Dengan pengeluaran gereja yang demikian besar bukankah jemaat akan merasa berat ?

Coba kita hitung setiap orang yang ikut kebaktian hari Minggu harus memberi berapa baru cukup untuk menutupi pengeluaran gerejanya, berapa besar setiap orang harus membayar? Seratus ribu ? Tiga ratus ribu? Sebesar Rp:1 juta?

      Loren Mead, pengarang buku Financial Meltdown in the Mainline dan pendiri Institut Alban, seorang pemikir bagi masalah-masalah gereja, mengatakan bahwa gereja-gereja memerlukan biaya operasional untuk para pegawainya dan pemeliharaan gedung gereja yang cukup besar. Kita juga seringkali masih harus mengeluarkan biaya tak terduga yang cukup besar, katanya.

      Biaya pemeliharaan gedung gereja, asuransi, biaya-biaya resmi, dan upah-upah, semuanya meningkat, terutama jika gereja menambah fasilitas-fasilitas seperti sekolah, pusat kesehatan, dan fasilitas rekreasi bagi para jemaat. Mead mengatakan bahwa kebanyakan gereja tidak mempersiapkan diri untuk masalah krisis keuangan yang tidak dapat dicegah. “Ada beberapa masalah serius yang berada di ujung tombak, dan banyak gereja tidak menaruh perhatian pada persoalan ini,” katanya.

Beberapa dari masalah-masalah itu adalah :

·        Ketergantungan pada investor yang sudah tua. Banyak gereja bergantung pada penyumbang yang sudah tua. Begitu penyumbang-penyumbang itu meninggal dan pewarisnya mengambil alih asetnya, gereja mungkin akan mengalami kekurangan. “Banyak pemikir gereja terpaku pada sumbangan yang besar angkanya jika investor anu berikut anaknya akan menyumbang selama 20 tahun kedepan, padahal hal itu belum tentu akan terjadi,” kata Robert Wuthnow, direktur Pusat Penelitian Keagamaan di Universitas Princeton dan pengarang buku Krisis dalam Bergereja : Tidak Enak Badan secara Spiritual, Ancaman Keuangan. “Para orang tua akan hidup lebih lama, namun biaya check-up, dan biaya suster untuk merawatnya, yang ditanggung anaknya, akan melambung tinggi. Dengan demikian, sebagian besar aset akan jatuh ke tangan anak-anaknya.

·        Sedikitnya donor yang mau menyumbang. Ada kemungkinan kekurangan donor baru yang akan menggantikan donor-donor yang sudah tua, sebagian karena gereja tidak mengajarkan dengan baik pada generasi masa depan tentang uang. “Kita perlu berkomitmen untuk mengajarkan pada seluruh generasi yang belum diajar mengenai bagaimana menjadi pelayan,” kata Bruce Anderson, presiden direktur Donné Corporation, perusahaan pengembangan dan konsultasi gereja nasional. “Generasi muda cepat untuk menarik keluar kartu kreditnya tapi tidak cukup cepat untuk memberi.”

·        Kekurangan uang. Menurut Mead, ada kira-kira setengah dari gereja-gereja sekarang ini  hanya memiliki uang yang hanya cukup untuk sekedar bertahan hidup setiap bulannya. Sebenarnya untuk sekedar bertahan hidup saja pun sudah mengalami kesusahan, apalagi untuk memperbaiki, menambah gedung, pegawai, dan program. “Orang lain yang harus membayar semuanya itu, karena hanya 3 persen orang Kristen memberi 10 persennya saja,” katanya.

Semua yang tergambar diatas adalah kenyataan, namun juga adalah kenyataan dari gereja yang jemaatnya atau tepatnya para pemimpin gerejanya yang tidak beriman. Secara fakta dalam pengelolaan gereja memang demikian, tetapi bukankah Tuhan yang kita sembah itu adalah Allah yang hidup? Bukankah Dia adalah kepala gereja ?

Jika jemaat mengerti, berapapun budgetnya, tidak akan ada masalah, tetapi jika jemaatnya tidak mengerti, maka seratus rupiahpun akan terasa sangat berat dan menjadi masalah besar. Padahal seratus rupiah itu hanya uang untuk Pak Ogah yang mengatur lalu lintas dipinggir jalan.

Apakah selama ini kita mengerti tentang persembahan untuk Tuhan Yesus yang kita akui dan disembah sebagai TUHAN?

 

2. Beberapa pengajaran agar kaya dalam memberi

    Jemaat Makedonia bukanlah jemaat yang sok seperti orang kaya, mereka miskin namun kelebihan mereka hanyalah hati yang rela, kaya dalam memberi. Bukan angka nominalnya yang penting, Tuhan melihat kerelaan, pengertian dalam memberi.

    Bagi jemaat  di daerah, program sulit berjalan karena kurangnya dana oprasional, penurunan persembahan dapat berarti pengurangan tenaga kerja, program, dan fasilitas. Apakah tunjangan pendeta dikurangi atau   koster gereja yang harus dipecat? Bagaimana dengan program musik atau rencana retreat jemaat? Bagaimana dengan pembelian sepeda motor ?

Jemaat Makedonia tidak mempermasalahkan diri, bagi mereka diri boleh dinomor duakan, menolong orang harus di utamakan. Bagi mereka jika hari ini tidak ditolong mungkin besok sudah tidak ada lagi kesempatan untuk menolong, waktu itu mungkin ada uang juga tidak ada gunanya lagi. Mungkin orang tersebut sudah mati kelaparan, mungkin sesuatu yang terburuk sudah terjadi. Sudah terlambat apanya lagi yang mau ditolong. Kesempatan untuk memberi pertolongan tidak selalu ada. Tuhan tidak selalu memberikan kesempatan itu, umpama saja, jika hari ini gereja dibangun dan kita diberi kesempatan untuk memberi, namun kita tidak memberi,  jika pembangunan gereja sudah selesai apakah masih ada kesempatan untuk mendukung dana pembangunan?  Jelas sudah tidak ada lagi, mungkin nanti, kalau umur panjang, 30 tahun  kemudian mungkin bisa lebih gereja berencana membangun gedung ibadah yang lebih besar. Tetapi numpang tanya, apakah waktu itu kita masih hidup?    

     Memberi adalah masalah kerohanian/spiritual, kata Gary Arnold, pemilik dari Pelayanan Peningkatan Dana Gereja di Longmont, Colorado. “Segala yang berhubungan dengan gereja adalah masalah pertumbuhan secara spiritual,” katanya. “Jika jemaat memberi lebih sedikit daripada kemampuannya, hal itu menunjukkan tidak adanya pertumbuhan secara spiritual pada orang itu.”

    Untuk menumbuhkan hati yang dermawan, gereja harus mendisiplinkan jemaat dalam hal kepengurusan, kata ahli peningkatan dana. Sebagai contoh, Bruce Anderson dari perusahaan Donné yang membantu gereja-gereja untuk peningkatan dana  pertama-tama mengajar kepada pengurus jemaat yang dibina bagaimana cara meng-sosialisasikan visi mereka, kemudian bagaimana cara mengajar jemaat-jemaat dalam hal memberi melalui kebaktian-kebaktian, Pembelajaran Alkitab, kelas Sekolah Minggu, warta jemaat, dan melalui seminar-seminar.

Pada mulanya para pengurus atau majelis jemaat salah dalam pengertian persembahan, tetapi setelah dibina barulah mereka mengerti bahwa sebenarnya: ”Salah satu kesalahan terbesar yang dibuat para pemimpin gereja adalah terlanjur berasumsi bahwa jemaat tidak mau memberi persembahan”.

    Ketika diteliti ternyata para pengurusnya yang tidak mau memberi persembahan, tetapi telah mengatas namakan jemaat yang tidak mau memberi. Kejadian yang sama juga terjadi di banyak gereja, para pengurusnya selalu berkata atas nama jemaat, ada banyak yang miskin, si anu, si polon  mengalami musibah ini dan  itu.

    Karena itu ada beberapa hal tertentu yang dapat dilakukan gereja untuk meningkatkan persembahan :

1.      Bicarakan tentang uang. Penelitian mengungkapkan bahwa pelatihan kepengurusan dapat meningkatkan persembahan di denominasi gereja manapun. “Alkitab adalah peta jalan untuk hidup ini. Kami menggunakannya untuk mengajar bagaiman cara memiliki pernikahan yang lebih indah dan bagaimana cara mengasuh anak-anak,” kata Anderson. “Di sini uang berbicara, jadi kita juga harus mengajarkan bahwa Alkitab berkata demikian.” Kluth menganjurkan gereja secara berkala mengumumkan kepada jemaat mengenai kondisi keuangan gereja. “Umumkan setiap triwulan sekali, termasuk informasi pengeluaran kas seperti persembahan misi, dan tunjukkan hubungan antara persembahan dan penginjilan,” katanya. “Jelaskan bahwa penginjilan dapat dijalankan karena adanya persembahan.”

 

2.      Ajarkan cara mengurus uang. “Pelayanan bukan hanya tentang mempersembahkan saja; tapi juga mengajarkan tentang bagaimana melunasi hutang-hutang anda, menghitung kekayaan, menggunakan uang dengan bijak, dan menemukan suatu kegembiraan dalam kondisi keuangan apapun,” kata Anderson. Pelajaran seperti itu seharusnya telah menjadi satu dalam program pelatihan di gereja. “Kurikulum yang baik mempunyai efek yang sangat besar,” kata Kluth. Dia menganjurkan setiap gereja  melihat buku Penginjilan Mahkota (Crown Ministries) atau Konsep Keuangan Kristiani untuk studi keuangan berdasarkan Alkitab.

 

3.      Kotbahlah tentang uang. Menurut Kluth, Alkitab berisi 30 ayat mengenai pembaptisan, 225 ayat doa, 300 ayat iman, dan 700 ayat mengenai kasih, namun ada paling sedikit 2350 ayat tentang uang, keuangan, dan kepemilikan hal material. Jika setiap pengkotbah mengajarkan seluruh nasihat Allah, mereka pasti akan menyinggung masalah seperti mengurangi hutang, membayar pajak tepat pada waktunya, menangani kartu kredit, hidup dalam batas kemampuannya, dan memberi kepada gereja.

 

4.      Datangkan orang-orang ahli. Para pemimpin gereja yang merasa tidak nyaman memberi konseling mengenai manajemen uang yang spesifik dapat mendatangkan seseorang yang profesional yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ”Apakah saya dapat mempersembahkan perpuluhan dari uang asuransi jiwa saya?” atau “Bagaimana saya dapat memberi lebih banyak lagi jika saya terperangkap dengan bunga cicilan mobil sebesar 31%?” Anderson mendirikan Sumber Kehidupan Keluarga untuk berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Sebagai contoh, dia dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan cicilan mobil seprti ini: “Suku bunga sekarang sedang turun. Ini ada beberapa cara untuk membayar lunas hutang-hutang anda dalam 3 tahun, jadi anda dapat memberi persembahan lebih banyak lagi untuk gereja.”

 

5.      Beri motivasi dengan kasih. Salah satu kesalahan terbesar yang dilakukan para pemimpin gereja adalah terlanjur berasumsi bahwa jemaat tidak mau memberi persembahan, kata Doug Brendel, pengarang buku Tujuh Penyakit Mematikan dalam Pemasaran Penginjilan: Kesaksian Seorang Pencari Dana Kristen. Brendel menasihatkan para pendeta untuk melihat calon pendonor karena ada orang yang ingin belajar bagaimana cara memberikan persembahan. Hindari kata-kata seperti kesalahan atau mengharuskan, katanya, dan jangan pernah gunakan ide ‘bagi rata’ mengenai pengeluaran rumah tangga di gereja. “Motivasi yang negatif tidak akan pernah berhasil!” tegas Dean Hoge, pengarang buku Berbicara secara Gamblang tentang Uang dan Gereja. Kasih adalah motivator yang paling baik, kata Hoge. Jemaat akan semakin cinta kepada gerejanya secara bertahap. “Ketika mereka merasakan hal itu, mereka akan percaya apa yang sedang terjadi di dalam gereja, dan merasakan bahwa Tuhan hadir di tengah-tengah mereka.” Hoge menganjurkan para pendeta untuk menghidupkan kasih itu dengan memberi semangat kepada jemaat untuk memberi persembahan. Dengan terus melakukan hal seperti itu, akan pasti membawa persembahan tambahan, katanya.

 

3. Cara termudah mentaati firman Tuhan

     Dalam Ulangan 8:17,18. Musa memberikan pengajaran: “Maka janganlah kau katakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini. 

Jika kita mengerti bahwa sebenarnya bukan dari kekuatan dan kemampuan kita datangnya kekayaan, maka akan meluaplah sukacita dalam hal memberi seperti jemaat Makedonia. Dibawah ini kita akan belajar beberapa cara  yang lebih baik untuk memberi dan semua orang dapat melakukannya,

     a).Ketika para pemimpin gereja sudah menciptakan suasana yang membuat orang menjadi murah hati, suasana itu dapat membuat orang lebih mudah untuk memberi persembahan. Dikota terdapat ATM, tempat transaksi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh siapapun yang memiliki kartu ATM. Sebagai contoh, jika jemaat ingin mempersembahkan dana namun tidak ingin namanya diketahui dapat dilakukan melalui ATM. Namun, “Tidak semua orang tahu cara menggunakan transfer lewat bank,” sekalipun demikian jika terdapat kira-kira 10-15% anggota gereja sudah tahu hal seperti itu, jangan memaksa mereka melakukan hal seperti itu.” Katakanlah pada mereka inilah cara yang termudah.

     b).Ada banyak cara untuk membuat orang lebih mudah untuk memberi persembahan, jadi sebaiknya gereja menuliskan semua cara-cara yang tersedia agar para jemaat dapat memilih mana yang lebih tepat bagi mereka. Contohnya, ketika tiba saatnya untuk membeli sebuah piano baru, cari tahu siapa yang ingin memberi persembahan jubah paduan suara dan buat mereka memberikan persembahan.

     c).Jangan lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada para pendonor. Sebuah telepon dari ketua komisi musik, sebuah kartu ucapan terima kasih dari panitia pembangunan, atau ucapan terimakasih melalui warta jemaat. Atau dengan sebuah poster,  sebuah benda kecil kenang-kenangan yang berwarna yang dapat digantung pada jendela kaca mobil atau dirumah. Semua ini dapat membuat mereka yang telah menyumbang merasa senang karena telah memberi.

Penutup:

Sebagai penutup saya ambil suatu studi kasus mengenai: Bagaimana Suatu Gereja Dapat Meningkatkan Persembahan

     Seperti gereja-gereja kebanyakan lainnya, Gereja Harvest Community di Oak Creek, Wisconsin, berkotbah tentang uang satu atau dua kali setiap tahunnya. Baru-baru ini, pemimpin gerejanya melangkah setahap lebih maju. Mereka memulai tahun baru dengan kebaktian berseri sepanjang lima minggu dengan tema “Rahasia Allah terhadap Kebebasan Keuangan – Bebas dari Ikatan Uang dan Materialisme.”

      Mereka juga memulai dengan Pendalaman Alkitab pada grup kecil dengan anggota terpilih. “Karena anda sudah terpilih masuk grup ini, anda seharusnya bangga menjadi anggota grup ini,” kata Mary Kraft, bendahara gereja. PA ini sangat sukses sehingga ada 10 grup lagi yang terbentuk. Sekarang ini ada sekita 100 orang, atau 1/6 dari jemaat yang hadir di gereja itu, telah mengikuti seminar keuangan.

     Gereja itu juga selalu menginformasikan kepada anggotanya tentang kondisi keuangannya. Hal itu diberitakan di warta jemaat setiap triwulan sekali dalam kolom iman dan keuangan. Warta itu akan berfokus pada 10 prinsip keuangan gereja yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Dari mana gereja mendapatkan uang? Akan dipakai untuk apa uang itu? Kemana kita dapat memberi persembahan?

     Gereja Harvest itu menyediakan beberapa cara yang berbeda agar jemaat dapat memberi persembahan. Jemaat dapat memikirkan dan memilih proyek yang mana yang ia hendak dukung. Gereja juga menawarkan kepada jemaat: garansi uang kembali 100%. Maksudnya, jika jemaat memberi persembahan, dalam waktu 90 hari mereka kemudian memutuskan agar uangnya kembali, mereka akan mendapatkan uang mereka 100%. “Hal ini bukan tipu muslihat seperti dalam pemasaran,” kata Kraft. “Hal ini dapat menolong orang melangkah setahap lebih maju dari persembahan sesekali menjadi persembahan rutin.” Gereja hanya mengembalikan uang jemaat dua atau tiga kali dalam delapan tahun melakukan hal seperti ini.

            Antara January dan April, perpuluhan dan persembahan suka rela meningkat 41%.

Bagaimana dengan kita ? Maukah kita diberkati oleh Tuhan ? Cobailah Tuhan Allahmu !