sumber kristen

                                                                  www.sumberkristen.com

Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

Tema               : SANG GEMBALA DI MATA DOMBANYA

Nats                 : Mazmur 23   

Penulis              : Heren

Tujuan              : Mendorong jemaat untuk membina hubungan pribadi yang dalam dengan Allah sebagai gembalanya hingga mampu menjalani hidup dengan melihat Allah dan perbuatanNya secara positif.

 

Pendahuluan

Saudara yang kekasih, Mazmur 23 ini termasuk Mazmur yang paling banyak disukai oleh orang-orang Kristen, karena  Mazmur ini mampu  memberikan suatu penghiburan bagi orang-orang yang membaca atau pun yang mendengarnya.  Sejak membaca kalimat pertamanya saja, kita sudah bisa merasakan keyakinan yang kuat yang dimiliki Daud tentang Tuhan dan kehidupannya bersama Tuhan.  Dan keyakinan itu yang sepertinya hendak di transferkan pemazmur kepada pembacanya.

Walaupun tidak ada data yang mencatat secara pasti pada usia berapa Daud menulis Mazmur ini dan dalam situasi yang bagaimanakah ia saat itu, NAMUN yang pasti Daud pada saat itu sudah memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Allah bahkan mengenal Allah dengan cukup dalam. 

Hari ini kita bersama-sama  belajar  Mazmur 23 ini, darinya kita akan melihat bahwa

Kedekatan hubungan seseorang dengan TUHAN membuat dirinya mampu melihat Allah dan perbuatanNya,  serta hidupnya sendiri secara positif (+).

Daud menggambarkan hubungannya dengan Tuhan dalam dua metafora  YAITU   metafora  gembala dan dombanya (v1-4) yang diparalelkan  dengan metafora tuan rumah dan tamunya dalam ayat 5. Dan dari penggambaran ini kita akan melihat setidaknya ada dua hal besar yang dinyatakan Daud mengenai Allah dan diri Daud secara positif:  Daud melihat bahwa

 

1. Tuhan tahu kebutuhannya dan memenuhi kebutuhan itu

(Baca v.1) Saudara yang kekasih, sebenarnya gembala adalah kata yang umum dan cukup sering digunakan untuk menggambarkan tentang Allah Israel. Kitab Kej 49.24; Yes 40.11; Mikha 7.11-15 dan juga Mazmur-mazmur yang ditulis Asaf menuliskan tentang Allah sebagai Gembala Israel.  NAMUN:

GEMBALA dalam Mzm 23 menjadi begitu istimewa karena Daud tidak menyebutkan Gembala itu sebagai milik secara kolektif dari bangsa Israel, MELAINKAN miliknya PRIBADI. Artinya: TUHAN diakui Daud sebagai Gembalanya bukan sekedar karena Daud adalah salah seorang dari bangsa Israel – salah satu dari kawanan domba Allah.  Bukan – TAPI  karena adanya hubungan yang terjalin secara pribadi antara ia dan Gembala itu  sembari ia berada dalam kawanan itu.

Dan Saudara, hubungannya yang dekat dan pribadi ini membawa efek yang sangat positif yaitu “rasa cukup”. Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku,  atau dengan bentuk prosa mungkin akan menjadi:

“Tuhan adalah Gembalaku, itu cukup bagiku, tak ada satu pun yang kurang dari apa yang dikerjakanNya bagiku.  Tuhan dengan segala kebaikannya, itu cukup bagiku, dan aku tidak ingin hal lain apapun di luar Dia.”

Saudara, dua kalimat pertama Daud dalam Mazmur ini mungkin dianggap biasa-biasa saja karena bagi orang-orang Yahudi yang tahu benar tentang gembala di Timur Tengah, jika seorang gembala berusaha untuk mencukupkan kebutuhan domba-dombanya – itu bukan sesuatu yang baru/istimewa.  Memang itulah kewajiban gembala mana pun juga.  Akan tetapi anggapan seperti ini nampaknya takkan terjadi bagi mereka yang membaca Mazmur 23 ini secara utuh, karena pada bagian berikutnya Pemazmur menggambarkan lebih lanjut keistimewaan Gembalanya yang tiada taranya.  Inilah hal istimewa yang dilakukan oleh Gembala yang istimewa tersebut menurut penggambaran Daud, sang domba: (Baca ayat 2-3a).

Saudara, mengajak domba ke tempat yang berumput memang dilakukan oleh gembala manapun, namun untuk mengembara mencari tempat terbaik dengan rumput terbaik, itu hanya dilakukan oleh Gembala yang istimewa ini.  Gembala Agung ini tidak ingin membuat dombanya kelelahan secara berlebihan dengan berjalan mencari padang yang lain setelah makan rumput yang satu. Sebaliknya Ia bukan hanya berusaha membuat dombaNya kenyang, tapi juga memberi tempat bagi domba untuk beristirahat –membaringkan diri dengan nyaman.

Sang Gembala benar-benar memikirkan kesejahteraan dombaNya, dan hal ini juga tampak dalam tindakannya membimbing domba ke air yang tenang: maka domba bisa minum tanpa takut bahaya hanyut ketika terpeleset ke air.  Dan rupanya tidak sampai di situ saja, karena ternyata  kepedulianNya begitu menyeluruh sehingga Ia juga menyegarkan jiwa dombanya, yang lebih tepat jika diterjemahkan dengan “memulihkan jiwa”

 Saudara yang kekasih, mengenai arti istilah memulihkan jiwa ini ada dua pendapat berbeda yang muncul.  Ada yang meyakini ini sebagai pemulihan mental/psikologis yang lelah dan terluka.  Ada juga yang berpendapat ini sebuah kebangunan rohani atau pertobatan karena kata ini dipakai juga oleh Yesaya untuk menggambarkan tindakan gembala Israel membawa kembali domba yang tersesat.  Namun bagi kita yang hidup jauh dari konteks kehidupan gembala Timur Tengah, dua pendapat ini justru memperkaya pengertian kita, karena dari sini kita diingatkan bahwa Tuhan sang Gembala  melakukan kedua-duanya.  Kedua tindakan ini, bahkan seluruh  tindakannya dari ayat 1 hingga ayat 3, dapat kita lihat sekaligus dalam pernyataan TUHAN sendiri mengenai dirinya sebagai gembala dalam Yehezkiel 34:15-16.

Tuhan  tahu kebutuhan umatNya dan memenuhi kebutuhan itu – Hal yang sama juga ditegaskan kembali di ayat 5 tentang bagaimana Tuhan menyediakan hidangan bagi Pemazmur sebagai tamu yang mungkin sudah sangat kelelahan oleh perjalanannya dan memenuhi piala Pemazmur dengan berlimpah.  Sungguh Pemazmur merasakan betapa ia berkecukupan berada bersama TUHAN-nya : TUHAN yang tahu dan memenuhi kebutuhannya, dan ini tentunya tidak mampu untuk dirasakannya jika ia tidak dengan taat mengikuti sang Gembala, atau tetap mengikuti Sang Gembala namun tanpa hati yang sungguh-sungguh mengakuiNya sebagai gembalanya secara pribadi, Jika hal ini  yang terjadi ia tidak akan pernah melihat tindakan TUHAN ini cukup baginya.

 Ilustrasi

Hal seperti itulah yang dialami oleh bangsa Israel.  Mereka mengeluh soal kekurangan air  padahal mereka tidak pernah sampai benar-benar kehabisan air sebelum mereka mencapai  mata air yang disediakan Tuhan.  Mereka tidak merasa cukup dengan manna, roti dari Surga yang disediakan TUHAN bagi mereka, Sebaliknya mereka malah ingin makan dari kuali Mesir.  Mereka tidak puas dengan kerajaan yang dipimpin langsung oleh TUHAN, mereka menginginkan seorang raja  manusia, bukan TUHAN, seperti bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah.

Bangsa Israel ini, mengakui Allah sebagai Gembala bangsanya, namun pribadi demi pribadi yang ada di dalamnya – sebagian besar tidak menganggap TUHAN sebagai gembala bagi kehidupan pribadinya, tidak heran jika mata mereka pun tertutup untuk melihat  kebahagiaan yang Tuhan sediakan itu sungguh baik dan cukup bagi mereka.

Aplikasi

Saudara, keberadaan  kita sebagai orang Kristen yang setiap minggunya beribadah di gereja, rajin PA, ikut persekutuan doa akan membuat kita semakin dekat dengan Tuhan.  Namun ketika hal-hal itu menjadi suatu rutinitas, maka bisa membuat kita terjebak sendiri pada sebuah pengakuan bahwa Dia adalah Gembala bagi semua orang, secara kolektif, namun tanpa mengakuiNya sebagai gembala bagi kita pribadi.  Bila kita tidak berhati-hati, bila kita tidak mengusahakan menyediakan waktu sendiri bagi Dia atau menggunakan waktu yang sudah disediakan untuk menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan, kita akan seperti bangsa Israel yang cuma ikut berjalan bersama tetapi tanpa rasa memiliki Dia sebagai gembala pribadi, tanpa hubungan yang dekat denganNya. 

Saudara, makin jauh hubungan kita dengan Tuhan, makin sulit melihat Allah dan perbuatanNya dalam hidup kita secara positif.  Kebutuhan  yang sebenarnya sedang dipenuhi TUHAN “menjadi” seakan-akan tidak pernah tercukupi—ini tidak puas- itu tidak puas !, selalu haus dan lapar ingin agar semua yang tersedia hanya bagi kita saja, segala yang diberikan pada kita harus yang lebih baik dari ini, lebih baik dari itu,  terus menuntut dan tanpa sadar kita sedang menuju kepada ketamakan.  Kita perlu waspada, menjaga hubungan pribadi dengan TUHAN, menjadikan Dia sebagai gembala  pribadi kita.

Hal kedua yang dilihat Daud tentang TUHAN dan tindakanNya terhadap dirinya adalah bahwa

 

2. Tuhan  mengerti kelemahannya dan mengatasi kelemahan itu (v.3b-4).

Saudara yang kekasih, mahluk manapun di bawah kolong langit ini memiliki kelemahan, namun diantara makhluk-makhluk itu domba termasuk jenis yang kelemahannya selalu membuka kesempatan  bagi datangnya bahaya yang mengancam keselamatannya.  Dari  cara berjalannya saja domba sudah membuka kemungkinan besar untuk tersesat, karena domba selalu berjalan dengan menunduk.  Dan domba tidak pernah bisa pulang sendiri ke kandangnya karena ia tidak tahu jalan pulang.  Tidak heran jika banyak orang menyebut domba sebagai hewan yang paling dungu disamping keledai.  Oleh sebab itu domba sangat membutuhkan tuntunan seorang gembala ketika ia berjalan. 

Saudara yang kekasih, Daud juga pernah menjadi gembala, ia tahu benar kelemahan domba sekaligus julukan yang “tidak enak” yang diberikan pada domba tersebut.  Namun Daud mengakui dirinya sebagai domba dengan penuh kerendahan hati, tanpa malu ia mengakui bahwa dia sebenarnya tidak pernah bisa berjalan sendiri lalu sampai di tujuan dengan selamat tanpa Gembala yang menuntunnya. Oleh sebab itu Daud dengan rela dan rendah hati membiarkan Tuhan yang menuntun jalannya.  Dan dari hal ini Daud justru bisa melihat bahwa ternyata Sang Gembalanya yang Agung tidak asal menuntun.  Ia sungguh memahami kelemahan dombaNya itu,  sehingga Ia menuntunnya di jalan yang benar. 

Jalan yang benar ini sama sekali tidak mengandung arti jalan yang ‘mulus’ seperti jalan tol yang bebas hambatan, Namun jalan yang benar ini adalah jalan yang benar-benar tepat yang menuju ke tujuan, mungkin ada lekukan-lekukannya, mungkin juga agak miring ataupun sedikit menanjak, tapi  semua kondisi tersebut sudah diperhitungkan oleh sang gembala, bahwa sang domba yang penuh kelemahan bisa melewatinya dengan aman asalkan tetap bersama dan berada di bawah bimbingan dan pengawasan gembala itu.  Jalan yang benar ini merupakan sesuatu yang terbaik yang sudah  disediakan gembala bagi perjalanan dombanya ini. 

Dan Daud menyadari kalau sang Gembala melakukan hal tersebut baginya bukan oleh karena kebaikan  dari dirinya sebagai domba,  melainkan karena  NamaNya Tuhan sendiri.  Daud melihat tidak ada satu kebaikan pun dari dirinya yang layak membuat Gembalanya melakukan segala yang terbaik tersebut bagi dirinya.  Semuanya hanya anugerah dan kisah tentang anugerah ini  diulanginya kembali dalam ayat 5a “Engkau menyediakan hidangan bagiku di hadapan lawanku”  Dengan cara yang berbeda di ayat ini Daud menggambarkan anugerah yang sama  dalam dirinya dengan gambaran seorang tamu; Dalam konteks di Israel, ini adalah tamu tak dikenal yang mendapatkan hidangan terbaik dan jaminan perlindungan dari musuh oleh sang tuan rumah yang berkuasa dan murah hati itu.  Inilah pengakuan Daud bahwa ia yang penuh kelemahan menerima segala kebaikan Tuhan yang mengatasi segala kelemahannya – dan itu semata-mata kerena kasih karunia dalam diri Tuhan sendiri tidak didasarkan atas sesuatu dalam diri Daud.

Memang saudara, tidak ada satu pun dalam dunia ini yang layak untuk menjadi dasar dari segala kebaikan yang dilakukan TUHAN selain DiriNya sendiri – Itu juga sebabnya Paulus dalam Roma 11:36 menyatakan sebuah pengagungan: “Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia dan kepada Dia;  Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”

Untuk itu, saudara, Daud di ayat 4 menanamkan suatu keyakinan keberanian yang kuat tentang masa depannya – yang tanpa rasa takut – bukan atas pengalamannya bersama Allah,  bersama Allah pada masa yang lampau, saat ini sedang berlangsung, dan diharapkan untuk tetap terus terjadi dalam hidupnya seperti dalam ayat 2 dan 3, tetapi Daud mendasarinya pada sesuatu yang lebih solid, yaitu kepada TUHAN, sang gembalanya.

Ilustrasi:

Saudara yang kekasih, ada seorang anak Tuhan yang masih ingat betul akan kalimat yang pernah diucapkan oleh guru sekolah minggunya, tentang keyakinan hidupnya.  Gurunya berkata kepadanya  “Jikalau saya harus memilih, antara berjalan sendirian di tempat asing pada malam hari dengan lampu di tangan saya, dengan berjalan tanpa lampu di tangan saya tapi disertai oleh orang yang kenal betul seluk beluk jalan itu – saya memilih yang kedua”  Sebagai aplikasinya ia berkata: “jika saya harus memilih antara melakukan sesuatu yang nampaknya saya bisa lakukan sendiri  tapi tanpa pimpinan yang jelas dari Tuhan, dengan melakukan sesuatu yang saya tidak mengerti sama sekali, tapi saya tahu itu dikehendaki dan dipimpin Tuhan, maka saya memilih yang terakhir ini.” 

Ia mencoba menerapkan hal ini dalam hidupnya, berjalan bersama Tuhan tanpa cemas, bingung, atau takut karena Tuhan yang memimpin.  Namun saudara, prakteknya tidaklah semudah kalimat yang indah yang ia sukai tersebut.  Ia menyadari hal benar hal ini ketika pada suatu hari ia sakit dan pergi ke dokter.  Dari kata-kata penjelasan dokter, ia dan teman yang mengantarnya mendengar dengan jelas bahwa ini adalah sakit Herpes dalam.   Sepanjang sore setelah pulang dari praktek dokter tersebut, ia gelisah, bingung, dan juga sedih, perasaannya  campur aduk, dan malam itu juga  seorang sahabatnya memberikan sebuah kartu berisi Mazmur 23 ini, Mazmur favoritnya. Sahabatnya meminta ia merenungkan dan mengaplikasikan lebih dalam. 

Besok paginya pukul 9 lewat, ia menerima berita gembira dari seseorang yang pulang dari dokter yang sama, bahwa ternyata dirinya  tidak menderita Herpes. Di situ ia merasa lega.

Aplikasi

Dari sini kita belajar  pemahaman bahwa Tuhan adalah gembala yang mengerti kelemahan dombaNya; bahwa Tuhan mengatasi kelemahan itu dengan tuntunanNya untuk sampai pada tujuanNya dengan aman, ternyata tidak menghilangkan sama sekali keragu-raguan khususnya ketika berhadapan dengan begitu banyak kelemahan dalam diri kita.  Dan janji perlindungan yang senantiasa akan diberikan Allah tidak selalu menghilangkan ketakutan-ketakutan yang muncul.

Saudara yang kekasih, untuk bisa membuatNya menjadi gembala secara pribadi dengan leluasa: butuh kerendahan hati agar berani mengakui kelemahan diri , namun pengakuan akan kelamahan diri tanpa mempercayakan diri pada Dia yang kuat hanya akan membawa pada rasa minder dan putus asa, karena itu lebih lanjut kita butuh  kebergantungan penuh dan bukan hanya sekedar rasa percaya saja, dengan demikian hingga mampu mengandalkan Dia yang kuat.  Dan untuk melakukan semua ini juga memerlukan sebuah proses – dan proses itu mungkin juga sedang dilewati oleh saudara /saudari saat ini.

Penutup

Melalui proses yang sedang kita lalui masing-masing, kiranya kita pun pada akhirnya bisa menyimpulkan hidup kita seperti Daud menyimpulkan hidupnya dalam ayat 6. “kebajikan dan kasih setia belaka akan mengikuti aku.”  Walau jalan kita tidak semulus jalan tol – tidak selamanya terang benderang, dan bukannya tanpa ancaman lawan: Namun biarlah kita seperti Daud yang merasakan bahwa dalam semua itu bukan ketakutan / ancaman yang mengejar-ngejar kita –tapi kebajikan dan kasih setia Tuhan yang tak berkesudahan itulah yang mengejar, mengikuti, kita.

Kasih dan kemurahan Allah melingkupi Daud, kasih dan kemurahan itu juga yang melingkupi kita sebagai domba gembalaan Tuhan.  Orang yang menerima kasih dan kemurahan Allah biasanya akan datang ke rumah Tuhan untuk menyampaikan rasa syukurnya, tetapi bagi Daud dan semestinya bagi kita semua yang juga menerima kasih dan kemurahan Tuhan tanpa kekurangan, rasa ucapan syukur ini tidak cukup hanya diberikan dengan sekali-kali saja – namun patut diberikan senantiasa- tak henti-hentinya. Tekad ini diungkapkan dengan kalimat penutup Mazmur 23 “aku akan diam di rumah/kemah Tuhan sepanjang masa.”

Biarlah ini menjadi tekad kita semua, “aku mau diam di rumah Tuhan sepanjang masa” : aku mau mengucap syukur selalu dan selalu karena Tuhan baik, dan ia cukup bagiku.  Ucapan syukur yang dinyatakan dalam segala bentuk tindakan dan perkataan tanpa kecuali, dipersembahkan hanya untuk menyenangkan hati Tuhan yang adalah Gembala- kita.  AMIN