| |
Tema : PERUMPAMAAN TENTANG TALENTA Nats : Matius 25:14 – 30 Penulis : Pancha W. Yahya Tujuan : Agar jemaat menyadari bahwa pelayanan adalah sebuah anugerah yang harus dikerjakan
Pendahuluan Di dalam gereja, biasanya terdapat 3 kelompok orang. Kelompok pertama disebut kelompok misused. Artinya adalah orang-orang yang salah pakai. Mengapa demikian? Karena orang-orang yang punya karunia tidak mau melayani, sedangkan pelayanan di gereja harus terus berjalan, jadi orang-orang terpaksa melayani dengan talenta yang tidak tepat di bagian pelayanannya. Misalnya, orang-orang yang tidak punya karunia untuk memimpin, harus memimpin karena orang-orang yang punya karunia memimpin tidak mau melayani. Kelompok kedua adalah kelompok disused. Orang-orang ini adalah orang-orang yang tidak mau memakai karunianya, karena memang mereka tidak mau melayani. Jadi mubazir. Sedangkan kelompok yang ketiga adalah kelompok abused, alias terlalu banyak dipakai. Karena orang-orang yang punya karunia tidak mau melayani Tuhan, kalau ada satu orang yang mau memakai karunianya untuk melayani, maka ia diberi tugas pelayanan yang begitu banyak. Ia seorang anggota Majelis, juga pemain organ yang mengiringi kebaktian, juga merangkap sebagai guru Sekolah Minggu sekaligus aktif dalam pembesukan. Ketiga kelompok ini baik misused, disused, maupun abused sama-sama tidaklah baik jikalau ada dalam pelayanan di gereja. Sebab ketiga kelompok ini menggambarkan bahwa mereka tidak memiliki konsep pelayanan yang benar. Oleh sebab itu setiap orang kristen harus memiliki konsep pelayann yang benar, agar pelayanan dalam gereja dapat membawa kemajuan. Bukankah ini yang kita rindukan ? Dari pembacaan firman Tuhan hari ini yaitu bagian perumpamaan Tuhan Yesus tentang talenta, kita akan belajar dua konsep pelayanan yang benar, yaitu: Orang kristen harus menjadi hamba yang baik bukan hamba yang jahat Dalam perumpamaan yang telah kita baca menceritakan tentang seorang kaya yang hendak bepergian ke luar negeri dan mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya. Yang seorang diberi lima talenta, yang lain dua talenta, dan yang terakhir satu talenta. Di akhir perumpamaan itu dikisahkan bahwa hamba yang pertama dan kedua menjalankan uang yang dipercayakan tuannya kepada mereka dengan penuh tanggungjawab. Sedangkan hamba yang ketiga tidak menjalankan uang seperti kedua hamba yang lain, melainkan dia mengubur dan menyembunyikan uang tersebut. Pada zaman itu tindakan mengubur uang adalah suatu cara menyimpan uang agar tidak dicuri atau dirampok. Kebiasaan ini sudah sangat umum dilakukan karena pada zaman itu belum ada bank atau safety box seperti zaman sekarang. Mengapa hamba itu menyembunyikan uangnya dan tidak menjalankan seperti kedua hamba yang lainnya? Pada ayat 24, hamba itu berkata kepada tuannya,” Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.” Hamba yang ketiga itu merasa bahwa dirinya telah diperalat oleh tuannya, karena dia disuruh menjalankan uang tuannya, sedang tuannya sendiri malah asyik jalan-jalan ke luar negeri. Menurut pemikiran hamba itu, seharusnya tuannya yang bekerja untuk dirinya sendiri, bukan menyuruh hamba-hambanya menjalankan uangnya. Hamba ini dengan berani berkata bahwa tuannya adalah seorang yang kejam. Karena perkataannya yang demikian tidak sopan maka tuannya mengatakan bahwa dia adalah hamba yang jahat! Mengapa demikian? Di dalam bahasa Yunani ada beberapa kata yang artinya “hamba”, dan kata “hamba” yang ditulis di dalam perumpamaan ini memiliki arti sebagai seorang budak, yaitu orang yang tidak memiliki hak sama sekali atas dirinya sendiri karena dirinya telah dibeli oleh tuannya. Ada beberapa alasan mengapa seseorang bisa menjadi budak orang lain : Karena ia dijual oleh orang tuanya kepada orang lain karena kebutuhan ekonomi yang tidak dapat ditanggungnya atau karena hutang. Seseorang telah menjual dirinya sendiri kepada orang lain atau orang yang memberinya hutang. Dia adalah anak seorang budak dan dengan begitu ia otomatis menjadi budak seseorang. Apapun penyebabnya orang menjadi budak tidaklah menjadi penting, jika seseorang telah menjadi budak, maka ia tidak punya hak atas dirinya lagi karena hidupnya telah menjadi milik tuannya. Tapi anehnya, dalam perumpamaan tadi dikisahkan bahwa hamba-hamba itu mendapat kepercayaan dari tuannya untuk mengelola harta tuannya. Memang tidak dijelaskan apakah itu seluruh harta tuannya atau hanya sebagian saja, tetapi mereka diberi anugerah yaitu dipercayakan oleh tuannya untuk mengelola harta tuannya. Seharusnya hamba ketiga ini mengucap syukur karena ia telah dipercayai oleh tuannya untuk mengelola sebagian dari hartanya. Sangat berbeda dengan dua hamba yang lain yang tahu bahwa mereka memang telah dipercayakan oleh tuannya ( ayat 20 dan 22 menyatakan bahwa mereka mengakui bahwa menjalankan harta tuannya adalah sebuah kepercayaan). Oleh sebab itu tidak heran jika tuannya mengatakan bahwa hambanya yang ketiga itu adalah hamba yang jahat. Ini dapat kita fahami karena hamba ini tidak tahu bersyukur dan sebaliknya memaki-maki tuannya. Ilustrasi: Ada seorang anak bernama Tono, ia adalah anak seorang yang cukup kaya. Di rumah itu Tono memiliki seorang pembantu, yang biasa ia panggil bibi Iyem. Rupanya Tono adalah seorang anak yang cerdas, meskipun dia baru kelas 2 SD, ia memperhatikan kalau setiap akhir bulan bi Iyem menerima uang gaji. Suatu hari Tono menulis sebuah surat dan meletakkan di meja mamanya, kemudian Tono pergi ke sekolah. Sepulang dari pasar, mamanya melihat ada surat lalu ia membukanya, ketika dibacanya surat itu meneteslah air matanya. Surat itu berbunyi:
Mama yang terkasih, saya melihat setiap bulan bibi Iyem menerima uang untuk apa yang telah dilakukannya. Oleh sebab itu Tono juga ingin meminta uang untuk apa yang telah Tono lakukan selama sebulan. 1. Membersihkan tempat tidur Rp. 5000,00 2. Menyapu lantai Rp. 5000,00 3. Membantu ayah mencuci mobil Rp. 3000,00 4.Membeli minyak dan telor di warung Rp. 2000,00 5. Mencuci piring Rp. 5000,00 Semuanya Rp.15000,00 Bayar hari ini juga! Tertanda, Tono
Sepulang sekolah, Tono melihat sebuah amplop ada dimeja belajarnya. Ia sangat senang, Tono berpikir pasti dalam amplop ada uang yang diberikan mamanya, tetapi setelah dibukanya…. ternyata isinya bukanlah uang yang diidam-idamkan, melainkan isinya adalah sepucuk surat. Surat balasan dari mamanya. Kemudian Tono pelan-pelan membaca surat itu:
Tono anakku yang baik, Kalau engkau mau meminta ganti rugi atas yang apa yang telah engkau lakukan mama juga bisa melakukannya. 1. Ongkos melahirkan kamu Rp. 5.000.000,00 2. Memberi makan sampai sekarang Rp.10.000.000,00 3. Pakaian untuk Tono Rp. 7.500.000,00 4. Mainan dan lain-lain Rp. 5.000.000,00 Semuanya Rp.27.500.000,00 Semua GRATIS, tidak usah bayar! Tertanda, Mama
Setelah membaca surat itu Tono menangis. Tono merasa bersalah karena menuntut upah atas apa yang telah dilakukannya kepada orangtuanya, padahal ia telah menerima banyak dari mamanya dengan cuma-cuma. Ilustrasi: Ada seorang pemuda yang sejak usia 16 tahun ia telah menjadi seorang atlet kricket yang terkenal. Pada usianya yang 19 tahun ia mencapai puncak kepopulerannya menjadi kapten klub kricket di kota Eton, Inggris, dan ia juga menjadi atlet yang dipuja-puja orang. Tapi pada suatu waktu pemuda ini mengikuti sebuah Kebaktian Kebangunan Rohani di Universitas Cambrigde yang dipimpin oleh D.L. Moody. Dalam kebaktian itu ia bertobat dan menyerahkan hidupnya untuk menjadi utusan Injil. Dan akhirnya ia menjadi misionaris ke RRC bersama-sama dengan Hudson Taylor. Ia bersama dengan Hudson Taylor juga menjadi pendiri yayasan misi yang masih ada sampai sekarang. Yayasan itu bernama Overseas Mission Foundation (OMF). Pemuda itu bernama C.T. Studd. Ketika ada orang bertanya kepadanya mengapa ia mau melepaskan kariernya sebagai seorang atlet kricket dan menjadi misionari? Mengapa ia mau berkorban menjadi misionari ke tempat yang jauh? C.T. Studd menjawab, “Saya tidak pernah berkorban untuk Tuhan Yesus. Karena Yesus Kristus adalah Tuhan, dan Ia mau mati bagiku maka tidak ada pengorbanan yang terlalu besar untuk dipersembahkan kepada-Nya.” Aplikasi: Saudara-saudara, talenta atau bakat yang kita miliki berasal dari Tuhan, dan Tuhan berkenan memakai kita melayani-Nya, bagaimanakah mungkin kita berkata bahwa aku telah berkorban untuk Tuhan ? Jika kita memberi diri untuk melayani, ini karena Dia adalah Tuhan, Tuan atas hidup kita, hanya kepada Dia saja kita harus mengabdikan diri. Inilah sebenarnya penyataan syukur kita pada-Nya. Dan ingatlah, karena Tuhan Yesus telah mati demi menyelamatkan kita, maka memang sudah seharusnya kita melayani Dia. Saudara-saudara kita seringkali berlaku seperti Tono yang minta bayaran pada ibunya. Sering kita berpikir kalau melayani Tuhan, kita harus mendapat upah untuk apa yang telah kita lakukan! Bukankah kita sering bertanya, buat apa melayani Tuhan tanpa upah ? Apa yang akan Tuhan berikan kalau kita melayani Tuhan? Kita harus mendapatkan upah kalau melayani Tuhan. Kalau melayani Tuhan tidak memberi keuntungan apa-apa, wah sorry saja, buat apa melayani Tuhan, saya masih banyak pekerjaan yang memberi keuntungan buat saya! Banyak orang Kristen berpikir kalau giat melayani Tuhan, pasti diberkati oleh Tuhan! Ini adalah cara berfikir yang salah, seperti hamba ketiga, baginya perintah untuk melayani Tuhan adalah suatu perintah yang sewenang-wenang. Pelayanan bagi kita adalah kerja paksa, kerja rodi! Sudah capai-capai, tidak dibayar, tidak ada yang memuji, malah diomelin lagi! Jadi buat apa saya melayani! Saudara-saudara kita seringkali lupa bahwa kita bisa melayani Tuhan adalah sebuah anugerah dari Tuhan. Kalau kita diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk melayani itu adalah sebuah pemberian kepada kita, karena Kristus telah terlebih dahulu melayani dan mati untuk kita. Sebagai orang kristen kita adalah hamba-hamba Allah. Paulus berkata dalam Roma 6:17-18, bahwa kita ini dahulu adalah hamba-hamba dosa tetapi kini dengan pengorbanan Yesus di atas kayu salib kita sekalian telah diubah menjadi hamba-hamba Allah. Dengan demikian aku ini bukanlah milikku lagi tetapi sekarang aku ini adalah milik Tuhan. Kita tidak berkuasa lagi atas diri kita sendiri dan Kristuslah yang berkuasa atas diri kita. Dan oleh sebab itu jikalau kita diberi perintah untuk melayani Dia dengan mengembangkan karunia atu talenta yang telah Ia berikan kepada kita, maka sudah seharusnya melakukannya dengan segenap hati dan dengan ucapan syukur.
Orang kristen harus menjadi hamba yang setia bukan hamba yang malas
Hamba yang ketiga selain ditegur tuannya dengan sebutan hamba yang jahat, ia juga ditegur sebagai hamba yang malas (ayat 26). Mengapa tuannya menegurnya dengan sebutan demikian? Bagian pertama telah kita pelajari tentang sebutan hamba yang jahat, tuannya marah kepada hamba ini karena tidak tahu berterima kasih. Dalam bagian kedua ini kita akan belajar tentang kemalasannya, untuk lebih jelasnya mengapa tuannya menyebutnya sebagai hamba yang malas, kita perlu melihat sikap hamba ketiga ini, ayat 25 berbunyi, karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan! Saudara-saudara sebetulnya apa yang membuat hamba yang ketiga ini takut? Apa yang ia takutkan? Berlawanan dengan kedua hamba pertama, setelah menerima uang dari tuannya, hamba ketiga ini tidak langsung pergi dan menjalankan uang tuannya, tetapi ia pergi untuk mengubur uangnya itu. Mengapa ia mengubur uangnya? Karena ia memiliki sikap penakut, dia takut dengan kemampuannya sendiri! Hamba ini takut apakah ia bisa berhasil hanya dengan modal satu talenta saja, sedangkan hamba-hamba yang lainnya mendapatkan talenta yang lebih besar darinya. Daripada ia merugi, lebih baik ia menyembunyikan uangnya dengan demikian kelak tuannya datang maka ia bisa mengembalikan uang tersebut dengan utuh. Dengan satu talenta untuk modal sebenarnya terlalu sedikit. Sebelum kita melangkah lebih jauh kita perlu mengetahui sebetulnya apakah talenta itu? Pada jaman Alkitab, kata “talenta” menunjuk kepada dua hal. Yang pertama talenta berarti adalah satuan terberat untuk barang-barang berharga seperti emas dan perak. Sedangkan berat satu talenta adalah sekitar 34,2 kg. Lalu, talenta dalam arti yang kedua adalah satuan mata uang. Nilai satu talenta adalah sama dengan 6000 dinar. Satu dinar senilai dengan upah seorang pekerja selama satu hari. Dalam perumpamaan ini talenta biasa ditafsirkan sebagai jumlah uang tertentu bukan sebagai satuan berat. Kita kembali pada pertanyaan tadi, apakah talenta itu jumah yang sedikit? Kita misalkan upah seorang pekerja satu hari sebesar Rp. 10.000,00,- maka satu talenta sama dengan 6000 x Rp. 10.000,00 = Rp. 60.000.000,00. Jadi, sesungguhnya satu talenta adalah suatu jumlah yang tidak sedikit bukan? Saudara-saudara, apakah benar dengan hanya satu talenta saja ia tidak bisa menjalankan usahanya sehingga mendapat keuntungan? Sebenarnya bagi seorang pedagang tidak ada istilah terlalu sedikit, sebab dengan berapapun juga jika diusahakan maka uang itu akan mendatangkan keuntungan. Bukankah hukum ekonomi berkata dengan modal sekecil-kecilnya mengharapkan keuntungan sebesar-besarnya ? Tetapi mengapa hamba penakut dan pesimis ini tidak mau menjalankan uangnya?
a)
Karena hamba ini merasa rendah diri
. Sebenarnya, tuannya mempercayakan uang itu berdasarkan pada kemampuan masing-masing hamba (ayat 15), dan hamba ketiga ini merasa bahwa ia paling tidak mampu. Tetapi sesungguhnya kalau mau jujur jumlah talenta yang diberikan tuannya itu adalah cukup besar untuk menjadi modal usaha. Saudara-saudara, banyak orang Kristen yang berpikir, bertindak seperti hamba yang ketiga ini. Banyak orang kristen yang merasa dirinya tidak mempunyai apa-apa yang dapat dipakai untuk melayani Tuhan. Mengapa demikian? Karena ia membandingkan dirinya dengan orang lain. Tuhan tidak pernah menuntut orang Kristen memberikan sesuatu yang tidak ia miliki atau berbuat seperti yang orang lain perbuat. Kalau orang Kristen membandingkan diri dengan orang lain maka yang dihasilkannya adalah perasaan rendah diri, karena yang dilihat adalah orang-orang yang tampil di depan seperti liturgist, Majelis, pemain musik dan sebagainya, mereka trampil karena sudah lama melayani. Dalam Roma 12: 6-8, Paulus berkata tentang karunia-karunia dalam pelayanan yang sangat sederhana seperti menasehati, memberi, iman dan melayani. Karunia-karunia ini bukanlah karunia besar, karena itu yang terutama yang harus dilakukan adalah melihat karunia apa yang ada pada diri kita sendiri. Apa yang ia miliki, apa yang menjadi kelebihannya. Apa yang dapat ia berikan kepada Tuhan.
Karena hamba ini adalah hamba yang malas . Tuannya sendiri mengatakan bahwa hamba ini adalah hamba yang malas. Mengapa demikian? Dalam ayat yang 27 tuannya berkata, “karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.” Jadi sesungguhnya tidak ada alasan bagi hamba itu untuk tidak menjalankan uangnya, karena hanya dengan meminjamkan uang tersebut kepada orang yang meminjamkan uang kepada orang lain, dan tidak bekerja apa-apa, hamba itu bisa mendapatkan bunga dari uang itu. Tetapi karena pada dasarnya hamba itu adalah seorang yang malas, maka ia tidak mau repot-repot mengurus uang itu tetapi hanya tinggal menimbun saja di dalam tanah. Saudara-saudara yang dilihat Tuhan sebetulnya bukanlah hasilnya tetapi kesungguhan hati hambanya. Kalau memperhatikan pujian yang diberikan tuannya kepada hamba yang menghasilkan lima talenta dan yang menghasilkan dua talenta sama saja (ayat 21 dan 23), yaitu, Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Tuannya tidak memberi pujian lebih kepada hamba yang menghasilkan lima talenta, karena yang dilihat adalah kesungguhan hati. Saya percaya, misalnya hamba ketiga itu menjalankan uangnya itu dengan sungguh-sungguh dan hanya bisa menghasilkan satu talenta atau bahkan setengah talenta saja, maka pastilah pujian yang akan diterima olehnya sama juga seperti hamba-hamba yang lain.
Penutup Saudara-saudara, yang menghalangi kita melayani bukanlah karena kita tidak memiliki kemampuan, tetapi karena kita tidak memiliki kemauan untuk melayani. Dalam gereja ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk melayani Tuhan, Paduan suara, mengajar Sekolah Minggu, pelawatan, pemerhati jemaat, ikut doa di gereja, dan banyak lagi. Nah… Masalahnya ada pada kita, apakah kita mau atau tidak melayani Tuhan ? Saudara-saudara marilah kita melayani Tuhan dengan yang ada pada diri kita. Di tahun yang baru ini, marilah kita bertekad untuk melayani Dia selagi masih ada kesempatan. Sehingga kelak ketika kita bertemu Tuhan kita mendapat pujian yang sama dengan hamba pertama dan kedua, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” Amin.
========================================
| |