SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

www.sumberkristen.com

 

 

HERLIANTO: TAHUN BARU IMLEK (2)

Jelas bahwa dalam iman Kristen tidak dipercaya adanya dewa-dewi dan penyembahan kepada roh nenek moyang bukan kehendak Tuhan, apalagi kalau manusia mengharapkan figur 'naga' sebagai simbol juruselamat, karena hanya ada satu juruselamat yaitu Tuhan sendiri yang menjelma menjadi manusia 'Yesus Kristus.' Karena itu, pertunjukan naga (liong) atau ekspresinya dalam bentuk 'barongsai' tidak lain adalah ekspresi 'penyembahan roh-roh' yang perlu dihadapi dengan kritis oleh umat Kristen, apalagi kalau menghadirkan Barongsai dalam lingkungan Kristen sebab kita tahu bahwa fungsi barongsai adalah 'mengusir' roh-roh kegelapan sedangkan kepercayaan itu sendiri bagi orang Kristen sebenarnya adalah 'kegelapan' juga. 

Kita tahu bahwa pertunjukan barongsai bukan sekedar seni tari atau bagian budaya saja sebab dalam tradisi Tionghoa, budaya dan agama menjadi satu karena merupakan budaya. Itulah sebabnya mempertunjukkan barongsai dalam lingkungan Kristen (di rumah, gereja atau kampus sekolah dan Universitas Kristen) merupakan penyangkalan dari hakekat iman Kristen yang diemban keluarga, jemaat, dan kampus Kristen dan dapat mendukakan 'Roh Kudus Tuhan.'

Bagaimana sebaiknya kita menghadapi tradisi budaya setelah kita percaya? Tradisi budaya ada yang baik tetapi ada yang berlawanan dengan iman Kristen. Rasul Paulus kepada umat yang telah menerima Kristus menasehati agar : "Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." (Kol.2:8).

Demikian juga Yesus mengkritik umat Yahudi dan berfirman : "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." (Mar.7:6-8).

Jadi, ada tradisi yang baik yang tetap dapat kita ikuti tetapi ada tradisi yang tidak perlu kita ikuti bila ternyata itu tidak sesuai dengan kehendak Allah

Dalam hubungan dengan dirayakannya kembali Imlek, kembali bangun 'semangat primordial tradisi-budaya' yang beranggapan bahwa 'Tiongkok adalah Negara Tengah' dan 'Orang Tionghoa adalah bangsa pilihan dewa' sehingga negara-negara lain dan orang-orangnya dianggap sebagai pinggiran. Sebagai konsekwensinya tradisi-budaya Tionghoa dianggap sempurna dan terbaik. Faktanya banyak sekali tradisi-budaya yang justru menghancurkan ke'tionghoa'an itu sendiri sehingga pemerintahan radikal 'Komunis' merasa perlu menggelar 'revolusi kebudayaan'. Mereka yang pernah berkunjung ke Tiongkok akan sadar bahwa kemelaratan dan keterbelakangan mayoritas rakyat banyak terjadi karena ikatan tradisi-budaya yang membelenggu.

Dalam masyarakat Tiongkok sampai saat ini, banyak sekali bayi perempuan dibunuh karena kepercayaan bahwa perempuan adalah Yin yang inferior dari Yang dan karena itu pula kaki para perempuan dulu dipingit agar tidak kabur. Banyak pembangunan terhalang karena keyakinan tradisi Fengshui dan banyak perkawinan hancur karena prasangka 'shio'. Tradisi 'angpao' kepada sesama dan juga kepada para dewa dan roh nenek-moyang untuk menyenangkan agar tidak mengganggu kehidupan sendiri dan falsafah 'jalan tengah' telah menyuburkan praktek 'sogok menyogok' yang benar-benar merusak tatanan sosial-budaya dan HAM di Tiongkok (ini jelas membuat para pengusaha Tionghoa lebih luwes dan sukses). 

Memang harus diakui ada beberapa etik tradisi-budaya Tionghoa yang kelihatannya mendorong persatuan di kalangan pengusaha tertentu, tetapi harus disadari bahwa banyak etik tradisi-budaya Tionghoa yang menumbuhkan dominasi raja terhadap rakyatnya, suami terhadap isterinya, nenek-moyang yang telah mati diberi sesajen dan kuburannya dibangun mahal tetapi tetangga miskin diacuhkan, bahkan untuk mempertahankan suatu dinasti raja ratusan ribu rakyat dikorbankan untuk membangun 'The Great Wall'. Banyak pengusaha Tionghoa ditipu mitranya di Tiongkok ketika mereka mencoba untuk berdagang dengan mereka.

Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa kebangunan 'empat-macan Asia' didorong tradisi-budaya Tionghoa karena negara-negara itu umumnya menganutnya. Argumentasi ini lemah karena sudah ribuan tahun etik tradisi-budaya ini digelar tetapi umumnya masyarakatnya melarat, 'uang' dan 'hokkie' sangat dipuja sehingga menimbulkan jurang kaya-miskin bahkan orang tua atau suhu bisa dihianati dan dibunuh anak atau murid demi 'uang'. Tradisi budaya Tionghoa harus diakui banyak juga mengandung intrik-intrik, sogok menyogok dan tahyul (ini terlihat jelas dalam cerita silat). Baru setelah membuka diri datangnya 'etik Barat' maka empat-macan Asia itu bangun.

Orang Tionghoa yang telah menjadi Kristen diharapkan dapat menjadi 'garam' bagi sesamanya orang Tionghoa yang masih terikat praktek-praktek tradisi-budaya yang tidak benar apalagi tidak menurut Kristus. Misalnya dalam menghadapi tradisi 'angpao' yang dibungkus 'kertas merah' yang melambangkan rejeki (berkat) dimana orang tua memberikannya kepada anak cucunya. Bagi anak-cucu yang beriman Kristen perlu budaya ini diterangi dengan firman Tuhan yang mengatakan bahwa 'Terlebih berkat memberi daripada menerima' dengan kata lain anak dibiasakan untuk memberi kepada orang tuanya bukan hanya pada hari raya tetapi setiap saat diperlukan atau ada yang bisa diberikan sebagai ungkapan kasih seorang anak, sehingga orang-orang tua tradisional akan melihat 'kebajikan kita dan dipermuliakan Bapa di sorga.' Hidup kita harus menjadi 'berkat' dan bukan minta diberkati dengan angpao.

Menghadiri orang tua di hari Imlek dapat menjadi momentum untuk kesaksian Iman Kristen, bahwa seseorang yang telah percaya Yesus tidak ikut-ikutan menyembah nenek-moyang. Yang perlu diperhatikan dan dikasihi adalah orang tua selagi masih hidup bukan setelah mati disembahyangi. Demikian juga perilaku anak Kristen yang teguh dapat menjadi kesaksian yang baik bagi orang tua bila mereka dapat melihat bahwa 'sekalipun kita tidak mengikuti upacara Imlek' kita 'mengasihi orang tua sepanjang waktu bahkan rela memelihara mereka.'

"Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur … Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan Allah, dan kamu telah dipenuhi di dalam Dia." (Kol.2:6-10). (Salam kasih dari Herlianto)