SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

G.     AKHIR ZAMAN

 

32. KERAJAAN ALLAH

 

Pembahasan tentang akhir zaman secara teologis disebut ”eskatologi”, dari kata Yunani eskhatos ‘akhir’. Mungkin ini istilah yang paling dominan dalam teologi abad kedua puluh.

Pokok utama eskatologi Alkitab adalah kerajaan Allah, suatu perkataan yang

sering terdengar dari mulut Yesus (#/TB Mat 12:28*; #/TB Mr 1:14; 9:1; Luk 13:18-20; Yoh 3:3*).

Arti dasarnya adalah ”pemerintahan” Allah atau ”kuasa kerajaan-Nya” (#/TB Luk 19:12*),

bukan wilayah geografis. Kerajaan Allah adalah gagasan yang dinamis, pemerintahan-Nya yang sedang beraksi (#/TB Mazm 145:13; Dan 2:44*).

32.1           Latar belakang Perjanjian Lama

 

Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu.

”TUHAN adalah Raja ... Raja yang besar mengatasi segala allah” (#/TB Mazm 93:1; 95:3*)

adalah konsep dasar seluruh agama Perjanjian Lama (#/TB Kel 15:18; Yes 43:15*).  Tetapi pemerintahan Allah ditentang dan dilawan. Iblis mengajak umat manusia untuk memberontak terhadap Allah (#/TB Kej 3:1-24*), bangsa-bangsa memuja berhala dan melakukan kejahatan (#/TB 2Raj 17:29*) dan Israel sendiri mengalami kemunduran rohani dan dikalahkan oleh musuh-musuhnya. Di tingkat pribadi, setiap orang Israel mengalami pertentangan antara kehendak Allah dan keberhasilan moralnya.

Dari pertentangan-pertentangan ini timbullah keyakinan bahwa Allah pasti akan mempertahankan kuasa-Nya sebagai Raja (#/TB Yes 2:1-5; Zef 3:15*; #/TB Za 14:9-10) pada ”hari Tuhan” yang akan datang (#/TB Am 5:18-19*; #/TB Mal 4:1-2).  Hari itu dihubungkan dengan Mesias (#/TB Yes 4:2; 9:6-7*; #/TB Yes 11:1-2*).

Ia merupakan pemimpin yang besar seperti Daud (#/TB 1Taw 17:11-14; Mazm 72:1-20*)

dan melalui Dia hari Tuhan akan datang dengan membawa penghukuman bagi bangsa-bangsa

serta pembebasan bagi Israel (#/TB Mal 3:1* dst.). Kadang-kadang kesinambungan sejarah dunia ditekankan (#/TB Yes 11:1- 16*); kadang-kadang perbuatan Allah pada masa mendatang ini dilihat sebagai hal yang di luar sejarah (#/TB Dan 7:1-28*).

Sesudah masa Perjanjian Lama, harapan ini diungkapkan sebagai zaman baru yang

akan datang. Pada zaman Yesus, perbedaan ini sudah lazim (#/TB Mat 12:32; Mr 10:30*),

dengan ciri tambahan bahwa zaman yang akan datang kini biasa disebut “kerajaan Allah” (#/TB Mr 10:23-30*; #/TB Luk 18:29-30*).

32.2           Yesus dan kerajaan Allah

 

Latar belakang ini penting untuk mengerti pernyataan pokok Yesus bahwa ”Kerajaan Allah sudah dekat” (#/TB Mr 1:15; Mat 12:28*); hari penyelamatan yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama dan yang sudah ditunggu-tunggu itu kini sudah tiba.

Pengajaran Yesus tentang kerajaan Allah mempunyai dua aspek. Pertama, melalui pengajaran dan pelayanan-Nya, yang mencapai klimaks dengan kematian dan kebangkitan-Nya, pemerintahan Allah sekarang menjadi kenyataan dalam sejarah manusia. Apabila orang mempercayai dan mengikuti-Nya, mereka masuk kerajaan Allah (#/TB Luk 17:20-21; 18:28-30*). Kedua, jangkauan penggenapan janji tentang kerajaan Allah melampaui Paskah hingga pada kedatangan Kristus kembali dengan kemuliaan pada akhir sejarah (#/TB Luk 21:1-38; 22:29-30*).

Kedua aspek ini merupakan kunci pengajaran Yesus mengenai kerajaan Allah:

kerajaan Allah sudah tiba, namun masih juga akan datang.

Dalam Injil Matius, yang ditulis khususnya untuk orang Yahudi, ”kerajaan Allah” muncul sebagai ”kerajaan surga”. Surga adalah sinonim yang biasa dipakai untuk Allah oleh orang Yahudi saleh dari abad pertama. Mereka menganggap nama Allah terlalu kudus untuk diucapkan. Yesus menggunakan kedua ungkapan itu. Sebab itu, tidak ada perbedaan arti antara ungkapan ”kerajaan Allah” dan ”kerajaan surga”.

Gagasan lain yang terkait adalah ”hidup yang kekal”, yang berarti secara harfiah ”hidup pada zaman yang akan datang”. Ini praktis sama dengan pengertian kerajaan Allah bagi orang Yahudi pada zaman Yesus (#/TB Mr 10:17*). Tentu saja kehidupan itu kekal, tetapi bukan itu yang menjadi pokok penting melainkan kualitasnya, yakni kehidupan di kerajaan Allah sebagaimana telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Persamaan ini terdapat khususnya dalam ajaran Yesus sebagaimana dicatat oleh Yohanes (#/TB Yoh 3:16,36; 4:14; 5:24; 10:28*).

32.3           Ajaran lain dalam Perjanjian Baru

 

Waktu berlalu dan Injil disebarkan kepada orang bukan Yahudi yang kemungkinan besar akan salah tafsir terhadap gagasan mengenai raja itu, dan ini sudah disebutkan oleh Yesus sebelumnya (#/TB Mr 10:42-43*). Karena itu, konsep-konsep lain digunakan untuk menyampaikan pernyataan Kristen tentang Yesus, yang kemungkinan salah pengertiannya lebih kecil. Contohnya adalah ”keselamatan” (#/TB Kis 16:30-31; Rom 1:16-17*) dan persekutuan ”di dalam Kristus” (#/TB Rom 8:1; Fili 3:9-10*).

Kalau yang dimaksudkan adalah kerajaan Allah, bisanya disebut penggenapannya pada waktu yang akan datang pada akhir zaman (#/TB Kis 1:6; 1Kor 15:24,50*).  Kalau yang dibicarakan adalah kerajaan yang sudah tiba, itu dilihat sebagai kerajaan Kristus, yang kita capai oleh Roh Kudus (#/TB Kol 1:13; bnd. #/TB Yoh 3:1-8*). Dengan demikian, arti mendalam tentang kedaulatan Allah yang terdapat dalam Perjanjian Lama, di Perjanjian Baru dipindahkan kepada pribadi Yesus, yang menjalankan pemerintahan Allah di sebelah kanan Allah melalui Roh Kudus (#/TB Kis 2:33*). Karena itu kerajaan Allah kini dialami manusia melalui pelayanan Roh Kudus, yang atas dasar pekerjaan Kristus membawa kehidupan dalam kemuliaan pada zaman yang akan datang ke dalam zaman sekarang.

32.4           Kerajaan Allah dan kehidupan Kristen

 

Ketegangan antara kedua dimensi ini merupakan konteks kehidupan Kristen. Pada satu pihak orang Kristen adalah manusia baru, yang dipersatukan dengan Kristus dalam kematian, kebangkitan dan kerajaan-Nya, dan ikut mempunyai kekuasaan dalam zaman baru kerajaan oleh Roh Kudus. Pada pihak lain, sifat lama masih tetap merupakan kenyataan yang pahit, yang masih saja bertahan terus. Sifat itu menyeret orang Kristen menjauhi keberhasilan moral yang menjadi tujuannya dalam kehidupannya yang baru.

Dengan demikian, kita bersukacita karena kedatangan kerajaan Allah, kenyataan keselamatan yang kekal, dan berkat-berkat zaman baru dalam persekutuan kita dengan Kristus; namun, kita tetap merindukan pembebasan, kedatangan kerajaan Allah yang terakhir, penggenapan keselamatan kita dan munculnya manusia baru dalam Kristus.

Bahan Alkitab

#/TB Keluaran 15:18; 1Tawarikh 29:11; Mazmur 2:6; 99:1; 145:11-13*;

#/TB Yesaya 9:6-7; Yeremia 23:5-6; Daniel 2:44; 7:9-14; Amos 5:18-19*;

#/TB Zakharia 14:9*;

#/TB Matius 6:10; 11:2-5; 12:28; 13:16-17,24-30; 16:28; 19:28-29*;

#/TB Markus 1:15; 10:23-30; Lukas 17:20-21; Yohanes 3:5*;

#/TB Kisah 1:3; 14:22; 20:25; 28:23; Roma 14:17; 1Kor 4:20; 6:9; 15:24,50*;

#/TB Kolose 1:13; 1Timotius 6:15; Wahyu 1:5-6; 11:15*.

 

Bahan diskusi/penelitian

1.   Menurut Anda, apa ”kerajaan Allah” itu? Bagaimana hubungannya dengan Perjanjian Lama? Apa saja yang menjadi pokok-pokok utama dalam ajaran Yesus tentang kerajaan Allah?

2.   ”Kerajaan Allah sudah ditegakkan, tetapi belum diwujudnyatakan”. Bahaslah.

3.   Bagaimana kerajaan Allah dapat dikaitkan dengan

 

( a) kehidupan kekal,

( b) keselamatan,

( c) persekutuan dengan Kristus,

( d) kelahiran baru, dan

( e) kemuliaan akhir dari gereja?

 

4.   Bagaimana ajaran Alkitab tentang kerajaan Allah dapat mempengaruhi respons orang Kristen terhadap masyarakat manusia serta kebutuhannya?

 

Kepustakaan (32)

Artikel “Kingdom of God” dalam IBD.

Ladd, G. E.

1964 Jesus and the Kingdom (SPCK).

Ridderbos, H.

1978 The Coming of the Kingdom (Paideia Press).

Vos, G.

1972 The Teaching of Jesus concerning the Kingdom of God and the Church

( Presbyterian & Reformed).

 

 

 

 

33. KEDATANGAN KRISTUS YANG KEDUA KALI

 

Inti ajaran Alkitab mengenai akhir zaman adalah kedatangan Tuhan Yesus Kristus dalam kemuliaan. Yesus sendiri mengungkapkannya demikian: ”Pada waktu itu orang akan melihat kekuasaan dan kemuliaanNya.” (#/TB Mr 13:26*). Ringkasan pengharapan Kristen oleh Paulus bernada sama: ”Dari situ [surga] juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat” (#/TB Fili 3:20*).

Sejumlah besar ayat Perjanjian Lama berbicara tentang kemuliaan kerajaan mesianik dengan cara-cara yang belum terpenuhi pada kedatangan Kristus yang pertama (#/TB 2Sam 7:16; Mazm 2:1-12; 72:1-20; Yes 2:1-5*;

#/TB Yes 9:6-7; 11:1-10; 40:3-5; 49:6; 61:2; Yer 33:15; Mi 4:1-3*). Selain itu, #/TB Daniel 7:13-14* langsung mengacu pada kedatangan Tuhan dalam kemuliaan (bnd. #/TB Mr 13:26; 14:62; 1Tes 4:17; Wahy 1:7,13; 14:14*).

Di dalam Perjanjian Baru ada lebih dari 250 acuan yang jelas kepada kedatangan Tuhan kembali (misalnya #/TB Mat 24:1-25:46; Mr 13:1-37*;

#/TB Luk 21:1- 38; Yoh 14:3; Kis 1:11; 3:20; 17:31; 1Kor 15:23* dst.;

#/TB 1Tes 4:13-5:11; Ibr 9:28; Yak 5:7; 2Pet 3:8-13; 1Yoh 3:2-3*;

#/TB Wahy 1:7; 22:20*). Keterangan-keterangan ini menunjukkan dengan pasti bahwa kedatangan Tuhan kembali diajarkan di semua alur utama Perjanjian Baru.

33.1           Istilah-istilah Perjanjian Baru

 

Parousia adalah istilah yang paling sering dipakai dalam Perjanjian Baru Yunani untuk kedatangan kembali (#/TB Mat 24:3; 1Kor 15:23; 1Tes 2:19*;

#/TB 2Tes 2:1,8*). Artinya “kedatangan”, “tibanya” atau “kehadiran”, dan pada abad pertama dipakai untuk kunjungan seorang kaisar atau orang terhormat lain. Yang disampaikan kepada kita ialah gagasan bahwa kedatangan Tuhan kembali adalah perbuatan yang pasti dan menentukan dari pihak-Nya. Ia akan datang sendiri. Hal ini suatu kepastian yang sama kuatnya seperti kedatangan-Nya dalam penjelmaan sebagai Anak Manusia. Peristiwa itu akan merupakan kedatangan kembali sang Raja (#/TB Luk 19:12*).

Apokalupsis berarti ”penyataan” (#/TB 1Kor 1:7; 2Tes 1:7; 1Pet 1:7*).  Kedatangan Tuhan akan menyingkapkan tentang siapa Dia dan apa sebenarnya dunia ini. Pada waktu itu hal-hal yang sekarang tersembunyi akan menjadi jelas.

Epifaneia berarti ”muncul” atau ”manifestasi” (#/TB 2Tes 2:8*; #/TB Tit 2:13*).  Kata ini juga mengandung arti penyingkapan suatu selubung supaya apa yang sudah ada benar-benar terlihat seperti adanya.

33.2           Sifat kedatangan Kristus yang kedua kali

 

Tidak mungkin kita lukiskan kedatangan Tuhan kembali secara sempurna. Pada peristiwa itu Tuhan kita yang sudah dimuliakan akan menyatakan diri dengan cara yang merupakan puncak segala sejarah sebelumnya. Ini jelas akan melebihi semua peristiwa dalam ruang dan waktu yang dikenal hingga kini. Karena itu, setiap usaha menjelaskan kedatangan Kristus itu sampai pada rincian yang paling kecil pasti gagal.

Yesus menyamakan kedatangan-Nya dengan kilat yang memancar (#/TB Mat 24:27*),

suatu gambaran yang menunjukkan unsur misteri kepada pendengar-pendengar pada

abad pertama. Kedatangan Tuhan ada di luar jangkauan penggambaran secara duniawi

dan kita terpaksa memakai gambaran simbolis untuk melukiskannya. Namun simbol-simbol

Alkitab ini diilhamkan oleh Allah sehingga kita dapat menafsirkannya dengan keyakinan penuh bahwa, meskipun tidak mengungkapkan semuanya, simbol-simbol ini memberitahukan secukupnya untuk kita ketahui.

Kedatangan itu bersifat mulia, dengan ”segala kekuasaan dan kemuliaan”

(#/TB Mat 24:30*) sehingga ”setiap mata akan melihat dia” (#/TB Wahy

1:7*). Pada kedatangan-Nya yang pertama, Tuhan kita berada dalam keadaan lemah

dan tidak dikenal orang, seolah-olah tidak mempunyai dampak sama sekali atas

sejarah manusia. Sebaliknya, kedatangan-Nya yang kedua akan nyata di seluruh

alam semesta. Ia akan datang “dengan awan-awan dari langit” (#/TB Dan 7:13;

bnd. #/TB Mat 24:30; Kis 1:9,11; Wahy 1:7*). Awan-awan menandakan kemuliaan Allah

serta menyatakan kehadiran-Nya di antara umat-Nya (#/TB Kel 24:15-18; 2Taw 5:13-14*).Dalam pengertian ini, kedatangan Tuhan kembali akan merupakan babak terakhir dari penyingkapan kehadiran Allah, penyataan yang tersempurna dari Allah Tritunggal dalam kemuliaan-Nya.

Kedatangan itu bersifat menentukan: ”Kemudian tiba kesudahannya” (#/TB 1Kor 15:24*).Sejarah akan berakhir: waktu akan berakhir, Kristus akan datang. Sebab itu, kejadian itu merupakan peristiwa dalam sejarah semua orang. Kedatangan itu tidak terbatas pada gereja atau orang Kristen yang hidup di dunia kalau hal itu tejadi. Apakah mereka tahu atau peduli akan hal itu, setiap pria dan wanita yang hidup semakin mendekati kedatangan Kristus. Semua berbaris menemui Tuhan.

Kedatangan itu mendadak. Meskipun ada keterangan mengenai tanda-tanda zaman,

Alkitab secara jelas berbicara tentang kedatangan Tuhan kembali secara tiba-tiba

(#/TB Mat 24:37-44; 1Tes 5:1-6*). Kita dapat menyimpulkan dalam perkataan

Yesus bahwa “Anak Manusia akan datang pada saat yang tidak kamu duga” (#/TB Mat 24:44*).Bahkan Tuhan sendiri mengakui bahwa Ia tidak mengetahui kapan hal itu akan tiba (#/TB Mr 13:32). Sebab itu, orang Kristen harus “berjaga-jaga” (#/TB Mr 13:37*).

Setiap tafsiran mengenai agama Kristen yang tidak mengandung harapan untuk waktu

yang akan datang tidak seirama dengan kesaksian Alkitab. Salah satu kesalahan

adalah menafsirkan keterangan-keterangan ini dari sudut pandang kedatangan

Kristus yang pertama, yang menghadirkan kerajaan Allah. Penafsiran semacam ini

tidak akan bertahan kalau dilihat dalam rangka ucapan-ucapan Yesus yang secara

jelas mengacu pada masa yang akan datang (#/TB Mat 13:24 dst.; #/TB Mat 19:28; Mr 14:25*),

apa lagi ajaran Perjanjian Baru selebihnya yang menyatakan hal ini secara blak-blakan.

33.3           Tujuan kedatangan Kristus yang kedua kali

 

a.   Untuk menyelesaikan karya penyelamatan

 

Dengan kedatangan-Nya, Kristus akan menyelesaikan rencana penyelamatan Allah sepanjang masa. Semua musuh Allah, yaitu dosa, kematian dan Iblis, akan digeser dari dunia milik Allah (#/TB 1Kor 15:22-28,42-57*; #/TB Wahy 12:7-11;

20:1-10*) dan zaman baru akan didirikan serta di dalamnya maksud-maksud Allah yang sebenarnya untuk umat manusia akan diwujudnyatakan secara tuntas (#/TB 2Pet 3:1-13; Wahy 22:1-5*).

Penting sekali untuk mempertahankan kaitan yang hakiki antara kedatangan Kristus

yang pertama dan yang kedua. Hal ini bukan karena kedatangan pertama tidak

memadai sehingga memerlukan kedatangan kedua untuk melaksanakannya dengan baik.

Lebih tepat adalah bahwa Kristus datang kembali untuk melaksanakan penaklukan

dan kemenangan yang telah dicapai-Nya secara menentukan pada kedatangan-Nya yang

pertama (#/TB Yoh 14:3; Wahy 5:5-14*). Kaitan yang mendasar antara keberhasilan misi Yesus yang lalu dan puncaknya yang akan datang sangat membantu untuk menjelaskan mengapa pengharapan akan kembalinya Kristus yang segera akan terjadi itu muncul dalam seluruh tulisan Perjanjian Baru. Kesudahan sudah dekat; pada prinsipnya tidak ada lagi yang perlu diselesaikan untuk mewujudnyatakannya dalam kemegahan. Tidak ada peristiwa yang dapat menghalang-halangi kemenangan Kristus yang bangkit dan oleh karena itu kita dapat hidup sambil terus-menerus mengharapkan kedatangan-Nya kembali.

b.   Untuk membangkitkan orang mati

 

“Semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (#/TB Yoh 5:28-29*).  Oleh kuasa Allah yang bekerja melalui Kristus pada kedatangan-Nya, semua orang yang pernah hidup akan dipanggil kembali untuk kehidupan dalam suatu bentuk tubuh. Kebangkitan ini dimaksudkan untuk penghakiman.

c.   Untuk menghakimi semua orang

 

Kristus ”akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati” (#/TB 2Tim 4:1*; bnd. #/TB Kis 17:31*). Kedatangan-Nya untuk menghakimi diajarkan baik dalam Perjanjian Lama (#/TB Mazm 2:9; 110:5; Yes 61:2; Mal 3:1-3*) maupun dalam Perjanjian Baru (#/TB Mat 16:27; Kis 10:42; Rom 2:3-16; 1Kor 4:5*;

#/TB Yud 1:14-15*). Semua harus menghadap Dia pada kedatangan-Nya.

d.   Untuk mengumpulkan umat-Nya

 

Beberapa ayat menyatakan bahwa penganiayaan terhadap umat Allah akan sangat

intensif pada kedatangan Tuhan (#/TB Dan 7:21; Mat 24:12,21* dst.). Pada

kedatangan-Nya, Tuhan akan membebaskan umat-Nya dari musuh-musuh mereka dan Dia

akan mengumpulkan mereka yang terpilih dari semua zaman (#/TB 1Tes 4:17; Wahy 6:9* dst.).

33.4           Waktu kedatangan Kristus yang kedua kali

 

Yesus menjawab secara panjang lebar pertanyaan para murid, ”Apakah tanda

kedatanganMu dan tanda kesudahan dunia?” (#/TB Mat 24:3*). Paulus memberikan

penjelasan serupa mengenai waktu terjadi krisis terbesar sepanjang masa (#/TB 2Tes 2:1-12*)dan Kitab Wahyu, yang mengembangkan kiasan-kiasan Perjanjian Lama, khususnya dari Kitab Daniel, kelihatannya membentangkan perkembangan yang menuju pada kedatangan Tuhan kembali. Berdasarkan materi ini serta bukti-bukti pendukung dari tulisan-tulisan nubuat, seperti #/TB Yehezkiel 38:1-23*, beberapa pengajar Kristen telah mengembangkan sejumlah ”tanda-tanda zaman” yang berlebihan, yang dipersembahkan sebagai gambaran situasi politik, moral dan religius pada waktu kembalinya Yesus. Apakah ini dapat dibenarkan?

Yesus menjawab pertanyaan murid-murid-Nya dengan berbicara tentang suatu masa yang mendahului kedatangan-Nya kembali yang ditandai oleh empat ciri umum: pemurtadan (#/TB Mr 13:5-6*), penganiayaan dan kesaksian gereja di seluruh dunia (#/TB Mr 13:9-11,13,19*), peperangan dan konflik antar bangsa (#/TB Mr 13:7-8*) serta kekacauan dalam tatanan alam (#/TB Mr 13:8,24-25*).

Paulus kelihatannya berbicara dengan nada yang serupa dalam #/TB 2Tim 3:1-17.  ”Akan datang masa yang sukar” (#/TB 2Tim 3:1*), yang disebabkan oleh sikap mementingkan diri sendiri yang luar biasa, disertai segala macam ekspresi anti-sosial di lingkungan keluarga dan masyarakat (#/TB 2Tim 3:2-4*). Kehidupan beragama hanya diungkapkan secara lahir tetapi tidak dihayati (#/TB 2Tim 3:5). Dalam 2Tesalonika 2:1-17*, Paulus menyatakan dengan jelas bahwa sebelum kedatangan Tuhan akan ada ”murtad” dan orang ”durhaka” akan muncul (#/TB 2Tes 2:3*), yang akan meninggikan diri sedemikian rupa sehingga menyatakan diri sebagai Allah (#/TB 2Tes 2:4*). Ia akan dibunuh oleh Kristus pada kedatangan-Nya (#/TB 2Tes 2:8*).

Apa yang dapat kita simpulkan dari ajaran ini? Apakah berjaga-jaga (#/TB Mr 13:37*) berarti bahwa kita senantiasa harus melihat apakah tanda-tanda ini akan dipenuhi dalam masa hidup kita, dan haruskah kita mengusahakan untuk meramalkan saat yang tepat pada waktu Kristus akan kembali, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang?

Ada beberapa faktor yang mengisyaratkan untuk berhati-hati dalam hal ini.

(1)  Kita perlu berhati-hati mengenai ungkapan ”hari-hari terakhir”. Dalam beberapa ayat (misalnya #/TB Kis 2:17; 1Kor 10:11; Ibr 6:5*) jelaslah bahwa yang dimaksudkan adalah seluruh periode antara kedua kedatangan Yesus, ketika kerajaan Allah sungguh-sungguh sudah datang tetapi masih menunggu dinyatakan sepenuhnya. #/TB 2Timotius 3:1-17* menyebutkan ciri-ciri utama kehidupan dalam periode itu. Apa yang diberikan Yesus kepada kita adalah tanda-tanda kehadiran kerajaan Allah. Dalam pengertian ini kesudahan selalu dekat, karena Yesus sang Raja adalah dekat (#/TB Fili 4:5; Wahy 22:20*).

(2)  Yesus tidak menganjurkan untuk banyak berpikir tentang “tanda-tanda zaman”. Dia menyatakan bahwa kerajaan Allah tidak datang secara nyata dan

menolak membuat tanda atau memberitahukannya dalam hubungan dengan pelayanan-Nya

dan untuk membuktikan kebenarannya (#/TB Mat 12:38-39; 16:4*). Memang pada

kesempatan lain Dia berbicara lebih positif mengenai tanda, misalnya ketika Ia

menegur orang Farisi karena mereka tidak dapat membaca tanda-tanda zaman dengan

tepat (#/TB Mat 16:3*; #/TB Luk 12:56*) dan Yohanes melihat mujizat-

mujizat Yesus sebagai tanda-tanda pribadi-Nya yang unik (#/TB Yoh 2:11,23; 7:31; 12:37; 20:30-31*).Sikap negatif Yesus terhadap tanda-tanda tersebut dapat dijelaskan dalam rangka dampak moral dan spiritualnya. Orang Farisi dan “pencari tanda-tanda” lain tidak bersungguh-sungguh untuk mengakui Yesus dan memberi respons seperlunya terhadap Dia. Perhatian terhadap tanda dan nubuat yang digenapi dapat mengalihkan perhatian kita dari kehendak Allah dan menjurus pada tindakan atau pikiran yang merangsang sifat-sifat kita yang kurang terpuji. Ada manfaatnya mengingat bahwa justru hal-hal ini merupakan keasyikan dalam aliran seperti Saksi-saksi Yehowa.

(3)  Ada ayat-ayat yang menjelaskan bahwa kedatangan Tuhan terjadi secara mendadak. Penelaahan terhadap tanda-tanda itu tidak akan menghilangkan rasa heran, bahkan pada mereka yang setia (#/TB Mat 24:44*). Para murid pun tidak mengetahui kapan waktu kedatangan itu akan berlangsung: ”Kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang” (#/TB Mat 24:42). Memang, kita tidak akan tahu (#/TB Kis 1:7*).

(4)  Dalam #/TB Matius 24:36 (#/TB Mr 13:32*) Yesus menyatakan bahwa Ia pun pada saat itu tidak mengetahui waktu kedatangan-Nya. Ini lebih mengherankan lagi, karena sebelumnya Ia memberi pernyataan yang menunjukkan kesadaran-Nya

akan keilahian-Nya yang tidak ada bandingannya dengan pernyataan lain (#/TB Mr 13:31*).Jika Yesus menyatakan tidak mengetahui tentang waktu kembali-Nya, kita pun harus mengakui secara tulus ikhlas bahwa kita tidak tahu.

(5)  Petrus menunjukkan bahwa skala waktu Allah sama sekali berlainan dengan skala waktu kita: ”Di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari” (#/TB 2Pet 3:8*). Kedua aspek penghitungan itu perlu dipertimbangkan. Bagi Allah, waktu itu mempunyai intensitas dan keringkasan yang tidak tertangkap oleh kita. Karena itu kita perlu berhati-hati sebelum menempatkan Allah di dalam skala waktu manusiawi kita.

(6)  Sejak dahulu ada orang-orang Kristen yang percaya bahwa tanda-tanda itu akan digenapi dalam masa hidup mereka dan bahwa kesudahan segera akan tiba. Di antara orang Kristen ini termasuk beberapa anggota yang sangat bijaksana dan saleh pada masa lampau, jadi patutlah kita hati-hati sebelum kita mengritik orang yang berkeyakinan seperti itu. Keyakinan bahwa akhir zaman segera akan tiba sudah tersebar luas saat ini, khususnya di antara generasi Kristen muda.  Namun kita tidak dapat menutup mata terhadap bahaya-bahaya pastoral yang dibawa oleh minat yang berlebihan akan hal ini.

 

Kalau begitu, bolehkah kita simpulkan bahwa Yesus dapat saja kembali setiap saat? Paulus mengajarkan bahwa ada peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah yang akan mendahului kembalinya Kristus (#/TB 2Tes 2:3* dst.); Dia tidak akan datang kembali pada suatu waktu dengan ”begitu saja”. Secara umum, kejahatan akan terjadi lebih banyak pada masa sebelum kedatangan Tuhan. Tetapi ini pun tidak begitu jelas sehingga kita dapat mengenalnya tanpa ragu-ragu sebagaimana telah terbukti oleh sejarah kegagalan yang tercatat.

Jika demikian, apa yang dapat dikatakan sebagai ringkasan? Faktor yang benar-benar penting adalah sikap moral kita: keberadaan kita, keinginan kita untuk berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan dan menganjurkan orang lain untuk menunjukkan kepatuhan yang sama. Kita jangan merencanakan rincian peristiwa-peristiwa akhir zaman serta mencoba meramalkan tanggal dan waktu kembalinya Tuhan. Namun sikap yang berlawanan, yakni menolak adanya tanda-tanda salah juga. Sikap yang tepat adalah sikap berjaga-jaga sambil menyadari bahwa pertentangan antara baik dan buruk akan meruncing sebelum kesudahan, walaupun itu juga tidak terlepas dari ketidakjelasan sejarah. Tuhan selalu siap sedia untuk datang. Waktu yang tepat adalah pilihan waktu yang sempurna yang dilakukan Allah.

33.5           Masalah-masalah yang terkait

 

Sejumlah masalah terkait yang berhubungan dengan kembalinya Tuhan Yesus masih diperdebatkan. Hal-hal itu jangan terlalu kita pikirkan, karena hal-hal itu bersifat sekunder saja. Yang terpenting ialah fakta bahwa Yesus akan datang kembali.

a.   Antikristus

 

Keterangan Alkitab yang paling jelas tentang antikristus terdapat dalam Surat-surat

Yohanes. Menurut Yohanes, antikristus sudah ada dan sudah bekerja; bahkan ada

banyak antikristus dan munculnya antikristus merupakan tanda jelas bahwa ”waktu

ini adalah waktu [hari-hari] yang terakhir” (#/TB 1Yoh 2:18*). Antikristus

dapat dikenal dari ajarannya. ”Dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak” (#/TB 1Yoh 2:22*).Ia “tidak mengaku Yesus” (#/TB 1Yoh 4:3*). Ia “tidak mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia” (#/TB 2Yoh 1:7*). Kebanyakan penafsir menganggap bahwa ajaran Paulus tentang “manusia durhaka” dalam #/TB 2Tes 2:1-17* membahas pokok yang sama.

Unsur lain yang lebih kontroversial dalam ajaran Alkitab tentang anti-kristus terdapat dalam Kitab Daniel dan Kitab Wahyu. #/TB Daniel 7:20-21* menyebut tanduk “yang mempunyai mata dan yang mempunyai mulut yang menyombong [dan] berperang melawan orang-orang kudus dan mengalahkan mereka, sampai yang lanjut usianya datang”. Dalam #/TB Wahyu 13:1-18* suatu binatang yang aneh bentuknya keluar dari laut (#/TB Wahy 13:1-4*), menghujat nama Allah dan kepadanya diberikan kuasa di atas semesta alam (#/TB Wahy 13:5-10*). Ia mempunyai ”bilangan seorang manusia”, yaitu 666 (#/TB Wahy 13:18*).Binatang itu ditumbangkan oleh firman Allah dan tentara surgawi (#/TB Wahy 19:19-21*).

Berdasarkan ayat-ayat ini, selama bertahun-tahun sudah terdapat banyak sekali usaha untuk mengenali ”orang durhaka” atau ”antikristus” itu. Dalam tafsirannya, ada baiknya mengingat bahwa menurut gambaran yang paling jelas dari antikristus dalam Surat-surat Yohanes figur itu tidak terbatas pada satu tokoh saja, tetapi merupakan roh yang berhubungan dengan kelompok orang-orang yang kehadirannya adalah salah satu ciri akhir zaman.

Berdasarkan #/TB 2Tesalonika 2:1-17*, tepat sekali untuk mengharapkan semacam perwujudnyataan akhir yang bersifat puncak dari semangat antikristus ini, menjelang hari kembalinya Tuhan. Tidak perlu berusaha mengidentifikasinya, mengingat kekhilafan-kekhilafan yang begitu sering terjadi di masa lampau.  Seberapa jauh keterangan dalam Kitab Daniel dan Kitab Wahyu harus dianggap relevan pada soal antikristus, serta pelajaran apa yang dapat ditarik daripadanya, masih kurang jelas.

Lalu, apa yang harus kita lakukan dengan gagasan ini? Ada prinsip penafsiran yaitu apa yang tidak jelas harus ditafsirkan oleh yang jelas. Tentang antikristus, yang jelas adalah gambaran Surat-surat Yohanes. Gagasan tentang antikristus di situ mengajak orang Kristen untuk waspada terhadap segala sesuatu yang menyangkal kebenaran Allah khususnya keilahian dan kemanusiaan sempurna Anak-nya yang kekal.

Apabila seorang antikristus pribadi muncul pada zaman kita, yang menyangkal Allah dan Kristus dengan ukuran seperti yang disinggung oleh Paulus, kita mungkin akan menarik kesimpulan bahwa penyelamatan kita sudah dekat (#/TB Luk 21:28*). Sementara itu kita tidak boleh malas, tetapi dengan kehidupan dan kesaksian kita harus menghadapi kuasa-kuasa antikristus yang bekerja secara luas di dunia kita.

b.   Israel

 

Alkitab menunjukkan dengan jelas bahwa Allah memilih bangsa Israel untuk menjadi saluran rencana-Nya di dunia. ”Mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur” (#/TB Rom 9:4-5*).

Kepada Israel telah datang juruselamat dunia, Yesus Kristus. Dalam pengertian

ini, ”keselamatan datang dari bangsa Yahudi” (#/TB Yoh 4:22*). Walaupun hal-hal

ini telah terjadi, orang Yahudi menolak panggilan Allah dengan menyalibkan

Mesias. Penyelamatan Allah lalu ditujukan kepada orang-orang bukan Yahudi dalam

bentuk yang disebut Paulus “rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad” (#/TB Kol 1:26-27*),

bahwa “orang-orang bukan Yahudi turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus” (#/TB Ef 3:6*).

Apakah Allah tidak akan mempedulikan Israel lagi? Ada yang berpikir demikian.  Yang lain yakin bahwa Israel mempunyai peran dalam rencana Allah pada masa yang akan datang khususnya dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi tepat sebelum kembalinya Kristus.

Golongan terakhir ini melihat tiga peristiwa politik dalam abad kedua puluh ini yang mempunyai arti luar biasa. Yang pertama adalah Deklarasi Balfour pada tahun 1917, yang menjanjikan dukungan bagi terbentuknya tempat pemukiman nasional bagi bangsa Yahudi. Yang kedua adalah pembentukan negara Israel pada tahun 1948, katanya untuk menggenapkan sejumlah nubuat Perjanjian Lama (#/TB Yes 11:11 dst.; #/TB Am 9:14-15*; #/TB Za 8:1-8*). Yang ketiga adalah perebutan kota Yerusalem oleh Israel pada bulan Juni 1967 dalam perang enam hari, yang dilihat ada kaitannya dengan kata-kata Yesus mengenai berakhirnya ”zaman bangsa-bangsa” bila Yerusalem “diinjak-injak” (#/TB Luk 21:24*). Sebagai “tanda zaman”, ketiga peristiwa yang berkaitan ini mendapat arti yang sangat besar, yaitu bahwa kedatangan Kristus yang kedua kalinya sudah dekat.

Apakah ini benar? Banyak ayat yang menubuatkan pemulihan bangsa Yahudi kelihatannya mengacu pada konteks sejarah terdekat dalam Perjanjian Lama, yaitu kembalinya dari pembuangan di Babel (#/TB Ul 30:1-10; Yeh 36:17-24*;

#/TB Hos 11:10-11*). Janji-janji ini diberikan kepada sisa bangsa Israel yang percaya kepada Tuhan, suatu syarat yang tentu saja tidak dipenuhi pada abad ini dalam ketiga peristiwa politik tersebut, melainkan dipenuhi oleh orang yang kembali dari Babel (#/TB Ezr 3:4-5; 7:10; Neh 1:4-11*). Kata-kata Yesus dalam #/TB Lukas 21:24* dapat berarti bahwa bangsa Yahudi akan digeser dari kedudukan sentral mereka dalam rencana penyelamatan Allah sampai akhir zaman ini, yaitu masa ketika Injil disebarkan ke ujung-ujung dunia bukan Yahudi.

Di pihak lain beberapa nubuat Perjanjian Lama nampaknya mencakup lebih dari pemulihan dari Babel (#/TB Yes 29:1; Yeh 36:24-28; Am 9:15*; #/TB Za 8:1-8) dan #/TB Lukas 21:24* ditempatkan dengan latar belakang pendudukan militer.

Pembahasan mengenai masa depan bangsa Yahudi dalam rencana Allah sebagian besar

terkait dengan penafsiran berbagai ayat Perjanjian Baru dan #/TB Roma 11:26* (“seluruh Israel akan diselamatkan”) adalah yang paling penting. Ada beberapa tafsiran tentang arti ayat ini, sebagai berikut.

(1)  Pada akhirnya seluruh bangsa Israel akan diselamatkan. Penafsiran ini membuat arti ”Israel” menurut Paulus tetap konsisten sepanjang perikop, tetapi berlawanan langsung dengan argumennya dalam #/TB Roma 9:1-11:36*, yaitu bahwa Israel sudah dihakimi oleh Allah karena gagal mencari Dia berdasarkan anugerah-Nya. Penyelamatan Israel karena mereka adalah Israel justru dibantah Paulus dalam perikop ini. Modifikasi pandangan ini ialah bahwa sebelum kembalinya Tuhan, karena rahmat Allah, orang Yahudi di seluruh dunia akan berbalik dan mengakui Yesus sebagai Mesias mereka, dan peristiwa ini pada gilirannya akan menjadi berkat besar di seluruh dunia bagi gereja dan misinya (bnd. #/TB Rom 11:12-15*).

(2)  Yang dimaksud ialah semua orang di Israel yang percaya. Paulus berkata bahwa dalam rahmat Allah ada sebagian orang Yahudi diselamatkan, walaupun sebagai bangsa orang Yahudi yang menolak Kristus.

(3)  ”Seluruh Israel” berarti keseluruhan umat Allah yang terdiri dari orang Yahudi maupun bukan Yahudi yang percaya kepada Kristus. Jadi ”Israel” di sini sama artinya dengan ”gereja” (bnd. #/TB Gal 6:16*).

(4)  Ada pandangan yang mempertanyakan apakah Paulus sungguh-sungguh memikirkan

masa yang akan datang berhubungan dengan pokok ini. Pokok persoalan dalam Surat

Roma ini adalah tujuan dan motifnya sebagai penginjil Kristen yang merindukan

penyelamatan untuk bangsanya (#/TB Rom 9:1-3). #/TB Roma 11:26* menyatakan

pengharapannya berhubung dengan kesaksiannya kepada orang Yahudi pada zamannya,

dan keyakinannya bahwa Allah dapat memulihkan kembali umat-Nya yang lama.

Evaluasi pandangan-pandangan ini akan memerlukan penulisan satu buku, dan pembaca yang berminat dianjurkan membaca daftar pustaka pada akhir pasal ini.  Tetapi cukup jelas, untuk menerapkan acuan-acuan Alkitab tentang Israel begitu saja dengan negara sekuler Israel zaman sekarang, agaknya tidak dapat diterima.  Prospek bahwa pada masa yang akan datang sejumlah orang Yahudi akan menerima Yesus sebagai Kristus masuk akal berdasarkan #/TB Roma 11:11-24*. Tetapi tafsiran kedua dan ketiga di atas juga mungkin sekali.

c.   Kerajaan seribu tahun

 

Kerajaan seribu tahun (milenium) adalah salah satu pokok yang paling hangat debatnya dari seluruh bidang eskatologi. Istilah ini berasal dari #/TB Wahyu 20:2,7* yang mengatakan bahwa Kristus akan memerintah untuk seribu (Lat. mille) tahun dengan ”mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus” (#/TB Wahy 20:4*). Selama masa itu Iblis diikat (#/TB Wahy 20:2*).  Sesudah masa itu berlalu, Iblis dilepaskan sebagai pendahuluan konflik terakhir dan dia serta sekutu-sekutunya ditumbangkan (#/TB Wahy 20:7-10*).  Kepercayaan akan pemerintahan yang benar-benar berlangsung selama seribu tahun dikenal sebagai ”milenialisme” (atau ”khiliasme” dari bahasa Yunani khilias ‘seribu’).

Apa yang harus kita mengerti tentang ajaran Alkitab ini? Tidak mungkin tidak dilihat bahwa ungkapan ini hanya terdapat dalam satu pasal dari Alkitab dalam kitab yang penuh dengan angka-angka simbolis yang tafsirannya menjadi bahan debat. Gagasan tentang pemerintahan Kristus di dunia selama seribu tahun pada akhir zaman terdapat dalam tulisan-tulisan beberapa bapa gereja terdahulu, dipegang oleh orang Montanis pada abad kedua dan diterima oleh sejumlah kaum Anabaptis pada zaman Reformasi. Tetapi bapa-bapa gereja lain tidak menyebutnya, bahkan juga tidak ketika membahas tema-tema eskatologis.

Augustinus (354-430), pada mulanya tertarik pada pandangan milenialis, namun kemudian menafsirkan perikop dalam #/TB Wahyu 20:1-15* sebagai seluruh periode antara kedua kedatangan Kristus. ”Pengikatan” Iblis dalam masa itu adalah kuasa yang diberikan kepada gereja untuk ”mengikat” dan ”melepaskan” dosa (#/TB Yoh 20:22*).

Gagasan-gagasan milenialis pada umumnya ditolak oleh para reformis utama. Calvin menganggapnya ”terlalu kekanak-kanakan untuk diperlukan serta tidak layak untuk disangkal”.

Milenialisme muncul kembali pada abad ke-19 dan akhir-akhir ini dianut dalam beraneka bentuk oleh banyak orang Kristen di seluruh dunia, khususnya di Amerika Serikat. Kita dapat membedakan tiga aliran utama dalam penafsiran milenium.

Pascamilenialisme

Pandangan ini melihat milenium sebagai pemerintahan di dunia selama seribu tahun dan parousia terjadi sesudah (pasca) kerajaan seribu tahun itu. Periode seribu tahun ini adalah masa kesuburan besar bagi penginjilan, yang menyebar ke seluruh dunia dan mendapat pengakuan terhadap Kristus di mana-mana sebelum Ia sendiri datang dengan segala kemuliaan untuk memberlakukan tatanan kekal. Ada yang menafsirkan #/TB Roma 11:1-36* dengan cara demikian.

Bukti Alkitab yang biasa disebut sebagai dukungan pandangan ini, termasuk #/TB Matius 28:18-20*, dilihat sebagai janji akan penginjilan semua bangsa, dan penyataan Yesus akan kemenangan gereja (#/TB Mat 16:18*). Ayat-ayat lain juga disebut (#/TB Mat 13:31-35,47-48; 24:14; Rom 11:11-16*; #/TB 1Kor 15:25*), termasuk juga acuan pada pemerintahan Mesias di seluruh dunia (#/TB Bil 14:21; Mazm 2:8; 72:1-20; Yes 11:9; Za 9:10*). Mereka yang menganut pandangan ini harus mencari penyesuaian dengan kesaksian Alkitab bahwa akan ada masa penganiayaan yang intensif pada waktu penginjilan seperti terdapat pada titik surut terendah, sebelum kesudahan zaman (#/TB Mat 24:6-14; Luk 18:8; 2Tes 2:3- 12; Wahy 13:1-18*). Begitu pula, sulit untuk mempertemukan pandangan ini dengan peringatan Yesus yang berulang kali untuk waspada karena kedatangan-Nya kembali akan terjadi secara mendadak.

Pada akhir abad ke-19, ketika terjadi ledakan kegiatan misi ke seluruh dunia dan optimisme menandai masyarakat Barat, pandangan ini populer. Tetapi pada masa kini pesimisme serta perasaan bahwa adanya krisis dalam kebudayaan mempengaruhi kepercayaan Kristen sehingga pandangan ini tidak begitu populer lagi.

Pramilenialisme

Ini adalah pandangan bahwa kembalinya Kristus akan terjadi sebelum (pra) pemerintahan seribu tahun-Nya di dunia. Kedatangan Kristus akan mengakhiri sejarah manusia di bawah kutukan kejatuhan. Setelah kembali-Nya, antikristus akan ditumpas dan Iblis serta kuasa-kuasa kegelapan dibasmi dari bumi. Sesudah ini, selama kurang lebih seribu tahun akan ada damai dan kebahagiaan di bumi ketika Kristus memerintah umat-Nya, termasuk banyak orang Yahudi yang mengakui Yesus sebagai Kristus mereka pada saat Ia kembali ke bumi. Kejahatan masih ada tetapi akan terkendalikan. Alam pun akan turut dalam kebahagiaan. Tetapi menjelang akhir zaman ini, Iblis akan dibebaskan dan akan mengumpulkan kekuatannya untuk konflik terakhir melawan umat Allah. Ia akan dikalahkan oleh api dari langit, kemudian akan ada kebangkitan semua orang yang sudah meninggal, penghakiman umum dan dimulainya zaman kekal di surga dan di bumi baru.

Dukungan Alkitab bagi pandangan ini diambil dari perikop-perikop yang melukiskan

kerajaan Mesias sebagai tatanan dunia yang ideal (#/TB Yes 2:2-5; Mi 4:1-3; Za 14:9,16-17*).

Pandangan ini juga mengacu pada ayat yang menggambarkan zaman yang akan datang

dengan bentuk materi (#/TB Mat 19:28; Kis 1:6-7*) atau perikop yang

menunjukkan adanya waktu antara kedatangan Kristus dan zaman kekal (#/TB 1Kor 15:23-25; 1Tes 4:13* dst.).

Tetapi dukungan utama jelas datang dari #/TB Wahyu 20:1-15*.

Namun penafsiran #/TB Wahyu 20:1-15* bukan tanpa liku-liku. Misalnya, siapa yang terlibat dalam kerajaan seribu tahun? Apakah hanya martir-martir yang mati karena dipenggal kepalanya? Penafsiran naskah Yunani yang paling wajar agaknya menyokong pendapat ini, walaupun pendapat bahwa para martir mewakili seluruh umat Allah tidak dapat dikesampingkan sama sekali.

Ada masalah lain yang timbul jika dianggap bahwa #/TB Wahyu 20:1-15* menunjuk pada pemerintahan Kristus di bumi bersama umat-Nya, yakni apakah kerajaan itu memang diberlakukan di bumi? Seluruh Kitab Wahyu berbicara tentang kenyataan dalam tatanan surgawi (#/TB Wahy 4:2; 11:19; 12:7* dst.;

dsb.). Mereka yang turut ambil bagian dalam milenium adalah ”jiwa-jiwa” (#/TB Wahy 20:4*),

suatu istilah yang menunjukkan keadaan tanpa tubuh. Walaupun keberatan-keberatan itu tidak menentukan, namun menggelisahkan juga bila satu-satunya perikop yang menjadi dasar pandangan ini menimbulkan kesulitan seperti itu.

Pertanyaan serupa timbul dalam hubungan dengan ayat-ayat yang dianggap

membuktikan pandangan pramilenialis (misalnya #/TB 1Kor 15:22-28*; #/TB 1Tes 4:13* dst.).

Penafsiran pramilenialis mengenai kata-kata Paulus tidak termasuk penafsiran

paling wajar. Nampaknya peristiwa-peristiwa yang ditempatkan sebelum dan sesudah

milenium dalam pandangan ini, pada hakikatnya akan terjadi bersamaan: hal ini

agaknya diajarkan di tempat lain (misalnya #/TB Dan 12:2; Mat 13:37-43,47-50; 24:29-31; 25:31-46*;

#/TB Kis 24:15; Wahy 20:11-15*).

Lagi pula, kesulitan terbesar bagi pandangan ini ialah bahwa penganutnya harus mengakui bahwa dosa dan kejahatan berlangsung terus, bahkan sesudah Kristus kembali dalam kemuliaan. Pemikiran mengenai orang-orang kudus yang kembali ke bumi yang masih penuh dengan kejahatan merupakan kesulitan yang serupa.

Namun demikian, tafsiran #/TB Wahyu 20:1-15* yang paling wajar kira-kira

senada dengan konsep pramilenialis. Selanjutnya kerajaan Allah yang akan datang

menurut Perjanjian Lama kadang-kadang dilukiskan dengan istilah yang sangat

duniawi (bnd. #/TB Yes 11:1-10; 35:1-10; Mi 4:1-3* dsb). Dan ada

kemungkinan, walaupun tipis, bahwa akan terjadi suatu ledakan kejahatan sesudah

pemulihan dan penegakan kerajaan Allah yang kekal, dalam #/TB Yehezkiel 36:1-39:29*,

sekalipun sangat ragu-ragu apakah ada urutan menurut waktu dalam pasal-pasal itu.

Rasa kurang tertarik kepada pramilenialisme, baik di gereja mula-mula maupun

sekarang, disebabkan karena pandangan ini disamakan dengan kecenderungan

fanatik, yang menggunakan gagasan milenialisme ini untuk mengembangkan pandangan

yang jelas tidak alkitabiah dalam bidang etika dan politik. Namun penyalahgunaan sesuatu jangan dijadikan alasan untuk menolaknya. Di sini, seperti yang terjadi selalu, faktor yang menentukan ialah apa yang sebenarnya diajarkan oleh Alkitab.

Amilenialisme

Pandangan ini menegaskan bahwa milenium hanya bersifat simbolis dan tidak ada kerajaan seribu tahun dalam arti harfiah (Yun. a-’ tanpa’). Pandangan ini berusaha mengikuti prinsip penafsiran bahwa yang tidak jelas dan yang bersifat simbolis harus ditafsirkan oleh yang jelas dan yang bersifat didaktis.  Kelihatannya konsensus ajaran Perjanjian Baru ialah bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali adalah tindakan tunggal dari Allah yang banyak seginya.

Berdasarkan itu maka amilenialisme menolak gagasan adanya waktu seribu tahun

ketika Kristus memerintah secara nyata di bumi. Keterangan dalam #/TB Wahyu 20:1-15*

dianggap sebagai lambang pemerintahan Kristus, yang menekankan kesempurnaan dan

kelengkapannya.

Banyak penganut amilenialisme melihat ”pengikatan” Iblis sebagai pengikatannya oleh Kristus melalui karya penyelamatan-Nya (#/TB Mat 12:29*). Kerajaan seribu tahun tidak berlangsung di bumi, tetapi di surga bersama dengan Kristus; yang dimaksud adalah zaman penginjilan antara kedua kedatangan Kristus. Kuasa Iblis dibatasi oleh karya Kristus, yang memerintah di kerajaan surga. Penafsir yang lain tidak merasa perlu untuk memberi penafsiran yang terinci tentang perikop itu. Mereka melihatnya sebagai penegasan simbolis tanpa dampak kronologis, tentang kekuasaan Kristus atas kejahatan. Bahkan para martir yang tak berdaya dan dikalahkan, pada hakikatnya menang bersama dengan Dia, seperti akan terungkap pada akhir zaman ketika Kristus datang dalam kemuliaan.

Bahaya pandangan ini adalah kehilangan segala perhatian mengenai peristiwa-peristiwa

terakhir, sehingga pandangan menjadi terlalu bersifat rohani. Kerajaan Allah

dianggap begitu surgawi dan transenden sehingga tidak berdampak atas fakta-fakta

sekarang ini dan tidak lagi membawa firman anugerah dan penghukuman di tengah-tengah

realitas dunia ini. Kemudian pandangan ini harus menghadapi suatu pertanyaan eksegetis. Apakah #/TB Wahyu 20:1-15* dapat ditafsirkan dengan memuaskan dengan cara simbolis ini? Apakah janji-janji kepada Israel pada hakikatnya telah dipenuhi dengan pemulihan di bawah Ezra dan Nehemia? Apa unsur kesinambungan dalam visi alkitabiah akan kerajaan Allah serta hubungannya dengan tatanan dunia sekarang ini?

Pengharapan Kristen tidak bersifat rohani semata-mata. Prospek Alkitab adalah surga baru dan bumi baru. Kendatipun kita berpikir bahwa pertimbangan teologis dan eksegetik mengucilkan segala gagasan tentang pemerintahan seribu tahun Kristus yang diapit oleh dua kedatangan dan dua kebangkitan, namun janganlah kita melepaskan semangat visi itu, yakni pembuktian secara total akan kebenaran sang Pencipta dalam pengungkapan terakhir dari Penebus. Seluruh rencana asli Allah bagi ciptaan-Nya harus mendapat penggenapan. Ternyata dukungan untuk masing-masing versi dari harapan Kristen itu telah berbeda menurut kemajuan atau kemunduran nyata dari upaya Kristen dalam dunia ini. Walaupun keadaan gereja seharusnya tidak pernah menjadi faktor penentu, namun kenyataan yang tidak dapat dikesampingkan ialah bahwa keadaan itu sering mempengaruhi daya tarik tafsiran opti-mistis ataupun pesimistis.

Selanjutnya dalam praktik, ketiga pandangan milenialis telah, dan masih terus, menjadi dorongan bagi iman dan upaya gereja, dan sekaligus menjadi penghambat.  Yang terakhir ini seharusnya membantu kita menjaga supaya masalah ini tetap dilihat dalam perspektif yang wajar. Pokok harapan Kristen adalah Kristus sendiri serta kedatangan-Nya dalam kemuliaan. Perbedaan pendapat tentang milenium seharusnya tidak memecah belah kita yang telah dipersatukan dalam iman, kasih dan pengharapan akan Tuhan Yesus Kristus.

Bahan Alkitab

Kedatangan Kristus yang kedua kali:

#/TB Kejadian 3:15; 2Samuel 7:16; Mazmur 2:1-12*;

#/TB Yesaya 2:1-5; 11:1-10; 53:10-12; 66:15-23; Maleakhi 4:1-2*;

#/TB Matius 24:1-25:46; Lukas 21:1-38; Yohanes 5:28-29; 14:3*;

#/TB Kisah 1:7,11; 2:17; 3:20; 17:31; Roma 8:18-23; 1Korintus 15:22-57*;

#/TB Filipi 3:20-21; 1Tesalonika 4:13-5:11; 2Tesalonika 1:7* dst.;

#/TB 2Tesalonika 2:3-4,7-12; Ibrani 9:28; Yakobus 5:7; 2Petrus 3:8-13*;

#/TB 1Yohanes 3:2-3; Wahyu 1:7; 22:8-21*.

Antikristus:

#/TB Daniel 7:20-21*;

#/TB 2Tes 2:1-11; 1Yoh 2:18-22; 4:3; 2Yoh 1:7; Wahyu 13:1-18*.

Israel:

#/TB Ulangan 30:1-10; Ezra 6:16-22; Nehemia 1:4-11; Yeremia 30:24-31:6*;

#/TB Yehezkiel 36:17-28; Amos 9:14-15; Zakharia 8:1-8*;

#/TB Matius 19:28; Luk 21:24; Yoh 4:22; Roma 4:1-25; 9:6-13; 11:17-26*;

#/TB Galatia 6:16; Efesus 2:14-22; 3:6*.

Kerajaan seribu tahun:

#/TB Wahyu 20:2-10*.

 

Bahan diskusi/penelitian

1.   Sebutkan ayat-ayat utama dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengacu pada kembalinya Kristus. Mengapa salah untuk mengharapkan gambaran yang rinci tentang kejadian itu? Apa gejala-gejala utamanya?

2.   Bagaimana Anda menanggapi pendapat bahwa pembahasan Alkitab tentang kembalinya Kristus mencakup

 

( a) hanya kedatangan-Nya yang pertama,

( b) kedatangan-Nya sekarang ini secara spiritual kepada orang melalui

pekabaran Injil?

3.   Apa yang diajarkan Alkitab mengenai waktu kedatangan Kristus kembali?

Apa artinya bagi kehidupan kita sekarang ini?

4.   Apa yang diajarkan Alkitab mengenai peranan

 

( a) antikristus dan

( b) Israel dalam hubungannya dengan kesudahan?

5.   Pandangan mana tentang milenium yang menurut Anda paling konsisten dengan ajaran Alkitab? Apa dampaknya bagi

 

( a) kehidupan gereja,

( b) kemuridan pribadi Anda,

( c) pekabaran Injil, dan

( d) kepedulian Kristen tentang masalah sosial?

 

Kepustakaan (33)

Artikel “Eschatology” dalam IBD.

Berkouwer, G. C.

1972 The Return of Christ (Eerdmans).

Grier, W. J.

1970 The Momentous Event (Banner of Truth).

Hendriksen, W.

1968 Israel in Prophecy (Baker).

1981 More than Conquerors (Baker).

Hoekema, A. A.

1978 The Bible and the Future (Paternoster).

Ladd, G. E.

1956 The Blessed Hope (Eerdmans).

1977 Crucial Questions about the Kingdom of God (Eerdmans).

Milne, B.

1979 What the Bible Says about The End of the World (Kingsway).

Murray, I.

1971 The Puritan Hope (Banner of Truth).

Travis, S.

1980 The Jesus Hope (IVP).

 

 

 

 

 

 

34. KEADAAN AKHIR

 

34.1           Kematian

 

”Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja” (#/TB Ibr 9:27*).  Pernyataan Alkitab ini tak dapat ditentang. Sepanjang hidupnya, manusia adalah ”makhluk yang bertujuan mati” (Heidegger).

a.   Dosa dan kematian

 

Alkitab secara konsisten mengaitkan kematian dengan dosa (#/TB Kej 2:17*;

#/TB Mazm 90:7-11; Rom 5:12; 6:23; 1Kor 15:21; Yak 1:1-5*). Kematian tidak sesuai dengan kodrat manusia tetapi disebabkan oleh pemberontakannya terhadap Allah. Kematian adalah salah satu bentuk hukuman ilahi. Tetapi menurut Alkitab, walaupun kematian tak terelakkan, namun bukan merupakan akhir riwayat.

b.   Kebangkitan tubuh atau kekekalan jiwa?

 

Konsep Alkitab tentang kehidupan orang percaya sesudah kematian biasanya diungkapkan sebagai ”kebangkitan tubuh” (#/TB 1Kor 15:35-58*), yang mencerminkan kesaksian Alkitab tentang kesatuan hakiki manusia (lihat di atas: ps 11). Ini berlawanan dengan konsep “kekekalan jiwa”, yaitu pandangan filsafat Plato tentang masa yang akan datang. Orang Kristen mengharapkan kehidupan dengan tubuh kebangkitan baru yang akan diberikan Allah bagi umat-Nya pada kedatangan Kristus (#/TB 1Kor 15:42-44*).

c.   Pengharapan Kristen

 

Iman dalam Kristus berarti bahwa kita akan mengambil bagian dalam kematian dan kebangkitan-Nya; peristiwa-peristiwa Paskah pertama menjadi peristiwa dalam hidup kita juga (#/TB Gal 2:20; Kol 3:1*). Sebab itu, orang Kristen sudah melalui lembah kematian dengan Kristus dan sampai pada kehidupan baru yang kekal.

Jika kedatangan Kristus yang kedua kali ditunda, maka orang percaya tentu saja menghadapi ”kematian” dalam arti bahwa ia akan berlalu dari keberadaan dalam waktu dan ruang. Meskipun tetap merupakan musuh (#/TB Rom 8:34,38; 1Kor 15:26*), kematian ini tidak lagi mengandung kengerian, seperti sering digambarkan dalam Alkitab, sebagai penghakiman atas dosa (#/TB Luk 12:4-5; Ibr 2:14-15; 9:27*).  Manusia baru sudah memiliki bagian dalam kehidupan kekal karena persekutuan dengan Kristus dan bergerak maju dengan pasti ke arah surga dan dunia baru.  Namun dari ajaran Alkitab timbullah persoalan tentang bagaimana orang Kristen melihat ”keadaan peralihan” atau ”keadaan sementara” yang terjadi di antara kematian fisik dan kedatangan Tuhan kembali.

34.2           Keadaan peralihan

 

a.   Ajaran Alkitab

 

Perjanjian Lama

Perjanjian Lama menyinggung tentang kehidupan di balik kuburan sebagai sesuatu yang kurang bersifat lahiriah dibandingkan dengan yang dialami manusia sekarang (bnd. #/TB Ayub 7:9-10; 10:20-21; Mazm 6:6; 30:10*). Apakah itu berarti manusia akan terus hidup tetapi tanpa tubuh?

Di luar waktu?

Satu jalan keluar dari kesulitan pemikiran tentang eksistensi tanpa tubuh adalah dengan mengemukakan bahwa meninggalkan kehidupan ini berarti melepaskan diri dari keseluruhan tatanan waktu. Jadi, dilihat dari pandangan orang yang telah mati, saat berikut dalam kesadarannya adalah kedatangan Tuhan dan kebangkitan.  Jelas kita tidak tahu apakah waktu ada artinya sesudah kematian atau tidak.  Mungkin saja arti waktu itu tidak sama dengan arti waktu di sini. Namun ajaran Alkitab yang ada tidak mendukung pandangan ini (#/TB Luk 9:30-31; 20:37-38; 23:43*;

#/TB Kis 7:55-56*).

“Tidur”

Istilah Alkitab untuk keadaan orang mati adalah ”tidur”. Tidak sulit melihat

mengapa istilah ini dipakai, sebab kematian memang mempunyai sifat-sifat tidur:

istirahat dari pekerjaan, berkurangnya tanggung jawab, penarikan diri dari

keterlibatan langsung dalam peristiwa, kesadaran yang lain sifatnya (#/TB Kis 7:60; 1Kor 15:51; 1Tes 4:14*).Namun patut dicatat bahwa tidur itu dapat juga merupakan kesibukan yang bermakna (#/TB Kej 28:10-17; 41:1-57; Dan 2:1-49; Mat 1:20-21; 2:13*).

Ada yang berpandangan lebih jauh dengan mengemukakan bahwa dalam Alkitab istilah ini berarti bahwa kematian menghentikan kesadaran sampai kedatangan Tuhan dan kebangkitan orang mati. Ini sulit untuk dipertemukan dengan ayat-ayat yang mengacu pada eksistensi dalam keadaan sadar selama masa peralihan (#/TB Luk 16:22 dst.; #/TB 2Kor 5:8; Fili 1:23). “Pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus” (#/TB Fili 1:23*) rupanya sangat tepat di sini, begitu pula keterangan Yesus mengenai orang mati yang setia sebagai “orang hidup” bagi Allah (#/TB Luk 20:37-38*). Ada juga sekian banyak adegan dalam Kitab Wahyu tentang orang percaya yang telah mati tetapi masih sedang menyembah Bapa dan Anak Domba.

“Dengan Kristus”

Inilah gambaran yang paling penting (#/TB Luk 23:43*). ”Beralih dari tubuh

ini” (#/TB 2Kor 5:8*) berarti ”menetap dengan Tuhan”. Mati adalah pergi

untuk berada bersama-sama ”dengan Kristus” yang adalah ”jauh lebih baik” (#/TB Fili 1:23*).

”Menunggu”

Walaupun keadaannya ”jauh lebih baik”, namun masih belum merupakan keadaan yang sempurna. Kita tidak dapat mengetahui bagaimana orang mati mengalami waktu, tetapi Kitab Wahyu menyebutkan bahwa para martir di bawah mezbah Allah yang menunggu kedatangan Tuhan dan zaman baru berseru, ”Berapa lamakah lagi, ya Tuhan?” (#/TB Wahy 6:9*). Rupanya orang-orang mati juga mengalami ketegangan yang dialami gereja karena terjebak di antara dua zaman.

b.   Teori-teori lain

 

Api penyucian

Menurut gagasan Roma Katolik mengenai api penyucian, dalam periode antara kematian dan penggenapan zaman baru, jiwa-jiwa orang percaya harus menjalani penyucian agar menjadi layak untuk menghadap kepada Allah.

Tidak ada bukti Alkitab untuk pandangan ini. #/TB 1Korintus 3:15* sering

disebut dalam hubungan ini tetapi sebenarnya menyangkut penghakiman atas ibadah

dan pelayanan orang Kristen, bukan jiwanya. Ayat-ayat lain yang dikemukakan

sebagai dukungan untuk gagasan api penyucian (#/TB Yes 4:4; Mal 3:2-3; Mat 12:32; 18:34*)tidak mengajarkan pandangan ini jika ditafsirkan secara wajar. Pandangan tentang api penyucian juga harus ditolak karena secara mendasar berlawanan dengan ajaran Alkitab mengenai pembenaran (bnd. di atas: ps 18.2.b). Seorang yang mati dalam iman, bahkan kalau iman itu baru dilaksanakan dalam saat hidup yang terakhir (#/TB Luk 23:43; Rom 5:1; 8:1,33-34*) tetap dinyatakan bahwa ia mati sebagai orang yang dibenarkan dan diberikan kebenaran sempurna dari Kristus dan karena itu pasti akan mendapat pembebasan sepenuhnya di hadapan penghakiman Allah.

Kesempatan kedua

Gagasan mengenai kesempatan kedua untuk memberi respons pada Injil selama “keadaan peralihan” sering dimasukkan dalam pandangan universalisme (lihat di bawah: ps 34.5.b). Tidak ada dasar alkitabiah bagi pandangan ini. ”Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (#/TB Ibr 9:27*).  Ini sama jelasnya dengan cerita Yesus tentang orang kaya dan Lazarus (#/TB Luk 16:19-31*).

34.3           Kebangkitan orang mati

 

Menurut Perjanjian Baru, pada saat Tuhan Yesus datang kembali, orang-orang mati akan bangkit. Semua yang pernah menduduki dunia akan menerima bagian dalam peristiwa pembaruan yang megah ini.

Kadang-kadang diperkirakan bahwa Perjanjian Lama tidak menawarkan harapan akan kebangkitan. Ini salah, seperti dibuktikan oleh Yesus (#/TB Mat 22:29-32*).

Memang keyakinan akan kebangkitan semakin berkembang dan mendalam selama masa

Perjanjian Lama, namun tidak perlu diragukan bahwa harapan itu ada (#/TB Ayub

19:25-27; Mazm 49:16; 73:24* dst.; #/TB Ams 23:14; Yes 26:19; Yeh 37:1-14; Dan 12:2*).

Perjanjian Baru langsung mengajarkan bahwa orang mati akan bangkit (#/TB Mat 22:29-32*;

#/TB Yoh 5:23-29; 6:39,40,44-45; 1Kor 15:1-58*). Peristiwa ini adalah perlengkapan sejati dari penyelamatan (#/TB Rom 8:23*).

Akan bagaimanakah kebangkitan itu? Mengenai hal itu dapat kita kemukakan dua pokok.

Pertama, kehidupan yang akan diterima itu akan lain dengan pengalaman kita sekarang. Kehidupan di surga dan dunia baru akan bebas dari keterbatasan yang diakibatkan oleh kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kita akan berubah; daging dan darah sebagaimana kita kenal ”tidak mendapat bagian dalam kerajaan Allah” (#/TB 1Kor 15:50*). Dengan mengambil tubuh kebangkitan Yesus sebagai contoh, kita akan mendapatkan sifat-sifat baru yang ajaib (#/TB Luk 24:31,36 dst.;

#/TB Yoh 20:19-29*). Kehidupan baru itu akan berbeda dengan kehidupan di sini, sebagaimana batang subur dan bulir gandum berbeda dengan biji gandum kecil dan tidak berkulit yang merupakan asalnya (#/TB 1Kor 15:35-38*).

Kedua, akan ada kesinambungan tertentu dengan keberadaan kita di sini. Orang pernah ragu-ragu tentang hal ini karena terpikir tentang “kemustahilan” atau besarnya kuasa yang dibutuhkan untuk membangkitkan tubuh-tubuh duniawi yang sudah mengalami pelarutan fisik dan pembusukan. Maka sebaiknya kita merenungkan kata-kata Yesus yang ditujukan kepada orang-orang yang kurang percaya pada zaman-Nya, ”Kamu sesat sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah” (#/TB Mat 22:29*). Bila kita ingat bahwa segala sesuatu di alam semesta diadakan dari yang tiada oleh kuasa Allah, maka kita akan terbebas dari kesulitan mengenai kebangkitan. Tidak ada yang mustahil buat Allah yang mahakuasa.

34.4           Penghakiman

 

Dalam Perjanjian Lama, Allah sering muncul sebagai hakim (#/TB Kej 18:25*;

#/TB Ul 1:17; Mazm 50:4; 75:8*) yang bertindak melawan kejahatan. Rahmat-Nya dan murka-Nya membentang sepanjang sejarah manusia (#/TB Ul 10:17-18*;

#/TB Ul 28:15-46; Hos 1:10*). Menjelang berakhirnya zaman Perjanjian Lama, penghakiman Allah mulai disamakan dengan kedatangan ”hari Tuhan” yang akan menyertai penegakan kerajaan-Nya (#/TB Am 5:18 dst.; #/TB Mal 4:1-6*).

Juga Perjanjian Baru melihat penghakiman Allah sebagai hakikat kodrat-Nya (#/TB 1Pet 1:17*); yang sudah bekerja dalam hidup manusia (#/TB Rom 1:18-28*).  Penghakiman khususnya dihubungkan dengan Kristus yang menjalankan penghakiman Bapa (#/TB Yoh 5:38*) dalam penghakiman yang akan terlaksana pada kedatangan Kristus kembali (#/TB Mat 25:31-46*). Semua orang akan dihakimi (#/TB 2Tim 4:1), termasuk orang Kristen (1Kor 3:12-15; 2Kor 5:10*).

Dasar penghakiman adalah respons manusia terhadap kehendak Allah yang telah dinyatakan. Akan dipertimbangkan seberapa jauh kehendak Allah itu diketahui dan sanggup dipenuhi (#/TB Mat 11:21-24; Rom 2:12-16*). Penghakiman akan dijalankan dengan adil sekali dan dengan meyakinkan (#/TB Rom 3:19*). Dalam dunia ini sering terjadi ketidakadilan tetapi kita boleh merasa tenteram dalam kepastian bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan bahwa Ia tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Ia telah menetapkan hari pada waktu Ia akan menghakimi dunia dengan adil (#/TB Kis 17:31*).

a.   Iman atau perbuatan?

 

Alkitab dengan jelas menghubungkan pembenaran di hadapan Allah hanya dengan iman

kepada Kristus, tanpa memperhitungkan perbuatan baik manusia (#/TB Rom

3:28*). Namun demikian, penghakiman dinyatakan berdasarkan perbuatan (#/TB Rom 2:6*).

Ketidakselarasan ini hanya pada permukaan dan sebenarnya tidak ada kontradiksi.

Pembenaran berarti seseorang dibebaskan di hadapan takhta penghakiman Allah;

ketaatan Kristus yang sempurna dalam hidup dan kematian diperhitungkan kepada

orang Kristen sekarang ini dan pada hari penghakiman mereka akan dibenarkan oleh

karenanya (#/TB Rom 5:1*). Dengan kata lain, ”perbuatan baik” Kristus

dialihkan pada laporan kehidupan orang percaya. Ayat-ayat Alkitab yang

mengaitkan penghakiman dengan ”perbuatan baik” manusia tidak menentang kebenaran

mendasar ini.

Perumpamaan mengenai domba dan kambing (#/TB Mat 25:31-46*) sering dikutip

dalam hubungan ini. Berdasarkan perumpamaan ini, ada dugaan bahwa seseorang

dapat menolak Kristus secara eksplisit namun karena perbuatan baiknya (seperti

menolong orang miskin, memberi makan kepada yang lapar, bahkan berjuang dalam

perang kemerdekaan) akan dibebaskan pada penghakiman. Sebabnya dengan perbuatan

baik ini tanpa disadari ia telah melayani Kristus sendiri.

Tafsiran demikian mengutamakan salah satu ayat sebagai dasar pandangan yang melawan bagian lain dari ajaran Yesus dan ajaran Alkitab secara keseluruhan.  Padahal perumpamaan ini dengan gampang dapat ditafsirkan selaras dengan segi-segi ajaran Yesus yang lain. Perbuatan baik dalam perumpamaan itu ditujukan kepada ”saudara-saudara” Kristus (#/TB Mat 25:40*). Yang dilakukan adalah perbuatan kasih kepada murid-murid Kristus yang merupakan tanda iman yang hidup:

”Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita” (#/TB 1Yoh 3:14-17; bnd. #/TB Mat 10:42*).

b.   Ketidakpercayaan dan penghakiman

 

Kadang-kadang didesak bahwa satu-satunya dasar yang membuat orang kena penghakiman terakhir Allah adalah penolakan langsung terhadap Injil Kristus.  Berbagai ayat (misalnya #/TB Yoh 3:18,36; Rom 10:9-12; Ef 4:18*) dituntut sebagai dasar pandangan bahwa hanya orang yang tidak percaya akan dihakimi.  Sebagai jawaban dapat kita catat tiga pokok.

Pertama, ayat-ayat ini hanya menunjukkan bahwa iman dalam Kristus adalah satu-satunya

jalan menuju keselamatan. Itu tidak berarti bahwa penolakan secara sadar terhadap Kristus adalah satu-satunya dasar untuk penghukuman.

Kedua, Alkitab menyatakan bahwa manusia sudah di bawah penghukuman sebelum Injil diberitakan kepada mereka. Justru penghukuman inilah yang mendorong Allah yang penuh kasih untuk menyediakan Injil (#/TB Rom 1:16-18*).

Ketiga, menurut statistik sebagian besar orang yang mendengar Injil menolaknya.  Jika penolakan Injil secara sadar mengakibatkan penghukuman, maka berdasarkan alasan praktis seharusnya orang Kristen tidak mengabarkan Injil sama sekali!  Kesimpulan yang menggelikan ini menunjukkan bagaimana salahnya pandangan bahwa satu-satunya dasar penghukuman ialah ketidakpercayaan.

c.   Orang yang belum mendengar Injil

 

Dari pandangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bertambahnya pengetahuan dan kesempatan menambah juga tanggung jawab. Alkitab memang mengakui bahwa setiap orang tidak mendapat kesempatan yang sama untuk mengenal Allah. Faktor ini akan dipertimbangkan kalau Allah melaksanakan penghakiman (#/TB Mat 11:20-24; Rom 2:1-24; 2Pet 2:21*). Prinsip bahwa ”setiap orang yang kepadanya banyak diberi, daripadanya akan banyak dituntut” (#/TB Luk 12:48*) juga berlaku di sini. Orang yang tidak pernah mendengar Injil akan dihakimi sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Namun Allah bukan tidak menyatakan diri-Nya (#/TB Kis 14:17*). Ia telah menyatakan diri kepada semua bangsa dalam ciptaan-Nya (#/TB Rom 1:19-32*) dan lebih khusus lagi melalui norma-norma etis-Nya yang dimiliki setiap orang dalam hati nuraninya walaupun sedikit sekali (#/TB Rom 2:14-16*).

Karena itu, berdasarkan Alkitab harus kita simpulkan bahwa semua orang telah berpaling dari terang Allah, bagaimana pun bentuk terang tersebut dalam situasi mereka masing-masing. “Semua orang telah berbuat dosa” dan jatuh ke bawah hukuman Allah (#/TB Rom 3:9-23*). Hanya dalam Yesus Kristus ada pengharapan akan keselamatan (#/TB Yoh 14:6*; #/TB Kis 4:12*).

d.   Penghakiman bagi orang Kristen

 

Orang Kristen juga akan menghadapi penghakiman (#/TB 2Kor 5:10*). Namun ini

tidak akan membahayakan keselamatan kekalnya, karena ”tidak ada penghukuman bagi

mereka yang ada di dalam Kristus (#/TB Rom 8:1*). Bagi orang yang percaya

kepada Tuhan Yesus, hukuman Allah sudah dijatuhkan berdasarkan kebenaran Kristus

yang sempurna, yang diperhitungkan kepada kita. Penghakiman orang Kristen

berhubungan dengan penatalayanan karunia, talenta, kesempatan dan tanggung jawab

yang diberikan dalam hidup ini. Penghakiman ini akan dijalankan oleh Bapa (#/TB 1Pet 1:17*),

yang seperti ayah akan mengerti dan bersimpati, namun janganlah orang acuh tak acuh tentang penghakiman yang seperti dari ayah itu, yang akan dilaksanakan oleh Kristus pada kedatangan-Nya.

Dua perikop penting dalam Perjanjian Baru berbicara tentang orang percaya yang menerima imbalan dalam kehidupan sesudah mati. Dalam #/TB 1Korintus 3:10-15* nilai pelayanan seorang Kristen disamakan dengan ketahanan relatif dari berbagai bahan bangunan. Akan ada semacam evaluasi pada hari Tuhan (#/TB 1Kor 3:13*), ketika pelayanan masing-masing orang diuji oleh api. Jika pekerjaan seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah (#/TB 1Kor 3:14*). Apa upah itu tidak diterangkan, namun dapat disimpulkan bahwa nilainya setimpal dengan ketahanan relatif dari pekerjaan. #/TB Lukas 19:11-26* harus ditafsirkan dengan hati-hati karena perumpama-an pada umumnya menyampaikan satu pokok pikiran sentral dan kita seharusnya tidak terlalu memperhatikan rincian sekunder. Dalam hal ini, perkerjaan para hamba diteliti dan mereka yang pekerjaannya dinilai baik akan mendapat upah. Perbedaan dalam upah yang diterima adalah menurut tingkat tanggung jawab setelah raja itu kembali.

Demikianlah penatalayanan talenta, karunia, kesempatan, pelayanan, kesaksian dan lain-lain akan mengalami semacam evaluasi di hadapan Tuhan pada waktu Ia kembali. Sejauh orang terbukti sebagai hamba yang baik dan setia, ia akan mendapat upah yang sesuai, berupa perasaan puas melihat pekerjaannya terpelihara untuk kerajaan kekal dan mungkin juga berupa tambahan tanggung jawab pada zaman surgawi. Namun harus diingat bahwa dasar upah adalah anugerah Allah. Ini tepat sekali diungkapkan oleh Calvin sebagai ”warisan seorang anak”, bukan ”upah seorang pelayan”.

34.5           Hukuman yang kekal

 

a.   Neraka

 

Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa akan ada pemisahan pada pengadilan terakhir antara mereka yang dibebaskan dan mereka yang terhukum oleh Allah (#/TB Dan 12:2; Mat 13:39-43; Yoh 5:28-29*). Istilah lazim bagi tujuan akhir manusia yang terhukum ialah ”neraka”. Kengerian hukuman yang kekal tercermin dengan jelas dalam sejumlah ayat (#/TB Mat 5:29-30*; #/TB Mr 9:43; Wahy 14:11*).  Ajaran Alkitab di sini sangat jelas dan mengandung kesungguhan yang mengerikan.  Orang yang tidak bertobat ketika dihadapkan pada panggilan Allah, yang menolak kehendak-Nya walaupun mereka mengetahuinya, dan yang sepanjang hidupnya terus melakukan dosa yang berarti penghujatan dan pemberontakan terhadap Allah, akan dihadapkan pada murka Allah yang adil.

Tentu saja bahasa yang dipakai untuk menggambarkan neraka terpaksa harus bersifat simbolis, sama seperti ketika menggambarkan surga. Namun lambang-lambang itu tak dapat diabaikan atau disepelekan. Lambang-lambang ini diberi oleh Tuhan, dan walaupun tidak dapat memberitahukan segala sesuatu yang ingin kita ketahui, namun lambang-lambang itu tidak menyesatkan. Neraka adalah fakta dan dalam hal ini kesaksian Alkitab tidak dapat dikesampingkan (#/TB Yoh 3:18-20,36*).

Tentu saja kita perlu berhati-hati kalau berbicara tentang neraka. Dalam hal ini pun kita harus dipimpin oleh Yesus dan Alkitab. Yesus kadang-kadang merasa perlu untuk berbicara dengan kata-kata yang menyeramkan tentang penghakiman yang akan datang (#/TB Mr 9:43-49*; #/TB Luk 12:4-5*). Jika Dia adalah Tuhan kehidupan kita, Ia harus juga menjadi Tuhan pengertian kita akan Injil dan cara kita menjelaskannya (#/TB Yoh 13:13*). Kita tidak boleh menyatakan kesetiaan kepada Yesus, namun mengesampingkan unsur yang sangat berarti dalam ajaran-Nya.

Namun jangan sampai kita mengambil alih penghakiman terakhir dengan menentukan sendiri apabila seseorang masuk ke neraka atau ke surga. Akan ada kejutan-kejutan pada hari penghakiman (#/TB Mat 7:21-23; Mat 25:37-46*). Pada hari itu rahmat Allah akan menjangkau sejauh mungkin. Jika kita sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, kita tidak perlu takut. Selebihnya harus kita letakkan di tangan Tuhan, lalu melanjutkan tugas menyebarkan satu-satunya harapan bagi orang berdosa di dunia, yakni Injil Kristus.

b.   Universalisme

 

Menurut pandangan ini, pada akhirnya semua orang akan diselamatkan. Rahmat Allah dan pengorbanan Kristus begitu besar sehingga pada akhirnya semua orang akan diampuni dan masuk surga serta dunia baru. Ada beberapa ayat Alkitab yang dikemukakan untuk mendukung pan dangan ini, antara lain:

#/TB Roma 5:18; 2Kor 5:19; Ef 1:10; 1Tim 2:4; 4:10*. Akhir-akhir ini pandangan universalisme sudah tersebar luas, termasuk di Indonesia.

Dilihat dari segi ajaran Alkitab, pandangan ini salah. Perbedaan antara orang Kristen dan bukan Kristen sangat jelas dalam hidup ini. Sebenarnya tidak ada ayat yang dikutip oleh penganut universalisme yang menopang pandangan mereka kalau ditinjau secara saksama. Empat faktor harus tetap dipertimbangkan.

Pertama, bila Alkitab berkata bahwa semua orang akan mengakui Kristus sebagai Tuhan pada akhir zaman, itu tidak berarti bahwa mereka melakukannya atas kemauannya sendiri dengan iman. Universalisme tidak dapat dikembangkan berdasarkan fakta bahwa Kristus akan dinyatakan sebagai Tuhan atas segala sesuatu pada saat kedatangan-Nya.

Kedua, pada abad pertama Injil dibawakan dengan latar belakang kelompok-kelompok yang membatasi keselamatan pada kelompok rasial mereka sendiri (orang Yahudi) atau pada himpunan biara (orang Esena), atau pada orang yang sudah diterima melalui upacara aneh (agama rahasia kafir). Dengan latar belakang kelompok-kelompok eksklusif ini, Injil Kristen mencolok karena mempunyai daya tarik universal.  Barangsiapa yang mau boleh datang (#/TB Wahy 22:17*).

Ketiga, sudah jelas bahwa Paulus, yang surat-suratnya menjadi sumber hampir

semua ayat yang dikutip kaum universalis, bukanlah penganut universalisme (#/TB 1Kor 1:18-24; Ef 5:4-6; Fili 1:28*).

Keempat, ajaran Yesus sangat sulit untuk ditafsirkan menurut pandangan universalisme. Sesungguhnya perumpamaan-Nya (#/TB Mat 12:37-50*;

#/TB Mat 22:11-14; 25:40-46*) maupun penegasan-Nya yang langsung lebih banyak mengandung peringatan akan kehancuran akhir orang yang tak bertobat, dibanding dengan bagian-bagian lain dari Alkitab.

Kita terlalu menganggap enteng terhadap dosa dan cepat sekali mencari alasan-alasan untuk meringankannya. Sedangkan Allah tidak berbuat demikian. Dosa melawan ketuhanan-Nya atas alam semesta, yang bertentangan dengan rencana kasih-Nya dan menyerang kemuliaan-Nya. Bagaimana seriusnya Ia menganggap dosa dapat dilihat dari kengerian salib Kristus.

Kadang-kadang dikemukakan bahwa pandangan Allah yang begitu serius terhadap dosa

di dalam salib dapat dipertemukan dengan universalisme, sebab dengan matinya

Kristus, Ia telah menanggung penghakiman bagi seluruh umat manusia. Tetapi

bentuk universalisme ini justru kena kesulitan tersebut di atas: kesimpulan

bahwa semua orang akan diselamatkan tidak selaras dengan keterangan Alkitab yang

jelas mengenai orang yang akan menghadapi penghukuman Allah nanti, biarpun

telah terjadi pengurbanan di kayu salib. Pandangan ini juga menyangkal hubungan

hakiki antara keselamatan dan iman pribadi (#/TB Yoh 3:36; Kis 16:30-31; Rom 1:17; 5:1; 10:9-10*).

Kritikan ini tidak berarti bahwa kemenangan kosmik terakhir dari rencana Allah

akan kabur, juga tidak mengurangi kepenuhan dan kesempurnaan karya

penyelamatan Kristus. Pada akhirnya, segala yang ada akan bertekuk lutut (#/TB Fili 2:10*)dan Allah akan menjadi ”semua di dalam semua” (#/TB 1Kor 15:28*). Dalam kesempurnaan itulah terdapat kehancuran mereka yang bertekuk lutut karena paksaan, bukan karena penyerahan diri yang penuh sukacita dan sembah sujud.

c.   Kekekalan bersyarat

 

Menurut pandangan ini, orang yang tidak dibenarkan akan berlalu ke dalam keadaan terlupakan pada waktu meninggal atau seusai penghakiman terakhir. Pandangan ini menegaskan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk fana; kekekalan adalah pemberian Allah dalam Kristus kepada semua yang percaya akan Dia. Orang yang menolak Injil tidak memperoleh karunia kekekalan itu.

Pandangan ini mencoba menghindari kesalahan universalisme sambil memperhitungkan

penghakiman yang benar-benar kekal. Tetapi walaupun kekekalan itu memang

anugerah Allah, Ia memberikannya ketika Ia menciptakan manusia menurut gambar-Nya,

bukan waktu manusia menanggapi Injil (#/TB Kej 1:27; 2:7,17*). Kematian manusia masuk ke dalam dunia oleh dosa (#/TB Rom 5:12*). Alkitab menggunakan berbagai istilah untuk penghakiman orang yang tidak bertobat. Beberapa istilah itu mungkin menunjukkan penghancuran; yang lain jelas tidak demikian (misalnya #/TB Wahy 14:11*).

Orang berdosa akan menerima ganjaran secara adil menurut dosanya. Jika ia dijadikan fana, ganjaran ini akan terhalangi, sebab tidak mungkin berbicara tentang keadilan ilahi kalau orang yang selama hidupnya penuh kerakusan serta kejahatan luar biasa, akan berlalu begitu saja. Apakah cocok dengan kesaksian Alkitab tentang keadilan Allah bahwa seorang jahat seperti Hitler tidak harus memberi pertanggungjawaban tentang kejahatannya yang begitu besar, atau jika dia memang diminta pertanggungjawaban, hukumannya hanya bahwa ia menjadi terlupakan?

Ada yang menganjurkan pandangan ”kekekalan bersyarat” karena khawatir tidak menghargai sewajarnya kemenangan Allah yang penuh dan terakhir: adanya neraka dan pengucilan secara sadar dan abadi dari kemuliaan Allah akan berarti bahwa kemenangan Allah itu terbatas. Namun pada akhirnya kesempurnaan dan kemenangan Allah harus ditegaskan oleh Allah sendiri dan tidak mungkin ada kesempurnaan atau kemuliaan yang dengan satu atau lain cara mengurangi watak moral Allah.

Dalam segala pikiran ini, kita jangan lupa bahwa kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar (#/TB 1Kor 13:12*) dan bahwa ada ajaran Alkitab yang disampaikan melalui simbol atau lambang. Sudah jelas bahwa gagasan penghakiman kekal sangatlah mengerikan, bahkan dalam hubungannya dengan orang yang paling jahat. Tetapi menurut pendapat kami, Alkitab tidak mendukung gagasan ”kekekalan bersyarat”.

34.6           Kehidupan yang akan datang

 

Tujuan akhir bagi umat Allah dan kenyataan yang menjadi tujuan rencana Allah

disebut “langit yang baru dan bumi yang baru” (#/TB Yes 65:17; 66:22*; #/TB 2Pet 3:13*).Walaupun kini secara prinsip kita hanya mempunyai ”gambaran yang samar-samar” (#/TB 1Kor 13:12*), namun kita dapat menegaskan beberapa hal mengenai masa depan umat Allah.

a.   Kehidupan dalam tubuh

 

Sudah jelas bahwa “bumi yang baru” lain dengan dunia yang dalam bentuk ”seperti yang kita kenal sekarang yang akan berlalu” (#/TB 1Kor 7:31*).

Sesungguhnya alam semesta seperti yang kita kenal akan berlalu menurut Yesus

(#/TB Mat 24:35*). Walaupun demikian, ciptaan sekarang bersama dengan kita

mengharapkan akan mengambil bagian dalam kebebasan mulia yang akan datang bagi

anak-anak Allah (#/TB Rom 8:19-25*) dan hal itu mengisyaratkan adanya

kesinambungan antara bumi yang lama dan yang baru. Begitu pula dengan manusia,

walaupun pada akhirnya akan beralih menjadi abu kematian, namun tubuhnya

menunggu dalam pengharapan (#/TB Ayub 19:26*, BIS). Orang Kristen akan

bangkit dari abu kematian menuju tubuh baru, yakni tubuh kebangkitan kekal yang

akan diberikan Allah (#/TB 1Kor 15:35-37*). Oleh karena itu, kita

mengharapkan suatu keberadaan yang bertubuh sebagai sambungan kehidupan di dunia

ini, walaupun tentu saja pada tingkat baru dengan kuasa-kuasa baru.

b.   Kehidupan bersama

 

Semua gambaran dalam Alkitab tentang kehidupan surgawi menyangkut hidup bersama.

Kehidupan itu seperti kota sempurna (#/TB Ibr 13:14*), kerajaan yang jaya

(#/TB Ibr 12:28), sebagai Bait Suci (#/TB Yeh 40:1-48:35*) dan seperti pesta

perkawinan (#/TB Wahy 19:7*). Sebab itu amatlah salah bila membayangkan

kehidupan mendatang itu sebagai ziarah pribadi menuju penglihatan Allah yang

mulia. Kehidupan kelak akan menggenapi semua rencana Allah bagi makhluk-makhluknya,

tidak kalah penting dalam hal saling berhubungan. Langit baru dan bumi baru menawarkan kemungkinan-kemungkinan yang tak terbayangkan dalam hubungan-hubungan sosial manusia. Jikalau begitu banyak kegembiraan yang mantap dan kesenangan yang langgeng dari kehidupan sekarang ini disampaikan kepada kita melalui pasangan dan tetangga kita, betapa jauh lebih banyak lagi dalam masyarakat kemuliaan!

c.   Kehidupan yang bertanggung jawab

 

Dasar Alkitab bagi penegasan ini kurang jelas, namun satu dua ayat memberi kesan bahwa kehidupan yang akan datang meliputi tanggung jawab baru yang luar biasa.  Perumpamaan dalam #/TB Lukas 19:11-26* menyampaikan pemikiran mengenai tanggung jawab dalam kehidupan ini yang dibawa ke dalam zaman baru, dan Paulus berbicara tentang orang-orang Kristen yang akan menghakimi dunia dan malaikat-malaikat (#/TB 1Kor 6:2-3*).

l

d.   Kehidupan yang sempurna

 

Dalam zaman baru, manusia akan mencapai kepenuhan dalam hidup yang memang merupakan tujuan aslinya. Ia akan mengalami kesempurnaan dalam hubungan dengan Allah, dengan sesamanya, dengan lingkungan dan dengan dirinya. Ia akan memuliakan Penciptanya dengan Sempurna dan mendapat pemenuhan diri secara total (#/TB Kej 1:28; Mazm 8:5-7*).

e.   Kehidupan yang tiada akhirnya

 

Tibanya zaman baru mungkin sekali berarti bahwa urutan waktu akan berubah.

Sekarang tidak mungkin kita memahami apa artinya waktu dalam dunia surgawi.  Bagaimana keberadaan kekal itu tidak dapat dimengerti sekarang secara terinci; cukuplah kita berteduh dalam kasih Tuhan yang tak terbatas, karena Dia sedang mempersiapkan segala sesuatu yang perlu buat kita kelak (bnd. #/TB Yoh 14:2-3*).

f.    Kehidupan yang berpusat pada Allah

 

Inilah ciri utama kehidupan yang akan datang. Segala sesuatu yang lain yang dapat dikatakan tentang kehidupan itu hanya nomor dua dan timbul dari ciri ini.  Allah akan menyatakan diri kepada kita dengan cara yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dan keyakinan bahwa kita bersama dengan Dia akan mewarnai hidup baru itu di atas hal-hal lain. Demikianlah Tuhan sendiri adalah Bait Suci di Yerusalem baru (#/TB Wahy 21:22*). Alkitab menyebut ini ”melihat Allah”:

”Mereka akan melihat wajahNya” (#/TB Wahy 22:4; bnd. #/TB Mat 5:8*); ”kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya” (#/TB 1Yoh 3:2*).

Melihat dan mengenal Allah adalah hakikat kehidupan surgawi, sumber segala kebahagiaannya: ”Di hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah. Di tangan kananMu ada nikmat senantiasa” (#/TB Mazm 16:11*). Kita boleh yakin bahwa dalam surga kita akan semakin mengenal Allah secara tak henti-hentinya, dalam keindahan, kemegahan, kasih, kekudusan, kuasa, sukacita dan anugerah yang tak terperikan.

Bahan Alkitab

Masa depan perseorangan:

#/TB Kejadian 2:17; 3:19; Ayub 19:25-27; Mazmur 49:16; 73:24* dst.;

#/TB Amsal 23:14; Yesaya 26:19*;

#/TB Matius 22:29-32; Markus 8:38; Lukas 12:4-5,33; 16:19-31; 23:43*;

#/TB Yohanes 6:39-40; 17:24; Roma 6:23; 8:28-29; 1Korintus 15:51-55*;

#/TB 2Korintus 5:8-10; Filipi 1:23; 2Timotius 2:11; Ibrani 2:14-15; 9:27*;

#/TB Wahyu 5:13*.

Penghakiman:

#/TB Kejadian 18:25; Yesaya 30:18; Daniel 12:1-3; Zefanya 1:14* dst.;

#/TB Maleakhi 2:17-3:5; 4:1* dst.;

#/TB Matius 3:7,11-12; 5:29-30; 11:20-24; 13:37-43; 16:27; 22:13*;

#/TB Lukas 13:1-5; 19:12-27; Yohanes 3:19,36; Roma 1:18-28; 3:5* dst.;

#/TB Roma 1:9; 8:1; 14:10-22; Efesus 2:3; 1Tesalonika 1:10*;

#/TB Ibrani 12:23; Yakobus 3:6; 2Petrus 2:4,9; 1Yohanes 4:17*;

#/TB Wahyu 6:16-17; 20:11-15*.

Kehidupan yang akan datang:

#/TB Mazmur 16:8 dst.; #/TB Mazmur 23:6; Zakharia 14:5*;

#/TB Matius 5:8; 6:19-21; 22:1-14; 25:34; Lukas 14:16-24; 19:11-26*;

#/TB Kisah 2:26; Roma 8:19-25; 1Korintus 6:2-3; Ibrani 11:10; 13:14*;

#/TB 2Petrus 3:13; 1Yohanes 3:2; Wahyu 19:7; 21:1-22:21*.

 

Bahan diskusi/penelitian

1.   Mengapa kebangkitan tubuh lebih baik untuk menggambarkan masa depan orang Kristen daripada kekekalan jiwa?

2.   Apa dasar pengharapan orang Kristen dalam menghadapi kematian? Apa yang akan Anda katakan kepada orang yang baru kehilangan seorang kekasih?

3.   Apa ajaran Alkitab tentang ”keadaan peralihan”? Mengapa kita harus menolak teori

 

( a) api penyucian dan

( b) kesempatan kedua?

 

4.   Bagaimana gagasan tentang pentingnya perbuatan-perbuatan dalam penghakiman terakhir dapat dipertemukan dengan ajaran Alkitab mengenai keselamatan hanya melalui iman?

5.   Apa yang diajarkan oleh Alkitab mengenai neraka? Apakah ajaran ini selaras dengan kasih Allah yang kekal?

6.   Apakah Alkitab mendukung universalisme atau kekekalan bersyarat?

7.   Apa yang diajarkan Alkitab mengenai ganjaran di surga?

8.   Apa ciri-ciri utama kehidupan yang akan datang? Kalau kita mempercayai hal tersebut, apa pengaruhnya terhadap

 

( a) kemuridan sehari-hari,

( b) hidup berkeluarga,

( c) hubungan-hubungan dalam gereja,

( d) penginjilan, dan

( e) sikap terhadap masyarakat?

 

Kepustakaan (34)

Artikel “Heaven”, “Hell” &” Judgement” dalam IBD.

Baxter, R.

1961 The Saints’ Everlasting Rest (Epworth Press).

Berkouwer, G. C.

1972 The Return of Christ (Eerdmans).

Boettner, L.

1956 Immortality (Presbyterian & Reformed).

Cotterell, P.

1979 What the Bible Says about Death (Kingsway).

Milne, B.

1979 What the Bible says about the End of the World (Kingsway).

Morris, L.

1955 The Wages of Sin (Tyndale Press).

1960 The Biblical Doctrine of Judgment (Tyndale Press).

Motyer, J. A.

1965 After Death (Hodder).

Sanders, J. O.

1966 What of the Unevangelized? (OMF).

Travis, S.

1980a  _ Christian Hope and the Future of Man_ (IVP).

1980b  _ The Jesus Hope_ (IVP).

 

 

 

 

 

35. AKHIR ZAMAN DALAM PEMIKIRAN KRISTEN

 

35.1           Abad-abad pertama

 

Dalam gereja mula-mula pentingnya eskatologi masih dipertahankan karena orang Kristen banyak dianiaya. Dengan berlalunya abad demi abad, gereja menjadi organisasi yang semakin memikirkan kehidupan di dunia ini dan pada umumnya kurang tertarik tentang akhir zaman. Pembahasan teologis diarahkan pada hal-hal lain. Rupanya pendapat umum tentang masa depan bersifat milenial dan mengharapkan pemerintahan Kristus di dunia ini.

35.2           Abad pertengahan

 

Pada abad pertengahan, pergantian fokus dari masa yang akan datang ke masa kini mencapai perkembangannya yang terakhir dalam gereja Katolik, yang pernah disebut ”kota Allah” dan disamakan dengan kerajaan Allah. Kuasa gereja atas dunia kekal dan masa depan manusia sangat dititikberatkan. Secara periodik pada abad pertengahan muncul juga spekulasi mengenai milenium.

Gereja menyatakan bisa menyalurkan ”perbendaharaan amal”, semacam rekening rohani atau jasa spiritual yang telah dikumpulkan orang kudus dahulu kala dengan perbuatan baik mereka. Gagasan tempat penyucian api diperkembangkan dalam kurun waktu ini dan menjelang abad ke-16 mengakibatkan penafsiran tentang masa depan secara materialistis yang dipakai secara komersial. Mungkin inilah hal yang paling mendorong munculnya Luther dan Reformasi Protestan.

35.3           Reformasi

 

Perhatian Reformasi terpusat pada arti keselamatan dan bagaimana memperolehnya.  Sebab itu pemikiran eskatologis hanya pada tempat kedua. Akhir zaman terutama dilihat sebagai langkah terakhir pada masa yang akan datang bagi keselamatan individual dan kelompok. Pada zaman Reformasi, kelompok-kelompok tertentu dari aliran Anabaptis menghidupkan kembali eskatologis milenialis.

35.4           Abad ke-19

 

Pada abad ke-19 timbullah kritikan rasionalistis terhadap ajaran-ajaran Alkitab.  Dosa dipandang secara dangkal karena tradisi pencerahan humanistis dan terjadilah reaksi terhadap usaha yang terlalu bersemangat untuk menggiring orang kepada kerajaan Allah dengan menitikberatkan kengerian neraka. Hal tanggung jawab manusia menjadi masalah yang kompleks disebabkan teori evolusi dan keturunan serta pembahasan tentang pikiran bawah sadar. Kesemuanya itu menyebabkan kurangnya perhatian teologis terhadap eskatologi selama abad ini.  Yesus dilihat hanya sebagai teladan tertinggi bagi manusia, perwujudan tertinggi dari tujuan moral manusia.

Namun dalam golongan evangelikal terjadi kebangkitan perhatian besar terhadap akhir zaman. Pandangan-pandangan tentang milenium diandalkan dan pengharapan akan kedatangan Tuhan kembali berkobar-kobar. Semuanya ini sangat mempengaruhi upaya-upaya penginjilan, maupun perhatian golongan evangelikal terhadap peningkatan taraf kehidupan sosial.

35.5           Abad ke-20

 

Dengan tibanya abad ke-20, gambaran Protestan liberal tentang Yesus menjadi sasaran kritikan yang menunjukkan bahwa ajaran Yesus tentang kerajaan Allah dan kedatangan-Nya kembali bukan hal-hal yang bersifat tambahan melainkan menjadi inti pemikiran dan misi-Nya. Kesadaran ini telah mengarahkan teologi pada abad ke-20, bahkan boleh dikatakan eskatologi menjadi tema yang dominan.

Di antara orang Kristen evangelikal sekarang ini terdapat peningkatan harapan yang mencolok akan kedatangan Kristus segera, yang tentu saja dipupuk lagi oleh krisis internasional yang makin mendalam. Sayang sekali pemulihan keyakinan akan kedatangan Kristus ini kadang-kadang dicemarkan oleh penafsiran harfiah yang berlebihan dalam menafsirkan ajaran Alkitab. Sayang juga, sering perbedaan paham mengenai rincian-rincian eskatologis menjadi alasan untuk memisahkan diri dari orang Kristen lain yang juga percaya kepada Alkitab. Dan kadang-kadang orang gagal menghayati ajaran Alkitab mengenai akhir zaman sepenuhnya sampai pada dampak-dampak moralnya.

 

 

 

 

36. PENERAPAN

 

Penerapan secara etis sangat penting dalam hal ajaran Alkitab tentang akhir zaman. Berlawanan dengan pengamat-pengamat bola kristal dan ahli-ahli tenung, Alkitab senantiasa menyajikan ajaran yang bersifat moral. Ajaran itu tidak bermaksud untuk memuaskan rasa ingin tahu, tetapi memanggil orang untuk komitmen dan ketaatan (#/TB Ul 29:29*). Dampak ajaran Alkitab mengenai akhir zaman dapat diringkaskan dengan empat pokok utama.

36.1     Pengharapan

 

Kedatangan Tuhan kembali adalah ”pengharapan kita yang penuh bahagia” (#/TB Tit 2:13*). Ini sangat relevan untuk zaman yang ditandai ketidakpastian luas tentang kemampuan manusia untuk bertahan sampai masa mendatang. Sering perasaan ini paling kuat diungkapkan oleh orang yang paling mengetahui keadaan manusia. Orang-orang bijak sekarang ini termasuk yang paling khawatir.

Pada zaman keputusasaan ini orang Kristen berdiri terpisah dari yang lain.  Pengharapannya tidak timbul dari pandangan humanis yang optimis tentang watak manusia, juga tidak dari kepercayaan Marxis bahwa pada hakikatnya manusia dapat berubah karena perubahan dalam konteks sosial kehidupannya. Orang Kristen mempunyai harapan karena percaya kepada Allah, dan khususnya kepada Allah yang telah menciptakan dunia ini untuk maksud tertentu.

Dunia ini tidak sedang berjalan membabi buta langsung menuju kehancuran. Allah adalah Raja dunia ciptaan-Nya dan Dia tidak akan membiarkannya lepas dari pemeliharaan-Nya. Tuhan Yesus akan datang. Sesungguhnya ini harapan yang penuh kebahagiaan.

Keyakinan orang Kristen tentang kedatangan Tuhan mempengaruhi sikapnya terhadap kematian (#/TB 1Tes 4:13-18*). Kita tidak boleh ”berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan” (#/TB 1Tes 4:13*). Apakah kita meninggal sebelum Tuhan kembali atau termasuk orang-orang yang hidup pada saat Ia datang, kita akan ”hidup bersama-sama dengan Dia” (#/TB 1Tes 5:10*).  Karena itu, kebenaran mengenai akhir zaman menghiburkan orang Kristen dalam menghadapi kematian dan segala perpisahan dari kekasih-kekasih yang tak terelakkan.

36.2     Kekudusan

 

Tiga garis pemikiran mengantar kita dari ajaran tentang akhir zaman kepada sifat moral kita sekarang.

Pertama, berakhirnya riwayat segala sesuatu menunjukkan betapa dunia sekarang ini pada dasarnya tidak langgeng, dan bahwa sikap hidup yang melihat dunia ini sebagai realitas tertinggi adalah suatu kebodohan besar (#/TB Ibr 11:13-16*).

Kedua, orang Kristen dan gereja direncanakan untuk mengalami kehidupan kekal,

yang kudus dan tanpa dosa. Karena itu kita terpanggil untuk setiap hari bertobat

dan makin lama makin mendekati kehendak Allah yang kudus (#/TB 2Pet 3:13; 1Yoh 3:2*).

Ketiga, pada waktu kedatangan Kristus kita harus memberi pertanggungjawaban

kepada-Nya (#/TB 2Kor 5:10*). Orang yang benar-benar percaya dan

mengharapkan kedatangan Tuhan kembali akan berusaha mengejar kekudusan (#/TB Ibr 12:14*).

36.3     Kegiatan

 

Alkitab tidak mendukung orang yang berpendapat bahwa kepercayaan akan kembalinya

Tuhan mengakibatkan sikap tidak bertanggung jawab dan bermalas-malasan (#/TB 1Tes 5:14; 2Tes 3:6*).Kebenaran mengenai akhir zaman seharusnya menyebabkan adanya kegiatan, bukan kemalasan.

a.   Menyebarkan Injil

 

Ada orang yang mengaitkan pekabaran Injil dengan kedatangan Tuhan dalam arti bahwa kita harus memberitahukan orang dan menganjurkan agar mereka mencari Kristus untuk menghindari penghakiman yang akan datang itu. Yesus sendiri pernah memberi peringatan seperti itu (#/TB Mat 3:7-12; Luk 13:1-5*). Namun kaitannya menjadi lebih jelas di tempat lain.

Rencana Allah untuk masa antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedua adalah untuk memilih ”suatu umat untuk nama-Nya” dari bangsa-bangsa (#/TB Kis 15:14*).  Yesus mengaitkan rencana ini dengan akhir zaman: ”Injil kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya” (#/TB Mat 24:14*). Demikianlah Allah menahan kesudahan sampai Injil disebarkan ke seluruh dunia dan seluruh umat-Nya terkumpul. Sebab itu, kedatangan Tuhan terjalin erat dengan penyebaran Injil.  Jadi kita harus mengerahkan diri dengan segenap hati untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia dan setiap bagian masyarakat, dengan keyakinan bahwa pekabaran Injil dan keselamatan manusia yang dihasilkannya adalah salah satu alat yang dipakai Allah untuk menghasilkan kemenangan-Nya yang terakhir.

b.   Membangun umat Allah

 

Salah satu gambaran Perjanjian Baru yang terindah tentang gereja adalah sebagai

pengantin Kristus (#/TB Ef 5:21-23*). Pada waktu Tuhan kembali, gereja—yang

terdiri dari umat Allah dari segala zaman—akan dipersembahkan kepada-Nya

sebagai pengantin kepada suaminya (#/TB Wahy 21:2*). Maka kita harus

berusaha membangun umat Allah, dengan menguduskan kehidupannya, membersihkannya

dari segala sesuatu yang mencemarkan dan merusak kesaksian dan kemurniannya.  Kiranya pada waktu Kristus datang gereja akan siap untuk menerima-Nya, ”dengan tak bercacat pada kedatangan Tuhan” (#/TB 1Tes 5:23*).

c.   Melayani sesama manusia

 

Ajaran tentang akhir zaman juga mempengaruhi keterlibatan orang Kristen pada masalah-masalah dalam masyarakat. Alkitab menggambarkan dunia baru yang, walaupun memakai bahasa kiasan, menjanjikan suatu bentuk masyarakat yang disempurnakan. Nilai-nilai sosial luhur seperti damai, keadilan, persamaan hak, toleransi, pengertian, simpati, keprihatinan bagi orang tak berdaya dan yang lemah, kasih sejati bagi sesamanya, penggunaan semua sumber untuk kebaikan orang banyak dan sebagainya akan terpenuhi dan terungkap. Kendatipun tidak akan terwujud sebelum kedatangan Tuhan, impian ini sangat relevan dalam dua hal.

Pertama, hal itu memberikan garis besar buat bentuk masyarakat yang sesuai dengan kehendak Allah dan kemuliaan-Nya. Maka setiap cara yang membawa masyarakat sekarang ini lebih dekat pada gambaran alkitabiah mempunyai nilai yang langgeng.

Kedua, tatanan sempurna yang akan datang juga menguatkan orang Kristen supaya ia tidak sampai pada keputusasaan terakhir, entah apa intensitas dan kedalaman masalah sosial dan politik yang begitu mengejutkan yang harus dihadapi. Setiap usaha demi keadilan dan pembaruan sosial, biarpun kelihatannya berlainan, sejalan dengan maksud dan tujuan sejarah (#/TB Wahy 21:24*).

36.4     Sikap

 

a.   Berdoa

 

Jika kita percaya akan kedatangan Tuhan dan akhir zaman, kita seharusnya

berdoa untuknya. Yesus menempatkan permohonan tentang akhir zaman di tengah-tengah

doa ”Bapa kami”: ”Datanglah kerajaanMu”. Ada contoh-contoh lain dalam Perjanjian Baru (#/TB 1Kor 16:22; Rom 8:19*; #/TB Wahy 22:20*).

b.   Waspada

 

Salah satu petunjuk dan akibat yang jelas dari kepercayaan akan akhir zaman adalah sikap waspada (#/TB Mat 24:42; 25:13*). Orang yang mengharapkan kedatangan itu tidak ada dalam keadaan mabuk tetapi waspada, tidak terbenam dalam persoalan zaman ini seperti orang-orang pada zaman Nuh (#/TB Mat 24:37-39*).  Kedatangan Tuhan tidak akan mengagetkannya. Mungkin Dia tidak datang dalam masa hidup kita dan kita tidak berani menuntut supaya Ia datang. Namun kemungkinan itu tetap ada dan kita dipanggil untuk bersiap-siap.

c.   Kasih

 

Kedatangan Tuhan dan kerajaan-Nya yang kekal berarti hubungan-hubungan orang Kristen dalam persekutuan gereja bersifat abadi. Ini merupakan alasan untuk mengasihi sesama orang Kristen. Kalau kita nanti akan masuk ke dalam kemuliaan dalam persekutuan besar umat Allah yang tak terbinasakan, bukankah kita harus mengasihi sesama kita sekarang ini? Justru untuk itu Allah mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita oleh Roh Kudus (#/TB Rom 5:5*).

d.   Puji-pujian

 

Akhirnya, keyakinan orang Kristen akan kemenangan Kristus yang nanti akan terungkap itu dapat dinyatakan dalam ibadah dan puji-pujian. Dalam Kitab Wahyu, tentara surga dan gereja yang sudah menang digambarkan sedang asyik dalam ibadah dan puji-pujian, mengingat kesudahan yang akan segera datang (#/TB Wahy 5:12 dst.; #/TB Wahy 7:10-12; 11:17-18; 15:3-4*; #/TB Wahy 19:1-5*). “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (#/TB Wahy 5:13*). Mendengar ini setiap orang Kristen mengucapkan ”Amin!” dan sangat mengharapkan kemenangan Allah yang akan datang itu.

Kepustakaan umum

Bavinck, H.

1977  Our Reasonable Faith (Baker).

Berkhof, L.

1959  Systematic Theology (Banner of Truth).

1969  The History of Christian Doctrines (Banner of Truth).

Berkouwer, G. C.

1977          A Half Century of Theology (Eerdmans).

Bromiley, G. W.

1978          Historical Theology (T. & T. Clark).

Calvin, J.

1536-59 Institutes of the Christian Religion

Griffith Thomas, W. H.

1960  The Principles of Theology (Church Bookroom Press).

Hammond, T. C.

1968  In Understanding Be Men (IVP).

Hodge, C.

1960  Systematic Theology (James Clarke).

Kelly, J. N. D.

1977  Early Christian Doctrines (A.& C. Black).

Machen, J. G.

1946  Christianity and Liberalism (Eerdmans).

Orr, J.

1962  The Progress of Dogma (Eerdmans).

Packer, J. I.

1981  God’s Words (IVP).

Vos, G.

1976  Biblical Theology (Banner of Truth).