SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

 

 

E.     ROH KUDUS

 

21. PRIBADI ROH KUDUS

 

21.1           Ajaran Perjanjian Lama

 

Kata Ibrani untuk ”Roh” (_ruakh_) juga berarti ”angin” (#/TB Mazm 148:8*;

#/TB Yeh 1:4) atau “nafas” (#/TB Yeh 37:5*). Pada mulanya Roh Allah muncul sebagai kuasa Allah, yang bergerak seperti angin besar di atas samudera raya, dan ikut serta dalam pekerjaan menciptakan langit dan bumi (#/TB Kej 1:2*).  Roh itu juga dilukiskan sebagai nafas Allah yang memberi hidup kepada apa yang diciptakan-Nya; dan kalau Roh ditarik kembali oleh Allah, maka ciptaan itu kembali menjadi debu tanah (#/TB Mazm 104:29-30*; bnd. #/TB Kej 2:7*).  Dengan demikian kelanjutan hidup manusia tergantung pada kehadiran Roh Allah di dalam diri manusia sendiri (#/TB Kej 6:3*). Dapat dikatakan bahwa manusia diciptakan dan terus hidup oleh karena Roh Allah (#/TB Ayub 33:4*). Lagi pula manusia akan memperoleh hidup baru daripada Roh (#/TB Yeh 37:9-14*).

Ada hubungan antara Roh Allah dengan kecakapan manusia. Misalnya, Firaun menyadari bahwa Yusuf berakal budi dan bijaksana oleh karena dia penuh dengan Roh Allah (#/TB Kej 41:38-39*) dan Bezaleel, seorang seniman dalam Kemah Suci, mendapat keterampilan untuk karya itu dari Roh Allah (#/TB Kel 31:3; bnd. #/TB Kel 28:3*).

Roh Allah juga berperan dalam menetapkan dan memampukan para pemimpin Israel dalam tugas mereka. Musa memperoleh Roh Allah untuk menyanggupkan dia dalam mengemban tanggung jawab atas bangsa Israel (#/TB Bil 11:17,25*). Pemberian Roh ini kemudian dibagikan Musa kepada mereka yang membantu dia dalam kepemimpinan dan sewaktu dia hendak menetapkan penggantinya, ia disuruh Allah mengangkat seorang yang ”penuh roh”, yaitu Yosua (#/TB Bil 27:18*). Roh Allah dianggap sebagai tenaga pendorong bagi para hakim (#/TB Hak 3:10; 6:34*;

#/TB Hak 11:29; 14:6,19; 15:14*). Pada zaman mula-mula pengurapan raja ditandai oleh kedatangan Roh (#/TB 1Sam 10:1-6; 16:13*). Lagi pula ada hubungan erat antara kepenuhan Roh dengan tugas kenabian (#/TB Bil 11:25-30; 24:2; Neh 9:30; Yes 59:21; Yeh 3:22-24*), walaupun hal itu tidak ditekankan oleh para nabi sebelum pembuangan.

Akhirnya, Perjanjian Lama melihat ke depan pada zaman baru, yakni zaman Roh Allah (#/TB Yes 11:2; 44:3; Yeh 36:27; Yoel 2:28*).

21.2           Ajaran Perjanjian Baru

 

Istilah Yunani untuk Roh (_pneuma_) juga mencakup ”angin” dan ”nafas”

(#/TB Yoh 3:8; Wahy 11:11*). Dalam Perjanjian Baru, yang menceritakan

dimulainya zaman mesianik, Roh Kudus kelihatan lebih jelas dan Dia menonjol

dalam peristiwa yang berhubungan dengan kelahiran Yesus (#/TB Mat 1:18; Luk 1:35,41,67-68; 2:27*).

Pada pembaptisan Yesus, ia muncul “seperti burung merpati” (#/TB Mat 3:16*)

dan sering disebut dalam hubungan dengan misi-Nya (#/TB Mat 4:1; 12:28; Luk  4:14,18; Ibr 9:14*).

Dalam pesan perpisahan kepada murid-murid, Yesus menyebut Roh Kudus sebagai

“Penghibur” (#/TB Yoh 14:16,26; 15:26; 16:7*). Kata asal Yunani

(_parakletos_) berarti pengacara yang menangani kasus seseorang atau sekutu yang

memihak, menguatkan dan memberi semangat. Zaman baru yang dibuka dengan kematian

dan kebangkitan Yesus menghasilkan turunnya Roh Kudus sebagaimana dijanjikan (#/TB Kis 2:1*). Ia menciptakan gereja dan memberikan kuasa untuk misinya dalam dunia. Kehidupan Kristen dalam masa antara kedua kedatangan Kristus adalah kehidupan dalam Roh (#/TB Rom 5:5; 8:1-17; 1Kor 12:1-14:40; Gal 5:16-26*).

a.   Oknum berpribadi

 

Roh Kudus bukan “sesuatu”, suatu daya atau kuasa tak berpribadi. Walaupun kata benda Yunani untuk ”roh” itu tidak menyatakan jenis kelamin tertentu, namun Perjanjian Baru selalu mengacu pada Roh Kudus dengan sebutan ”Ia” yang berarti kepribadian (#/TB Yoh 16:13*).

Istilah_ parakletos_ atau penghibur pada dasarnya mengacu pada seorang wakil pribadi (#/TB Yoh 14:16 dll.; bnd. 1Yoh 2:1*). Dalam #/TB Yohanes 14:15*, Yesus berbicara tentang Roh Kudus sebagai “penghibur lain”; persamaan antara Yesus dan Roh Kudus hanya bermakna kalau Roh Kudus ini dianggap memiliki sifat-sifat penuh dari suatu kepribadian. Paulus berbicara tentang ”mendukakan” Roh Kudus (#/TB Ef 4:30*); orang dapat menentang suatu kuasa tetapi hanya dapat mendukakan suatu kepribadian.

b.   Oknum ilahi

 

Alkitab secara jelas menyaksikan keilahian Roh Kudus. Ia adalah Allah yang disembah, dikasihi dan dipuji, yang bersama-sama dengan Bapa dan Anak mempunyai kodrat ilahi (#/TB Mat 28:18; 2Kor 13:14; Ef 4:4-6*).

Roh itu ”Roh Tuhan” (_Yhwh/kurios_; #/TB Hak 3:10; 2Kor 3:17*). Sering Ia

disebut sebagai Allah dalam tindakan penciptaan dan penyelamatan

(#/TB Ayub 33:4; Mazm 51:12; Yeh 37:14; 2Kor 3:3*). Yesus mengatakan bahwa

dosa terhadap Roh Kudus lebih berat daripada dosa terhadap Anak Manusia

(#/TB Mat 12:28- 32*). Anak Manusia yaitu Yesus memang ilahi, sehingga

kenyataan ini adalah bukti tambahan akan keilahian Roh Kudus. Lagi pula Roh

Kudus harus bersifat ilahi, sebab melalui Dia Allah menyatakan diri kepada

manusia dan hanya melalui Allah sendiri Allah dapat dikenal (#/TB 1Kor 2:10; 1Yoh 5:7-9*).

Akhirnya perikop-perikop tentang Tritunggal menghapus keraguraguan

(#/TB Mat 28:19; Yoh 14:15-24; 2Kor 13:14; Ef 1:13*; #/TB Ef 2:18; 2Tes 2:13; 1Pet 1:2*).Dalam ayat-ayat tersebut Roh Kudus ditunjukkan dalam keesaan yang tak dapat diubah dengan Bapa dan Anak.

Bahan Alkitab

#/TB Hakim 3:10; 11:29; Ayub 33:4; Mazmur 51:13; 139:7*;

#/TB Yesaya 11:2; 59:21; 61:1; Yehezkiel 37:1-4; Hagai 2:4-5; Zakharia 7:12*;

#/TB Matius 3:16; 12:28-32; 28:19; Lukas 1:35; 4:18*;

#/TB Yohanes 3:8; 14:16,26; 15:26; 16:7-15; Kisah 13:2; Roma 8:9-10*;

#/TB 1Korintus 6:11; 12:3; 2Korintus 3:3,17; 13:14*;

#/TB Efesus 1:13-14; 2:18; 4:4-6,30*.

 

Bahan diskusi/penelitian

1.   Sebutkan bukti-bukti Alkitab untuk keilahian Roh Kudus.

2.   Selidikilah dampak-dampak keilahian Roh Kudus bagi

 

( a) wewenang Alkitab,

( b) pribadi Yesus Kristus yang memberikan Roh Kudus, dan ( c) keabsahan pengalaman Kristen.

3.   Bandingkanlah ajaran Kristen tentang Roh Kudus dengan kepercayaan dalam agama-agama suku tentang adanya roh-roh yang beurkuasa atau yang harus disembah.

 

Kepustakaan (21)

Green, M.

1975 I Believe in the Holy Spirit (Hodder).

Kuyper, A.

1966 The Work of the Holy Spirit (Eerdmans).

Morris, L.

1960 Spirit of the Living God (IVP).

Moule, C. F. D.

1978 The Holy Spirit, Oxford (Mowbray).

Neve, L.

1972 The Spirit of God in the Old Testament (Tokyo).

Owen, J.

1966 Works 3 (Banner of Truth).

Packer, J. I.

1984 Keep in Step with the Spirit (IVP).

Peck, J.

1970 What the Bible Teaches about the Holy Spirit (Kingsway).

Stibbs, A. M. & Packer, J. I.

1967 The Spirit Within You (Hodder).

Winslow, O.

1961 The Work of the Holy Spirit (Banner of Truth).

 

22. ROH YANG DIJANJIKAN

 

22.1           Roh Kudus sebelum kedatangan Kristus

 

Karya Roh Kudus pada masa itu dapat dihimpun dalam sekitar tiga tema utama.

a.   Kehidupan

 

Roh Kudus sering disebutkan dalam kerangka penciptaan alam semesta. #/TB Kejadian 1:2*

dapat diterjemahkan “Roh Allah mengeram di atas air”, seperti burung yang melayang-layang di atas anaknya (bnd. #/TB Mazm 104:30*; #/TB Yes 40:12-13*).  Perbuatan-Nya yang menciptakan kehidupan dari kekosongan pada permulaan dunia adalah pertanda dari karya-Nya nanti pada zaman Perjanjian Baru, yaitu memberi kehidupan rohani bagi umat Allah (kelahiran baru). Roh juga memberi hidup insani kepada manusia (#/TB Ayub 27:3; 33:4; Mazm 104:29-30*). Sebagaimana kita bergantung sepenuhnya kepada firman Allah untuk menopang kehidupan terus-menerus (#/TB Kol 1:17; Ibr 1:3*), begitu pula kita bergantung pada daya pemberi hidup yang terus-menerus dari Roh Kudus.

b.   Pengetahuan

 

Roh Kudus mencerahkan pikiran dengan pengetahuan tentang Allah dan kebenaran-Nya

(#/TB Ul 34:9; Mazm 143:10*), umumnya kesanggupan untuk mengerti (#/TB Kej 41:38-39*),

khususnya dalam wawasan para nabi (#/TB 1Sam 10:10*). Contoh penting adalah penulisan Perjanjian Lama: Roh mengilhami saksi-saksi yang dipilih dan disiapkan khusus supaya tulisan-tulisan mereka mengungkapkan firman Allah (#/TB 2Pet 1:21*).  Inilah juga pertanda pelayanan-Nya pada zaman Perjanjian Baru (#/TB Yoh 16:12*;

#/TB 1Kor 2:9-13; 2Pet 3:15*).

c.   Janji

 

Hubungan Roh Kudus dengan zaman mesianik berangkap dua. Pertama, Mesias yang akan datang akan diurapi oleh Roh Kudus (#/TB Yes 11:2; 42:1*; #/TB Yes 61:1-2; bnd. #/TB Luk 4:16-20*). Kedua, dalam zaman mesianik, Roh Tuhan akan dicurahkan dengan cara dan tingkat khusus (#/TB Yeh 36:27-28*; #/TB Yoel 2:28-29*).

22.2           Roh Kudus dan Kristus

 

Hubungan Yesus dengan Roh Kudus menetapkan dasar teologis bagi pelayanan Roh

Kudus, sehingga pemahaman hubungan itu mutlak perlu untuk mendapatkan pandangan

tepat tentang pekerjaan-Nya. Kita dapat membedakan dua segi dalam hubungan itu.

a.   Kristus menerima Roh

 

Penerimaan Roh Kudus oleh Kristus terlihat paling jelas pada saat baptisan-Nya ketika ”turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atasNya” (#/TB Luk 3:22*).  Peran Roh Kudus dimulai pada waktu pembuahan dan kelahiran Yesus (#/TB Luk 1:25*) dan diteruskan selama pelayanan-Nya (#/TB Mat 4:1; 12:28*). Hal ini sama sekali tidak mengurangi keilahian Yesus, namun kita adalah manusia seperti Yesus juga manusia dan oleh karena itu kita dapat melihat ketergantungan Yesus kepada Roh Kudus sebagai contoh atau panutan bagi ketergantungan hidup kita juga kepada-Nya.

b.   Kristus mengaruniakan Roh

 

Yohanes Pembaptis menubuatkan bahwa pelayanan Yesus akan meliputi pembaptisan

“dengan Roh Kudus dan dengan api” (#/TB Mat 3:11*). Hal ini dihubungkan

dengan puncak pelayanan Yesus dalam kematian dan kebangkitan-Nya (#/TB Kis 1:5,

bnd. #/TB Kis 2:33*). Hubungan ini dinyatakan dalam #/TB Yohanes 7:39*, “Roh

itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan” (yang mengacu pada kemenangan-Nya

dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan, bnd. #/TB Yoh 13:31; 20:22*). Ini memberi kepada kita kunci pengertian akan pelayanan Roh Kudus menurut Perjanjian Baru, yakni: hubungan erat antara pelayanan Roh Kudus dan pemuliaan Yesus.

Kita ingat bahwa Perjanjian Lama menghubungkan zaman baru yang akan datang dengan pemberian baru dan mulia dari Roh Kudus. Zaman baru kerajaan Allah dimulai dan ditetapkan oleh Yesus dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya.

Jadi pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta adalah kedatangan kerajaan Allah

ke dalam sejarah manusia yang dimulai oleh kemenangan Yesus. Inilah alasan Yesus

untuk menyatakan bahwa jika Ia tidak pergi, Roh Kudus tidak akan datang (#/TB Yoh 16:7*).

Memang Yesus tidak bermaksud bahwa kedua oknum ilahi tidak dapat hadir bersama-sama.Maksudnya ialah bahwa jika Ia tidak pergi kepada Bapa (#/TB Yoh 14:5,12*) dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan, maka Roh Kudus tidak dapat turun kepada murid-murid, menjadi Penolong dan bersaksi kepada dunia melalui mereka.

Dengan kata lain, _pencurahan Roh Kudus ke atas gereja dan dunia, yang pertama-tama

diungkapkan pada Hari Pentakosta, bergantung sepenuhnya pada kemenangan Yesus_ (#/TB Yoh 7:39*).

Hal ini dikuatkan oleh Lukas dengan cara yang sengaja memulai kisahnya tentang

kelahiran dan permulaan gereja di bawah dampak pencurahan Roh Kudus (#/TB Kis 2:1*)

dengan laporan tentang kenaikan Yesus (#/TB Kis 1:9-11*). Hal ini dibuatnya,

meskipun dia telah menceritakan tentang kenaikan itu pada akhir kitab pertamanya

yakni Kitab Injilnya (#/TB Luk 24:50*). ”Apakah artinya ini?” tanya orang-orang

yang berkumpul pada hari Pentakosta (#/TB Kis 2:12*). Dalam jawabannya,

Petrus mengemukakan dua pokok. Pertama, pencurahan Roh Kudus adalah kedatangan

zaman baru kerajaan: ”Itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi” (#/TB Kis 2:16-21*). Kedua, peristiwa itu adalah hasil pengagungan Yesus Kristus: ”Yesus inilah... ditinggikan oleh tangan kanan Allah... dicurahkanNya apa yang kamu lihat dan dengar” (#/TB Kis 2:32; bnd. #/TB Kis 2:22-36*).  Paulus juga berbicara tentang pemberian-pemberian Roh Kudus untuk pembangunan gereja dalam konteks kenaikan Kristus (#/TB Ef 4:8- 10*). Pemberian-pemberian Roh Kudus merupakan buah kemenangan Kristus.

Oleh karena itu, Roh Kudus _adalah Allah yang menerapkan hasil-hasil kemenangan Kristus yang dicapai melalui hidup, kematian dan pengagungan-Nya ke dalam hidup umat Allah._ Dalam hal ini, pelayanan Roh Kudus dapat diartikan sebagai semacam ”tumpahan” dari takhta Allah dari berkat-berkat yang diperoleh Kristus demi orang berdosa.

Pengertian demikian membawa dampak yang penting. Antara lain digarisbawahi tentang kebodohan setiap usaha memisahkan karya Roh Kudus dari karya Kristus.  ”Penyataan Roh” (#/TB 1Kor 12:7*), yaitu karunia-karunia-Nya, harus dihubungkan dengan upaya yang melampaui segala upaya lain untuk memuliakan Allah dalam Yesus Kristus (bnd. #/TB 1Kor 12:3-6*). Kalau tidak, maka karunia-karunia itu sama sekali tidak sesuai dengan Alkitab yang diilhami Roh Kudus, dan dapat merusak atau melawan tugas Kristen agung untuk memuliakan Allah dengan membawa Injil dan membangun umat-Nya. “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah pujian dan hormat dan kemuliaan” adalah seruan otentik dari orang-orang Kristen yang dipenuhi Roh Kudus (#/TB Wahy 1:10; 5:13*).

Pada pihak lain, bila kita mengakui hubungan yang tak terputuskan antara pelayanan Roh Kudus dan pengagungan Yesus, maka kita akan dilepaskan dari ketakutan mengenai pelayanan Roh Kudus itu. Roh itu bukan hantu, suatu kuasa yang mengerikan atau sewenang-wenang. Ia adalah “Roh Yesus” (#/TB Kis 16:7*) yang datang untuk membawa Kristus kepada umat Kristen. Rasa takut akan pelayanan otentik Roh Kudus dapat ditenteramkan sebagaimana ketakutan para murid yang ditenteramkan ketika mereka melihat Yesus berjalan di atas laut dan berseru karena mengira Ia hantu. Yesus berkata ”Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (#/TB Mat 14:26-27*). Ini juga yang memberikan patokan untuk menguji tiap pernyataan mengenai pelayanan Roh Kudus: jika tidak dapat diselaraskan dengan Yesus yang ditemukan dalam kitab-kitab Injil, yang berbelas kasihan dan iba hati dan sehat pikiran-Nya, maka pernyataan tersebut dapat ditolak. Roh itu Yesus, dalam pengertian bahwa Ia berusaha membawa Kristus kepada kita dan memampukan kita menerima lebih banyak lagi berkat-berkat Kristus dalam penebusan.

Bahan Alkitab

Perjanjian Lama:

#/TB Kejadian 1:2; 2:7; Keluaran 31:1-5; 35:31; Bilangan 11:17-18*;

#/TB Hakim 13:25; 1Samuel 10:10; 1Tawarikh 28:12; Ayub 33:4*;

#/TB Mazmur 104:30; Yesaya 11:2; 40:13; 42:1; 44:3-4; 61:1-2*;

#/TB Yehezkiel 2:2; 36:27-28; Yoel 2:28-29; Mikha 3:8*.

Roh dan Kristus:

#/TB Matius 1:18,20; 3:11; 4:1; 12:28; Lukas 1:35; 3:16,22; 4:14,18*;

#/TB Yohanes 3:34; 7:39; 14:5,17; 16:7; Kisah 1:5; 2:32-33; Efesus 4:7-16*.

 

Bahan diskusi/penelitian

1.   Sebutkan unsur-unsur pokok dari karya Roh Kudus dalam Perjanjian Lama.

Tunjukkan bagaimana unsur-unsur ini dikembangkan dalam Perjanjian Baru.

2.   “Anak sekaligus menjadi pembawa dan pembagi Roh Kudus”.

Apakah pernyataan ini mengungkapkan dengan tepat ajaran Perjanjian Baru?

3.   Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari hal bahwa Roh Kudus pada saat-saat tertentu melayani Yesus?

4.   Selidikilah ayat-ayat Alkitab mengenai hubungan antara karya Roh Kudus dan karya Anak.

Apa dampaknya bagi pengalaman kita akan Roh Kudus akhir-akhir ini?

Kepustakaan (22)

Berkhof, H.

1964 The Doctrine of the Holy Spirit (John Knox).

Green, M.

1975 I Believe in the Holy Spirit (Hodder).

Kuyper, A.

1966 The Work of the Holy Spirit (Eerdmans).

Morris, L.

1960 Spirit of the Living God (IVP).

Smail, T. A.

1975 Reflected God (Hodder).

 

23. MENJADI ORANG KRISTEN

 

Kehidupan Kristen dibahas dalam bagian mengenai Roh Kudus ini, dan tidak di tempat lain yang mungkin, karena semua pengalaman Kristen yang sah adalah karya Roh Allah dalam dan melalui orang percaya. Namun uraian kami ini mencakup hubungan antara karya Roh Kudus dan karya Kristus di satu pihak (bnd. bagian D) dan antara pekerjaan Roh Kudus dan gereja di pihak lain (bnd. bagian F).

23.1           Anugerah Allah

 

Realitas tertinggi yang melandasi seluruh pengalaman Kristen tentang Roh Kudus adalah anugerah Allah yang berdaulat (#/TB Kel 34:6; Ef 1:7-8*).

Anugerah**1** berarti sikap murah hati yang diperlihatkan secara bebas,

khususnya dari atasan kepada bawahan. Anugerah Allah berarti keputusan-Nya

terlepas dari segala paksaan dan sama sekali tidak terdorong oleh amal manusia,

untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya yang berdosa dan menyelamatkan

mereka dari segala pengaruh dosa melalui Yesus Kristus (#/TB Kis 15:11; Ef 2:8; Tit 2:11*).Kebebasan anugerah ini perlu digarisbawahi. Allah bertindak untuk menyelamatkan karena Ia memilih untuk berbuat demikian. Ia tidak harus menyelamatkan karena Ia Pencipta. Sama seperti dengan Israel, begitu pula dengan gereja: Allah tidak menyelamatkan umat-Nya karena sifatnya atau perbuatannya, baik pada masa dulu maupun pada masa mendatang (#/TB Ul 7:7-8*). Allah mengasihi dan menyelamatkan umat-Nya karena Ia mengasihi dan berkehendak untuk menyelamatkan mereka. Tidak ada penjelasan lain daripada itu.

 

**1**.TB: ”kasih karunia”; Ibr. kh-n; Yun. kharis; Lat. gratia.

 

Anugerah Allah juga berdaulat (#/TB Kis 18:27; Rom 11:5-6; 1Kor 15:10*).  Yang bermaksud untuk menyelamatkan umat-Nya ialah Allah yang Mahakuasa, yang pasti akan merealisasikan tujuan-Nya. Tak ada kuasa, baik Iblis ataupun manusia, yang dapat menggagalkan maksud-Nya. Biarlah Tuhan tetap Tuhan! Berbagai segi pengalaman Kristen akan Roh Kudus akan dibahas di bawah dan semuanya hanya merupakan segi-segi yang dapat dibedakan dari realitas asasi itu, yaitu anugerah berdaulat dari Allah yang bekerja untuk menyelamatkan orang berdosa.

23.2           Persatuan dengan Kristus melalui Roh Kudus

 

Inti pengalaman Kristen tentang Roh Kudus adalah bahwa Ia membawa orang percaya ke dalam hubungan yang hidup dengan Yesus Kristus, sehingga mereka ikut menikmati penebusan dan berkat-berkat yang mengalir dari penebusan itu. Seluruh pengalaman Kristen difokuskan pada pemberian satu-satunya dari Allah ini melalui Roh Kudus, yaitu persatuan dengan Kristus.

Dasar alkitabiah dari persatuan dengan Kristus terdapat dalam pandangan Perjanjian Baru mengenai iman. Iman adalah iman ”kepada” atau ”dalam” Kristus (#/TB Kis 16:30-31; Rom 3:22; Fili 3:9-10*). Kata-kata depan Yunani yang dipakai (_eis_, en, epi) mengandung gagasan percaya ”dalam” atau ”pada” Kristus. Sebab itu, iman mencakup hubungan penting dengan objeknya; menjadi orang Kristen yang percaya berarti dipersatukan dengan Kristus.

Latar belakang gagasan “persatuan dengan Kristus melalui iman” adalah konsep Perjanjian Lama mengenai solidaritas antara Mesias dan umat mesianik. Seorang Mesias yang dipisahkan dari umat-Nya tidak masuk akal; Ia mewakili Allah kepada umat-Nya (#/TB Yes 11:9*) dan umat kepada Allah (#/TB Yer 30:21*).

Karena itu, dua gambaran Mesias, yaitu Anak Manusia dan hamba Tuhan, kadang-kadang

bersifat individu dan kadang-kadang bersifat kelompok (#/TB Ul 7:13, bnd.

#/TB Ul 7:15* dst.; #/TB Yes 42:1, bnd. #/TB Yes 41:8-9*).

Selanjutnya, dipersatukan dengan Kristus berarti dipersatukan dengan Dia dalam keseluruhan misi penebusan-Nya (bnd. #/TB Fili 2:5-11*). Orang Kristen mati dengan Kristus (#/TB Rom 6:1-11; Gal 2:20*), dibangkitkan dengan Kristus (#/TB Ef 2:5-6; Kol 3:1-2*), naik dengan Kristus untuk memerintah sekarang di surga (#/TB Rom 5:17; Ef 2:6*) dan akan mengambil bagian dalam kemuliaan Kristus pada waktu mendatang (#/TB Fili 3:20-21*; #/TB 1Yoh 3:2*).  Dengan demikian karya Roh Kudus yang melahirkan kembali orang percaya adalah perbuatan mempersatukannya dengan Kristus. Unsur-unsur utama dalam persatuan ini adalah pemilihan, panggilan, kelahiran kembali, pertobatan, iman, pembenaran dan pengangkatan.

a.   Pemilihan

 

Pemilihan adalah karya anugerah Allah yang memilih individu-individu serta kelompok-kelompok untuk suatu rencana atau tujuan sesuai dengan kehendak-Nya.

Dalam Perjanjian Lama pemilihan pertama-tama berhubungan dengan Abraham

(#/TB Kej 11:31-12:7*), kemudian dengan keturunannya, bangsa Israel (#/TB Kel 3:6-10*).

Hal ini juga terjadi sehubungan dengan Mesias (#/TB Yes 42:1- 2; 53:10-11*)

dan dalam Perjanjian Baru Yesus menjadi objek pemilihan khusus (#/TB Luk 9:35; 1Pet 2:4-5*).

Gereja disebut “yang dipilih” (#/TB Mat 22:14; Mr 13:20; Luk 18:7*;

#/TB 1Pet 2:9*). Hal ini telah menyebabkan ketidakpastian dan perdebatan, yang dapat diatasi dengan memperhatikan aspek-aspek tertentu dari ajaran Alkitab.

Pemilihan adalah kebenaran yang dinyatakan, disingkapkan dalam Alkitab. Oleh sebab itu, pemilihan harus diterima dari Allah dengan kerendahan hati dan dipercaya dengan teguh sama seperti kebenaran lain yang dinyatakan. Allah telah berbicara mengenai pemilihan dan hal itu jelas berarti ada manfaatnya bagi manusia dan kemuliaan bagi Allah kalau ajaran itu diterima dan dipercaya.

Pemilihan adalah kebenaran Kristen yang hanya dapat dinilai sesudah mengalami

kelahiran kembali karena anugerah Allah. Ajaran ini bukanlah bagian Injil yang

harus diberitakan kepada orang tak percaya. Lagi pula ajaran ini seharusnya

tidak menghambat pekabaran Injil Kristen kepada semua orang (#/TB Mat 28:18-19; Kis 1:8*).

Pemilihan adalah kebenaran yang berhubungan dengan Tritunggal, tidak hanya

berhubungan dengan Allah Bapa. Yesus Kristus memilih murid-murid-Nya (#/TB Yoh 15:16*)

dan pelayanan Roh Kudus juga disebutkan dalam konteks pemilihan (#/TB 1Pet 1:2*).

Pemilihan adalah kebenaran kristologis. Menurut Perjanjian Baru, rencana Allah yang kekal berpusat pada pribadi dan karya Yesus Kristus. Alkitab tidak menyajikan pemilihan sebagai keputusan sewenang-wenang oleh Bapa, diambil dalam kekekalan dan terisolasi total dari pelayanan dan kehendak Anak. Ada hubungan dan identitas yang tak terpisah-pisahkan antara Bapa dengan Anak. Orang ”dipilih di dalam Kristus” (#/TB Ef 1:4*); mereka yang terpilih diselamatkan hanya melalui pekerjaan pendamaian Kristus (#/TB Rom 8:29-30; Ef 1:7-8*).  Semua berkat untuk orang terpilih datang melalui Kristus (#/TB Ef 1:3*), artinya melalui persatuan dengan Dia. Setiap usaha yang memisahkan secara mutlak sang Bapa dari Anak dan Roh Kudus dalam hal pemilihan, atau memindahkan pusat perhatian dalam ajaran Kristen tentang penyelamatan dari pribadi dan karya Kristus kepada sesuatu yang lain, adalah usaha yang tidak bersifat alkitabiah dan karena itu merusak.

Pemilihan adalah kebenaran yang tidak berdiri sendiri. Pemilihan harus

dipegang bersama-sama dengan penegasan Alkitab yang jelas mengenai tanggung

jawab manusia untuk mendengarkan panggilan Allah dalam Injil (#/TB Mat 23:37; Ibr 12:25*).Menekankan hanya satu dari kedua alur Alkitab ini dan mengabaikan yang lain adalah sama dengan mencerai-beraikan apa yang dipersatukan oleh Allah.

Pemilihan adalah kebenaran ilahi. Hubungan kebebasan manusia dengan pilihan ilahi itu tidak pernah dapat dipahami oleh akal budi manusia. Keduanya diajarkan oleh Alkitab dan kedua-duanya harus dipercayai. Janganlah orang Kristen berhenti mempercayai kedua kebenaran ini, atau meragukan keabsahan atau asal ilahinya.  Jika kita mengaku bahwa setiap usaha menggambarkan Allah sendiri tidak mungkin lepas dari misteri, maka kita tidak perlu merasa heran atau menolak misteri mengenai hal bagaimana Allah yang transenden berhubungan dengan kita manusia.

Pemilihan adalah kebenaran praktis. Sama seperti semua kebenaran yang diajarkan dalam Alkitab, ajaran tentang pemilihan diberikan untuk kebaikan dan pertumbuhan umat Allah. Selalu akan ada bahaya dalam membahas ajaran tentang pemilihan kalau konteks praktisnya dalam Alkitab tidak diperhatikan. Konteks itu dapat dijelaskan dengan tiga kata, yang akan kita bahas satu demi satu.

(1)  Pembicaraan tentang pemilihan terlalu sering mengabaikan hal bahwa pembahasan terlengkap Paulus tentang pemilihan adalah doksologi (tulisan tentang pengagungan Allah). #/TB Efesus 1:1-14* adalah luapan pujian yang tak terputus-putus. Paulus tidak berdiri di samping meja tulisnya lalu berargumentasi dengan cara dialektika; ia bertelut dan menyembah, hanyut dalam kekaguman. Kalau orang mau jujur, harus diakui bahwa salah satu keberatan terhadap ajaran pemilihan adalah bahwa dasar keselamatan diambil dari tangan manusia, karena pemilihan menyaran kan bahwa tanggapan manusia kepada Allah dimungkinkan hanya karena anugerah-Nya. Keselamatan adalah karunia belaka. Bila orang mengerti ini, ia dibebaskan untuk memuja dan memuji Allah.

(2)  Dalam #/TB Roma 8:1-39*, Paulus menunjukkan dampak lain, yaitu keamanan sepenuhnya yang diberikan ajaran pemilihan kepada anak-anak Allah untuk menghadapi setiap ancaman, baik moral (#/TB Rom 8:33*), fisik (#/TB Rom 8:35), maupun spiritual (#/TB Rom 8:38; bnd. #/TB Yoh 10:8*).

(3)  Kata ketiga adalah kekudusan. Pemilihan Israel meliputi pelayanan berat yang banyak tuntutannya (#/TB Im 18:4-5; 19:2-3; 20:22-23; Yeh 20:5-7*).  Pemilihan Allah tidak boleh dianggap alasan untuk kelalaian moral yang memaafkan diri (”Apa pengaruhnya? Pada akhirnya aku juga diselamatkan”). Paulus dengan ngeri menolak kemungkinan bahwa anugerah akan mengizinkan dosa. Malah tujuan pemilihan ialah bahwa orang menjadi ”kudus dan tak bercacat di hadapanNya” (#/TB Ef 1:4*). Bukti sejarah dari bangsa-bangsa seperti Belanda dan Skotlandia, di mana kepercayaan akan pemilihan ilahi merupakan faktor penting dalam pembentukan watak nasional, menghancur gagasan bahwa ajaran tentang pemilihan menggerogoti motivasi moral. Bahkan kenyataan adalah sebaliknya.

 

Masalah-masalah yang terkait

Ada satu cara untuk meredakan ketegangan antara pemilihan ilahi berdaulat dan

kebebasan manusia, yakni pandangan bahwa pemilihan itu tidak lain dari pra-pengetahuan.Allah yang maha-tahu melihat bagaimana manusia akan bereaksi terhadap Injil, lalu ”memilih” mereka yang diketahui-Nya akan memberi tanggapan bebas. Walaupun mengacu kepada #/TB Roma 8:29*, pandangan ini sebenarnya meniadakan arti pemilihan, karena pemilihan tidak lagi dianggap tindakan Allah yang berdaulat.  Pandangan ini juga kandas pada kata ”pengetahuan”. Dalam Alkitab pengetahuan, khususnya dalam hubungannya dengan Allah, mengandung arti lebih daripada kesadaran intelektual; di balik #/TB Roma 8:29* terdapat kata Ibrani yada, yang berarti “mengetahui” dengan pengertian mengadakan hubungan dengan orang lain (#/TB Kej 4:1; Am 3:2*). Pra-pengetahuan Allah tidak pasif, dan istilah itu lebih merupakan sinonim untuk pemilihan-Nya yang aktif daripada penjelasan tentang hal itu.

Istilah penolakan mengacu pada pandangan bahwa Allah bukan hanya memilih orang tertentu untuk diselamatkan, tetapi juga memilih orang tertentu untuk dikutuk.

Memang secara logis pemilihan sejumlah orang berarti ada orang lain yang

ditolak, tetapi Alkitab secara jelas enggan untuk menyeimbangkan kedua gagasan

ini. Perikop yang paling sering dikutip untuk menopang ajaran tentang penolakan

(#/TB Rom 9:14-24*) perlu dibaca dalam konteksnya, yang menunjuk pada kasus

khusus Israel, bukan kepada manusia pada umumnya. #/TB 1Petrus 2:8 dan

#/TB Yudas 1:4* merupakan keterangan yang lebih jelas mengenai penolakan, tetapi

ayat-ayat ini juga menyebut tanggung jawab manusia (”mereka tidak taat”, #/TB 1Pet 2:8*;

”Mereka adalah orang-orang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus”, #/TB Yud 1:4*). Bahkan dalam hal keputusan manusia untuk menolak Dia, Allah tetap adalah Tuhan. Namun Alkitab selalu enggan untuk menguraikan ajaran tentang pemilihan sampai pada kesimpulan logisnya sebagai ajaran mengenai penolakan.

b.   Panggilan

 

Unsur kedua persatuan dengan Kristus adalah panggilan. Yang dimaksud adalah pekerjaan Allah melalui Roh Kudus yang memanggil orang untuk menerima rahmat-Nya dalam Yesus Kristus. Gagasan Allah “yang memanggil” sering ditemukan dalam Alkitab (#/TB Kej 3:9; Kel 3:4; 1Sam 3:4*; #/TB Yes 43:1; Yer 7:13; Yoh 10:3*).  Allah khususnya memanggil melalui pemberitaan Injil, apakah itu dalam bentuk “khotbah” formal atau melalui cara-cara lain (#/TB Ef 1:11-13; 2Tes 2:13-14*).  Anugerah Allah yang berdaulat tidak bekerja menurut cara sewenang-wenang sebagai suatu kekuatan, tetapi selalu secara pribadi penuh tujuan. Ia menyapa makhluk-makhluk-Nya secara pribadi dan dengan murah hati dan sabar memanggil mereka untuk berpaling kepada-Nya dan menaruh percaya kepada belas kasihan-Nya dalam Yesus Kristus.

Tidak semua orang yang mendengar panggilan Allah melalui Injil memberi tanggapan yang diharapkan dan hal ini adalah misteri ketidak-percayaan manusia. Dengan demikian kita dapat membedakan antara panggilan Allah secara umum, yaitu bila Ia memanggil orang yang mendengar Injil untuk datang kepada-Nya (#/TB Mat 9:13*), dan panggilan Allah yang efektif, yang mengakibatkan tanggapan berupa pertobatan dan iman dalam Kristus (#/TB Rom 1:6; 8:28-30; 1Pet 1:15*). Perbedaan ini nyata dalam ajaran Yesus (#/TB Mat 22:14*).

c.   Kelahiran kembali

 

Perjanjian Lama mengacu pada pekerjaan Roh Kudus pada masa yang akan datang ketika Ia akan tinggal ”di dalam” umat Allah dan membawa kehidupan baru, sehingga mereka dapat memenuhi kehendak Allah (#/TB Yeh 36:25-26; bnd.  #/TB Yer 31:33*). Dalam Perjanjian Baru, Yesus berbicara kepada Nikodemus tentang kelahiran kembali oleh Roh Kudus sebagai satu-satunya jalan masuk kerajaan Allah (#/TB Yoh 3:1-8*). Istilah-istilah Alkitab lainnya mirip:

”lahir dari Allah” (#/TB 1Yoh 2:29; 3:9; 4:7; 5:4,18*; #/TB Yoh 1:13), ”dilahirkan kembali... oleh firman Allah” (#/TB 1Pet 1:23*; bnd. #/TB Yak 1:18), “ciptaan baru” (2Kor 5:17; Gal 6:15*), “buatan Allah” (#/TB Ef 2:10; 4:24*).

Kelahiran kembali menandakan saat dan cara kita memasuki persatuan dengan Kristus, suatu perubahan serentak dari kematian spiritual menuju kehidupan spiritual, suatu kebangkitan spiritual (#/TB Ef 2:1-5*), peristiwa yang terjadi sekali untuk selama-lamanya pada permulaan kehidupan Kristen, sejajar dengan kelahiran fisik. Kelahiran kembali berbeda dengan pertobatan, yang erat hubungannya, dalam hal menitikberatkan perbuatan Allah yang memberi hidup baru.  Pertobatan berarti tindakan manusia berbalik dari dosa kepada kebenaran yang menyertai kelahiran kembali. Melalui kelahiran kembali, orang percaya menerima watak rohani baru yang akan terungkap dalam perhatian dan minat-minat baru.  Orang yang telah mengalami kelahiran baru terutama mempedulikan ”hal-hal yang dari Allah” seperti firman-Nya, umat-Nya, pelayanan-Nya, kemuliaan-Nya dan—di atas semua itu—Tuhan Allah sendiri. Mereka juga menerima kuasa baru untuk menolak dosa dan menaati serta melayani Tuhan.

Belum tentu kelahiran kembali disertai emosi-emosi tertentu. Kesadaran orang akan perubahan dalam pandangan hidup, keinginan, dan sikapnya mungkin timbul secara berangsur-angsur. Seorang yang dibesarkan dalam keluarga Kristen dan diajarkan tentang Injil sejak kecil, mungkin tertarik kepada Kristus dan mencapai kedewasaan dengan keyakinan jelas mengenai Kristus tanpa mengalami krisis tertentu sebagai saat tepat ketika ia dilahirkan kembali. Tidak perlu setiap orang menunjukkan waktu dan tempat tertentu sebagai saat kelahirannya kembali. Banyak orang dapat menyatakannya dan memberi ”kesaksian” tentang cara mereka bertobat dan mengalami kelahiran kembali, tetapi tidak harus demikian.  Bahkan ada orang yang pernah mengalami krisis emosi dan rohani, yang mungkin disebut atau dianggap “pertobatan”, yang selanjutnya tidak memberi bukti bahwa ia dilahirkan kembali. Mengenai soal waktu ini, Spurgeon berkata bahwa ketidaktahuan orang akan waktu tepat kelahirannya tidak membuktikan bahwa ia tidak hidup! Bukti bahwa kelahiran kembali oleh Roh Kudus telah terjadi ialah keinsafan orang itu sendiri bahwa Kristus sesungguhnya adalah Tuhan dan Juruselamatnya, serta bukti-bukti kehidupan Roh Kudus di dalam dan melalui dia.

d.   Pertobatan

 

Pertobatan atau penyesalan, dengan arti harfiah ”mengubah pikiran”, dalam konteks Alkitab mengacu pada perubahan pikiran mengenai dosa dan kejahatan.  Dalam Alkitab, hal ini dilihat sebagai unsur dasar dari respons manusia kepada Allah dan biasanya dikaitkan dengan iman: orang berbalik _dari _dosa _kepada _Kristus (#/TB Mr 1:15; Kis 2:38; 20:12*).

Panggilan Allah untuk bertobat adalah peringatan bahwa Injil dan kehidupan baru yang muncul sebagai respons terhadapnya pada dasarnya bersifat moral. Injil pada hakikatnya meliputi dosa manusia dan cara Allah menanganinya. Pertobatan adalah unsur dalam semua respons yang sungguh-sungguh terhadap Injil. Sebaliknya, tidak adanya perubahan sikap terhadap dosa merupakan bukti bahwa seseorang tidak benar-benar dilahirkan kembali (#/TB 1Yoh 3:9*).

Seperti iman juga, pertobatan tidak terbatas pada permulaan pengalaman Kristen.  Orang Kristen terpanggil pada pertobatan yang berlangsung sepanjang hidup, tindakan yang berulang terus-menerus, yaitu berpaling dari dosa setiap kali ia menjadi sadar sudah berbuat dosa. Sikap pertobatan atau perasaan hancur di hadapan Allah, kematian setiap hari terhadap diri sendiri dan dosa, merupakan tanda keakraban dengan Allah dan kedewasaan sejati.

e.   Iman

 

Iman mendasari semua pengalaman Kristen sejati. Tanpa iman ”tidak mungkin orang berkenan kepada Allah” (#/TB Ibr 11:6*). Iman berarti ”kepercayaan akan kebenaran Yesus Kristus yang disalibkan dan telah bangkit”. Iman itu meliputi tanggung jawab pribadi yang aktif kepada Allah dalam Kristus dan bukan hanya kesadaran akan realitas Allah. Dalam pengertian terakhir ini, Iblis dan setan-setan juga ”percaya” (#/TB Yak 2:19*). Iblis bukan ateis, bukan pula agnostis, ia sadar sesadar-sadarnya akan realitas Allah dan penebusan-Nya dalam Kristus.  Akan tetapi ia tidak mempunyai komitmen kepada Allah; ia tidak mempunyai iman.

Iman itu percaya kepada kebenaran. Iman bertumpu pada realitas yang objektif.  Iman adalah tanggapan yang cocok dengan kebenaran pernyataan Allah dalam Kristus dan Injil. Seperti pernah dikatakan Luther ketika membenarkan perdebatannya untuk membela Injil, ”tak ada kekristenan jika tidak ada penegasan”. Oleh sebab itu, mengubah atau mengurangi isi Injil demi keperluan komunikasi efektif kepada manusia modern adalah usaha yang berbahaya, yang pada akhirnya akan merusak dirinya, karena melemahkan iman atau bahkan membuatnya tidak mungkin dengan menghilangkan tumpuannya.

Iman percaya akan kebenaran bahwa Yesus Kristus tersalib dan bangkit. Dasar

iman adalah Kristus ”yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan

dibangkitkan karena pembenaran kita” (#/TB Rom 4:25*; bnd. #/TB Yoh 1:12; 3:16; Kis 16:30-31; Rom 10:9*).

Iman kepada Kristus berarti komitmen kepada Dia yang mati dan bangkit bagi kita.

Artinya dipersatukan dengan Kristus.

f.    Pembenaran

 

Pembenaran adalah karya anugerah Allah yang memperhitungkan orang berdosa sebagai orang benar di hadapan Allah karena persatuan imannya dengan Kristus yang mematuhi Allah dan mati karena dosa (lihat juga di atas: ps 18.2.b).  Penting sekali untuk menyadari bahwa pembenaran berkenaan dengan status orang berdosa sebagai yang benar, dan bukan dengan kebenaran atau keadilan orang itu sendiri. Hal inilah yang menjadi landasan damai, jaminan dan sukacita orang Kristen. Sekalipun orang berdosa, namun dia diterima Allah, bukan atas dasar usaha menaati Allah melainkan karena Dia telah memperhitungkan kebenaran Kristus yang sempurna kepada kita.

Apakah ini berarti bahwa cara hidup orang yang sudah dibenarkan itu tidak relevan? Ini telah lama dibahas, dan Perjanjian Baru seolah-olah berbicara dengan dua suara:

*” Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya

dan bukan hanya karena iman” (#/TB Yak 2:24*); dan

*” Kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat” (#/TB Rom 3:28*).

Tetapi apa yang kelihatan sebagai kontradiksi antara Yakobus dan Paulus akan hilang bila kita memperhatikan cara mereka menggunakan istilah yang berbeda-beda serta kesalahan yang mereka bicarakan.

Menurut Yakobus, iman berarti penerimaan monoteisme secara intelektual (#/TB Yak 2:14*).Iman ini dimiliki setan-setan dan di atas telah dibedakan dengan iman dalam arti penuh menurut Perjanjian Baru, yakni kepercayaan pribadi kepada Kristus. Bagi Yakobus perbuatan berarti ”menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: ‘kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”‘ (#/TB Yak 2:8*).

Sedangkan Paulus menggunakan istilah yang sama (”perbuatan”) dengan arti

perbuatan menurut hukum Taurat yang dilakukan khusus untuk mendapatkan

keselamatan terlepas dari Kristus. Dengan demikian #/TB Roma 3:28*

mempertentangkan iman yang hidup dan perbuatan untuk membenarkan diri, sedangkan

#/TB Yakobus 2:24* mempertentangkan iman yang nominal dan perbuatan spontan yang menghormati Allah. Kebenaran bagi Yakobus ber arti watak moral seseorang, sedangkan bagi Paulus biasanya istilah itu dipakai dalam konteks pembenaran dengan arti suatu kebenaran yang diberikan atau diperhitungkan. Kalau Paulus berpikir tentang peng hakiman pada masa depan, ia juga memasukkan soal perilaku (#/TB Rom 2:6; 2Kor 5:10*). Seperti Yakobus, ia juga memperhatikan ”iman yang bekerja oleh kasih” (#/TB Gal 5:6*) dan sangat merasa jijik terhadap kelalaian moral di antara orang yang dibenarkan (#/TB Rom 6:1-2*).

Paulus bergumul dengan keyakinan Yahudi tentang perbuatan baik yang layak diberi

imbalan sebagai dasar keselamatan; melawan pandangan ini ia menyatakan bahwa

keselamatan oleh anugerah hanya dicapai melalui iman. Yakobus menghadapi masalah

lain, yaitu ortodoksi beku, yang ”percaya” tetapi tidak melihat konsekuensi

moral di dalamnya. Ia ingin membangunkan pembacanya dengan peringatan bahwa iman

yang tidak mengubah kehidupan sehari-hari adalah iman palsu yang mati. Jadi bagi Yakobus maupun Paulus, iman dan perbuatan kedua-duanya hal yang mutlak perlu dalam respons yang sungguh-sungguh kepada Allah. Perbuatan-perbuatan baik ada tempatnya, bukan sebagai dasar pembenaran tetapi sebagai hasilnya yang tak terelakkan.

g.   Pengangkatan

 

Pengangkatan atau adopsi berarti orang percaya diterima sebagai anak Allah melalui Kristus dan dalam persatuan dengan Dia. Praktek mengadopsi secara legal dilakukan di mana-mana pada zaman purba. Contoh-contohnya dapat dilihat dalam Perjanjian Lama (#/TB Kej 2:10; 1Raj 11:20*; #/TB Est 2:7*) dan gagasan ini juga terdapat dalam gambaran Israel sebagai anak Allah (#/TB Kel 4:22; Hos 11:1*).  Pada abad pertama di bawah undang-undang Roma, orang dewasa yang menginginkan ahli waris boleh mengadopsi laki-laki remaja atau lebih tua. Kebiasaan ini dengan mudah dialihkan pada hubungan baru orang Kristen dengan Allah. Paulus khususnya menggunakan gagasan ini (#/TB Rom 8:14-17; Gal 4:1-7; Ef 1:5*; bnd. #/TB 1Yoh 3:1*).

Kalau orang ingat kembali tentang keadaannya yang berdosa, maka gagasan pengangkatan sebagai anak Allah memberi kesan kuat sekali tentang besarnya belas kasihan Allah. Pengampunan semua dosa memang ajaib, bahkan merupakan mujizat di atas segala mujizat bila pemberontak yang diampuni itu menjadi anak Allah dan ditempatkan dalam keakraban lingkungan keluarga-Nya!

Pengangkatan berarti bahwa kehidupan Kristen terutama adalah kehidupan dengan Allah sebagai Bapa (#/TB Rom 8:15; Gal 4:6*). Kedua ayat itu berbicara mengenai Allah sebagai Abba, sepatah kata khas yang dipakai Yesus dalam doa-Nya yang berarti “Ayah sayang”.

Kedua, pengangkatan berarti hidup dengan orang lain dalam keluarga. Orang-orang seiman menjadi saudara-saudari dalam keluarga Allah. Mungkin inilah keterangan yang paling dalam maknanya yang dapat dipakai tentang persekutuan Kristen: orang-orang Kristen terhisab dalam keluarga besar Allah yang diambil dari semua bangsa dan semua generasi.

Ketiga, pengangkatan berarti hidup dengan Kristus sebagai kakak (#/TB Rom 8:14,29; Ibr 2:10-11*).Pada zaman Roma, anak laki-laki yang diadopsi diberikan status hukum penuh di samping anak laki-laki keturunan keluarga. Ia bahkan dapat diangkat oleh si ayah sebagai ahli waris sah melampaui hak anak-anak keturunannya sendiri. Alangkah besar rahmat ilahi yang memberikan manusia status penuh dalam keluarga Allah di samping Anak yang sah, Tuhan Yesus Kristus.

Akhirnya, pengangkatan mengungkapkan kepastian harapan (#/TB Rom 8:14*;

#/TB Gal 4:6*). Orang percaya adalah pewaris Allah, pewaris bersama dengan Kristus. Dalam anugerah-Nya yang cuma-cuma, sang Bapa memberinya hak untuk menerima bagian dalam kemuliaan Kristus yang akan datang.

Bahan Alkitab

Anugerah Allah:

#/TB Kejadian 6:8; 12:1 dst.; #/TB Kejadian 15:1-5; Keluaran 34:6*;

#/TB Bilangan 7:7-8; Nehemia 9:31; Mazmur 145:8*;

#/TB Yohanes 1:14-17; Kisah 15:11; 18:27; Roma 3:24; 5:15-21; 11:5-6*;

#/TB 2Korintus 8:9; Efesus 1:7-8; 2:8; Titus 2:11*.

Persatuan dengan Kristus:

#/TB Daniel 7:13-18*;

#/TB Yohanes 15:1-16; Roma 5:12-6:14; Galatia 2:20*;

#/TB Efesus 2:5-10; Kolose 3:1-4; 2Timotius 2:11-13*.

Pemilihan:

#/TB Kejadian 11:31-12:7; 1Tawarikh 16:13; Yesaya 42:1*;

#/TB Matius 3:17; 22:14; 24:22,24,31; Lukas 9:35; 18:7; Yohanes 15:16,19*;

#/TB Kisah 2:23; 4:28; 9:15; 13:48; Roma 8:29-30,33; 9:11; 11:5,7,28*;

#/TB 1Korintus 1:27-28; Efesus 1:5,11; Kolose 3:12; 2Timotius 2:9-10*;

#/TB Titus 1:1; Yakobus 2:5; 1Petrus 1:2; 2:4,6,9; 2Petrus 1:10; Wahy 17:14*.

Panggilan:

#/TB Kejadian 3:9; Keluaran 3:4; 1Samuel 3:4; Yesaya 49:1; Yoel 2:32*;

#/TB Matius 9:13; Markus 1:20; Yohanes 10:3; Kisah 2:39*;

#/TB Roma 1:6-7; 4:17; 8:29-30; 9:11,24-25; 1Korintus 1:2,24,26*;

#/TB Gal 1:15; 1Tes 2:12; 2Tes 1:11; 2:13-14; 2Tim 1:9; Ibr 3:1*;

#/TB 1Petrus 1:15; 2Petrus 1:10*.

Kelahiran kembali:

#/TB Yeremia 31:33; Yehezkiel 36:25-26; 37:1-14*;

#/TB Yohanes 1:12-13; 3:1-8; Roma 8:9; 1Korintus 12:13; 2Korintus 5:17*;

#/TB Galatia 6:15; Titus 3:5; Yakobus 1:18; 1Petrus 1:23; 1Yohanes 5:4,18*.

Pertobatan:

#/TB Ayub 42:6; Yehezkiel 14:6; 18:30; Yoel 2:12* dst.;

#/TB Matius 3:2; 11:20-21; 12:41; Markus 1:15; 6:12; Lukas 15:17-19*;

#/TB Kisah 2:38; 3:19; 8:22; 17:30; 26:20; 2Korintus 7:10; Wahyu 2:5; 16:9*.

Iman:

#/TB Kejadian 15:6; Keluaran 14:31; 2Tawarikh 20:20; Mazmur 116:10*;

#/TB Amsal 3:5-6; Yesaya 7:9; Habakuk 2:4*;

#/TB Matius 8:13; 9:22; 21:21-22; Markus 9:23-24; Lukas 8:48,50; 22:32*;

#/TB Yohanes 1:12; 3:15-18,36; 11:25-26; 14:1; Kis 3:16; 8:37; 10:43; 15:9*;

#/TB Kisah 16:31; Roma 1:16-17; 5:1; 10:9-10; 1Korintus 1:21; 15:14*;

#/TB Galatia 2:20-21; 3:22-29; Efesus 1:13; 2:8; 3:17; Filipi 3:9*;

#/TB Kolose 2:12; 2Tesalonika 2:13; 2Timotius 4:7; Ibrani 10:39-11:39*;

#/TB 1Yohanes 5:1-4,10; Yudas 1:3*.

Pembenaran:

#/TB Ayub 25:4; Mazmur 143:2; Habakuk 2:4*;

#/TB Lukas 18:14; Kisah 13:39; Roma 3:21-4:25; 8:30,33; 1Korintus 6:11*;

#/TB Galatia 2:15-3:29; 1Timotius 3:16; Yakobus 2:14-26*.

Pengangkatan:

#/TB Keluaran 4:31; Yesaya 1:2; Yeremia 3:19; Hosea 11:1*;

#/TB Matius 5:9; Lukas 6:35; 20:36; Yohanes 1:12; Roma 8:14-17,21; 9:4,8*;

#/TB Galatia 3:26; 4:1-7; 5:6; Efesus 1:5; 5:1; Ibrani 2:10-14*;

#/TB 1Yohanes 3:1-2,10*.

Bahan diskusi/penelitian

1.   Apa yang dimaksud Alkitab dengan “anugerah”?  Bahaslah pandangan bahwa istilah ini adalah kata yang paling penting dalam kosa kata Kristen.

2.   Menurut pengertian Anda, apa yang dimaksud dengan ”persatuan dengan Kristus”?

Selidikilah dampaknya bagi

( a) penyelamatan Kristen,

( b) pelayanan Kristen,

( c) persekutuan Kristen, dan

( d) pemuridan Kristen.

 

 

3.   Apa yang dimaksud dengan pemilihan oleh Allah?  Bagaimana pemilihan Israel dapat menjelaskan hal ini?  Bagaimana penilaian Anda secara alkitabiah mengenai pra-pengetahuan sebagai dasar pilihan dan mengenai penolakan.

 

Apa dampak-dampak pemilihan terhadap

( a) kepastian orang Kristen akan keselamatannya, ( b) ibadah Kristen, dan ( c) pengharapan Kristen tentang masa depan?

4.   Apa perbedaan antara panggilan Allah yang umum dan yang efektif?

5.   Apa artinya kelahiran kembali?  Apakah itu harus dialami secara sadar? Apa

dampaknya bagi pengertian mengenai pekerjaan Roh Kudus umumnya dan khususnya

untuk penginjilan?

6.   Apa peranan iman dan perbuatan dalam hubungannya dengan pembenaran dan dengan

Injil Kristen?

7.   Apa yang dimaksudkan dengan pengangkatan? Apa dampak dampaknya bagi

 

( a) ucapan syukur orang Kristen,

( b) citra diri orang Kristen,

( c) persekutuan Kristen, dan

( d) harapan orang Kristen sesudah kematian?

 

8.   Jelaskanlah dengan sederhana tetapi lengkap apa yang dimaksudkan dengan ” percaya kepada Kristus”. Apa arti pertobatan dan di mana tempatnya

 

( a) dalam Injil dan

( b) bagi kehidupan Kristen (bnd. #/TB Wahy 2:5,16; 3:3,19*)?

 

Kepustakaan (23)

Artikel “Grace”, “Election”, “Regeneration”, “Calling”,

“ Repentance”, “Faith”, “Justification”, “Adoption” dalam IBD.

Berkouwer, G. C.

1954 Faith and Justification (Eerdmans).

1960 Divine Election (Eerdmans).

Burkhardt, H.

1980 The Biblical Doctrine of Regeneration (Paternoster).

Calvin, J.

_ Institutes of the Christian Religion_ 3.

Cotterell, P.

1980 What the Bible says about Personal Salvation (Kingsway).

Ferguson, S. B.

1981 The Christian Life (Hodder).

Kuyper, A.

1966 The Work of the Holy Spirit (Eerdmans).

Lloyd-Jones, D. M.

1974 Romans 8:5-17—The Sons of God (Banner of Truth).

Luther, M.

1953 Commentary on Galatians (James Clarke).

Machen, J. G.

1925 What is Faith? (Eerdmans).

Murray, J.

1961 Redemption Accomplished and Applied (Banner of Truth).

 

24. PERTUMBUHAN KRISTEN

 

24.1           Kepastian

 

Aspek lain dari pekerjaan Roh Allah mencakup keyakinan spiritual umat Allah, yaitu kepastian berdasarkan iman: ”demikianlah kita ketahui bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang Ia karuniakan kepada kita” (#/TB 1Yoh 3:24*).  Paulus mengacu pada Roh Kudus sebagai ”meterai” (#/TB 2Kor 1:22; Ef 1:13; 4:30*), suatu kata yang dalam abad pertama dipakai untuk alat menjamin keamanan seperti alat pengunci (#/TB Mat 27:66*; #/TB Wahy 20:3*) dan juga sebagai tanda pemilikan. Gagasan-gagasan ini diungkapkan ketika Roh Kudus datang ke atas Yesus pada saat pembaptisan-Nya dan Bapa menegaskan bahwa Yesus adalah Anak-Nya sendiri (#/TB Mat 3:16*). Ada ayat-ayat mengenai kesaksian Roh Kudus dalam pengalaman orang percaya (#/TB Rom 8:16; Gal 4:6; 1Yoh 3:24; 4:13; 5:10*).

Secara subjektif, pengalaman kepastian terdiri dari damai batin seorang mengenai kedudukannya di hadapan Allah, suatu keyakinan teguh bahwa jasa-jasa Kristus menebus dosanya dan bahwa ia telah masuk ke dalam terang, kemerdekaan dan kedudukan anak Allah karena Kristus. Keyakinan yang subjektif ini ada titik penghubung objektifnya, yaitu ”kesaksian batin Roh Kudus” (bnd. di atas: ps 3.2.e), yang merupakan keyakinan mengenai kebenaran dan keilahian Alkitab yang berpusat pada Injil Kristus. Dalam praktek, ada variasi dalam masing-masing keyakinan ini, bahkan dalam hubungan yang satu dengan yang lain. Orang dapat yakin akan kebenaran dan keabsahan firman Allah serta Injil yang terkandung di dalamnya sambil meragukan apakah ia sendiri memperoleh berkat-berkatnya: sebaliknya, orang dapat merasa pasti akan kedudukannya dalam Kristus sambil mempertanyakan firman Allah dalam hal-hal tertentu. Tentu saja kedua keadaan itu bukanlah yang dimaksud Allah bagi anak-anak-Nya. Kepastian sejati meyakinkan pada kedua tingkat, baik yang objektif maupun yang subjektif.

Apa yang harus kita lakukan kalau kita dilanda keraguan mengenai posisi kita dalam Kristus? Pertama, kita harus sadar bahwa keraguan tidak berarti bahwa kita tidak dilahirkan kembali, karena keraguan dapat berasal dari Iblis ”pendakwa saudara-saudara kita” (#/TB Wahy 12:10*). Orang percaya berseru “Aku percaya, tolonglah aku yang tidak percaya ini!” (#/TB Mr 9:24*).

Kedua, kita harus membaca firman Tuhan dan mendengar firman itu dijelaskan. Pada mulanya Roh Kudus menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk mengaruniakan kepastian kepada kita dan itu tetap merupakan cara-Nya. Dalil Calvin masuk akal: ”Untuk mendapat kepastian tentang keselamatan, kita harus mulai dengan firman Allah.”

Ketiga, kita harus mencari bukti dari karya Allah dalam hidup kita. Ini mungkin sulit karena hanya Allah yang dapat menilai sesungguhnya (#/TB 1Kor 4:3*), tetapi Surat I Yohanes mendaftarkan tanda-tanda anugerah yang dapat dikenal.  Salah satu di antaranya adalah sikap terhadap dosa: orang yang sungguh-sungguh menjadi anak Allah, sekalipun dia jatuh ke dalam dosa, namun tidak dapat bersikap tidak menghiraukan sambil berbuat dosa terus (#/TB 1Yoh 3:9*).  Oleh sebab itu, keinginan untuk sungguh-sungguh bebas dari dosa adalah tanda anugerah Allah dalam kehidupan kita. Tanda lain ialah sikap mengasihi orang Kristen lainnya. ”Kita tahu bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita” (#/TB 1Yoh 3:14*). Bukti ketiga adalah pendekatan kepada kebenaran Allah. ”Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah” (#/TB 1Yoh 5:1*). Bila seorang sungguh-sungguh mengadakan komitmen pada kebenaran bahwa Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, itulah juga tanda bahwa orang itu dilahirkan kembali.

Keempat, kita harus memperhatikan bahwa sakramen-sakramen Injil dapat memperdalam dan memperteguh iman.

Ada orang yang menganggap bahwa kepastian tentang keselamatan tidak mungkin ada sebelum penghakiman terakhir dan bahwa pernyataan akan hal itu adalah kesombongan; ada orang lain yang mengatakan bahwa hanya sekelompok kecil orang yang dapat merasakan kepastian itu. Akan tetapi Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa setiap orang Kristen dapat mengetahui statusnya sebagai anak Allah. Ini tercakup dalam ajaran pengangkatan: orang tua mana yang sengaja membiarkan anaknya dalam keadaan tidak pasti tentang hubungannya dengan orang tuanya atau tentang statusnya dalam keluarga? Melalui Roh Kudus, Bapa di surga memberikan kepastian kokoh bahwa Ia telah menerima kita menjadi anak-anak-Nya.

24.2           Pengudusan

 

Seusai melahirkan orang kembali sehingga ia dipersatukan dengan Kristus, Roh Kudus bekerja terus dalam diri orang Kristen untuk membuatnya semakin sesuai dengan citra Kristus. Proses pembaruan moral dan perubahan itu biasanya disebut ”pengudusan”.

a.   Arti pengudusan

 

Gagasan dasar dari ”menguduskan” adalah ”menempatkan tersendiri” atau ”mengkhususkan”. Sebenarnya ada persamaan antara arti dasar ini dan ”membenarkan”, karena kata itu juga mengacu pada suatu realitas sekali untuk selama-lamanya, yaitu ”disendirikan” atau dikhususkan oleh Allah sebagai milik-Nya (#/TB Kis 26:18; 1Pet 1:2*). Akan tetapi ada arti kedua dalam Alkitab yang kini lebih sering dipakai dalam teologi, yaitu mencapai kekudusan moral yang nyata (#/TB Im 11:44-45; 1Tes 4:3; 5:23*; bnd. #/TB 2Kor 3:17-18*).  Dalam Alkitab, tidak ada istilah yang khas untuk menggambarkan pertumbuhan dalam kekudusan, dan yang lazim dipakai ialah istilah yang berakar dalam status yang diterima sekali untuk selama-lamanya yaitu persatuan dengan Kristus melalui iman. Hal ini menggaris-bawahi kenyataan bahwa tidak mungkin memisahkan krisis pembaruan dari perubahan moral yang menyusul. Menurut istilah teologi, pembenaran (tindakan sekali untuk selama-lamanya yang memberi orang Kristen kedudukan benar di hadapan Allah) tidak dapat dipisahkan dari pengudusan (proses perubahan moral sepanjang hidup untuk lebih mendekati citra Kristus).

Pengudusan oleh Roh

Peranan Roh Kudus yang menentukan digarisbawahi oleh bahasa yang digunakan untuk

kehidupan Kristen: ”hidup menurut Roh” (#/TB Rom 8:5*; bnd. #/TB Gal 5:16*);

”Kerajaan Allah ... soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh

Kudus” (#/TB Rom 14:17; bnd. #/TB Kis 9:31*). Dalam perubahan moral orang

percaya, Roh menghasilkan “buah Roh [yaitu] kasih, sukacita, damai sejahtera,

kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri”

(#/TB Gal 5:22*). Dalam Perjanjian Baru, tempat khusus diberikan kepada

kasih (#/TB Mat 25:31-46; Luk 7:47*; #/TB Yoh 13:34; 17:21; Rom 5:5; 1Tes 4:9; 1Yoh 3:11-18*).Kasih ini dibahas dengan baik sekali dalam #/TB 1Kor 13:13*, tempat Paulus menggambarkan berbagai unsur kasih yang dihasilkan Roh Kudus dalam persekutuan Kristen. Sesungguhnya “yang paling besar di antaranya ialah kasih” (#/TB 1Kor 13:13*).

Pengudusan dalam Kristus

Pelayanan Roh Kudus dalam proses menguduskan harus dilihat dari perspektif hubungan dasar yang tak dapat dicairkan antara Kristus dan Roh Kudus. Kesalahan yang biasa dibuat adalah melihat kehidupan Kristen sebagai proses dua tingkat dengan permulaan (pembenaran) yang berhubungan dengan Kristus, dan kelanjutannya (pengudusan) yang berhubungan dengan Roh Kudus. Tetapi sebenarnya pengudusan itu adalah karya Kristus sama seperti pembenaran (#/TB Ef 5:26*).

b.   Inti pengudusan: persatuan dengan Kristus

 

Pengudusan pada hakikatnya ialah pekerjaan Roh Kudus yang membuat persatuan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya menjadi semakin nyata dalam hidup orang Kristen. Ada dua dampak yang jauh jangkauannya.

Pertama, kehidupan Kristen tidak lain dari proses menjadikan nyata apa yang sudah terjadi dalam Kristus. Kita harus menjadi seperti keadaan kita sebenarnya, itulah ringkasan panggilan kepada hidup yang kudus dalam #/TB Efesus 5:8*.  Iman adalah persatuan dengan Kristus oleh Roh Kudus dalam keseluruhan penebusan-Nya, dan itu berarti bahwa semua orang Kristen, walaupun mungkin iman mereka masih baru dan belum matang, sudah mati dan bangkit bersama Kristus, dan akan mendapat bagian dalam kemuliaan Kristus. ”Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (#/TB Gal 2:19-20*). Itulah rumusan seorang Kristen. Dampak-dampak kebenaran yang menakjubkan ini tentu saja tercapai oleh orang Kristen sampai pada tingkatan yang banyak variasinya. Bahkan orang yang paling suci sekalipun hanya dapat mewujudnyatakannya untuk sebagian, tetapi dampak-dampak tersebut berlaku bagi semua orang. Dalam pengertian ini, kehidupan Kristen adalah pemberian anugerah dari permulaan (saat orang pertama kali percaya akan Kristus) hingga akhir (saat Ia membagikan kemuliaan-Nya dengan orang percaya). Allah telah mempersatukan kita dengan Anak-Nya; bagian kita adalah untuk percaya dan menerima persatuan ini dan hidup di dalam terang-Nya sambil berterima kasih. Dalam hal ini, Roh Kudus adalah penolong yang makin banyak mewujudnyatakan kemenangan Kristus dalam hidup kita (#/TB 2Kor 3:18*).

Kedua, kehidupan Kristen adalah kehidupan dalam persekutuan. Sayang, pengajaran

mengenai kekudusan Kristen telah sering memusatkan perhatian pada ”pria kudus”

atau ”wanita kudus” dan mengabaikan perhatian Alkitab mengenai ”umat kudus” atau

“gereja kudus”. Idaman individu Kristen yang cakap di segala bidang, yang mampu

menghadapi setiap tantangan rohani dan mengalami kemenangan yang tak putus-putusnya

atas dosa dan Iblis, pasti telah menghasilkan contoh-contoh watak Kristen yang

luar biasa. Namun sebagaimana diketahui setiap penyuluh Kristen, penekanan pada

perorangan ini telah menjebloskan banyak orang ke dalam perjuangan seorang diri

yang berakhir dengan keputusasaan dan kekecewaan atau, lebih buruk lagi, dengan

kemunafikan hidup berpatokan ganda. Tetapi bagian terbesar dari ajaran

Perjanjian Baru mengenai kehidupan Kristen, termasuk bagian-bagian penting

tentang kekudusan, terdapat dalam surat-surat yang dialamatkan kepada jemaat-jemaat,

yaitu kelompok-kelompok orang Kristen. Semua nasihat tentang kehidupan kudus

adalah dalam bentuk jamak—”kita”, ”saudara sekalian” (#/TB Rom 6:1- 23; Gal 5:13-6:10; Ef 4:17-6:18*)

·        termasuk nasihat: ”Kenakanlah seluruh perlengakpan senjata Allah” (#/TB Ef 6:11-18*;

#/TB Kol 3:1-17; 1Tes 4:1- 12; 1Pet 1:13-2:12; bnd. #/TB Mat 5:1- 7:29*).  Demikian pula semua janji dalam Perjanjian Baru akan kemenangan diberikan kepada orang dalam persekutuan (#/TB 1Kor 15:57; 1Yoh 5:4; Wahy 15:2*). Dengan kata lain, para rasul mengharapkan bahwa kehidupan dan pengudusan Kristen akan terjadi dalam konteks persekutuan yang penuh kasih dan perhatian. Kelemahan pribadi, kekurangan dalam watak, masalah dalam kepribadian, yang ada pada kita semua, dilengkapi dan didukung, disembuhkan dan diimbangi oleh anggota-anggota lain dalam tubuh Kristus. Memang janganlah hal ini disalahtafsirkan, karena Allah juga berurusan dengan kita sebagai individu: tiap orang Kristen harus berpaling dari dosa untuk mencapai standar kekudusan yang tertinggi. Kesadaran akan aspek kebersamaan dari pengudusan bukanlah kompromi moral. Yang benar ialah, orang Kristen menjadi kekudusan yang sehat, realis dan lengkap, hanya dalam persekutuan dengan orang Kristen lainnya.

c.   Perspektif masa depan

 

Ada ketegangan antara segi “telah datang” dan segi “masih akan datang” dalam konsep kerajaan Allah (lihat di bawah ini: ps 32) dan ketegangan ini tercermin juga dalam kehidupan orang Kristen. Ia sudah berada dalam kerajaan Allah melalui persatuannya dengan Kristus (#/TB Kol 1:13*) dan sekarang mempunyai status surgawi dalam Kristus oleh Roh Kudus. Tetapi ia masih tetap mengalami zaman lama dengan kebusukan dan kebobrokan dosa dan kematian fisik. Perjanjian Baru menyatakan ketegangan ini dengan berbagai cara. ”Manusia lama”, artinya keadaan manusia ”di dalam Adam” di bawah kutukan, telah disalibkan bersama Kristus (#/TB Rom 6:6*; #/TB Kol 3:9*); namun kita harus mematikan ”manusia lama” itu dalam diri kita dengan keinginan dan kecenderungannya yang jahat (#/TB Rom 8:12-13*; #/TB Gal 5:16-17; Kol 3:5-6*). Iblis telah ditumbangkan dan dikalahkan dalam Kristus (#/TB Yoh 12:31; Kol 2:15*);

kendatipun begitu, orang Kristen terpanggil untuk memerangi Iblis (#/TB Ef 6:12-13; 1Pet 5:8-9*).

Begitu pula kenyataan-kenyataan iman kadang-kadang menonjol begitu jelas dan tanggung jawab kita pun jelas dan sungguh-sungguh, tetapi kadang-kadang pula kita terpanggil untuk berpegang teguh kepada keyakinan kita walaupun segala sesuatu seolah-olah berlawanan dengannya dan kita harus berperang melawan dunia, daging dan Iblis sekalipun kuasa-kuasa surga seperti sama sekali tidak hadir.  Keteguhan percaya ”sekalipun...” merupakan sifat situasi kita pada zaman ini, sebelum kepenuhan kerajaan Allah datang.

Syukurlah orang Kristen mengetahui bahwa keadaan ini tidak akan berkepanjangan.

Allah telah memulai pekerjaan-Nya yang baik di dalam kita dan telah bersumpah

untuk menyelesaikannya secara tuntas pada hari kedatangan Kristus nanti (#/TB Fili 1:6*).Kita dipersiapkan untuk menjadi ”sama seperti Dia” (#/TB 1Yoh 3:2*). Bukan main indahnya prospek ini! Dan sudah pasti. Prospek inilah yang menjadi pendorong melanjutkan pekerjaan pengudusan dalam anugerah dan kuasa Roh Kudus sampai pada hari ketika umat Allah, bersih tak bercacat, dihadapkan kepada Pengantin laki-laki surgawi (#/TB Ef 5:26; Wahy 21:1*).

d.   Beberapa pertanyaan mengenai pengudusan

 

Krisis atau proses?

Apakah pengudusan terjadi secara berangsur-angsur atau segera melalui suatu pengalaman yang dapat disebutkan sebagai ”pemberkatan kedua”, ”baptisan”, ”kepenuhan”, ”kasih sempurna”, ”hati yang bersih”, ”kepastian sepenuhnya” atau dan nama-nama lain?

Berdasarkan ajaran tentang persatuan dengan Kristus oleh karya Roh Kudus dan tentang kehidupan Kristen sebagai perwujudan dari apa yang telah menjadi milik orang percaya karena persatuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengudusan merupakan suatu proses. Ini didukung oleh penegasan-penegasan Perjanjian Baru lain: ”Tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut” (#/TB 1Kor 15:31*);

”kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami” (#/TB 2Kor 4:10*);

”yang terus-menerus diperbaharui” (#/TB Kol 3:10*); ”diubah menjadi serupa dengan gambarNya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (#/TB 2Kor 3:18*);

“bertumbuh ke arah Dia” (#/TB Ef 4:15*); “kamu telah menyerahkan...  tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan (nya) menjadi hamba kebenaran yang membawa...pengudusan” (#/TB Rom 6:19*).

Namun ini tidak mengesampingkan kemungkinan adanya krisis dalam pengalaman

Kristen. Jelaslah bahwa Allah secara berkala bertindak terhadap umat-Nya

dengan cara begitu sepanjang masa. Roh Kudus bebas dan berdaulat. Ia dapat

sewaktu-waktu menyadarkan orang akan dampak persatuan dengan Kristus dengan cara

krisis yang selanjutnya mempengaruhi pengalaman Kristennya. Bila mempertimbangkan krisis-krisis seperti itu patut dicatat empat pokok.

(1)  Pengalaman krisis mungkin terjadi karena dahulu orang keras melawan kehendak Allah. Kalau menggunakan analogi medis, keadaan seseorang mungkin lebih memerlukan pembedahan radikal daripada perawatan berangsur-angsur.

(2)  Suatu pengalaman mungkin diberikan untuk mempersiapkan seseorang untuk pengujian iman yang berat pada waktu mendatang.

(3)  Pengalaman krisis mungkin mempersiapkan orang untuk pelayanan atau tanggung jawab Kristen baru (misalnya #/TB Kis 18:9-10; 23:11*). Berkat khusus yang berkaitan dengan pelayanan khusus itu hanya menyentuh soal pengudusan secara sekunder. Ada banyak pemimpin Kristen yang terpaksa belajar dari pengalaman pahit bahwa pemberian karunia khusus dari Roh Kudus untuk pelayanan istimewa, tidak membebaskannya dari kewajiban mendisiplin diri tiap hari.

(4)  Lazimnya Allah tidak mengesampingkan kepribadian ”alami” bila Ia menguduskan seseorang. Sang Penebus juga adalah sang Pencipta. Karena itu ada orang Kristen yang karena perangai alaminya lebih cenderung untuk mengalami krisis dalam pengudusan daripada orang Kristen lainnya.

 

Yang menjadi sangat berbahaya ialah jika kita menduga bahwa pengalaman khusus

yang telah dialami oleh beberapa orang Kristen perlu dialami oleh semua orang

Kristen. Menurut ajaran Alkitab, umat Allah bertumbuh dalam kekudusan oleh

pemeliharaan Roh Kudus sehari-hari yang memungkinkannya untuk semakin baik

menghayati persatuannya dengan Kristus dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya.

Bersandar atau bergumul?

Apakah orang Kristen harus bergumul terus untuk mencapai penyesuaian dengan patokan-patokan moral yang dipaparkan dalam Alkitab, ataukah ia terpanggil untuk beriman dalam Kristus serta karya-Nya, seolah-olah ”bersandar” pada Kristus yang akan menjadi pengudusannya?

Perjanjian Baru mengandung kedua unsur itu. Bersandar pada Kristus sebagai

pengudusan mendapat dukungan dari ayat-ayat yang mengajak orang memandang

kepada-Nya dalam iman, menyerahkan diri kepada Dia dan ”tinggal” di dalam Dia

(#/TB Yoh 15:1-10; Rom 6:13; 1Kor 1:30*; #/TB Gal 2:20*). Berdampingan

dengan itu Alkitab menegaskan perlunya “aktif dan berkarya” dalam pekerjaan

pengudusan sambil mematikan tabiat lama dengan keinginannya dan mengenakan

tabiat baru dalam Kristus (#/TB Rom 8:12; 12:1-21; 1Kor 6:12-20; Gal 5:13-26; Kol 3:1-7*).Dorongan dalam Perjanjian Baru untuk hidup suci tidak pernah hanya merupakan ajakan samar-samar untuk menyerahkan diri kepada Allah atau untuk berserah supaya dibimbing oleh Roh Kudus. Alkitab menguraikan secara rinci pola hidup suci dan mendorong untuk berusaha sekuat-kuatnya untuk mengikutinya.

Perjanjian Baru juga menggarisbawahi perang rohani terhadap kuasa-kuasa jahat.  Orang Kristen harus berdiri ”tegap” dalam Kristus dan dalam kemenangan-Nya atas Iblis; tetapi ia juga harus mengenakan ”seluruh perlengkapan senjata Allah” dan menggunakan pedang Roh (#/TB Ef 6:4*). Dengan demikian, pengudusan meliputi keduanya, baik bersandar pada Kristus dalam iman maupun bergumul untuk menjadi serupa dengan gambar-Nya.

Sepenuhnya atau sebagian?

Pernah ada orang Kristen yang menyatakan telah mencapai keadaan yang memungkinkan mereka tidak lagi berbuat dosa. Mereka berpendapat bahwa hal ini mungkin bagi semua orang Kristen yang selalu memandang kepada Kristus.

Pandangan ini harus ditolak. Ajaran tadi tidak dapat dicocokkan dengan #/TB 1Yohanes 1:8,10*.

Selain itu, bila diselidiki akan menjadi jelas bahwa pendukung pandangan ini mempunyai pengertian sempit tentang dosa, yang mereka batasi pada ketidaktaatan dengan sengaja terhadap kehendak Allah atau hal serupa. Akan tetapi kita harus memakai definisi dosa yang terdapat dalam Alkitab, dan Alkitab merumuskan bahwa dosa meliputi pemikiran, sikap, kata-kata maupun perbuatan, tugas yang tidak dikerjakan maupun hal-hal buruk yang dikerjakan. Menurut pengertian alkitabiah, keadaan tak berdosa berarti mengasihi Allah dan sesamanya setiap saat dengan seluruh hati, akal, kehendak dan kekuatan, yaitu dalam keadaan sepenuhnya menyerupai sifat Yesus Kristus. Menurut pengertian alkitabiah ini, jelaslah bahwa kesempurnaan tak berdosa tidak mungkin tercapai di dunia ini. Sesungguhnya orang yang tabiatnya paling mendekati Kristus pada umumnya menunjukkan perasaan tidak layak dan lemah (#/TB Yes 6:5; Dan 9:4-19; Ef 3:8; 1Tim 1:15*).  Kesempurnaan semacam itu tidak alkitabiah dan tidak mungkin, lagi pula dapat juga menyebabkan kecongkakan dan menyesatkan serta mengacaukan iman orang lain.

e.   Peristilahan pengudusan

 

Banyak pembicaraan tentang pengudusan berkisar pada arti dua istilah pokok.

Penuh dengan Roh Kudus

Dasar alkitabiah bagi istilah ini ialah #/TB Efesus 5:18*, yang mengajak semua orang Kristen untuk menjadi penuh dengan Roh Kudus, serta perikop-perikop dalam Kisah Para Rasul yang menyebutkan orang Kristen ”penuhlah dengan Roh Kudus” (#/TB Kis 2:4; 4:31; 6:5; 7:55; 9:17; 11:24; 13:9*). Jelaslah bahwa ”penuh” itu hanya merupakan kiasan, dan kiasan itu akan menyesatkan kalau diartikan secara harfiah, seolah-olah manusia yang menerima Roh Kudus adalah wadah tak berpribadi dan Roh Kudus hanya suatu zat rohani belaka. Jika kita berkata bahwa seseorang bersifat ”penuh harapan”, artinya orang itu memiliki sifat yang sangat menonjol yakni harapannya. Begitu juga, ”penuh dengan Roh Kudus” berarti bahwa Roh Kudus adalah pengaruh dominan bagi perilaku seseorang.

Apakah seseorang menjadi ”penuh dengan Roh” melalui pengalaman sekali untuk selama-lamanya? Pertanyaan ini terjawab oleh fakta bahwa dalam Kisah Para Rasul orang dikatakan ”penuh dengan Roh Kudus” dua tiga kali (lihat ayat-ayat yang disebut di atas). Hal ini sesuai dengan bentuk kata kerja Yunani dalam #/TB Efesus 5:8* yang dapat diterjemahkan harfiah sebagai ”hendaklah kamu terus-menerus penuh dengan Roh Kudus”, bukan ”hendaklah kamu mengalami kepenuhan Roh Kudus”.

Mengingat ajaran Alkitab ini, maka ”dipenuhi” Roh Kudus berarti orang Kristen dipengaruhi Roh dengan cara dan menurut taraf sedemikian rupa sehingga Ia menjadi kuasa yang dominan dalam kehidupan. Roh Kudus membuat orang percaya hidup dan berlaku, kadang-kadang dengan cara yang khususnya menunjukkan kehadiran-Nya dan umumnya sedemikian rupa sehingga Allah dimuliakan di dalam dia (#/TB Ef 5:19-20*). Keadaan ini perlu diusahakan terus-menerus oleh orang Kristen. Dan karena Roh yang memenuhi orang percaya adalah Roh Kudus, yang karya-Nya telah kami bahas di atas, maka tanda pemenuhan-Nya adalah kalau orang menyerupai Kristus.

Baptisan dengan Roh Kudus

Ungkapan ini banyak dibahas selama abad kedua puluh. Aliran Pentakosta

menggunakannya untuk mengacu pada pengalaman kedua dari Roh Kudus yang meliputi

hal berbicara dengan bahasa lidah, yang terjadi setelah orang bertobat. Akhir-akhir ini gerakan kharismatik (lihat di bawah: ps 25) membuat diskusi ini menjadi pusat perhatian.

Kata kerja ”mem/dibaptis dengan Roh Kudus” muncul tujuh kali dalam Alkitab. Enam di antaranya menunjuk kepada kontras yang dikemukakan Yohanes Pembaptis antara pelayanannya yang mempersiapkan dan memberitakan, yakni “membaptis dengan air”, dan pelayanan mesianik Yesus yang akan datang, yakni membaptis “dengan Roh Kudus” (#/TB Mat 3:11; Mr 1:8; Luk 3:16; Yoh 1:33; Kis 1:5; 11:16*). Bentuk ini juga muncul ketika Paulus menjelaskan kesatuan hakiki dalam pengalaman semua orang Kristen akan Roh Kudus: ”dalam satu Roh kita semua ... telah dibaptis menjadi satu tubuh” (#/TB 1Kor 12:13*).

Tinjauan terhadap ayat-ayat ini serta seluruh gagasan Perjanjian Baru tentang baptisan menghasilkan kesimpulan bahwa ”baptisan dalam Roh” adalah satu segi permulaan Kristen. Dengan kata lain, dalam Alkitab ”dibaptis dalam Roh” termasuk dalam rangkaian gagasan mengenai permulaan Kristen, yaitu pertobatan dan iman, pembenaran, menjadi Kristen, kelahiran kembali, baptisan dengan air, menyatu dengan Kristus, diangkat menjadi keluarga Allah, dan lain-lain. Ungkapan itu menyoroti apa yang dilambangkan oleh kelahiran kembali, yaitu masuk ke dalam kerajaan mesianik yang dijanjikan dengan cara menjadi terbenam dalam kehidupan Roh Kudus, yang menjiwai kerajaan Allah. Oleh sebab itu, ”baptisan dalam Roh Kudus” adalah salah satu cara Perjanjian Baru berbicara tentang ”menjadi Kristen”; karena itu, setiap orang percaya sejati dalam Kristus telah dibaptis dalam Roh Kudus, seperti mereka juga telah dilahirkan kembali, dipersatukan dengan Kristus, dibenarkan di hadapan Allah dan sebagainya. Kebiasaan menggunakan ungkapan tersebut untuk pengalaman kedua dari kuasa Roh Kudus, bagaimana pun menakjubkannya, melampaui pemakaian Alkitab dan karena itu kurang membantu dan menyesatkan.

Kalau begitu, apa yang harus dikatakan tentang pengalaman-pengalaman Roh Kudus sesudah permulaan kehidupan Kristen, kalau tidak dapat menyebutnya ”baptisan dalam Roh Kudus”? Ada beberapa kemungkinan.

(1)  Menolak keabsahan pengalaman itu. Sikap ini terlalu luas, terutama kalau ada tanda-tanda dari kenyataan dan keampuhan spiritual baru yang disebabkan oleh pengalaman itu. Memang ada bahaya pengalaman palsu dan tafsiran salah, tetapi tak dapat disangkal bahwa Roh memberi pengalaman rohani yang sejati.

(2)  Mengikuti tradisi Pentakosta dan terus menyebutkan pengalaman itu ”baptisan dalam Roh Kudus” walaupun melawan pemakaian Perjanjian Baru. Keadaan menjadi rumit karena ada orang yang inisiasinya ke dalam agama Kristen begitu dangkal sehingga pengalaman berikut terasa seperti bertobat untuk pertama kali. Dalam hal ini pengalaman kedua benar-benar merupakan ”baptisan dalam Roh Kudus” dalam arti Alkitab. Namun jika sudah terjadi pengalaman dari Roh Kudus pada titik memulai kehidupan Kristen, maka tidak alkitabiah untuk menyebut pengalaman berikut sebagai ”baptisan dengan Roh Kudus”.

(3)  Melihat pengalaman kedua (atau kemudian) sebagai perwujudan dalam pengalaman yang baru dan lebih tinggi daripada apa yang telah diberikan pada waktu menjadi Kristen. Pengalaman kedua ditafsirkan sebagai kedatangan Roh Kudus, yang di dalam-Nya orang telah dibaptis pada saat dilahirkan kembali, dengan pencurahan hidup-Nya yang lebih penuh dan mungkin baru. Ini bukan ”baptisan” dalam Roh Kudus, melainkan perwujudan berikut dari realitas-Nya.

 

Pengalaman ini jangan ditafsirkan terlalu kaku. Jika kita coba untuk menempatkan

pengalaman-pengalaman tentang Roh Kudus yang diceritakan dalam Kisah Para

Rasul dalam kerangka yang terlalu rapi, maka timbullah kesulitan. Jika kita

mencari istilah tepat untuk pengalaman berikut, maka ”kepenuhan” Roh Kudus sudah

lebih baik dibandingkan dengan ”baptisan” (lihat ayat-ayat dari Kisah Para Rasul

yang dikutip di atas). Pada masa Perjanjian Baru, istilah Alkitab ini mencakup

sejumlah besar pengalaman tentang kedatangan Roh Kudus yang berbeda-beda kepada

murid-murid Kristen sesudah pengenalan mereka tentang zaman baru melalui kuasa Roh Kudus yang menghidupkan.

Mungkin kita ragu-ragu akan istilah ”pemberkatan kedua”, namun janganlah itu

membuat kita menjadi miskin secara rohani. Kita harus menginginkan kepenuhan

sebanyak-banyaknya dari kuasa Roh Allah sebagaimana Bapa berkenan memberi kepada

kita (#/TB Mat 5:6; Luk 11:13*; 1Kor 21:31).

Aspek kebersamaan dari karya Roh Kudus sekali lagi mendasar. Roh yang memenuhi dan memberi kuasa adalah Roh yang mempersatukan dengan Kristus dan karena itu dengan keseluruhan tubuh-Nya. Pengalaman dan pelayanan Roh Kudus tidak pernah dikaruniakan hanya untuk menyenangkan pribadi secara egois. Hal itu dimaksudkan untuk kebaikan dan pertumbuhan jemaat dan pada akhirnya untuk keagungan Kristus melalui umat-Nya (#/TB Kis 2:1-2; bnd. #/TB Kis 2:42-47; 4:31-35*; #/TB Ef 4:11-16*).

24.3           Ketekunan

 

Jika seseorang dimampukan untuk percaya dan karena itu karya Kristus diterapkan secara efektif padanya, apakah sesudah itu ia dapat kehilangan keselamatannya?  Pokok ini menimbulkan cukup banyak perdebatan.

Gagasan bahwa sekali diberikan, keselamatan tidak dapat hilang, dikenal sebagai ketekunan orang kudus. Pandangan ini dipegang terus dalam teologi Reformasi dan didukung secara jelas oleh Alkitab. Kristus mengatakan kepada murid-murid-Nya, ”mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tanganKu” (#/TB Yoh 10:28; bnd. #/TB Yoh 6:37,40*).

Paulus menegaskan, ”mereka yang dibenarkanNya itu juga dimuliakanNya

... makhluk [apa pun] tidak dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada

dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (#/TB Rom 8:30,39*); ”Ia yang memulai

pekerjaan baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya” (#/TB Fili 1:6*).Petrus meyakinkan pembacanya bahwa ”kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan ... pada zaman akhir” (#/TB 1Pet 1:5*). Ketekunan ini adalah efek kebenaran yang telah digarisbawahi, bahwa keselamatan adalah pekerjaan anugerah Allah yang berdaulat.  Kedatangan manusia kepada Allah adalah pekerjaan Allah bukan pekerjaan manusia sendiri, dan ketekunan orang bersama-sama Dia juga merupakan pekerjaan-Nya.

Ketekunan juga dinyatakan dalam ajaran lain yang sudah dibicarakan. Jika kita dipersatukan dengan Kristus dalam penyelamatan-Nya, kita nanti akan bersama-sama dalam kemenangan-Nya yang akan datang. Paulus justru berkata demikian: jika orang mati dalam Kristus, pasti dia akan nampak bersama dengan Dia dalam kemuliaan dan sekarang seharusnya hidup sesuai dengan harapan itu (#/TB Kol 3:1-5*). Ketekunan juga merupakan akibat wajar dari pilihan, karena jika Allah memiliki kita dari selama-lamanya itu berarti bahwa kita akan bersama dengan Dia juga untuk selama-lamanya. Pembenaran juga memberi kepastian akan dinyatakan benar pada penghakiman terakhir (#/TB Rom 5:1-2; Tit 3:7*).

Pada pihak lain, ada satu alur ajaran Alkitab yang agaknya membuka pintu bagi kehilangan orang yang pernah percaya. Surat Ibrani memperingatkan orang Kristen terhadap anggapan-anggapan palsu dan akibat mengerikan kalau menolak iman dalam Kristus (#/TB Ibr 2:3-4; 4:1-2; 6:1-9*; #/TB Ibr 10:1-2).  Yesus sendiri juga berbuat demikian (#/TB Mat 24:13*; #/TB Yoh 15:6; Wahy 2:5*).

Peringatan itu dan ajaran tentang ketekunan tidak bertentangan. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa orang yang tertarik kepada Kristus dan beriman kepada Dia dibebaskan secara kekal dari dosa dan hukumannya, tetapi tidak pernah menyajikan hal ini sebagai alasan untuk kecerobohan moral. Orang yang benar-benar dilahirkan kembali oleh Roh Kudus akan memberi kesaksian tentang hal itu dengan berusaha untuk hidup suci, biarpun merealisasikannya sangat lambat, seperti dilukiskan dengan jelas dalam biografi alkitabiah. Orang yang dengan segenap hati kembali pada dosa, menolak cara-cara Kristen dulu, tidak menyesal melakukan itu dan terus melanjutkan kemurtadan ini sampai akhir hidupnya, tidak benar-benar ”dilahirkan dari Allah”, walaupun mula-mula kelihatannya demikian.

Pada titik ini, orang yang sensitif perlu diyakinkan. Tentu saja orang Kristen tidak tanpa dosa, dan kegelisahan yang membuat orang menelusuri hidupnya untuk mendapatkan tanda-tanda pembaruan moral, adalah bukti ia sudah dilahirkan kembali. Selanjutnya harus diakui bahwa kemunduran, walaupun patut disesalkan, sering terjadi dalam hidup orang Kristen. Kadang-kadang orang Kristen sejati tergelincir jauh sekali. Namun ia tidak pernah sama sekali kehilangan kesadaran spiritual dan bahkan dalam kemunduran masih merasakan keinginan untuk kembali kepada Tuhan. Sedangkan ada orang murtad yang tidak pernah menjadi murid sejati, dan dia menunjukkan hal itu dengan kehilangan keprihatinan moral dan spiritual, bahkan menolak bahwa kematian Kristus mengalahkan dosa (#/TB Ibr 10:26-29*).

Ayat-ayat yang dikutip sebagai bukti bahwa orang Kristen sejati dapat kehilangan

mengacu kepada kasus-kasus yang dari semula tidak mempunyai iman (#/TB 1Yoh 2:19*)atau hanya merupakan peringatan akan kesungguhan moral kehidupan Kristen. Tetapi kita harus mempertahankan keseimbangan Alkitab. Keselamatan Kristen meliputi pembebasan dari murka yang akan datang. Orang Kristen boleh yakin bahwa mereka akan dipelihara untuk kerajaan Allah yang kekal bukan karena kesanggupan mereka sendiri, tetapi karena mereka adalah di tangan Allah yang berdaulat dan murah hati, yang telah memberi mereka kehidupan dari kuburan. Sekarang Ia menjaga mereka dari serangan dunia, daging dan Iblis, dan pasti akan melanjutkan pelayanan anugerah ini selama-lamanya.

24.4           Cara dan tujuan

 

a.   Roh Kudus dan Firman Allah

 

Untuk melengkapi bahasan tentang Roh Kudus dan pertumbuhan Kristen ini, kita catat lagi bahwa Ia mengilhami dan menerangkan Alkitab (#/TB Yoh 14:26; 15:26; 16:13-14; Ef 1:17; Ibr 3:7; 1Pet 1:11; 2Pet 1:21*;

#/TB 1Yoh 2:20,27*). Ikatan antara Roh Kudus dan firman Allah adalah salah

satu kunci menuju pemahaman seluruh pelayanan-Nya dalam gereja. Dalam kegiatan-Nya

membimbing, mengilhamkan, menguduskan dan membangun umat Allah, alat-Nya yang paling unggul adalah Alkitab (#/TB 2Tim 3:16-17*). Sebaliknya setiap tuntutan akan kehadiran, pimpinan dan berkat Roh Kudus, yang melalaikan firman Allah atau mengurangi wewenang-Nya, jelas tidak sesuai dengan Roh yang membimbing dan memberi kuasa kepada Yesus dan para rasul dan karena itu tidak sesuai dengan iman yang sungguh-sungguh menghormati Allah (bnd. ps 3.2).

b.   Roh Kudus dan akhir zaman

 

Berbagai perikop Perjanjian Lama menghubungkan pelayanan Roh Kudus dengan zaman

baru (misalnya #/TB Yeh 39:29; Yoel 2:28-29*). Pelayanan umat Allah oleh Roh Kudus akhir-akhir ini adalah bukti jelas bahwa Zaman Baru sudah dimulai dalam sejarah manusia. Melalui Roh Kudus orang percaya mengharapkan kenyataan-kenyataan yang akan muncul apabila zaman baru menjadi nyata sepenuhnya.

Paulus menggunakan dua istilah untuk mengungkapkan dimensi men datang dari pelayanan Roh Kudus. Roh Kudus adalah aparkhe, ‘buah sulung’ (#/TB Rom 8:23*). Dalam Perjanjian Lama, ini adalah persembahan yang dipersembahkan kepada Allah (#/TB Bil 28:26-31*) untuk menunjukkan rasa syukur umat-Nya karena Allah memberikan panen. Paulus menggunakan istilah ini untuk pengikut-pengikut pertamanya di daerah tertentu (bnd. #/TB Rom 16:15*).

Istilah ini juga digunakan mengenai Kristus yang bangkit, sebagai buah sulung

dari panen besar yang akan datang pada kebangkitan orang-orang mati (#/TB 1Kor 15:23*).Dalam Roh Kudus kita mengecap ”karunia-karunia dunia yang akan datang” (#/TB Ibr 6:5*) dan kita adalah orang-orang yang ”hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba” (#/TB 1Kor 10:11*).

Roh Kudus juga disebut arrabon ‘uang tanggungan’ (#/TB 2Kor 1:22; 5:5*;

#/TB Ef 1:14*), kata yang lazim dipakai di dunia perdagangan abad pertama.  Apabila diadakan kontrak atau transaksi ditutup, orang membayar arrabon yang menjamin bahwa pembayaran penuh akan dilakukan. Pengalaman tentang Roh Kudus akhir-akhir ini adalah cicilan pertama, jaminan kehidupan dalam kemuliaan pada masa yang akan datang. Dalam bahasa Yunani modern arrabon berarti cincin tunangan, tanda hubungan yang menjanjikan persatuan lebih sempurna pada waktu yang akan datang.

Bahan Alkitab

Kepastian:

#/TB Roma 6:21; 8:14-17,28-39; 14:5; 2Korintus 1:22; Galatia 4:4-7*;

#/TB Efesus 1:13; 4:20; Kolose 2:2; 1Tesalonika 1:5; 2Timotius 1:12*;

#/TB Ibrani 6:20; 10:22; 1Yohanes 3:24; 4:13; 5:7,9*.

Pengudusan:

#/TB Keluaran 19:6; Imamat 11:44-45; Ulangan 7:6; Yesaya 62:12*;

#/TB Matius 5:1-7:29; Yohanes 15:1-10; 17:17; Kisah 20:28-32; 26:18*;

#/TB Roma 6:1-23; 8:12-13; 12:1-21; 15:16; 1Korintus 6:11-20; 15:31*;

#/TB 2Korintus 3:17-18; 7:1; Galatia 5:13-6:10; Efesus 4:17-6:18*;

#/TB Kolose 1:22; 3:1-17; 1Tesalonika 4:1-12; 2Timotius 1:9; 2:21*;

#/TB Ibr 12:10,14; 1Pet 1:13-2:17; 2Pet 3:11; 1Yohanes 2:6,24-28; 3:6*.

Ketekunan:

#/TB Yohanes 6:37,40; 10:27; Roma 8:30-39; 11:29; Filipi 1:6*;

#/TB 2Tesalonika 3:3; 2Timotius 4:18; 1Petrus 1:5*.

Roh dan Firman:

#/TB Yehezkiel 2:1-2*;

#/TB Yohanes 14:26; 16:13-14; 1Korintus 2:4-16; 2Tesalonika 2:13*;

#/TB 2Timotius 3:16; Ibrani 3:7; 2Petrus 1:20-21*.

Roh dan akhir zaman:

#/TB Yesaya 11:2; 44:3; Yeremia 31:31-32; Yehezkiel 39:29; Yoel 2:28-29*;

#/TB Roma 8:23; 1Korintus 10:11; 15:23; 2Korintus 1:22; 5:5*;

#/TB Efesus 1:13-14; 4:30; Ibrani 6:5*.

 

Bahan diskusi/penelitian

1.   Apa arti ”pengudusan” dalam Alkitab maupun dalam bahasa sehari-hari?

Bagaimanakah pengudusan dibedakan dari pembenaran?

2.   Apa artinya persatuan dengan Kristus bagi pengudusan?  Bagaimana Anda akan coba menafsirkan pengalaman dari Roh Kudus yang bersifat krisis?  Apa masalah-masalah yang dihubungkan dengan pengertian tentang pengudusan yang menekankan ”berkat kedua”?

3.   Apakah menurut Alkitab pengudusan bergantung juga pada usaha manusia?

4.   Apa yang dapat Anda artikan dari ajaran Alkitab mengenai

 

( a) “baptisan dalam Roh Kudus” dan

( b) “kepenuhan Roh Kudus”?

 

5.   Menurut Anda, apa tanda-tanda bahwa pengudusan semakin bertambah dalam hidup

semua orang Kristen? Terlepas dari unsur-unsur umum ini, cara bagaimana

orang dapat mengharapkan bahwa pengudusan akan diungkapkan oleh seorang

( a) ibu rumah tangga Kristen,

( b) mahasiswa,

( c) tukang cat,

( d) guru,

( e) pekerja pabrik, dan

( f) pegawai negeri?

 

6.   Dapatkah orang yakin bahwa ia sungguh-sungguh orang yang percaya kepada Kristus dan sudah dilahirkan kembali? Kutiplah dari Alkitab sebagai dukungan atas jawaban Anda.

7.   Pertimbangkanlah peranan Roh Kudus dalam kaitannya dengan Alkitab. Apa fungsi Alkitab dalam menghayati kehidupan Kristen?

8.   Apakah mungkin bahwa seorang Kristen yang dilahirkan kembali pada akhirnya hilang? Bagaimana Anda menafsirkan “ayat-ayat peringatan” dalam Surat Ibrani?

 

Kepustakaan (24)

Artikel “Sanctification” dalam IBD.

Berkouwer, G. C.

1952 Faith and Sanctification (Eerdmans).

1958 Faith and Perseverance (Eerdmans).

Edwards, J.

1961 The Religious Affections (Banner of Truth).

Ferguson, S. B.

1980 Add to Your Faith (Pickering & Inglis).

Green, M.

1975 I Believe in the Holy Spirit (Hodder).

Kirby, G.

1979 What the Bible says about Christian Living (Kingsway).

Kuyper, A.

1966 The Work of the Holy Spirit (Eerdmans).

Lloyd-Jones, D. M.

1971 Romans 5—Assurance (Banner of Truth).

1972 Romans 6—The New Man (Banner of Truth).

1975 Roma 8:17-39—The Final Perseverance of the Saints

( Banner of Truth).

Lovelace, R.

1979 The Dynamics of Spiritual Life (Paternoster).

Owen, J.

1967 Works 4 & 5 (Banner of Truth).

Packer, J. I.

1973 Knowing God (Hodder).

Philip, J.

1964 Christian Maturity (IVP).

Prior, K.

1967 The Way of Holiness (IVP).

Ryle, J. C.

1952 Holiness (James Clarke).

Smail, T. A.

1975 Reflected God (Hodder).

Stott, J. R. W.

1975 Baptism and Fullness (IVP).

Watson, D.

1973 One in the Spirit (Hodder).

Wesley, J.

1958 A Plain Account of Christian Perfection (Epworth).

 

25. ROH KUDUS PADA MASA KINI:

 

PERSPEKTIF SEJARAH

Selama abad kedua puluh telah timbul perhatian besar terhadap Roh Kudus, yang akhir-akhir ini berpusat pada apa yang disebut “gerakan kharismatik”. Gerakan itu menekankan ”baptisan dalam Roh Kudus” serta pemakaian karunia-karunia Roh, khususnya bahasa lidah. Sejak tahun lima puluhan gerakan itu mempengaruhi hampir setiap gereja di Amerika, kemudian di Eropa dan sekarang di seluruh dunia. Sejak semula gerakan itu menembus gereja Roma Katolik, dan ada yang berpendapat bahwa gerakan kharismatik menciptakan kesempatan untuk kerukunan ekumenis yang lebih gemilang daripada cara tradisional yang rasanya kurang berhasil, yakni dialog teologis.

Mula-mula perhatian terpaut pada berkat rohani secara individual, termasuk bahasa lidah dan sebagainya. Pada tahap kedua, yang boleh dikatakan lebih matang, perhatian utama dari gerakan itu diarahkan untuk menemukan kembali persekutuan Kristen secara praktis, serta arti gereja sebagai tubuh Kristus.  Pada apa yang dapat dilihat sebagai tahap ketiga, perhatian sudah bergeser pada pencarian bentuk-bentuk gerejawi yang paling sesuai bagi gerakan kharismatik itu. Akibatnya terjadilah dua sayap:

·        yang satu mengabdikan diri pada pembaruan dalam gereja-gereja yang ada; dan

·        yang lain memisahkan diri dari gereja-gereja yang dianggap “mati”     itu dan membentuk gereja-gereja baru serta kelompok-kelompok khusus.

 

Kadang-kadang gerakan kharismatik telah menyebabkan perpecahan dalam gereja, dan kadang-kadang terjadi ketidakseimbangan dan ekses-ekses. Namun harus diakui bahwa kontak dengan gerakan itu sering juga membawa kesegaran dalam kehidupan rohani. Beberapa gereja Kristen tetap tidak menyukainya, mungkin sebagian disebabkan oleh aliran Pentakosta tradisional yang terlalu ekstrim. Sama seperti seluruh gereja masa kini, maka gerakan kharismatik pun menghadapi tantangan untuk menerjemahkan pengalaman mereka mengenai realitas dan hidup Roh Kudus ke dalam pembaruan misi gereja, baik dalam hal membawa orang dari setiap lapisan masyarakat kepada Kristus, maupun dalam hal menerapkan Injil secara efektif dalam lingkungan sosial budaya.

Kita bersyukur pada Tuhan atas hal-hal positif yang dicapai gerakan itu, lagi pula kita bersukacita karena banyak bukti nyata tentang pekerjaan Roh Kudus dalam banyak gereja yang tradisional. Namun banyak orang Kristen masih tetap rindu dan berdoa untuk suatu pemulihan kembali agama Kristen (Ing. revival) di seluruh dunia. Memang manusia tidak dapat mengetahui apa yang akan dibuat oleh Roh Kudus yang berdaulat: tetapi sejak abad pertama secara periodik Allah berkenan mencurahkan Roh atas umat-Nya dengan berlimpah-limpah sehingga bukan saja kehidupan gereja mencapai kegairahan mendekati tingkat seperti pada waktu Pentakosta, melainkan masyarakat sekelilingnya secara mendalam menyadari realitas Allah serta kebutuhan sungguh-sungguh untuk memperoleh kedudukan sebagai anak-anak-Nya. Pemulihan kembali seperti ini terjadi di berbagai daerah di sepanjang abad ini, terutama di Afrika Timur, Cina dan Asia Tenggara.

Demikian juga pada saat ini, gereja hanya dapat menghadapi tantangan yang

menakutkan pada tahun-tahun mendatang kalau sudah mengalami pencurahan kuasa Roh

Kudus lagi, sehingga dapat sungguh-sungguh memenuhi panggilannya untuk memegahkan Tuhan.

Kepustakaan (25)

Abineno, J. L. Ch.

1979 Kelompok Doa (BPK).

Baker, D. L.

1991 Roh dan Kerohanian Dalam Jemaat (BPK).

Banks, R.

1988 Paul’s Idea of Community (Eerdmans/Anzea, cetakan ulang).

Bittlinger, A. (penyunting)

1981 The Church is Charismatic (WCC).

Bruner, F. D.

1970 A Theology of the Holy Spirit (Eerdmans).

Dunn, J. D. G.

1975 Jesus and the Spirit (SCM).

Graham, B.

1985 Roh Kudus (LLB, terjemahan dari bahasa Inggris).

Groenen, C.

1982 Kitab Suci tentang Roh Kudus (Kanisius).

Hollenweger, W. J.

1972 The Pentecostals (SCM, terjemahan dari bahasa Jerman).

1984 Konflik di Korintus (Kanisius, terjemahan dari bahasa

Inggris/Jerman).

Hummel, C. E.

1978 Fire in the Fireplace: Contemporary Charismatic Renewal

( InterVarsity).

Jacobs, T.

1980 Berbagai macam kharisma dalam satu Roh (Kanisius).

Lindberg, C.

1983 The Third Reformation? (Mercer University).

McDonnell, K. (penyunting)

1980 Presence, Power, Praise (Liturgical Press, 3 jilid).

Nichol, J. T.

1966 Pentecostalism (Harper & Row).

Packer, J. I.

1984 Keep in Step With the Spirit (Inter-Varsity).

Sugiri, L. dkk.

1980 Gerakan Kharismatik: Apakah Itu? (BPK).

Taylor, J. V.

1972 The Go-Between God: The Holy Spirit and the Christian Mission (SCM).

Tugwell, S.

1979 Did You Receive the Spirit? (Darton, Longman & Todd, edisi yang direvisi). Ukur, F. (penyunting)

1980 “Gerakan Kharismatik (Suatu Studi Pendahuluan)”, Peninjau 7:

hlm. 1-53.

 

26. PENERAPAN

 

26.1           Melayani Allah

 

a.   Pengalaman mengenai Allah

 

Kenyataan dari pekerjaan Roh Kudus memperlihatkan bahwa Allah secara mengagumkan

memberikan diri-Nya kepada manusia dalam pengalamannya. Allah bukan hanya bekerja di atas dan untuk manusia dalam penciptaan dan penebusan tetapi juga bekerja di dalam manusia sehingga tubuhnya menjadi tempat Roh berdiam, Allah sendiri hadir dalam eksistensi manusia. Walaupun mengenal dan memahami kenyataan ini tidak selalu sederhana, dan ini salah satu alasan untuk terus mempelajari dan tunduk kepada Alkitab, namun kita mempertahankan pernyataan berikut:

Allah dapat dialami oleh makhluk-makhluk-Nya (#/TB 1Kor 6:19; Ef 2:22*).

b.   Ibadah kepada Allah

 

Allah dalam rahmat-Nya yang berdaulat telah berkenan untuk memberikan diri-Nya dalam Roh Kudus kepada orang lemah, rusak dan berdosa, dan hal ini merupakan alasan tertinggi bagi ibadah dan syukur kita. Banyak hal yang telah, sedang dan akan dilakukan Allah melalui persatuan orang dengan Kristus, yaitu pilihan, panggilan, kelahiran kembali, pertobatan, iman, pembenaran, pengangkatan, kepastian, pengudusan dan ketekunan. Semuanya ini adalah alasan untuk menyembah, memberkati dan beribadah kepada-Nya. ”Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita oleh darahNya—dan telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya, —bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya” (#/TB Wahy 1:5-6*). Dalam ibadah orang percaya, Roh yang sama bersukacita untuk memberi semangat baru bagi rasa syukur dan ibadah yang melemah dan membuatnya berkobar menjadi api pujian dan kemegahan bagi Allah (#/TB Fili 3:3*).

c.   Pelayanan kepada Allah

 

Roh Kudus melengkapi jemaat untuk melayani Allah dengan memberikan karunia-karunia-Nya,

mengarahkan pelayanan dan mengurapi dengan kuasa-Nya. Maka dalam pelayanan kepada Allah cakrawala kita seharusnya tidak diukur menurut kesanggupan manusiawi kita yang terbatas, tetapi menurut ukuran pembekalan Roh Kudus yang berlimpahlimpah (#/TB Rom 15:18-19; 2Kor 3:5-6; Ef 1:19-21*).

26.2           Hidup di dunia

 

a.   Kelahiran kembali dari luar dunia ini

 

Orang Kristen tidak termasuk zaman di bawah kuasa dosa dan kegelapan ini, tetapi

telah dilahirkan kembali dalam Roh sebagai warga baru dalam tatanan kerajaan

yang akan datang. Oleh karena itu, kita tidak lagi berpaling kepada dunia untuk

membina batin atau untuk mencari kepuasan yang paling mendalam. Kita bergerak

pada tingkat yang berbeda dan mendapatkan penggenapan yang mendasar dalam

tatanan yang berlainan, dalam kehidupan dari Allah melalui Roh Kudus (#/TB Mazm 16:11; 84:2-3*;

#/TB Rom 8:5 dst.; #/TB Ibr 11:1-40*).

b.   Hubungan dengan dunia

 

Walaupun penggenapan kita yang paling mendalam terdapat di alam baka, namun pelayanan Roh Kudus yang melahirkan kembali dan menguduskan sangat jelas berkenaan dengan tatanan alam semesta dan pengalaman dalam dunia ini. Roh yang sama, yang pada hari Pentakosta dicurahkan dengan kuasa adikodrati dan karena itu telah melahirkan gereja, pada mulanya bersama dengan Allah Bapa dan Anak terlibat dalam melahirkan dunia fisik. Roh yang sama, yang mengilhami dan memberi kuasa kepada umat Allah, juga hadir dengan satu dan lain cara sebagai kenyataan dalam kehidupan semua orang (#/TB Ayub 33:4*; #/TB Mazm 104:29-30*).  Jikalau kedua dimensi karya Roh Kudus ini dipisahkan secara tajam, terjadilah ketidakseimbangan yang berbahaya, yang mengucilkan Roh Kudus dari alam semesta yang diciptakan dan membatasi karya-Nya pada yang jelas-jelas bersifat adikodrati.

Hal ini dapat dilukiskan dengan contoh dari dua bidang. Mengenai soal bimbingan

ilahi, orang Kristen yang mengikuti ajaran Alkitab lengkap tentang Roh Kudus,

akan percaya bahwa Roh Allah akan memimpinnya dalam hal menilai dengan saksama

semua faktor yang terlibat termasuk bakat alami dan wataknya, dan juga melalui

pengalaman yang dramatis. Begitu juga dalam penyembuhan fisik ia akan mengaku

bahwa satu-satunya Roh Kudus yang akan menyembuhkan yang sakit, apakah itu

dengan cara medis modern, sumber-sumber penyembuhan inheren dalam badan atau

dengan menggunakan bakat khusus untuk penyembuhan bersama dengan doa-doa umat

Allah.

Dari segi praktis, cara terbaik untuk mencegah terjadinya ketidak-seimbangan adalah dengan selalu mengingatkan diri bahwa Roh Kudus mengilhami dan menyoroti Alkitab. Ia selalu bekerja sama dengan firman dan karena itu pengalaman tentang Roh Kudus perlu pemeriksaan, pengembangan dan pengarahan dari seluruh firman Allah tertulis.

c.   Tanggung jawab terhadap dunia

 

Roh Kudus adalah saksi ilahi di dunia tentang Allah, hukum-Nya dan keselamatan-Nya dalam Kristus. Ia adalah ”pengacara” yang mensahkan kesaksian gereja. Sesuai dengan itu, maka orang Kristen yang dipimpin Roh Kudus akan memperlihatkan rasa tanggung jawab atas dunia yang tidak percaya dan tidak mengenal Allah, dan dia akan berusaha untuk bersaksi tentang Injil. Besar artinya bahwa laporan Alkitab yang penting mengenai pelayanan Roh Kudus dalam gereja (Kisah para Rasul) berpusat pada penyebaran Injil di dunia. Kehadiran Roh Kudus dalam seseorang atau dalam suatu jemaat selalu akan membuahkan perhatian bagi kemuliaan Allah dalam menyelamatkan orang hilang. Apabila pengalaman Roh, apakah secara individual atau dalam jemaat, menghasilkan perhatian berlebihan terhadap emosi dan hal-hal ajaib, maka berdasarkan alasan-alasan alkitabiah kita harus bertanya apakah ”roh” bersangkutan adalah Roh Yesus sesungguhnya yang kita jumpai dalam Perjanjian Baru. Rasa tanggung jawab atas dunia selalu merupakan tanda kehadiran Roh Kudus, yang dijanjikan akan memberikan semangat dan kebijaksanaan, yang mensahkan kesaksian jemaat dan membawa orang hilang kepada iman yang hidup (#/TB Kis 1:8; 4:31; 14:27*).

26.3           Diri kita sendiri

 

a.   Persekutuan

 

Roh Kudus yang mempersatukan kita dengan Kristus sekaligus dengan seluruh umat Allah; pengudusan melalui pembaruan Roh Kudus ditempatkan secara tepat dalam konteks persekutuan umat Allah, khususnya jemaat setempat di mana Allah menempatkan kita. Roh Kudus tidak mengenal usaha atau pelayanan Kristen sendirian lepas dari orang Kristen lain. Kita perlu waspada terhadap pernyataan orang bahwa ia dipimpin Roh Kudus, jika ini tidak disahkan pada tingkat jemaat. Hubungan-hubungan kasih mengasihi dan saling membagi yang diberikan-Nya kepada kita dalam hubungan kekeluargaan umat Allah adalah segi pekerjaan Roh Kudus yang paling memperkaya.

b.   Peri laku

 

Roh itu kudus, terlepas dari segala dosa dan kejahatan. Maka, kehadiran-Nya dalam hidup manusia selalu akan dinyatakan dalam peri laku moral. Perlu kita memperhitungkan hal ini dalam memikirkan kehidupan Kristen kita. Ia sedih karena dosa-dosa kita. Ia ingin supaya kita hidup suci. Karena itu, Roh itu disalahtafsirkan kalau hanya dipandang dari sudut pengalaman-pengalaman tertentu dari Allah. Memang itu akan diberikan-Nya, jika dan pada saat dikehendaki-Nya, namun pengalaman itu hanya sebagian dari pekerjaan-Nya dan harus dipadukan dengan pelayanan-Nya yang senantiasa dilakukan-Nya, yaitu menyesuaikan kita dengan gambaran Kristus.

c.   Penggenapan

 

Roh itu merupakan kehidupan baru dari zaman yang akan datang, yang diberikan kepada kita dalam keadaan dewasa ini yang bercirikan kejatuhan ke dalam dosa.

Kehadiran-Nya selalu bersifat menjanjikan: Ia mengarahkan kita pada masa depan

dalam pengharapan akan penggenapan ketika Kristus datang dalam kemuliaan. Sebab

itu, orang Kristen yang didiami Roh Kudus akan mendambakan dengan pengharapan

yang semakin kuat akan kepenuhan hidup dan berkat Roh Kudus, yang akan merupakan

pengalaman umat Allah yang penuh sukacita pada hari itu.