SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIAmelayani jemaat dan hamba Tuhan
|
|
|
|
HERLIANTO: POKEMON
"Saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanmya itu" (Filipi 4:8) Permainan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari anak-anak, dan setelah selama dua tahun anak-anak di seluruh dunia kecanduan permainan Tamagotchi, yaitu binatang piaraan 'elektronik' maka di Jepang, kemudian Amerika Serikat dan menyebar keseluruh dunia, POKEMON menjadi permainan anak-anak yang paling populer. Dibandingkan permainan-permainan sebelumnya, Pokemon adalah permainan yang paling interaktif dan multimedia, karena ia dipopulerkan sesuai tahap-tahap perkembangan anak-anak dari umur 4-15 tahun, mulai dari boneka, alat-alat sekolah, pakaian yang menggunakan lambang-lambang pokemon terutama Pikachu, tikus listrik yang berwarna kuning, saat ini banyak menghiasi kaca-kaca toko. Bagi yang sudah bisa membaca, pokemon yang artinya 'pocket monsters' itu bisa dilihat dalam bentuk komik, dan ada juga serial TV, maupun VCD & film. Video Game dan Play Station sekarang banyak mempopulerkan permainan pokemon, dan yang lebih interaktif lagi bahkan sampai dilakukan kompetisi sejalan dengan penyelenggaraan Olympiade 2000 di Sydney adalah 'permainan kartu pokemon'. Semuanya cukup lengkap membuat anak-anak kecanduan bahkan orang dewasa maupun orangtua yang mengantar anak-anaknya melihat film pokemon di gedung bioskop. Tetapi, pokemon dibanding permainan-permainan lainnya, ternyata juga merangsang timbulnya kritik yang hebat pula. Pada awal pemutarannya di TV Jepang, melihat adegan 'pikachu di bom' yang menyebabkan pikachu marah dan melontarkan kilatan-kilatan cahaya halilintar yang saling susul dari ekornya dan kedipan mata merah yang terus-menerus, ada 700 anak mengalami perilaku seperti kesurupan pada saat bersamaan mereka menonton adegan tersebut. Akibatnya pokemon dihentikan penayangannya dan empat bulan kemudian baru diizinkan kembali diputar setelah Nintendo mengurangi adegan-adegan yang dianggap mengerikan itu. Di beberapa negara selain Jepang, terutama di Inggeris dan Amerika Serikat, banyak kepala sekolah dan guru melarang anak didiknya membawa dan bermain kartu-kartu pokemon di sekolah, pasalnya, anak-anak yang kecanduan bermain kartu pokemon itu, banyak yang mengabaikan jam pelajaran dan makan siang mereka kalau lagi asyik bermain, dan banyak anak terlibat perkelahian atau tipu-menipu katika main kartu pokemon. Memang para ahli pendidikan sudah melihat bahwa pokemon yang aslinya dijiwai semangat untuk membuat animasi serangga dan mengkoleksinya sebagai serangga piaraan oleh penemunya yang bernama Satoshi Tajiri yang kemudian dijadikan tokoh sentral 'pokemon master' Ash Ketchum, sudah diketahui diisi dengan kandungan semangat bertarung/perang antar serangga yang sering diisi cara sadis untuk bisa menang sesuai jiwa semangat perang kaum Samurai Jepang. Bayangkan, pokemon Rhydon dengan tubrukan kepalanya bisa menghancurkan musuh, Lickitung sanggup memangsa lawannya sekali telan, Weepinbell meludahkan bubuk racun untuk melumpuhkan musuh dan kemudian menyemburkan asam ke atasnya, Ponyta memiliki kuku kaki yang 10 kali lebih keras dari berlian dan dapat menginjak lawan sampai gepeng, dan Macoke yang dengan pukulan karatenya dapat menghasilkan 50 luka-luka. Kekerasan dan kesadisan yang dimainkan dalam permainan pokemon inilah yang banyak memperihatinkan para pendidik, apalagi Pikachu sendiri yang kelihatannya lucu itu dan baik kalau sedang marah bisa melancarkan kilatan-kilatan halilintar thunderbold melalui ekornya! Di samping sadisme yang dipromosikan dalam permainan pokemon, para pendidik dan juga para rohaniwan mengkuatirkan permainan ini karena kandungan okultisme dalam pokemon yaitu kekuatan gaib atau sihir. Pokemon Night Shade biasa melakukan serangan gaib, Abra menyerang dengan telepati dan sihir, dan Kadabra yang didahinya ada lambang 'pentagram' satanisme memiliki kekuatan yang sama, dan kalau keduanya digabungkan menjadi Abra-kadabra, maka kekuatan gabungan itu merupakan kekuatan sihir yang luar biasa. Dream Eater menyerang dengan gas paling berbahaya dan dapat mengisap jiwa lawan, Black Fox dan Castly adalah pemburu roh yang kebiasaannya memangsa pokemon lain dan manusia. Kemarahan Pikachu dengan kilatan-kilatan halilintar dan mata merah yang berkedip-kedip sudah terbukti di Jepang dan tempat lain membuat ratusan anak-anak mengalami gejala kesurupan. Di samping itu lawan yang dibunuh tidak akan mati tetapi lumpuh, dan kelumbuhan itu bisa dihidupkan lagi dengan 'kartu energi' sehingga bisa memiliki kekuatan gaib yang lebih besar lagi. Kartu-kartu pokemon dianggap mempunyai kekuatan gaib dan anak-anak disuruh membawa kartu-kartu pokemon sebagai jimat karena dengan membawanya mereka akan memperoleh kekuatan gaib dalam hidup mereka. Pokemon adalah promosi falsafah new age, dimana kehadiran Tuhan yang berpribadi tidak dipercayai dan dalam alam hanya ada realita 'kekuatan besar' (the Power of ONE), dan nasib dunia dianggap berada di tangan manusia. Dalam film 'Pokemon, the Movie 2000' nasib bumi berada dalam perimbangan 'Moltres' (dewa penguasa api), 'Zabdos' (dewa penguasa halilintar), dan 'Atikuno' (dewa penguasa es). Bila mereka bertempur maka bumi akan hancur. Tetapi ada juruselamatnya, yaitu 'Ash Ketchum' yang terpilih sebagai 'the chosen one'. Jadi nafas film ini menanamkan keyakinan pada penonton bahwa 'manusia harus mempercayai dirinya sendiri dan dengan kekuatan yang ada dalam dirinya menjaga keseimbangan alam semesta dengan mahluknya.' Kita sudah mengetahui bahwa dalam penelitian-penelitian para ahli pendidikan sudah diketahui bahwa tayangan mass-media yang digemari anak-anak dapat mendorong perilaku 'imitasi' dimana anak-anak meniru gaya tokoh mereka, 'identifikasi' dimana anak-anak berperan sebagai layaknya tokoh-tokoh itu seperti misalnya beberapa anak menjatuhkan dirinya dari loteng dengan berpakaian 'superman' atau 'batman'. 'Runtuhnya rem-pengaman' yaitu bila seorang anak yang sejak kecil diajari bahwa membunuh itu salah maka kalau ia selalu melihat adegan-adegan pembunuhan dalam apa yang dilihatnya lama-kelamaan ia akan melihat pembunuhan sebagai perbuatan yang halal juga, demikian juga ada pengaruh 'stimulasi' dimana kesadisan yang dilihat anak-anak bisa merangsang perilaku anak menjadi sadis, dan 'katarsis' adalah luapan emosi anak-anak yang sering ditujukan kepada orang lain di sekelilingnya setelah melihat adegan-adegan yang keras dan sadis. Berlandaskan hal-hal itu khususnya umat beriman diharapkan dapat lebih bertanggung jawab dalam memenuhi permintaan anak-anak untuk dibelikan boneka, mainan, video-game, atau play station pokemon, atau untuk minta menonton film-film sadis dan okultis semacam pokemon yang telah terbukti mendatangkan banyak kerugian mental bagi anak-anak yang memainkannya. Banyak keluarga mengeluhkan dampak psikologis yang nyata yang dialami anak-anak mereka setelah memiliki boneka pikachu atau melihat film pokemon, mulai dari yang ringan yang hanya gelisah sampai yang histeris maupun kesurupan. Dengan memperhatikan apa yang dilihat dan dimainkan oleh anak-anak, para orang tua dan pendidik bisa lebih mengarahkan apa yang sebaiknya dilihat dan dimainkan anak-anak, sebab kita telah mengetahui bahwa apa yang dilihat dan dimainkan anak-anak memiliki potensi mempengaruhi anak-anak, sehingga lebih bijaksana demi masa depan anak-anak kita bila kita membawa anak-anak kepada hal-hal yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, kebajikan dan yang patut dipuji karena hal itu akan mempengaruhi mereka di kemudian hari. "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu" (Amsal 22:6) (Sumber: Yayasan Bina Awam www.melsa.net.id/~yba. |