PERLUNYA KEMBALI PADA ALKITAB
J. Sidlow Baxter
Dari: J. Sidlow Baxter, "Rethinking Our Priorities", Grand Rapids, Zondervan
Publishing, 1974.
Di mana-mana sekarang terdengar orang Kristen berkata, "Kebutuhan terbesar saat
ini adalah
kebangunan rohani." Ini sudah menjadi mode. Namun segalanya tergantung pada
makna yang mau
diletakkan pada kata "kebangunan" itu sendiri. Sungguhkah kita menginginkan
kebangunan agama?
Begitu banyak aliran dalam kekristenan yang menyebut diri Kristen tetapi pada
dasarnya bukan.
Kebangunan di bidang inikah yang kita inginkan? Pandanglah denominasi besar
dalam kekristenan.
Lihatlah jenis kekristenan yang menjadi karakteristik mereka pada umumnya.
Apakah kita
menginginkan kebangunan di dalamnya? Atau pandanglah ke seluruh gereja Injili.
Betapa banyak
khotbah kering kerontang dari mimbar! Betapa ironisnya ibadah bibir belaka dari
arah bangku-bangku
gereja! Inilah jenis makanan rohani yang diberikan kepada jemaat! Dan banyak
gereja menyombongkan
diri sendiri sebagai yang paling alkitabiah. Betapa parah kerapuhan yang melanda.
Pengaturan bak duri
kaktus tajam! Kecurigaan yang kejam! Kegarangan tidak mau berkompromi dalam iman
kepercayaan
diikuti dengan kompromi dalam tindakan! Sungguhkah kita mengharapkan kebangunan
dari hal-hal
tersebut?!
Sebuah kebenaran terbuka yang berlaku sekarang adalah banyak yang menyatakan
diri ada dalam
Kristenan ternyata bukan Kristen yang sesungguhnya, karena tidak menyerupai
Kristus. Masih tetap
berpegang pada Alkitab yang lama, tetapi dalam kualitas hidup yang jauh dari
Perjanjian Baru. Tetap
bertahan dalam bentuk lahiriah tetapi telah kehilangan kuasa aslinya.
Berkelimpahan pengkhotbah yang
selalu dapat mengatakan sesuatu, tetapi sedikit nabi yang benar-benar memiliki
sesuatu untuk
disampaikan. Kebenaran separoh dari mimbar dan iman separoh dari jemaat
bercampur dengan hati
yang separoh tanpa cahaya rohani apapun. C.H. Spurgeon pernah dijuluki sebagai
pengkhotbah terbesar
di Inggris Selatan: "Ia mengkhotbahkan sesuatu yang mirip Injil." Banyak orang
yang sekarang
memakai nama Kristen "adalah seperti". Apakah itu yang kita inginkan? Bukan! Itu
semua harus disapu
habis dengan satu gelombang pasang dari Pemberi Hidup. Kebangunan yang kita
butuhkan adalah suatu
kebangunan yang mendalam dan luas dari kebangunan Perjanjian Baru kekristenan
yang benar dan
sepenuhnya. Seluruh hidup, pemikiran, persekutuan, kesaksian dari gereja-gereja
Protestan kita
membutuhkan pertumbuhan ilahi. Itulah yang kita butuhkan; dan sebagai langkah
pertama yang penting
kita memerlukan sebuah reformasi di antara pelayan-pelayan Tuhan.
Higher Critics mengubah Kristen Protestan menjadi kuburan
Tragedi paling kelam yang pernah dialami Kristen Protestan datang ketika
para pemimpin gereja
dan seminari pada 2 atau 3 generasi lalu diperdayakan oleh suara dari
Jerman, sekolah dari aliran The
New Biblical Learning 'Pelajaran alkitabiah Yang Baru'. Dengan cerita
yang mempesona dan
pertunjukkan yang brilian akan kemampuan 'higher critics' menyatakan "hasil-hasil
terjamin" mereka
yang terutama dalam kesarjanaan alkitabiah. Dengan metode pendekatan
baru dan ilmu pengetahuan
baru, kini mereka mampu merasionalisasikan hal-hal supranatural dalam
Alkitab sehingga Alkitab kita
dapat diterima oleh rasio manusia berpendidikan. Mereka sangat sukses.
Tersebar dalam wilayah luas.
Hari ini Alkitab dibuat sedemikian rupa agar dapat diterima oleh akal
manusia sehingga tidak ada alasan
lagi untuk menerima Alkitab, karena Alkitab bukan lagi Firman Allah yang
supranatural. Higher critics
dari sekolah-sekolah radikal tersebut mempermasalahkannya dalam Teologi
Baru, Modernism,
Liberalism, Neo Orthodox, Bultmannism, Neo Liberalism dengan sukses yang
melampaui mimpi.
Dalam waktu satu abad mereka telah mengubah Kristen Protestan menjadi
kuburan -- kuburan dari
kepastian kebenaran yang menyukakan dan menyelamatkan jiwa sebelumnya,
iman kepercayaan yang
telah mati dan harapan-harapan yang binasa, kehilangan iman dan jaminan
lenyap, tujuan akhir terkubur
dan moral dibunuh.
Ini bukan pernyataan suram yang berlebihan. Jutaan manusia yang mengira
bahwa goncangnya
moral sekarang ini disebabkan oleh peperangan dua dunia; tetapi perang
dua dunia ini, bukan penyebab
kerusakan moral, melainkan ekspresi dari kerusakan moral itu. Yang makin
lama makin jelas.
Beberapa pemikir kita saat ini berdebat bahwa zaman kekristenan sekarang
lenyap secara perlahanlahan,
nama dan bentuk kekristenan hanya mengingatkan manusia pada satu era
yang berbeda, sama
halnya seperti zaman penyembahan berhala dieyahkan oleh kekristenan dua
ribu tahun yang lalu. Siapa
yang dapat menyangkal bahwa sekarang kesucian Kristen makin lama makin
kurang mempengaruhi
tindakan manusia dan pola masyarakat, sementara konsep non-Kristen makin
terciri dalam kebudayaan
kita? Atau siapa dapat menyelidiki masalah kriminal, perceraian, judi,
mabuk, narkotik, tanpa
memperhatikan orang lain, tanpa menjadi penakut akan masa depan kecuali
ada perubahan besar? Dan
siapa yang dapat bersaksi bahwa gabungan kejahatan yang brutal dengan
invensi ilmu pengetahuan
sekarang tidak mengekspresikan bahaya yang tidak terduga dapat dicegah?
Perhatikan hal yang menonjol pada kehidupan masyarakat sekarang ini.
Apakah ada yang
materialisme? Bagaimanapun kita berdebat, pada kenyataannya bukankah
kita adalah generasi yang
paling materialistik.
Kita pernah diberitahukan tidak ada gunanya memberitakan Injil kepada
orang yang kelaparan.
Namun sekarang ditemukan bahwa manusia dengan perut kenyang pun tidak
mau mendengarkan Injil.
Iman kepada uang lebih berarti dibandingkan iman kepada Allah, menjadi
akar materialisme, suatu
pendidikan sekularisme.
Saya bukan orang yang senang tinggal di dalam sisi suram. Natur saya
berlawanan dengan itu. Saya
lebih memilih pelangi ketimbang guruh dan petir. Tetapi, situasi saat
ini sangat kritis. Yang membuang
ambruknya moral lebih menganggu adalah puncak usaha mensinkronisasikan
antara penemuan ilmu
pengetahuan dan invensi; seperti pelatuk senapan yang mematikan dekat
dengan jari yang gemetar
karena tekanan nervous. Hal-hal bergerak dengan skala besar dan pada
ketinggian nada dan dengan
kompleksitas membingungkan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mungkin
yang paling
menyakitkan mengenai dasar moral adalah kedatangannya yang mendadak,
bercampur dengan perang
global, dan meluas bersama kekristenan.
Apa yang menyebabkannya? Jawaban saya jelas. Mengatasi segala campuran
dari gangguan kelas
dua ini penjelasan mendasar adalah keterpisahan dari Alkitab -- dari
otoritas klaimnya, dan dari
pelaksanaan ajarannya. Alkitab adalah dasar dari segala sesuatu dalam
kekristenan. Alkitab adalah dan
tetap demikian sampai sekarang, dasar batu karang dari kekristenan.
Etika dan moral kita, individu,
sosial, pendidikan dan pola perdagangan harus berakar dari semangat dan
kesuciannya. Sejauh Alkitab
diletakkan sebagai Firman Allah, itulah otoritas Injil. Injil yang
berharga dan doktrin yang dinamis
adalah cara terbaik untuk setiap pribadi.
Standard otoritas Alkitab mendasari kebudayaan dari dunia Kristen
Yang tidak dapat dihindarkan sudah terjadi. Pengurangan atas Alkitab
mendasari etika kebudayaan
dari dunia Kristen. Standar otoritatif direndahkan, segala sesuatu
menjadi lebih atau kurang berkaitan.
Apakah dosa? -- hanya khayalan kecenderungan agama. Apakah itu "benar"?
Apakah "salah"? Semua
jawaban di luar Alkitab adalah subjektif, tidak ada objektif secara
moral mengenai "hukum".
Kita telah mengenal teori evolusi. Kita berjuang menentangnya. Kita
berbeda hanya dalam derajat.
Kita tidak dapat menolong lingkaran kaitan kera dengan kita. Manusia
harus ditinggikan, bukan
disalahkan. Ide untuk menyalahkan merupakan kesalahpengertian. Cukup
jelas, dan pertolongan agung
bagi moral manusia adalah itu! Bukannya men-test "evolusi organik"
dengan memakai kepastian yang
diajarkan kitab Kejadian, kita membiarkan spekulasi zoologis untuk
mencemooh di hadapan umum akan
catatan yang diberikan Allah melalui Musa dan disahkan oleh Tuhan kita,
sementara saat ini pemimpin
gereja mengatakan kepada jemaat bahwa pasal-pasal awal kitab Kejadian
hanya mitos belaka. Lebih
jujur data yang ada yang diselidiki yang lebih sedikit mendukung teori
evolusi ini.
Banyak penemuan yang menakjubkan pada mulanya diumumkan oleh
paleontologis atau
perbandingan anatomis sekarang diekspos sebagai sesuatu yang luarbiasa;
dan fosil kemungkinan dari
manusia dari zaman lampau mungkin bukan dari manusia zaman Adam, tetapi
dari zaman sebelum
Adam, sama dengan kita dalam struktur fisik meskipun tidak identik
dengan manusia. Evolusi organik
tidak pernah lebih dari satu teori masuk akal. Sekarang teori ini tidak
banyak didukung. Tetapi tetap
diterima dalam mata pelajaran "ilmu pengetahuan". Efek menakutkan di
bidang moral di mana-mana
menjadi buktinya.
Psikologi modern membunuh kemurnian dan melahirkan kekacauan di bidang
seksual
Demikian juga dengan psikologi modern. Semua pemimpin Nazi dan Komunis
adalah hasil
evolusionis dan psikolog modern. Psikologi modern membunuh kemurnian dan
melahirkan kekacauan
di bidang seksual. Seorang wanita muda yang terpelajar datang kepada
saya. Ia ahli di bidang psikologi,
terpilih menjadi anggota team spesialis oleh pemerintah Amerika untuk
pekerjaan tertentu di luar negeri.
Kemudian ia sungguh-sungguh bertobat. Terjadilah suatu revolusi mental
di dalam dirinya -- dari
psikologi yang tidak mengenal Allah kepada Alkitab yang diinspirasikan
dengan ketetapan moral yang
mutlak. Tidak dapat saya lupakan penderitaannya karena memorinya. Di
bawah ajaran mengenai self -
expression, ia terbiasa mengadakan hubungan seks dengan semua orang,
termasuk profesor psikologi,
dosennya sendiri, di antara sesama mahasiswa. Sekarang ia tidak pernah
dapat mendekati suaminya
dengan kemurnian yang tanpa noda karena masa lampaunya.
"Self-expression" selalu diajarkan psikologi modern yang berarti
ekspresi seperti binatang, ekspresi
dari keinginan manusiawi, dorongan natur kemanusiaan. Tidakkah ada dalam
"self" diri yang protes atas
penyerahan diri kita untuk sama seperti binatang saja? Tidakkah intelek,
hati nurani dan intuisi moral
juga merupakan bagian dari natur kita secara keseluruhan? Banyak dari
kita yang kasihan akan korban
dari "self-expresion" ini -- seorang gadis, dari masa kecil yang
innocent, kehilangan kegadisannya,
hidup cabul, hamil, menjadi ibu dari anak tidak sah -- atau seorang
pemuda yang mengkhianati semua
yang berharga ketika bertumbuh dan bersetubuh dengan tubuh-tubuh lain
untuk perzinahan, dan
menyadari sekarang mereka tidak layak untuk cinta murni seorang wanita.
Ada juga korban yang lebih
tua, yang datang dengan mengecewakan dan dengan penyesalan tanpa arti.
Mereka telah menemukan,
seperti yang lain yang pernah lakukan, bahwa bahkan bodoh dan menjijikan.
Terjadi patah hati atas satu
kemurnian untuk selamanya dan noda atas kesucian yang tidak dapat
diperbaiki lagi. Ada suatu
kerinduan untuk respon kasih murni, bukan kekasih yang hanya mendesak
untuk sekadar kepuasan.
Kemanisan dari yang paling suci antara dua kekasih, ikatan pernikahan
dua hati manusia telah hilang.
Banyak hati yang terlantar dan terbentuk surga jahanam dari
kesombonganmu, psikologi modern yang
tidak alkitabiah!
Beragam aspek dari kerusakan moral sekarang ini berjumlah ribuan. Apa
yang saya katakan ini
tidak lebih dari dorongan untuk melihatkan tantangan mendesak sekarang
ini. Salah satu yang utama
adalah memperbarui iman kita mengenai Alkitab sebagai Firman Allah yang
tertulis, dan sebagai sarana
Roh Kudus melahirbarukan manusia.
Saya tidak dapat mengutarakan sakit hati saya ketika bertemu dengan
rekan-rekan perjalanan yang
berkata, "jangan percaya ketidakmungkinan akan pertobatan, keselamatan
atau dilahirkan kembali."
Lidah sarkastik mereka menjelaskan kondisi mereka sendiri yang mati
rohani, asing di hadapan Allah,
dan menjadi pemimpin buta bagi orang buta. Pekerjaan mereka, dapatkah
dihitung? Tampaknya jarang
kita menemukan orang seperti mereka. Namun ada lagi, tidak sedikit, yang
berasal dari mereka yang
pernah mengalami pertobatan sungguh-sungguh dan panggilan dari Allah
untuk melayani, tetapi
sementara dalam sekolah seminari atau waktu selanjutnya dipengaruhi
sehingga kehilangan iman
mereka yang pertama dan terjebak pada ide humanistik belaka terhadap
Alkitab. Sebagian besar dari
mereka tidak bahagia dalam pelayanan. Mereka tidak pernah berpikir akan
menjadi demikian. Mereka
sadar tidak mengkhotbahkan berita yang membawa mereka sendiri kepada
Kristus. Pikiran mereka tidak
tenang, meskipun mereka berusaha menyembunyikannya. Betapa saya berharap
kalimat ini dapat berarti
bagi mereka. Yaitu mereka yang mengembangkan penginaan pola liberal bagi
kaum Injili, yang
menimbulkan kepedihan. Saya ingin mereka tahu, bahwa meskipun ini
membangkitkan kemarahan
tetapi disampaikan dengan menghargai persaudaraan; dan saya bersyukur
kepada Allah meskipun saya
menyebabkan kesakitan tetapi menjadi bahan pemikiran ulang.
Suatu hal yang menakutkan bagi seseorang, seperti seorang pelayan
Kristen, yang akhirnya
menemukan bahwa ia berdiri di hadapan Anak Allah dan ia tidak berkhotbah
mengenai keselamatan
yang diperuntukkan umat manusia dengan harga Kalvari! Suatu kesakitan
amat sangat untuk
menemukan bahwa melalui penipuan kesarjanaannya begitu banyak orang yang
mendengarkannya lewat
begitu saja tanpa mendapat keselamatan! Bila perpecahan antara iman
Injili dan beberapa sekolah liberal
hanya berkisar masalah teori yang tidak sesuai, seluruh masalah akan
dapat diperbandingkan secara
remeh; tetapi jika Perjanjian Baru adalah benar, penetapan dalam
kekekalan atas jiwa-jiwa terkait di
dalamnya. Saya percaya bahwa pandangan liberal mengenai Alkitab tidak
hanya salah secara
intelektual tetapi juga kerusakan rohani -- kerusakan atas iman dalam
Kristus yang menyelamatkan
secara kekal. Maka bagaimana kita dapat menolong berbicara dengan emosi
yang terkuasai? Kedinginan
dari logika berada di luar lokasi ini!
Langkah pertama terhadap setiap pemikiran kebangunan akan kesalehan
Kristen adalah
dengan kembali pada Alkitab
Saya tidak pernah dapat melupakan satu pertemuan besar di London,
Inggris, ketika seorang
pembicara, sarjana tamu dari Tiongkok, bercerita dengan sedih dari
panggung, "Sahabat-sahabatku,
pikiranku sangat kusut. Saya profesor pertama dari college yang
memperkenalkan kritik tinggi
rasionalistik kepada pelajar di Tiongkok. Saya tahu sekarang betapa
besarnya kesalahan saya, dan itu
saya akui. Tetapi saya juga telah melihat kerusakan pertama, yang
tampaknya tidak mampu
menghentikan kerusakan selanjutnya atau mengurangi kegilaan asing yang
ditimbulkan sikap kritikal
baru penggoncang iman itu."
Rekan pelayanan, pemimpin gereja, dan jemaat, jauh dalam hati. Saya
yakin bahwa langkah
pertama terhadap setiap pemikiran kebangunan akan kesalehan kekristenan
adalah dengan
mengembalikan Alkitab kepada tempatnya yang tepat di tengah orang
percaya; dan saya yakin bahwa
gerakan dalam arah ini harus diciptakan oleh kita, pelayan Kristen.
Perhatikan sungguh-sungguh pada
kesaksian Tuhan kita atas Perjanjian Lama. Bagaimana kita dapat tidak
berpura-pura menyebut Yesus
"Tuhan" yang jelas berkontradiksi dengan penyataan yang jelas, gamblang,
berulang-ulang dalam
seluruh Perjanjian Lama sebagai Firman Allah yang diinspirasikan secara
keseluruhan dan unik.
Kita pasti bertemu Dia satu hari nanti, dan memberikan jawab. Beranikah
kita saat itu berkata
bahwa Dia salah? Dapatkah Ia yang berkata, "Akulah kebenaran" dan "Sebelum
Abraham ada, Aku
sudah ada" dan "Musa menulis dari Aku," menjadi salah ketika dalam
rangkaian tanpa salah Ia
menerima kepenulisan Musa atas Pentateukh dan keaslian tulisan para nabi
(termasuk Daniel) dalam
tradisi dan zaman mereka? Bukankah sebuah prasumsi mengerikan bagi
pelayan Kristen untuk
"mengetahui lebih baik" daripada Anak Allah yang berinkarnasi?
Perlu saya kemukakan pula, bahwa dalam pembicaraan dengan para pelayan
yang memegang teori
dokumenter mengenai Pentateukh, isi mitikal dari Kejadian awal, catatan
bertanggal kemudian dari
Perjanjian Lama, dan kehadiran kesalahan "historiografikal" di dalam
Alkitab, saya sering dikejutkan
pada pembacaan satu sisi mereka. Tidak seorangpun yang pernah saya
jumpai tampaknya kenal akan
perjanjian agung konservatif akan tema tersebut (misalnya "The Problem
of the Old Testament" dari
James Orr dan karya agung dari Bishop A.H. Finn, "The Unity of the
Pentateuch"); dan beberapa dari
mereka heran atas kesaksian arkeologi dan peterjemah kita.
Dibutuhkan: "Pendeta Reformed"
Baru-baru ini seorang muda dari golongan "modern" mengatakan kepada saya
bahwa 2Tawarikh
33:11 jelas salah besar dengan mengatakan bahwa "raja Asyur...membawa
Manasye...dengan rantai
tembaga...ke Babilon." Ibukota Asyur bukan Babilon, melainkan Niniwe.
Tidak ada raja Asyur yang
akan membawa Manasye ke Babilon, demikian kata orang muda ini. Tetapi
beberapa dekade kemudian
ditemukan bahwa satu dari raja-raja Asyur membuat tempat kediamannya di
Babilon karena kegelisahan
di sana; dan raja itu adalah yang membawa Manasye sebagai tawanan! Saya
harus minta maaf karena
membiarkan rekan pelayan muda itu berbicara tidak jelas tetapi mewakili
banyak kekurangajaran sejenis
terhadap Perjanjian Lama. Pelayan-pelayan demikian akan gemetar ketika
diperingatkan Tuhan kita,
"Banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi nama-Mu, dan
mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan
berterus terang kepada
mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku,
kamu sekalian pembuat
kejahatan!" Pokok yang sensitif, tetapi mengapa tidak dibicarakan? Saya
akan berusaha dengan segala
kekuatan memaksa jemaat kepada satu pengembalian kepada Alkitab sebagai
Firman Allah yang tanpa
salah. Saya menubuatkan bahwa tanpa pengembalian sedemikian kondisi
moral sekarang ini akan
menjadi lebih buruk dari sekarang. Tanpa kembali kepada Alkitab sebagai
Firman Allah, konsili gereja
se-dunia akan membuktikan satu pengharapan sedih; tidak seimbang,
kerusakan mendasar dan kerja
yang tanpa hasil.
Tidak pernah ada satu bangunan aman tanpa satu fondasi kokoh dan pusat
yang jelas; jika kita tidak
dapat yakin akan Alkitab kita tidak dapat yakin akan Kristus dalam
Alkitab. Sebagaimana Richard
Baxter berkata, "Dibutuhkan: Pendeta Reformed!" Dan syarat utama
reformasi adalah memegang Kitab
Suci dengan benar. Sampai kita mendapatkan yang benar kita tidak akan
pernah perlu mencari lagi di
tempat lain. Allah membawa kita kembali dengan penyesalan bahwa kita
pernah tidak setia dengan doa
tetapi kembali satu cahaya dari halaman yang tidak fana menerangi waktu
kini. Allah membawa kita
kembali dengan air mata dan permohonan sungguh-sungguh agar Roh Kudus
menghembuskan halaman
berharga untuk menopang kita menjadi penyampai Firman, dengan kuat kuasa
memanggil kembali
pemimpin dan umat yang telah salah arah dari tempat air yang sudah pecah
dari kebiasaan manusia
kepada "Sumber Air Hidup" dan kepada "jalan benar" yang semula di mana
terdapat damai!
Sumber: Majalah MOMENTUM No. 11 - Maret 1991. |