SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

www.sumberkristen.com

 

 

HERLIANTO: GEREJA McDEE

Ada artikel menarik di harian Bandung berjudul "Revolusi di Pasirkaliki" tulisan Hawe Setiawan yang menyentuh hati. Tulisan itu mengupas kasus tukar guling lahan gereja dan kantor sinode yang berubah menjadi supermal 5 lantai dibelokan jalan Pasirkaliki-Pajajaran. Di situ ditulis antara lain:

"Pada bangunan lama, kita bisa menemukan ikon berupa tubuh Kristus yang terpaku pada salib kayu. Sedang ikon bangunan baru adalah sesosok badut yang nyengir dengan mulut lebar bergincu merah .... rumah Tuhan dihancurkan, menghilang dari pandangan, maka muncullah sebuah restoran .... Waktu gereja itu masih berdiri di situ, dan kita lewat di depannya, dalam benak kita bisa muncul gambaran mengenai kidmatnya sebuah kebaktian. Tetapi ketika gereja itu disulap jadi restoran, yang muncul dalam persepsi kita adalah ramainya sebuah pesta makan. Habis yang sakral, terbitlah yang profan" (Pikiran Rakyat, 13 Desember 2001).

Yang memprihatinkan adalah di balik beberapa pimpinan gereja yang mengantongi banyak komisi dengan adanya tukar guling ala GORO itu, kantor PGIW yang pernah mangkal di kompleks itu ikut tergusur dan gereja-gereja diimbau untuk menyumbang agar PGIW bisa menyewa tempat yang lain.

Kasus ini mengingatkan penulis ketika belasan tahun yang lalu menjadi salah satu pembicara dalam seminar "EZE sponsored Community Development Program" bertempat di salah satu wisma retret gereja di tepi pantai Bali. Seorang peserta dari Australia mengatakan bahwa sebelumnya ketika ia mengunjungi wisma retret itu, ia melihat ada tiang salib kayu besar terpancang di tepi pantai, namun sepuluh tahun kemudian, ketika ia kembali menginap di situ ia melihat salib itu raib dan ia menjumpai ada turis telanjang berjemur di situ. Memang sekarang wisma retret itu sudah dikomersialkan bak hotel turis.

Soal lahan Gereja yang berubah fungsi karena tukar guling (yang dalam praktik di Indonesia lebih banyak melibatkan skandal komisi) memang sudah sering terjadi. Kita belum lupa bangunan gereja Imanuel yang berdiri mencolok dan bisa dilihat setiap orang yang naik stasiun Gambir-Jakarta, juga pernah diributkan karena beberapa pimpinan gereja menukar gulingkannya untuk dijadikan supermal. Sebagian jemaat menolak dan perubahan fungsi bangunan yang disebut cagar-budaya itu menjadi supermal sampai kini belum sempat dilaksanakan. Imanuel yang artinya "Allah Beserta Kita" nyaris menjadi "McDEE beserta kita" (usaha goreng ayam Amrik ini agresif menyerbu supermal baru).

Beberapa gereja lain di lokasi strategis sudah mulai dilirik para pengusaha. Dulu ada gereja di jalan Thamrin, sebelah kantor lama Departemen Agama di Jakarta, yang ditukar-gulingkan oleh beberapa oknum pimpinan gereja sehingga pernah terjadi pukul-memukul di gedung DPR ketika ada tuntutan dari sebagian jemaat yang tidak setuju komersialisasi tempat ibadat itu. Roda komersialisasi berjalan terus dan gereja kehilangan lokasi strategisnya.

Di Surabaya, di kompleks rumah sakit Kristen dibangun pertokoan di halaman depannya. Soal ini menimbulkan kritik sebagian jemaat yang memprihatinkan nafsu "Yudas" para pemimpin gereja yang rela demi beberapa keping dinar menjual lahan misi yang dahulunya didoakan dan memperoleh persembahan begitu banyak dari jemaat. Di kota yang sama saat ini ada pendeta sukses yang ingin menjual rumahnya yang atas nama dirinya sendiri untuk menutup utang ke bank demi pembangunan kompleks pelayanan yang atas nama dirinya sendiri dan rumahnya yang ada lapangan tenis dan kolam renangnya menjadi agunan di bank.

Rupanya nafsu duniawi yang mengkomersialkan lahan gereja dan pelayanan itu sudah menghinggapi banyak oknum pejabat Kristen dari atas sampai bawah. Markas besar Kristen di Indonesia di bilangan Salemba, Jakarta, sudah lama lebih dari 50% lahannya telah dialih-milikkan kepada bank berlatar hijau oleh oknum pejabat yang dulu.

Bukan cuma di kalangan organisasi gereja yang sudah sekuler, kelompok doa juga sudah dihinggapi nafsu duniawi yang sama. "Jaringan doa" yang seyogyanya dijadikan sarang laba-laba yang menghubungkan satu bagian pohon dengan bagian lainnya bisa juga berfungsi sebagai "jaringan duit" yang menangkap mangsa untuk menggemukkan laba-laba itu sendiri dengan membeli gedung bertingkat satu setengah milyar (belum termasuk furnishing). Doa terus dalam ruang ber-AC namun tidak peka akan krismon yang melanda negeri ini.

Simbol-simbol Kristen memang sering dijual secara hiburan dan komersial. Pernah ada gebyar musik Kristen dengan tema "Kristus untuk Semua, Semua untuk Kristus" yang reklamenya diembel-embeli daya tarik "berhadiah 1 Mobil Suzuki Baleno, 1 Sepeda Motor Yamaha Bebek, dll." Dan sudah bukan rahasia umum lagi bahwa di balik gebyar-gebyar KKR banyak yang dititipi semangat cari untung. Penulis beberapa kali menolak undangan yang ingin menjadikan penulis sebagai alat pancing "fund raising." Pelayanan yang disertai doa dan pengorbanan sekarang banyak dijadikan bursa mencari dana.

Penulis juga prihatin bahwa ada mahasiswa Kristen yang seyogyanya masih tulus, juga sudah diresapi semangat komersial dengan memanfaatkan dana persekutuan. Pernah dalam pelayanan ketika melayani alumni Kristen, ada kelompok mahasiswa yang ikut mengundang agar ekonomis. Seperti biasa dalam melayani mahasiswa diusahakan penghematan biaya, dan pada sore kedua melayani mahasiswa dihindari tinggal di hotel yang sehari sebelumnya disediakan alumni, maka diminta agar diantarkan ke rumah anak penulis yang lokasinya relatif terjangkau dari lokasi ceramah dan cukup disediakan dinner-box (bukan McDEE kok) untuk makan di jalan. Beberapa hari kemudian ada telepon dari ketua panitia menanyakan apakah penulis sudah menerima amplop persembahan karena ia menengarai ada oknum mahasiswa yang nakal yang memasukkan anggaran 300 ribu untuk biaya pembicara (opo tumon ada bensin sekali isi dan dinner box yang harganya 300 ribu?).

Jemaat dan umat Kristen sekarang perlu waspada dan perlu berani mengingatkan kalau ada usaha-usaha yang mengatasnamakan Kristus dan pelayanan namun lebih banyak uangnya masuk ke kantong para pejabat gereja. Kalau dahulu "Tiang-Tiang Gereja adalah Orang-orang Suci" sekarang rupanya sudah berubah menjadi "Tiang-Tiang Gereja adalah Orang-orang Kaya" (namun miskin di hadapan Allah).

Sudah bukan barang langka kalau banyak majalah Kristen sekarang lebih mempromosikan pesan sponsor daripada pesan Tuhan. Pernah ada majalah rohani yang di depannya diberi ilustrasi ayat Alkitab berbunyi "Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yohanes 15:5). Namun ketika cover dikembangkan terlihat di back cover ada iklan sponsor lampu-lampu mewah sehalaman penuh. Ini sempat mendatangkan kritik pembaca yang memplesetkan ayat tersebut menjadi "Barangsiapa tinggal di dalam Aku (sponsor) dan Aku (sponsor) di dalam dia, ia berbuah banyak (terbit), sebab di luar Aku (sponsor) kamu tidak dapat berbuat apa-apa (terbit)." Ada majalah rohani yang sangat mempromosikan mujizat kesembuhan ilahi dan minyak urapan, dan bahwa Tuhan diaku maha kaya yang mencukupi kebutuhan gereja penerbitnya. Tragisnya dalam majalah itu ada iklan sponsor termasuk beberapa iklan obat. Rupanya majalah itu belum disirami dengan minyak urapan.

Marilah kita berdoa dan berusaha semoga gejala komersialisasi ibadat ini tidak makin berlarut-larut sehingga mendatangkan murka Tuhan, melainkan marilah kita bertobat dan mempersiapkan diri kita dengan kebenaran dan kejujuran dalam menyambut Yesus yang akan datang kembali.

Salam kasih dari Herlianto