SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIAmelayani jemaat dan hamba Tuhan
|
|
|
|
CHARLES CHRISTANO: Eksistensi
Gereja di Era Milenium Baru (4) Tempat dan Peran Denominasi Eksistensi Gereja Disadari atau tidak,diakui atau tidak, denominasi–yang rupanya menjadi makin bertambah banyak– seringkali menjadi hambatan dan kendala bagi kesatuan, persatuan, pertumbuhan gereja Tuhan dan kesaksian serta pelayanannya. Tetapi kita perlu juga mencatat beberapa fakta yang tidak dapat kita abaikan begitu saja. Makin kita mau menerima kenyataan tadi, maka kita akan makin lebih siap untuk mencari solusi bersama. Ketika TUHAN membebaskan umat-Nya dari belenggu Mesir, kita tidak boleh melupakan bahwa yang ikut dibebaskan bukan hanya keturunan Yakub (Israel). Keluaran 12:37,38 mencatat: "Kemudian berangkatlah orang Israel dari Raamses ke Sukot, kira-kira enam ratus ribu orang laki-laki berjalan kaki, tidak termasuk anak-anak. Juga banyak orang dari berbagai-bagai bangsa turut dengan mereka;…" Yang terhisab ke dalam seluruh "umat Allah" yang dibebaskan terbukti bukan hanya bangsa Israel! Yang tersirat dalam ungkapan "Juga banyak orang dari berbagai-bagai bangsa turut dengan mereka" tentunya bukan hanya ketika mereka tadi ikut dibebaskan dan keluar dari perhambaan Mesir! Mereka pasti juga telah mengikuti apa yang dilakukan oleh bangsa Israel ketika mereka membubuhi ambang dan kedua tiang pintu rumah mereka dengan darah anak domba. Dengan tindakan iman mereka semua telah dihisabkan ke dalam umat Allah. Bangsa Israel jelas hanya satu bangsa, tetapi dalam kesatuan umat Allah, bangsa Israel terdiri dari dua belas suku. Dan setiap suku terdiri dari puak dan kaum mereka masing-masing! Alkitab mencatat bahwa masing-masing tidak dilebur dan dihapus begitu saja. Masing-masing masih tetap ada, bahkan setelah mereka sudah menetap baik yang berada di seberang sungai Yordan maupun yang berada di Tanah Yang Dijanjikan! Betapa menariknya kalau kita perhatikan bahwa selama dalam perjalanan mereka di padang gurun, selama empat puluh tahun mereka dihimpun dan diorganisir secara tertib menurut kesukuan, puak dan kaum mereka masing-masing. Sesuai dengan suku, puak dan kaum mereka, masing-masing diberi tempat di sekitar Kemah Pertemuan sebagaimana yang telah ditentukan oleh Tuhan! Dan setiap bangsa Israel bergerak, komando diberikan agar mereka dapat bergerak secara tertib, teratur, searah, dan seiring! "Orang Israel harus berkemah masing-masing dekat panji-panjinya, menurut lambang suku-sukunya. Mereka harus berkemah di sekeliling Kemah Pertemuan, agak jauh dari padanya. Yang berkemah di sebelah timur dekat panji-panjinya, ialah laskar Yehuda, menurut pasukan-pasukan mereka. Pemimpin bani Yehuda ialah Nahason bin Aminadab …Yang berkemah di dekatnya ialah suku Isakhar. Pemimpin bani Isakhar ialah Netaneel bin Zura …Kemudian suku Zebulon. Pemimpin bani Zebulon ialah Eliab bin Helon …Panji-panji laskar Ruben adalah di sebelah selatan, menurut pasukan-pasukan mereka. Pemimpin bani Ruben ialah Elizur bin Syedeur…Yang berkemah di dekatnya ialah suku Simeon. Pemimpin bani Simeon ialah Selumiel bin Zerisyadai…Kemudian suku Gad. Pemimpin bani Gad ialah Elyasaf bin Rehuel…" (Bilangan 2:2-14). Demikianlah seterusnya, pada setiap sisi Kemah Pertemuan lainnya, di sebelah barat dan di sebelah utara (Bilangan 2:18-31). Sebagaimana halnya dengan bangsa Isreal sebagai umat Allah, memang hanya ada satu bangsa walaupun terdiri dari dua belas suku, puak dan kaum mereka masing-masing, demikian juga halnya dengan umat tebusan milik Tuhan Yesus Kristus, hanya ada satu umat Allah, tetapi terdiri dari berbagai kelompok. Dan apabila "bangsa Israel" yang telah dibebaskan oleh Allah juga terdapat dan bercampur-baur dengan berbagai bangsa lain yang percaya, demikian juga halnya dengan "tubuh Kristus", hanya satu tubuh tetapi terdiri dari berbagai dan banyak ragam anggotanya! ( I Korintus 12:12,14). Sebagaimana di zaman para rasul, dalam setiap kelompok umat Allah, baik di Korintus maupun di Efesus, ditemukan kepelbagaian dalam kesatuan. Sebagaimana yang telah disinggung di atas, jemaat-jemaat tadi berpotensi untuk mengalami berbagai faksi, demikian juga halnya dengan jemaat di Galatia! Dan yang sangat menarik, potensi keterpecahan juga terjadi karena ada injil lain yang diajarkan yang sebenarnya bukan Injil! (Galatia 1:6,7). Dengan demikian jemaat di Galatia terancam menjadi jemaat yang tidak lagi rasuli! Kepada jemaat yang sedemikian tadi Paulus mengingatkan: "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus" (Galatia 3:26-28). Siapa pun pasti setuju bahwa yang dimaksud Paulus dalam Galatia 3 di atas bukan harafiah! Kenyataannya tentu tampak bahwa di dalam Kristus bukannya lalu tidak ada lagi perbedaan secara fisikal! Masih tetap ada berbagai bangsa, kedudukan, atau jenis kelamin. Semuanya jelas masih tetap ada, dan malah seharusnya tetap ada! Tetapi di tengah-tengah begitu majemuknya perbedaan yang masih ada tadi, semua orang yang telah dibaptis di dalam Nama Yesus Kristus, telah dijadikan satu tubuh. Itulah yang indah! Apabila kita bersedia membuka hati kita secara lebar-lebar dan bersedia pula menerima kenyataan, baik yang tercermin dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, maka di tengah-tengah hiruk-pikuknya berbagai macam ragam kelompok dan denominasi yang sudah ada sampai saat ini (maupun yang barangkali masih terus akan berkembang) seiring dengan era reformasi yang ditengarai dengan makin mengedepannya kebebasan dan tuntutan HAM, kita perlu dengan pikiran yang lebih jernih membuka diri terhadap tempat dan peran denominasi. Keterbukaan yang makin longgar yang didambakan bahkan dituntut pada era millenium baru untuk menyatunya berbagai gereja memang tidak dengan sendirinya akan lahir begitu saja tanpa harga yang harus dibayar oleh semua pihak terkait! Kita tahu bahwa dalam percaturan dunia politik dan pemerintahan, juga di dunia moneter, ekonomi, perbankan juga di dunia perburuhan, semua pihak harus belajar untuk mencari jalan keluar bersama dengan win-win solution. Kalau hal itu benar, apalagi di dunia "politik gereja", secara bersama-sama kita juga harus mencari bukan hanya win-win solution tetapi yang lebih mendasar harus dengan cara yang benar, alkitabiah, tidak sektarian, parokhial dan primordial sempit. Untuk itu kita semua harus bersedia membayar harga dengan rela dan ikhlas!(cf.Filipi 2:1-11). Dalam gerakan HAM (yang sekular saja) bukannya yang besar dan kuatlah yang diberi privilese dan harus dimenangkan, tetapi justru sebaliknya. Gerakan HAM yang benar malah harus lebih memiliki kepedulian ekstra untuk mengutamakan yang lemah, marjinal dan kecil. Mereka bukan untuk dimanipulir dan dikorbankan atau dijadikan semacam pelengkap penderita; sebaliknya mereka untuk dilindungi dan ditolong dengan adil. Bukannya bermaksud mencari legitimasi dari gerakan HAM, juga bukan karena ingin latah lalu ikut numpang kendaraan yang bernama HAM, tetapi sungguh luar biasa dengan apa yang kita temukan dalam Alkitab kita! Betapa eloknya ketika Paulus menulis tentang kepelbagaian dalam kesatuan dalam tubuh Kristus! "Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh. Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: "Aku tidak membutuhkan engkau." Malahan justru anggota-anggota tubuh yang tampaknya pal ing lemah, yang paling dibutuhkan. Dan kepada anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus. Dan terhadap anggota-anggota kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus. Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita" (I Korintus 12:20-26). Kebenaran di atas bukan lalu dipahami sebagai lisensi apalagi legitimasi untuk memiliki hak istimewa bagi yang kecil dan lemah sehingga mereka bisa berbuat semena-mena. Apabila demikian halnya maka yang terjadi adalah kelompok kecil yang menjadi anarkhistis sehingga mereka boleh menekan dan menuntut pihak yang lain untuk selalu memenuhi keinginannya. Sebaliknya kita juga harus waspada agar pihak yang kuat, yang biasanya memang terbukti menjadi pihak mayoritas juga jangan menjadi arogan. Janganlah mereka lalu mudah tergoda untuk menyalahgunakan kebesaran dan kekuatannya sehingga mereka tidak menjadi tiranikal! Itulah sebabnya Paulus menulis: "Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau dikenakan kuk perhambaan … Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Tetapi jika kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan" (Galatia 5:1,13-15). Sukar Dibedakan: Kita patut bersyukur dengan berbagai perubahan yang sudah bergulir sejak Mei 1998. Tetapi sebagai bangsa, rupanya kita memang belum begitu siap dan dewasa untuk menerima berbagai perubahan, apalagi mampu memilah dan memilihnya untuk secara bersama-sama memanfaatkan dan mengarahkan serta mengisi momentum perubahan yang menggelora tadi dengan bijak. Anehnya, dengan makin terbukanya peluang untuk menyatakan pendapat dan untuk mendirikan berbagai macam kelompok maupun partai, kita justru telah gagal menyiasati koridor yang disediakan untuk mengadakan koreksi yang konstruktif dalam merenda hari esok! Hasilnya sebagian terbesar rakyat kita yang telah mempercayakan dan menyerahkan hak mereka kepada para elit politik dan agama malah menjadi makin kebingungan dan makin menjadi gelisah-resah. Betapa tidak? Di tengah-tengah ketidakpastian yang cukup berkepanjangan yang diwarnai oleh begitu banyaknya pernyataan yang kurang elegan oleh para elit politik, ditingkah dengan makin gemuruhnya genderang vested interest dari banyak pimpinan serta kelompok yang sangat berjiwa primordial (sempit), masing-masing malah sibuk dengan agendanya sendiri-sendiri, maka kredibilitas kita sebagai bangsa kesatuan menjadi makin carut marut! Bukannya menjadi malah solid untuk membangun kembali bangsa yang telah terpuruk selama sekitar tiga tahun, kita malah telah menjadikan rakyat banyak makin menderita di samping masih lagi diancam semangat disintegrasi yang kian marak! Ironisnya, gereja-gereja ternyata tidak lebih baik! Dengan jujur harus diakui bahwa pada sosok beberapa tokoh gereja yang terkenal jugalah sempat tercium dan terdeteksi ciri-ciri parokhialisme dan sektarianisme yang cukup kental. Masing-masing sibuk dengan wacananya yang bombastis dengan salesmanship yang manis dan meyakinkan para pengagumnya. Dengan subtilnya mereka menyusun agendanya sendiri-sendiri dengan ambisi yang dikemas dengan bahasa rohani yang membuat tidak sedikit fans mereka terbius; tidak sedikit di antara mereka yang berlomba-lomba membangun kerajaan-kerajaan pribadi. Yang tidak kurang memalukan, para pimpinan yang berhasil tadi telah menyusun strategi canggih bagi para putera mahkota untuk melestarikan kerajaan masing-masing! |