SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

www.sumberkristen.com

 

 

 

                                            DOKTRIN DAN KEHIDUPAN ROHANI
R.C. Sproul
Dr. R.C. Sproul adalah seorang teolog, pendeta, penulis, dosen, dan pemimpin dari "Ligonier
Ministries". Sproul adalah lulusan Westminster College, Pittsburgh Theological Seminary dan The Free
University of Amsterdam. Dr. Sproul adalah penulis dari beberapa buku termasuk best sellernya yang
berjudul "The Holiness of Gof". Artikel ini disadur dari bukunya yang berjudul "Pleasing God"
Doktrin tidak perlu, yang penting adalah hidup rohani. Inilah sikap sentimen yang kerapkali
muncul dalam lingkungan orang Kristen. Idenya sederhana: Allah lebih mementingkan bagaimana kita
hidup ketimbang apa yang kita percayai. Kredo dan dogma tidaklah penting. Yang terpenting bagaimana
perilaku yang nampak. Kita lebih menyenangkan Allah dengan perilaku yang benar dibanding dengan
pemikiran yang benar.
Ini adalah suatu dilema yang salah dan memberikan dampak berbahaya. Pemikiran yang benar
dan hidup yang benar seharusnya berjalan seiring.
Banyak orang meremehkan doktrin karena melihat satu pola umum yaitu ada orang memiliki
pengetahuan teologis yang benar namun hidupnya menjadi batu sandungan. Iblis dapat memperoleh
nilai tinggi dalam ujian teologi. Iblis terlebih dahulu mengenal Yesus sebagai Anak Allah dibanding
murid-murid-Nya, namun jelas sekali Iblis membenci kebenaran ini. Ada banyak orang yang mengenal
kebenaran tentang Allah namun hidupnya tidak menyenangkan Allah.


PENGKHIANATAN PARA PEMIMPIN
Mengapa ada kecurigaan mendalam akan teologi oleh jemaat Kristen? Tentu ada alasan-alasan
yang mendasarinya. Gereja mempunyai pengalaman yang oleh seorang sarjana disebut "pengkhianatan
intelektual". Banyaknya nada skeptis terhadap berita Alkitab justru datang dari dalam gereja sendiri.
Teolog-teolog dalam gerejalah yang mengumumkan teologi "Allah mati". Adalah seminari-seminari
teologi yang justru menyerang kepercayaan kepada Alkitab. Pengalaman pribadi saya selama belajar di
Seminari Teologi juga sangat mengejutkan mendengar adanya guru-guru besar yang menyerang
ketuhanan Kristus. Dan tak terhitung jumlah mahasiswa lainnya yang mengalami pengalaman seperti
ini.
Wajar kalau reaksi yang muncul terhadap luka dan syok yang ditimbulkan oleh skeptisisme ini
akhirnya adalah pemutarbalikkan secara ekstrim kepada satu sandaran iman yang non-intelektual.
Sehingga godaan berbahaya dapat timbul dengan pikiran: "Jika ini yang dihasilkan oleh akademi
teologi, siapa yang membutuhkan hal itu? Lebih baik saya memelihara iman saya yang sederhana dan
tidak mau terlibat dengan teologi."
Kita jangan berasumsi karena seseorang adalah sarjana teologi berarti dia seorang Kristen.
Kita jangan berasumsi karena seseorang ditahbiskan dalam pelayanan berarti dia pasti seorang Kristen.
Yang menyedihkan, banyak orang melayani dengan motif yang keliru. Sebagian orang menjadikan
skeptisisme teologis sebagai satu profesi. Ada orang yang terdorong mempelajari teologi Kristen karena
satu keinginan yang membara untuk melawan atau mengubah kekristenan. Ada musuh di dalam gereja.
Ada serigala yang menyamar dengan bulu domba di dalam kawanan domba Allah. Kita teringat akan
kelompok yang begitu menentang Yesus semasa pelayanan-Nya adalah kaum imam zaman itu, ahli
Taurat dan orang Farisi. Tetapi kita tidak boleh menggeneralisasikan semuanya demikian. Banyak dari
mereka melayani lahir dari kerinduan yang tulus untuk melayani Tuhan.


KEBUTUHAN AKAN DOKTRIN
Gereja membutuhkan pendeta-pendeta yang berdedikasi. Gereja juga membutuhkan pengajarpengajar
teologi yang berdedikasi. Gereja akan selalu mendapatkan manfaat besar dari pelayan teologteolog
yang solid. Kita semua membutuhkan pengajar yang baik. Kita tidak dapat berbuat apa-apa tanpa
mereka. Tetapi bagaimana kita mendapatkannya? Apa tandanya bahwa seseorang adalah pengajar
teologi yang baik?
Menemukan seorang guru yang baik sama hal seperti menemukan dokter yang baik. Kita
membutuhkan seorang dokter yang mengerti apa yang ia lakukan dan kita dapat mempercayakan diri
kita kepadanya. Jika dokter itu begitu lembut dan hangat namun tidak mengerti akan hal pengobatan,
kita tentunya menghadapi kesulitan besar. Di pihak lain, ada seorang dokter yang begitu hebat namun
kurang memberikan perhatian kepada pasiennya. Mereka mengerti bagaimana mengobati penyakit
namun tidak tahu bagaimana memperhatikan manusia. Jika mungkin, saya ingin mendapatkan seorang
dokter yang ahli mengerti obat-obatan dan juga yang menghargai saya sebagai satu pribadi.
Dalam teologi, kita membutuhkan pengajar-pengajar yang memperlihatkan ketrampilan dan
pengetahuan yang baik dipadukan dengan kasih yang dalam kepada Tuhan. Mengasihi Tuhan bukanlah
prasangka penghambat bagi pengertian yang benar tentang Allah. Justru sebaliknya, hanya dengan hati
yang terarah kepada Allah, maka seorang teolog akan berlimpah pengetahuannya akan Allah.
G.C. Berkouwer pernah mengatakan satu kalimat, "Semua teolog yang agung memulai dan
mengakhiri karya mereka dengan doxology!" Tulisan-tulisan mereka bernafaskan satu semangat
doxology. Karyanya melampaui penganalisaan, yang hanya melahirkan pujian. Bacalah tulisan Rasul
Paulus, teolog yang mula-mula dalam gereja. Di tengah-tengah pembahasan mengenai pemilihan
(election), ia berhenti sejenak dan menuliskan, "Betapa dalam dan kaya anugerah-Mu!" (Rm. 11:33)
Kita menemukan semangat doxology yang sama dalam diri teolog-teolog yang agung dalam
sepanjang sejarah gereja seperti Augustinus, Athanasius, Anselm, Aquinas, Luther, Calvin, dan Jonathan
Edwards. Bukan berarti mereka tanpa cacat. Kita dapat menemukan perbedaan di antara mereka. Namun
ada satu kesatuan yang begitu dalam dan menonjol berkenaan dengan doktrin iman mereka yang hakiki.
Banyak orang masih menghadapi dilema ketakutan akan teologi. Ada suatu masa di mana saya
pernah kritis terhadap toko-toko buku Kristen. Banyak di antara mereka yang menjual buku-buku yang
pengajaran teologisnya lemah. Buku-buku itu bukan saja terlalu sederhana, tetapi begitu naif. Di
antaranya memiliki banyak doxology, namun teologinya dangkal. Sebagian buku yang ada di toko buku
menunjukkan pengabaian yang serius terhadap teologi yang ortodoks dan pengajarannya buruk. Saya
telah memohon kepada toko buku dan penerbit buku untuk mengeluarkan karya-karya penulis yang
besar. Namun respon yang biasa saya terima adalah buku-buku ini tidak akan laku dijual. Saya terus
memohon, saya yakin jika industri terus mempromosikan buku-buku klasik, maka buku itu akan terjual.
Saya pernah memesan karya John Murray Principles of Conduct untuk bahan mata kuliah. Penerbit
mengatakan buku itu sudah tidak dicetak lagi. Saya meminta penerbit untuk mencetak ulang bahkan
menawarkan untuk mencari sponsor jika diperlukan. Buku itu terlalu penting untuk dibiarkan berdebu di
gudang percetakan. Saya begitu sukacita ketika penerbit mengeluarkan edisi yang baru.
Kita membutuhkan doktrin yang solid. Roh Kudus juga Roh kebenaran. Kebenaran dan
keadilan berjalan bersama. Hidup yang benar akan mengalir keluar dari pemikiran yang benar.
Kehidupan kita dapat berubah secara lahiriah tanpa mengubah yang batiniah. Tetapi semua yang akan
kita peroleh adalah kualitas seorang Farisi. Permasalahan yang mendalam adalah akarnya. Pohon yang
baik akan menghasilkan buah yang baik. Pikiran yang diperbarui akan menghasilkan suatu kehidupan
yang diperbarui pula.
Kita harus menolak dikotomi antara doktrin dan kehidupan. Kita dapat mempunyai doktrin
yang sulit tanpa satu kehidupan yang dikuduskan. Tetapi tentu sulit sekali untuk bertumbuh dalam
pengudusan tanpa doktrin yang solid. Doktrin yang solid bukanlah satu kondisi yang cukup untuk
menghasilkan satu kehidupan yang solid pula. Doktrin yang solid tidaklah menghasilkan pengudusan
secara otomatis. Doktrin yang solid adalah kondisi yang mutlak bagi pengudusan, yang merupakan prasyarat
yang vital, seperti oksigen dan api. Memang, adanya oksigen tidak akan menjamin adanya api,
tetapi Anda tidak dapat memiliki api tanpa oksigen.


KESADARAN, KEYAKINAN, HATI NURANI
Mengapa doktrin yang solid mutlak bagi pengudusan? Karena pengudusan sejati yang muncul
dalam kehidupan orang Kristen paling sedikit harus mengubah tiga hal yang mutlak. Harus ada satu
perubahan dalam kesadaran, keyakinan dan hati nurani kita, ketiga hal ini adalah hal yang vital bagi
pengudusan kita.
Kesadaran meliputi pengetahuan. Sebelum kita dapat sepenuhnya melalukan apa yang Tuhan
perintahkan dan apa yang menyenangkan Dia, pertama-tama kita harus mengerti apa yang Allah
kehendaki. Dari hukum Taurat satu pengetahuan akan dosa. Juga melalui hukum Taurat keluar satu
pengetahuan akan keadilan. Seseorang mungkin "secara kebetulan" mentaati hukum tanpa kesadaran
bahwa ia melakukan. Tetapi tindakan demikian tidak memiliki kebajikan moral di dalamnya. Umpama
seseorang suka mengendarai mobilnya dengan kecepatan 60 km/jam, dan ini menyenangkan dia. Dia
mengendarai mobilnya di daerah dengan batas kecepatan 60 km/jam dan di daerah 30 km/jam. Ketika ia
mengendarai di daerah 60 km/jam, ia mentaati hukum. Namun tidak di wilayah 30 km/jam. Tapi ia tidak
sadar akan hal itu. Jika seseorang ingin mencapai kebajikan moral sebagai seorang pengemudi dan
senantiasa mengendarai dalam batasan kecepatan, pertama-tama ia harus memiliki kesadaran menuju
keyakinan. Keyakinan merupakan hal yang lebih dalam dan intens. Sadar bahwa perbuatan itu benar
adalah hal yang berbeda dengan yakin akan hal tersebut. Keyakinan adalah pengetahuan yang sudah
mapan, yang memenuhi pikiran kita dan menembusi hati nurani kita.
Hati nurani kita bertindak sebagai semacam pemimpin bagi tingkah laku kita. Ia adalah suara
yang di dalam yang memberikan tuduhan atau memaafkan kita. Hati nurani kita memonitor tingkah laku
kita dengan cara membenarkan atau menuduh. Tetapi problemnya adalah hati nurani kita tidak selalu
memberitahukan kebenaran, karena kita sudah melatih dia dengan arahan pembenaran diri kita.
Sangat sulit untuk hidup dengan hati nurani yang merasa bersalah. Perasaan bersalah
melumpuhkan kita dan dapat menghasilkan penyakit psikomatik. Ketika kita diserang oleh hati nurani
yang bersalah, kita dapat mengubah perilaku kita atau mengubah hati nurani kita. Kita dapat menekan
tuduhan dengan rasionalisasi. Dengan terus berulang-ulang melakukan dosa, kita dapat
membungkamkan suara hati nurani. Kita akan jatuh kepada kemerosotan moral yang dilukiskan Paulus
dalam Roma 1 di mana kita bukan hanya terus menerus berdosa, tetapi kita mendorong orang lain
berdosa bersama kita.
Hati nurani dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka ia harus di bawah pengaruh
keyakinan yang baik. Untuk memperoleh hati nurani yang baik, maka kesadaran kita akan hal yang baik
dan salah harus dipertajam. Ini berarti meliputi pikiran kita, yang berarti berkenaan dengan masalah
doktrin.
Doktrin berasal dari Firman Tuhan. Firman ditujukan kepada kesadaran kita dan bagi
pengertian kita. Firman melibatkan pikiran dan bukan mengesampingkan pikiran. Dalam 1Kor. 2:10-11
Paulus berbicara mengenai pekerjaan iluminasi Roh Kudus kepada kita. Roh Kudus mendorong kita
dalam penyelidikan akan Firman Tuhan untuk memperoleh pengertian karena Roh Kudus diutus untuk
mengajar dan meyakinkan kita. Yesus menjanjikan kita bahwa Roh Kudus akan menjadi Penolong yang
akan meyakinkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh. 16:7-8). Kemajuan dari sebuah
kesadaran yang berubah kepada sebuah keyakinan yang berubah menuju pada sebuah hati nurani yang
berubah adalah pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus bekerja dengan firman. Roh Kudus tidak bekerja
berlawanan dengan Firman atau tanpa Firman. Firman dan Roh berjalan bersama. Doktrin dan hidup
juga berjalan bersama. Kehendak dan pikiran berjalan bersama juga. Memisahkan mereka berarti
mendukakan Roh Kudus dan menghentikan pekerjaan pengudusan dan menghilangkan kehidupan yang
berintegritas untuk berkomitmen menyenangkan Allah.