SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

www.sumberkristen.com

 

 

CHARLES CHRISTANO: APAKAH MISKIN ITU DOSA? (1)

Tuhan Mahabaik dan Mahamurah
Siapa di antara kita yang belum mendengar nama-nama besar seperti Abraham, Ayub, dan Yusuf? Nama-nama tadi nyaris menjadi legendaris! Ketiga orang tadi menjadi besar dan sangat terkenal karena mereka kecuali memiliki iman yang teguh juga diberkati dengan kekayaan dan kehormatan.

"Abraham sudah tua sekali, dan ia diberkati Tuhan dalam segala hal" (Kejadian 24:1 BIS).

"Ayub diberkati Tuhan dengan lebih berlimpah dalam sisa hidupnya …" (Ayub 42:12 BIS).

Lalu diberikannya kepada Yusuf kereta kerajaan yang kedua untuk kendaraannya, dan pengawal kehormatan raja berjalan di depan kereta …. Demikianlah Yusuf diangkat menjadi gubernur seluruh Mesir …" (Kejadian 42:43 BIS). 

Siapa yang dapat melupakan Mazmur 23 yang begitu indah?

"Tuhan seperti seorang gembala bagiku, aku tidak kekurangan" (Mazmur 23:1 BIS).

Dan gembala yang baik, Tuhan Yesus, menggarisbawahi kebenaran kesaksian Daud tadi: "Tetapi aku datang supaya manusia mendapat hidup berlimpah-limpah" (Yohanes 10:10).

Kebenaran, Seluruh Kebenaran
Pernahkah kita memperhatikan formulasi sumpah yang harus diucapkan (terlebih dahulu) oleh setiap orang entahkah ia si terdakwa atau seorang saksi atau saksi ahli dalam ruang persidangan pengadilan? Apabila kita memperhatikan dengan seksama, kita akan dipaksa untuk merenungkan maknanya yang dalam, khususnya implikasinya! Betapa tidak?

"Aku bersumpah (berjanji) untuk menyampaikan kebenaran, seluruh kebenaran, tidak yang lain kecuali yang benar!"

Mengapa harus demikian bertele-tele? Seandainya seseorang dalam memberikan kesaksian atau pertanggungjawaban dalam sidang pengadilan tidak berkata benar, jelas akan menyesatkan hakim dalam menarik kesimpulan. Tetapi seandainya ia sudah menyampaikan kebenaran, tetapi ada sebagian kebenaran yang dengan sadar dan sengaja disembunyikan, maka kebenaran yang telah disampaikan tadi menjadi kurang benar karena tidak lengkap!

Itulah sebabnya, walaupun sudah bersumpah (berjanji), baik jaksa maupun pembela, berkewajiban untuk berupaya sedemikian rupa sehingga terkorek segala sesuatu termasuk hal-hal yang mungkin kedengarannya sangat sepele oleh telinga awam agar kebenaran yang penuh dan utuh dapat diketahui bersama sebelum vonis dijatuhkan!

Bukan hanya sampai di situ. Makin pelik permasalahannnya, maka proses untuk mencari kebenaran akan makin teliti dan hati-hati. Berbagai saksi akan diusahakan agar dapat membantu hakim. Bila perlu saksi ahli dari berbagai kepakaran yang bersangkutan! Dan setiap saksi diwajibkan untuk memberikan hanya yang benar, seluruh kebenaran, tidak yang lain kecuali hanya yang benar saja!

Tidak Semudah Rumusan Aritmatika
Dalam hidup ini ada banyak hal yang ganjil. Betapapun manusia sudah makin pandai, namun toh manusia cenderung menyederhanakan banyak hal, kalau boleh malah segala sesuatu! Dalam menghadapi berbagai masalah yang dapat dikategorikan sebagai misteri kehidupan, kita tergoda untuk membuat rumus yang mudah dan praktis. Termasuk masalah-masalah imani.

Apabila seseorang mangalami sesuatu, kemudian ada orang lain mengalami yang sama, maka setelah keduanya bertemu dan bertukar pengalaman, godaannya ialah bahwa orang lain harus juga demikian. Salah satu akibatnya lahirlah "Kaidah-kaidah imani" yang dianggap telah teruji kebenarannya dan didukung oleh pengalaman!

Tidak jarang iman kita bukannya menjadi makin diteguhkan, sebaliknya sempat terjadi kegamangan dan keragu-raguan. Masalah iman memang tidak dapat dilepaskan dari pengalaman. Dan kita memang tidak boleh menyangkal bahwa pengalaman seseorang (atau beberapa orang) itu nyata dan perlu, tetapi janganlah kita lalu membuat kesimpulan bahwa karena sepuluh atau dua puluh satu orang mempunyai pengalaman yang sama atau mirip, lalu semuanya harus begitu!

Pengalaman memang penting. Pengalaman memang menjadi bagian yang tidak boleh dipisahkan dari apa yang kita yakini. Tetapi kalau hanya pengalaman saja yang dijadikan patokan, kita akan menjadi subjektif; cepat atau lambat kita akan menjadi terkecoh dan kecewa apabila pengalaman kita berbeda.

Alangkah baiknya apabila apa yang dialami oleh Abraham, Ayub, dan Yusuf juga kita alami semua! Mereka beriman dan mereka diberkati dengan berkelimpahan, lalu kalau kita beriman, kita pun pasti hidup dalam kelimpahan! Betapa mudah dan praktisnya hidup iman kita, semudah rumusan aritmatika, rumus perhitungan. Dua ditambah dua pasti empat! Merah dicampur putih pasti menjadi merah muda!

Pikiranku Bukan Pikiranmu
Kita tahu bahwa kita hidup di masyarakat yang sangat majemuk. Tidak semua orang memiliki iman dan keyakinan yang sama dengan kita. Karena kita juga bergaul dengan orang lain, jelas kita juga mendengar dan melihat orang lain pula. Dan kadang-kadang kita juga membanding-bandingkan diri kita dengan mereka. Dalam konteks pergaulan tadi, pernahkah Anda tergoda dengan logika yang menawan sebagaimana yang sering kita temukan dalam hidup bermasyarakat?

Ada orang, dan banyak orang yang tidak percaya kepada Yesus sebagai Anak Allah dan Juruselamat. Mereka terang-terangan menyembah berhala. Mereka mempunyai ilah-ilah mereka. Mereka memberi korban kepada ilah-ilah mereka. Dan mereka menjadi kaya raya! Bukan hanya itu. Kalau kita mau jujur, sering kali hidup mereka lalah "lebih berhasil dan lebih makmur" daripada kita.

Kalau orang kafir, karena kepercayaan mereka dan keyakinan mereka diberkati oleh dewa atau ilah mereka, masakan Tuhan yang penuh kasih dan Mahakuasa tidak akan (lebih) memberkati hidup kita? Nah, ada kemiripan bahkan kesamaan bukan? Mengapa kita tidak boleh menyimpulkan bahwa masalah kekayaan dan iman itu berkaitan sangat erat, sejelas, dan semudah rumus: 2+2=4? Kalalu dewa dan ilah-ilah bisa memberkati para penganut mereka (Matius 4:8,9 dan Lukas 4:5-7), mengapa Tuhan tidak? Teorinya: karena Tuhan kita begitu Mahakuasa dan Mahakasih, justru pasti lebih daripada apa yang dapat diterima oleh orang lain, bukan?

Apalagi kalau kita menemukan banyak ayat Alkitab yang sangat mendukung kebenaran tadi? 1 Raja-raja, 2 Raja-raja, 1 Tawarikh, dan 2 Tawarikh, banyak bersaksi tentang kebenaran yang satu ini. Raja-raja yang takut akan Tuhan, yang berupaya untuk hidup serta memerintah sesuai dengan kehendak Allah, pasti diberkati.

Walaupun menghadapi musuh yang jauh lebih besar jumlahnya dan jauh lebih perkasa, pasti akan menang karena Tuhan sendirilah yang melawan musuh mereka. Tetapi apabila raja-raja tadi memalingkan diri dari Allah, mereka dihukum. Lalu apa salahnya apabila kita menyimpulkan bahwa "barangsiapa takut akan Allah pasti diberkati dan yang berdosa (murtad) pasti akan dihukum?"

"Dan TUHAN menyertai Yosafat, karena ia hidup mengikuti jejak yang dahulu dari Daud, Bapa leluhurnya, dan tidak mencari Baal-baal …. Oleh sebab itu TUHAN mengokohkan kerajaan yang ada di bawah kekuasaannya … sehingga ia menjadi kaya dan terhormat (2 Tawarikh 17:3-6).

"Ia (Uzia) mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil" (2 Tawarikh 26:5).
"Setelah ia (Uzia) menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya …."

Kalau kesimpulan tadi benar, dan dikuatkan oleh ayat-ayat Alkitab, maka dapat pula dimengerti apabila kesimpulan selanjutnya tinggal maju selangkah lagi: barangsiapa hidup berkelimpahan pasti imannya teguh, sedangkan yang melarat … pasti kurang beriman atau kemungkinan ada dosa atau kesalahan yang "tersembunyi" sehingga mereka dihukum Tuhan.

Kita harus berhati-hati agar kita tidak memiliki mentalitas "membuat dan menerima" Alkitab kita sendiri. Memang ayat-ayat di atas benar, dan masih banyak lainnya yang serupa dengan itu. Tetapi Alkitab kan bukan hanya berisi yang demikian! Alkitab kita jauh lebih tebal daripada hanya koleksi ayat-ayat yang baik yang kita senangi atau yang menguntungkan kita! Kita harus menerima Alkitab secara utuh!

"Pikiranku bukan pikiranmu, dan jalanku bukan jalanmu. Setinggi langit di atas bumi, setinggi itulah pikiranku di atas pikiranmu, dan jalanku di atas jalanmu."

Sering kali kita lupa salah satu kebenaran yang mendasar tadi. Dalam banyak hal, kekerdilan kita, sering kali mengakibatkan "pengkerdilan" Allah yang diajarkan Alkitab. Allah yang mahabesar dan mahabijak nyaris kita rumuskan dalam bentuk berbagai "kapsul" rohani yang mungil yang udah kita bawa ke mana-mana!