SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIAmelayani jemaat dan hamba Tuhan
|
|
|
|
SI HANCUR HATI YANG BERBAHAGIA Oleh: Eka Darmaputera Di dalam Alkitab kita, kalimat kedua dalam KHOTBAH DI BUKIT, berbunyi: "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur". Terjemahan ini tidak salah, memang. Namun, sebenarnya belum mampu mengungkapkan seluruh nuansa rasa yang ada, sepenuh-penuhnya. Ini agaknya adalah masalah abadi yang menjadi kelemahan utama bahasa Indonesia, dibandingkan dengan bahasa-bahasa mapan lainnya, juga bila dibandingkan dengan bahasa-bahasa "asli" Nusantara kita. "Ganyang", misalnya, kita tahu, tidak cuma berarti "makan". Atau "kremus", itu jauh lebih kuat daripada sekadar "kunyah". Seperti halnya "ngebet", juga punya nuansa lebih mendesak-desak, yang tak tersirat melalui kata "ingin". Kata Yunani yang dipakai untuk "berdukacita" di sini adalah sebuah kata khusus. Yang jauh lebih kuat dan jauh lebih dalam, misalnya, ketimbang "berdukacita"-nya Pak I Gede Ambisi yang uring-uringan, sebab kena giliran mesti turun setengah jalan sebagai anggota DPR. Atau bila dibandingkan dengan "berdukacita"-nya Pak Saleh Munafik, yang merugi sebab salah perhitungan di pasar saham. Atau dengan "berdukacita"-nya Pak Satrio Tanposusilo, yang ludes uangnya 3,5 milyar rupiah di meja judi. Istilah yang dipakai, hoi penthountes, memang berarti orang-orang yang sedang berduka dan bersedih hati. Namun, sekali lagi, lebih dari itu. Ada nuansa "berkabung" di situ. Kita membayangkan orang-orang yang telah kehabisan air mata untuk menangis dan kehabisan kata-kata untuk meratap. Orang-orang yang nestapanya telah melampaui batas daya tahan sehingga yang tersisa hanyalah perasaan yang kosong, hati yang beku, dan mata yang nanar. Jiwa yang hancur. Duka yang dalam. Kesedihan yang berpadu dengan kepedihan, menyayat dalam ke pusat syaraf. Inilah suasana hati Yakub, ketika mendengar dan yakin bahwa putra paling tersayangnya, Yusuf, telah mati. Suasana hati Maria, ketika sebagai ibu tak tahu bisa berbuat apa, menyaksikan sang Putra tergantung di atas kayu salib--begitu kesakitan, begitu menderita. Suasana hati Yesus, ketika dari ketinggian tempat Ia dtambat, Ia menatap wajah ibunya, dan menyelami suasana hatinya--pasti hancur luluh serta remuk redam. Itulah mereka, hoi penthountes. Orang-orang yang menyandang dukacita di atas segala dukacita. Mereka inilah yang disebut Yesus "orang-orang yang berbahagia". Berbahagia, bukan karena memiliki semua yang mereka inginkan, tapi karena mengalami kepenuhan serta kepuasan batin yang paripurna. Begitu paripurnanya, sehingga yang bersangkutan merasa seolah-olah tak kekurangan apa-apa lagi. Ya, walaupun barangkali ia tidak memiliki apa-apa Kecuali satu, yaitu yang paling berharga. Apakah yang "paling berharga" itu? Kita ingat saja kata-kata Yesus. "Apakah gunanya bila orang memiliki seluruh dunia ini, tetapi jiwanya binasa?" "Sebab hidup ini lebih penting dari pada makanan, dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian." Namun begitu, kata-Nya, "Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawa, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal." Jadi, tariklah kesimpulan Anda sendiri! * * * Paling sedikit, kita dapat menarik tiga makna dari ajaran Yesus kali ini. Yang pertama ialah, bahwa yang disebut berbahagia oleh Yesus, adalah orang-orang yang secara kasad mata, adalah orang-orang yang remuk dan hancur hati. Bagaimana "orang-orang celaka" ini bisa disebut "berbahagia"? Jawabnya adalah ketika orang telah tiba ke dasar duka yang paling dalam, serta penderitaan yang paling sempurna; ketika tak ada lagi kata-kata manusia yang mampu menghibur, dan tak ada apa-apa lagi di dunia yang bisa sedikit melipur; maka yang bersangkutan cuma punya dua pilihan. Pilihan pertamanya adalah ia memilih membenamkan diri dalam kedukaan, dan tak keluar-keluar lagi dari situ. Pilihan ini seperti pilihan Yakub yang memutuskan terus berkabung seumur hidup, setelah kematian Yusuf, atau Yudas Iskariot yang memilih menggantung diri, sebab tak kuat menanggung sesal. Seperti mereka yang berkata, "Untuk apa lagi saya hidup tanpa dia atau dalam keadaan seperti ini?!" Tapi memilih mati sebelum ajal, bukanlah satu-satunya pilihan yang tersedia. Ada rute lain. Sebab ketika orang tak dapat mengharapkan apa-apa dari siapa pun dan dari apa pun, maka satu-satunya harapan yang masih mungkin hanyalah pada Allah! Bila orang memilih rute ini, kata Yesus, ia sungguh berbahagia, sebab ia akan dihiburkan. Dihibur oleh Allah sendiri dengan sukacita yang, kata Yesus, "Tidak ada seorang pun yang dapat merampas(nya) dari padamu." Sukacita yang sejati. Sukacita yang lestari. Walaupun bagi si Lemah Hati, penderitaan menghancurkan, namun bagi si Tahan Uji, penderitaan adalah "kawah Candradimuka"-nya satria-satria pilihan, agar keluar dari sana lebih tegar, lebih kuat, serta lebih perkasa. Siap menghadapi medan laga yang lebih berat dan lebih menantang. William Barclay, dalam "Seri PA Sehari-hari" tentang Injil Matius, mengutip sebuah sajak yang, menurut pengamatan dan pengalaman saya, sungguh terbukti kebenarannya. Bunyinya: "Satu mil aku jalan bersama si Nona Kesenangan Sepanjang perjalanan, ia terus berceloteh tanpa titik tanpa koma Namun tak sedikit pun aku menjadi lebih bijaksana oleh semua yang dikatakannya. Satu mil aku jalan bersama si Nona Kepedihan Sepanjang perjalanan, tak satu kata pun keluar dari mulutnya Tapi, wow, betapa banyak hikmah yang kutimba ketika aku dan si Nona Kesedihan jalan bersama." * * * Yang kedua yang disebut "berbahagia" oleh Yesus adalah orang yang bersedia ikut menanggung dukacita sesama. Yang bersedia menangis bersama mereka yang menangis. Anda benar, bila Anda berusaha memelihara jarak dengan benda-benda di sekitar Anda, supaya Anda tidak dikuasainya. Tapi salahlah, bila Anda sengaja memelihara jarak dari sesama. Sebab, astaga, betapa lengangnya, betapa menekannya, dan betapa menyedihkannya dunia, bila didiami oleh orang-orang yang saling tidak peduli! Inti kekristenan adalah kepedulian. Injil memberitakan tentang Allah yang peduli. Dan Allah yang peduli ini menghendaki agar anak-anak-Nya menjadi orang-orang yang peduli. Lawan kata dari "kasih", bukanlah "benci", melainkan "cuek". Apatis. Indifferent. Karena itu, kata-kata Yesus dapat dikalimatkan-ulang menjadi, "Berbahagialah orang yang peduli kepada penderitaan, dukacita, serta kebutuhan sesama, karena mereka sendiri akan dihiburkan." Dan akhirnya, yang ketiga. Kita juga dapat mengalimatkan ulang kalimat Yesus, dengan "Berbahagialah orang yang berdukacita atas dosa-dosa serta ketidaklayakannya sendiri, karena ia akan dihiburkan." Inti pemberitaan Yesus ada dua. Yang pertama adalah sebuah "pernyataan": "Kerajaan Allah sudah dekat!" Dan yang kedua adalah sebuah imbauan: "Bertobatlah". "Bertobatlah, karena Kerajaan Allah sudah dekat!" "Bertobat", tidak cuma berarti berubah, seperti secarik kain yang lambat laun berubah warna; atau seperti manusia pasti berubah menjadi tua. "Bertobat" juga bukan sekadar berarti berbelok, ibarat orang yang semula bermaksud berjalan lurus, tapi eeeit salah, lalu berbelok ke kanan. Bertobat, atau metanioa, artinya adalah berbalik 180 derajat. Dari yang semula berorientasi hanya kepada diri sendiri, kini berubah total menjadi sepenuhnya melayani kehendak Allah. Atau, seperti pengalaman Paulus, yang sebelumnya dikejar-kejar sebagai "kemuliaan", kini dicampakkan sebagai "sampah". Tapi bagaimana perubahan sedrastis dan seradikal itu bisa terjadi? Memang tidak mungkin, kecuali bila orang sungguh-sungguh meratapi kedosaannya, serta menginsyafi kemalangannya. Dengan perkataan lain, hanya bila orang "berdukacita" atas dosa-dosanya, ia berkemungkinan untuk bertobat. Celakanya, selama yang bersangkutan dikuasai oleh Iblis, jiwanya buta. Terus-menerus didorong untuk berbuat dosa, tanpa menginsyafi bahwa yang dilakukannya itu dosa. Dan alangkah fatalnya orang yang berada dalam keadaan seperti ini! Sebab bila orang tidak menyadari kedosaannya, bagaimana mungkin ia menyesalinya? Dan tanpa menyesalinya, bagaimana mungkin ia bertobat? Dan akhirnya, tanpa bertobat, bagaimana ia akan diselamatkan? Yang bersangkutan berada di sebuah jalan satu arah, jalan Kebinasaan Kekal. Sebab itu, kata Yesus, berbahagialah bila Anda mempersilakan Roh Kudus bekerja. Roh akan menginsyafkan Anda akan kedosaan serta kemalangan Anda. Benar, ini akan melahirkan dukacita yang sangat, sakit yang menyayat, serta pemberontakan rasa bangga diri Anda yang amat kuat. Tapi juga membahagiakan! Dengan itu, Anda telah diselamatkan dari suatu keadaan, yang sebelumnya hanya akan membawa Anda ke kebinasaan. Berbahagialah mereka yang hancur hati, sebab keadaan yang tidak dipilihnya! Berbahagialah mereka yang hancur hati, karena peduli terhadap kehancuran sesama! Dan berbahagialah mereka yang hancur hati, karena menginsyafi kedosaan serta ketidak-berdayaan mereka; lalu mencari Allah. Mereka akan mendapatkan sukacita yang sejati, yang murni, yang lestari. Sukacita ilahi! |