SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

www.sumberkristen.com

 

 

 

Sakralnya Hidup, Biadabnya Teror
Oleh Eka Darmaputera

Ketika saya menulis renungan ini, saya bayangkan, Tuhan pasti sedang dirundung duka, sekaligus dipanggang murka. Ia geram tak alang kepalang. Apa sebab? Karena manusia melecehkan kehidupan.

Surat kabar pagi memberitakan, bahwa Anna Lindh, Menteri Luar Negeri Swedia, akhirnya meninggal dunia. Sehari setelah seorang penyerang tak dikenal menusuknya di pusat perbelanjaan di tengah kota.

Kemudian beberapa hari yang lalu, di Israel, sebuah bis hancur luluh diterjang bom bunuh-diri. Sekian belas orang-untuk kesekian kalinya-tewas dalam tragedi itu. Dan dua tahun lalu, pada tanggal 11 September 2001, giliran ribuan orang menjadi korban serangan terorisme di kota New York. Ini belum termasuk korban-korban kekerasan di India, di Liberia, di Rusia, di Indonesia, dan di mana-mana.

Tuhan murka dan murung sebab bagi-Nya hidup itu sangat berharga! Dan sakral! Satu nyawa saja berhasil diselamatkan dari kebinasaan, demikian kata sebuah ayat suci, telah cukup membuat para malaikat bertempik-sorak lantaran riangnya.

Sang gembala yang baik-yang tak lain adalah diri-Nya sendiri-,kata Yesus, rela meninggalkan 99 ekor dombanya, demi untuk mencari-dengan menyabung nyawa, bila perlu-, satu ekor saja dombanya yang sesat dan yang hidupnya diancam bahaya.

* * *

ITULAH inti paling hakiki dari HUKUM KEENAM dari DASA TITAH. Kalimat aslinya yang berbunyi, "JANGAN MEMBUNUH", ingin mengatakan bahwa "HIDUP ITU BERHARGA". "HIDUP ITU KUDUS".

Mengapa "kudus"? Pertama, karena ia berasal dari Allah. Tak ada sumber hidup yang lain, kecuali Dia. Allah yang hidup adalah Allah yang menghidupkan.

Kedua, hidup itu "sakral" sebab kehidupan itulah-dan bukan yang lain-satu-satunya yang dikehendaki Allah. Kisah penciptaan tak lain adalah kisah tentang bagaimana Allah menciptakan "terang" untuk melawan "kegelapan"; menciptakan "ketertiban" guna mengatasi "kekacauan"; dan . menciptakan "kehidupan" sebagai ganti "kekosongan".

Karena itu, jangan mempermainkan kehidupan! Kehidupan bukanlah bahan eksperimen atau objek percobaan. Silakan meng"eksplorasi"nya, tapi jangan meng"eksploitasi"nya. Merawatnya oke, tapi me"rekayasa"nya no way.

Ke"ilahi"an dan ke"suci"an hidup ini mencuat lebih eksplisit lagi, tatkala kita berbicara mengenai "manusia". Kejadian 2: 7 menyebutkan, bahwa "Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah, dan mengembuskan napas hidup ke dalam hidungnya. Demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup".

"Nafas kehidupan" yang memungkinkan manusia menjadi "makhluk yang hidup" itu, ternyata tidak kurang adalah "nafas Allah" sendiri! Sebab itu tak berkelebihanlah bila kita mengatakan, bahwa kehidupan itu "ilahi". Sebagian dari diri Allah sendiri.

Umat Israel dilarang makan darah binatang, karena satu alasan saja, yaitu karena dalam darah itulah terletak kehidupan suatu mahluk. "Darah itu nyawa segala mahluk", kata Imamat 17:14. Dan kehidupan itu sepenuhnya milik Allah. Monopoli dan hak eksklusif Allah. Bukan konsumsi manusia.

Konsekuensinya adalah, membinasakan kehidupan berarti melawan Allah sendiri-sang sumber dan pemilik kehidupan. Segala sesuatu yang ilahi selalu bersifat menghidupkan, tidak menghancurkan. "Keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh," tulis Paulus, "adalah hidup" (Roma 7:6).

* * *

SEBAB itu adalah omong kosong besar, bila ada orang atau kelompok yang begitu dibakar benci sampai membunuh sesamanya, dan mengklaim itu sebagai mission sacre atau tugas suci yang berasal dari Allah. Orang yang berasal dari Allah, mustahil sengaja apalagi berbangga mencederai atau menghabisi nyawa sesama.

Bahkan juga ketika sesamanya itu mereka anggap sebagai "musuh Allah"! Sebab "pembalasan", menurut alkitab, adalah hak eksklusif Allah. "Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan" (Roma 12:19). Tak seorang manusia pun pernah diberi mandat oleh Allah untuk bertindak sebagai "algojo".

Alhasil, bagi manusia cuma tersedia satu pilihan. Yaitu berjalan di jalan Allah, dengan jalan menghormati serta merawat kehidupan. Atau berjalan di jalan Iblis, dengan jalan menghancurkan kehidupan-baik hidup sesamanya maupun dirinya sendiri. Hanya ada satu sebutan yang pantas bagi "terorisme". Yaitu, perbuatan Iblis!

Tapi tolong Anda catat baik-baik. Yang saya maksud dengan "terorisme" itu, bukan hanya terbatas pada perbuatan seperti pemboman yang terjadi di Paddy"s Café di Kuta; atau di serambi hotel JW Marriot, Jakarta; atau di sebuah rumah sakit di Moskwa.

Termasuk dalam kategori terorisme, adalah tindakan sewenang-wenang penguasa terhadap rakyatnya, orang-tua terhadap anaknya, suami terhadap istrinya, majikan terhadap pembantunya, mahasiswa senior terhadap adik-adik kelasnya, dan sebagainya. Bahkan bukan cuma yang berwujud tindakan fisik, tetapi juga sikap dan kata-kata yang sifatnya menghancurkan dan melecehkan martabat kehidupan manusia. Bahkan yang merusak dan mencemari sistem kehidupan seluruh alam ciptaan. Terhadap semua itu, Tuhan Allah bertitah, "Jangan membunuh".

* * *

PERTANYAAN yang wajar pasti segera muncul. Bila titah Allah berbunyi, "Jangan membunuh", mengapa dalam alkitab kita membaca begitu banyak kisah pertumpahan darah? Dan yang lebih mengherankan adalah, bahwa sebagian pembunuhan tersebut diperintahkan oleh Tuhan sendiri.

Agaknya para penafsir sepakat, bahwa perintah "Jangan membunuh" itu "hanya" melarang tindakan-tindakan pembunuhan tertentu, bukan perbuatan membunuh dalam arti umum. Membunuh lalat atau nyamuk atau kecoa, misalnya, pasti tidak termasuk yang diatur di sini.

Penafsiran seperti ini dikuatkan oleh kenyataan, bahwa kata Ibrani yang dipakai menunjuk kepada "tindakan pembunuhan yang semena-mena dan terlarang". Artinya, yang dilarang adalah tindakan mencabut nyawa, yang tanpa disertai oleh alasan yang kuat, dan yang dilakukan dengan cara yang eksesif; berlebih-lebihan. Membunuh dengan motivasi yang salah dan cara yang salah. Membunuh dengan tanpa rasa hormat kepada kehidupan. Ini yang dilarang.

Tapi apakah ada sih pembunuhan yang dapat dibenarkan? Pembunuhan yang dilakukan dengan motivasi yang benar dan dengan cara yang benar? Apa mungkin sih orang membunuh, dan sekaligus menghargai kehidupan?

Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang menimbulkan kontroversi yang tak berkesudahan. Misalnya, apakah "hukuman mati" termasuk dalam kategori pembunuhan yang diperbolehkan? Bagaimana dengan "euthanasia"? Atau "aborsi"? Atau membunuh dalam sebuah peperangan? Kita harus membicarakannya, tapi tidak sekarang.

* * *

APABILA benar yang dimaksudkan dengan "membunuh" dalam perintah keenam ini adalah "membunuh dengan motivasi dan dengan cara yang salah", sebenarnya apakah gunanya hukum seperti itu? Bukankah ada atau tidak ada hukum ini, semua orang di segala tempat dan di sepanjang masa, telah mengetahuinya?

Kriteria mengenai apa yang "salah", memang berbeda-beda. Tapi dari orang ke orang, dari tempat ke tempat, dan dari zaman ke zaman, selalu ada ketentuan "Jangan membunuh". Baik terumus maupun tidak. Selalu ada kesadaran, bahwa ada kehidupan yang mesti dihargai dan yang pantang dicemari kesakralannya.

Di tengah-tengah serba kesamaan tersebut, hukum keenam dari Dasa Titah Tuhan didasarkan pada sebuah prinsip yang amat fundamental. Yaitu, seandaikata pun ada tindakan membunuh yang di"izin"kan, "izin" ini selalu merupakan kekecualian. Bukan prinsip yang berlaku umum.

Sebab prinsip yang umum, yang tidak bisa ditawar-tawar, adalah: menghargai kehidupan. Karenanya, secara umum, membunuh selalu terlarang. Bahwa kalau pun itu terjadi, itu selalu merupakan kekecualian. Yang dilakukan dalam keterpaksaan. Harus mempunyai alasan yang benar-benar kuat. Prinsipnya, sekali lagi, adalah "JANGAN MEMBUNUH, kecuali .". Bukan "SEMUA BOLEH DIBUNUH, kecuali ." Secara a priori, membunuh adalah dosa. Pembunuhan, oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun, selalu merupakan tragedi.

* * *

INI mempunyai dasar teologis yang amat kuat. Titah Allah, seperti yang difirmankan-Nya kepada Nuh, adalah: "Siapa yang menunmpahkan darah manujsia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri" (Kejadian 9:6)

Setiap tindakan yang menghancurkan kehidupan, harus dihindarkan sedapat-dapatnya. Dan mesti dapat dipertanggungjawabkan sedetil-detilnya. Hanya terpaksa dilakukan sebagai pilihan terakhir, untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya hal yang lebih buruk.

Dan dilakukan dengan hati hancur dan muka tertunduk, penuh penyesalan dan pengakuan dosa. Kesadaran kemanusiaan kita pantas terluka menyaksikan Amrozi tertawa-tawa, walau tangannya berlumuran darah.