SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIAmelayani jemaat dan hamba Tuhan
|
|
|
|
Mengetahui Kehendak Tuhan Oleh Eka Darmaputera Siapa pun tanpa ragu akan mengatakan bahwa "Jadilah Kehendak-Mu" adalah doa yang paling masuk akal. Sebab kalau bukan kehendak "Tuhan", lalu kehendak siapa lagi?! Doa ini juga paling pantas diucapkan. Dan semua orang beragama, saya yakin, akan setuju. Tapi bila memang benar demikian, kita pantas bertanya: mengapa menerima kehendak Tuhan begitu sulitnya? Jangankan "menerima", lha wong "mengetahui" yang mana kehendak Tuhan saja sudah begitu membingungkan, bukan? Apakah Anda juga berpendapat demikian? Yoris punya keinginan mulia. Ia mau menikah dengan seseorang yang bukan saja sesuai dengan keinginan hatinya, tetapi juga yang ia tahu benar memang dikehendaki oleh Tuhan. Tapi sekarang ia mesti memilih antara Berta dan Anita. Siapa di antara keduanya yang Tuhan kehendaki? Rustandi juga berada dalam pergumulan hebat. Ia adalah karyawan senior yang amat dipercaya di perusahaan yang telah diabdinya lebih dari 21 tahun, tapi sebenarnya ia sudah tidak betah lagi bekerja di situ. Keluarganya pun mendorong ia mencari pekerjaan di tempat lain, mumpung masih mungkin. Tapi apakah ini juga kehendak Tuhan? Kasus-kasus serupa ini banyak sekali. Dan sering kali, tetap tanpa kepastian apa-apa sampai akhir. Padahal, menurut logika, hanya setelah kita mengetahui dengan jelas "apa" kehendak-Nya, barulah dengan mantap kita dapat mengatakan, "Oke, Tuhan, jadilah kehendak-Mu". Tapi bagaimana caranya? Apakah ada metode yang ces-pleng, reliable, dan siap pakai untuk mengetahui kehendak Tuhan? * * * * AKHIR-AKHIR ini, saya tahu, banyak orang mengaku diberi karunia memiliki talenta untuk itu. Iwan mengajak temannya, Partomuan, bersama-sama ke Tanjung Priok untuk suatu urusan gereja. "Baik," jawab si Partomuan, "tapi aku mesti tanya Tuhan dulu". Lima menit kemudian ia keluar, sambil berkata, "Beres, Tuhan bilang kita boleh ke Priok". Hebat, bukan? Tidak kalah hebat (dan tragisnya!), adalah cerita tentang Arifin. Yang tanpa hujan tanpa angin, tiba-tiba memutuskan hubungan cintanya dengan Ismi, kekasihnya selama lebih dari 7,5 tahun. Ada apa? "Tuhan menghendakinya," jawabnya enteng. Katanya, Tuhan juga menghendaki ia menjalin hubungan dengan Warsini, bukan Ismi. Bagi orang-orang seperti mereka, berhubungan dengan Tuhan adalah semudah orang mengangkat telepon. Tekan nomor tertentu, sambungan langsung terjadi, dan jawaban segera. Beberapa penginjil dan pendeta membuka "praktik spesialis", untuk orang-orang yang perlu informasi mengenai "kehendak Tuhan". Peminatnya ternyata banyak juga, yaitu mereka yang datang untuk menanyakan soal jodoh, peruntungan, pekerjaan, dan lain sebagainya. Pendeta-pendeta ini, tanpa sadar atau pura-pura tidak sadar, telah menghidupkan kembali praktik-praktik kekafiran-seperti praktik orakel Delphi-yang telah dibasmi ketika orang-orang Yunani dan Romawi menjadi Kristen. Di samping itu, para pendeta itu juga telah membangkitkan kembali roh-roh kepercayaan lama, yaitu ketika orang-sebelum melakukan sesuatu yang penting-datang terlebih dahulu kepada "dukun-dukun" atau "pelihat-pelihat", untuk bertanya dan memperoleh kepastian tentang apa kehendak para dewata. Kekristenan sangat menentang praktik-praktik yang populer ini, bukan cuma karena ia merupakan sarang penipuan, melainkan juga pusat penyesatan iman. Sepanjang ingatan saya, tidak ada "dukun" atau "penginjil" yang pernah diajukan ke pengadilan, karena "ramalan" mereka meleset. Tapi saya yakin, mereka tidak akan luput dari pengadilan Tuhan. * * * * TUHAN tentu saja bisa menyatakan kehendak-Nya secara langsung. Menurut Alkitab, itulah cara Ia berkomunikasi dengan Adam, Abraham, Musa, Maria, Yusuf, dan sebagainya. Ia adalah Allah yang bebas untuk memakai cara apa pun yang dikehendaki-Nya. Namun yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa ini hanya terjadi pada saat-saat yang Ia anggap perlu, dan mengenai hal-hal yang Ia nilai penting. Artinya, tidak setiap kali kapan pun "kita" mau, melainkan sekali-sekali bila "Ia" mau! Alkitab menyaksikan, bahwa pernah ada satu masa-lama sekali-di mana Tuhan diam. Tidak menyatakan kehendak. Bahkan mengutus nabi pun tidak. Mengapa begitu? Karena Ia berkehendak begitu, walaupun Israel tidak menghendaki itu. Kemudian, bila Ia mau menyatakan kehendak secara langsung, itu hanyalah mengenai hal-hal yang "Ia" anggap penting. Bukan mengenai apa saja yang "kita" anggap penting! Tuhan memang memperhatikan soal-soal "kecil", tapi bukan soal-soal yang "remeh", yang cuma mengekspresikan hawa nafsu serta keinginan daging manusia. Ia memperhatikan air mata orang miskin, tapi mengacuhkan doa si kaya yang minta mobil Rolls Royce. Jadi, apa yang Tuhan mau? Tidak lain adalah, mencari kehendak-Nya! Berulang-ulang Ia katakan itu. "Carilah wajah-Ku" (Mazmur 27:8). "Biarlah bergirang dan bersukacita semua orang yang mencari Engkau" (Mazmur 70:5). "Carilah Tuhan, hai semua orang yang rendah hati di negeri, yang melakukan hukum-Nya, carilah keadilan, carilah kerendahan hati, mungkin kamu akan terlindung pada hari kemurkaan Tuhan" (Zefanya 2:3). Cari, cari, cari! "Mencari" mengimplikasikan usaha dan kerja keras; bukan sekadar angkat telepon atau kirim SMS. "Mencari" mengimplikasikan kerinduan dan hubungan batin yang dalam; bukan sekadar "saya tanya - Ia jawab - urusan selesai". Akhirnya, "mencari" juga mengimplikasikan sesuatu yang mesti kita lakukan terus-menerus. Kehendak Tuhan tidak pernah kita kuasai sepenuhnya. Ia senantiasa harus kita gumuli dari waktu ke waktu, dari situasi ke situasi. Di setiap waktu dan situasi itulah, kita dipanggil untuk berdoa, "Jadilah kehendak-Mu". Wah, sekiranya saja benar mengetahui kehendak Tuhan itu sesederhana angkat telepon ke sorga, lalu apa gunanya Alkitab? Yang bakal terjadi, tetapi untung tidak terjadi, adalah kita menjadi "sama seperti Allah". Mengetahui segenap batin dan pemikiran Allah. Inilah yang diinginkan Adam dan Hawa, dan yang membuat mereka jatuh ke dalam dosa! Kepingin tahu mengenai segala sesuatu. * * * * ANDA pasti ingat permohonan si Kaya kepada Abraham, dalam perumpamaan "Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin". Ia minta agar Lazarus boleh sebentar saja kembali ke bumi, untuk memberitahu sanak kerabat si Kaya, agar hidup baik-baik di dunia, sehingga tidak mengalami nasib sama seperti dia. Dan apa jawab Abraham? "Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu" (Lukas 16:29). Itulah makna doa "Jadilah kehendak-Mu". Pelajarilah isi Alkitab dengan benar, dan laksanakanlah dengan taat. Jangan cuma punya Alkitab, mungkin sekali-sekali dibaca, tetapi apa yang dilaksanakan adalah menanti "orang pintar" memberitahukan secara langsung apa kehendak Tuhan. No way! Kita mesti mencari dan menggumulinya sendiri. "Ada pada mu kesaksian Musa dan para nabi". Baca itu, pelajari itu, hayati itu, laksanakan itu! * * * * KETIKA menghadapi pilihan-pilihan yang sulit dan dilematis, apakah ada cara tertentu untuk mengetahui yang mana kehendak Tuhan? Saya tahu beberapa orang minta "tanda" kepada Tuhan. Cara ini, walau mungkin saja dipakai oleh Tuhan, tapi amat sulit untuk diandalkan. Sebab pertanyaan berikutnya setelah ada "tanda" adalah, benarkah "tanda" tersebut berasal dari Tuhan, atau penafsiran subyektif kita saja? Kita sadar bahwa kemanusiaan kita terlalu lemah dan terlalu egois, untuk dapat membaca dan menerima kehendak Tuhan yang berlawanan dengan kehendak hati. Kecenderungan manusia adalah mengindentikkan kehendak-nya sebagai kehendak Tuhan. Tidak sebaliknya. Sulit sekali menerima bahwa itu adalah "tanda" dari Tuhan, ketika Ia menghendaki kita memikul salib, dan bukan mengambil cawan kematian dari mulut kita. Jadi bagaimana? Jawabnya adalah: tidak ada jalan yang mudah untuk mengetahui kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan, sekali lagi, harus terus dicari dan digumuli. Kita mesti punya stamina iman seperti Yakub, siap bergulat dengan malaikat Tuhan sampai pagi (Kejadian 32:22-32). Ini menunjukkan keseriusan kita dalam mencari. Toh Tuhan berkenan memberikan pedoman, petunjuk dan rambu-rambu batas, mengenai mana yang Ia kehendaki dan mana yang pasti tidak Ia kehendaki. Di mana kita dapat memperolehnya? Kita mempunyai Alkitab. Kita mempunyai Dasa Titah. Kita mempunyai Hukum Kasih. Dan lebih spesifik lagi, sabda-Nya, "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu" (Mikha 5:8). Lakukanlah itu, maka Tuhan akan menyukainya. Langgarlah itu, pasti Allah tidak menghendakinya. Tapi tidak mungkinkah, untuk pengambilan keputusan dari saat ke saat, kita mengetahui kehendak Tuhan? Mungkin sekali, walaupun apa yang kita ketahui itu tetap saja tidak mutlak. Begini caranya: bergaul akrab-lah dengan Allah setiap saat, dan bersungguh-sungguhlah mencintai-Nya! Seorang sahabat dekat dan seorang kekasih sejati, tahu benar apa yang dikehendaki dan apa yang tidak disukai sahabat dan kekasihnya. Ia tidak perlu bertanya-tanya ke kanan atau ke kiri. Tidak perlu menunggu "orakel orang pinter". |