SUMBER KRISTEN: ARTIKEL TEOLOGIA

melayani jemaat dan hamba Tuhan

 Home Hubungi Kami Pengakuan Iman Kotbah Sermon Mimbar Gereja Artikel ilustrasi Humor ebooks Kursus Teologia Clip Arts Power Point Direktori

www.sumberkristen.com

 

 

 

KITA TAK PERLU MENYERAH DAN BERPUTUS ASA
Oleh: Eka Darmaputera

Allah tidak hanya terbukti kekuasaan-Nya dalam mengendalikan seluruh pergerakan dalam alam semesta. Tidak juga cuma nyata kebisaan-Nya dalam mengarahkan jalannya sejarah umat manusia. Yang tak kalah--malah mungkin lebih langsung terasa--pentingnya adalah: Ia mampu mengaruniakan "stamina" dan "tenaga dalam" untuk menghadapi pencobaan dan kesulitan hidup kita masing-masing. Ah, benarkah?

Anda tak perlu malu atau menutup-nutupinya. Saya tahu pasti, bahwa setiap orang--termasuk Anda dan saya--pasti punya "salib" untuk dipikul dari hari ke hari. Jenisnya berbeda-beda. Berat dan kadarnya pun bervariasi. Tapi tak seorang pun luput dan bebas dari padanya. Juga mereka yang dari luar hidupnya kelihatan begitu mapan, ceria, dan lengkap.

Seperti pada kisah putra-putri Ayub, tanpa dinyana dan tanpa diduga, tornado datang menyerang hidup kita tiba-tiba sementara kita berpesta-pesta, dan sejak itu hidup kita pun berubah 180 derajat. Angin puyuh itu bisa perubahan drastis dari situasi di sekeliling kita; bisa kerugian besar dalam perdagangan dan usaha kita; bisa kabar buruk mengenai orang atau orang-orang yang paling kita cintai; bisa vonis dokter bahwa kita mengidap penyakit terminal. Dan macam-macam lagi. Bagaikan hujan deras yang turun tiba-tiba, memporak-porandakan suasana pesta kebun yang telah kita rencanakan dengan begitu lama dan begitu cermat. Padahal ramalan cuaca memberitahukan bahwa cuaca akan cerah sepanjang minggu.

* * *

Kekristenan tidak menutup mata terhadap realitas ini. Orang Kristen malah diajar untuk menghayati kenyataan yang pengap dan berbau apek ini, sebagai bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan. Seperti durian yang lekat dengan baunya.

Sebab itu, seperti Yesus, kita--walau enggan--kadang-kadang harus memantapkan hati, dan pergi juga ke "Yerusalem." Juga ketika seluruh dunia mencegah kita, dan kita pun tahu, bahwa di "Yerusalem" itu salib telah menunggu kita. Bukankah doa kita yang terbaik adalah: "Tuhan, karuniakan daku keberanian, untuk mengubah apa yang bisa diubah; keikhlasan untuk menerima apa yang tidak mungkin berubah; serta kebijakan untuk membedakan keduanya"?

Kesulitan dan pencobaan adalah bagian dari ritme dalam musik kehidupan. Kita tidak dapat mengharapkan musim semi yang tak pernah bertukar. Suka tak suka, kita mesti bersedia dipanggang oleh panas musim kemarau, dan diguyur oleh air musim penghujan.

Bahkan, seperti tulis Paul Laurence Dunbar, "Hidup adalah satu cuil roti kering dan satu sudut sempit untuk berbaring / satu menit tersenyum dan satu jam menangis / satu tetes sukacita dalam satu belanga air mata / tak pernah ada satu tawa tanpa diikuti raung kesakitan dua kali ganda.

* * *

Di samping mengakui kenyataan bahwa hidup manusia tak pernah sepi dari masalah-masalah besar maupun kecil, iman Kristen menegaskan bahwa Allah memberikan kepada kita daya serta kekuatan untuk menghadapinya. Yaitu kekuatan untuk menjaga keseimbangan sehingga kita tidak limbung tergagap-gagap, melainkan mampu berdiri tegak di tengah terpaan pencobaan serta beratnya beban kehidupan.

Rasa mantap dan tidak mudah "grogi" ini, adalah salah satu peninggalan Yesus yang paling utama dan paling berharga bagi murid-murid-Nya. Ia tidak mewariskan sumber-sumber kekayaan materi atau resep-resep untuk memperolehnya dengan mudah. Ia juga tidak meninggalkan rumus-rumus mantra yang akan mengecualikan pengikut-pengikut-Nya dari penderitaan dan penganiayaan.. Tapi Ia memberikan kepada kita warisan yang tidak mungkin binasa, "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu." "Damai sejahtera" atau "shalom" yang, menurut Paulus, melampaui semua batas pengertian dan pemahaman manusia. Maksudnya, yang seharusnya tidak mungkin, eee ternyata mungkin. Kita mungkin untuk menjadi "daud" yang mengalahkan "goliat" kehidupan.

Sering sekali kita menyepelekan Allah. Tapi ingatlah, bila taufan pencobaan menyerang garang , dan angin kekecewaan bertiup kencang; bila gelombang tinggi kesedihan nyaris menggulung dan menelan; maka hidup Anda pasti cabik terserpih-serpih, rantas bagaikan kain tua, sekiranya Anda tidak punya kekuatan iman serta ketabahan untuk menopang Anda!

* * *

Banyak frustrasi terjadi, karena orang menggantikan Allah dengan "illah," dan mempercayakan diri kepadanya. Dunia pernah memper'illah'kan iptek, untuk akhirnya mendapati bahwa iptek menghasilkan temuan-temuan, yang membuat manusia diliputi oleh kekhawatiran dan ketidakpastian yang jauh lebih dahsyat, yang iptek sendiri tidak mampu mengatasinya.

Manusia lalu menyembah illah kesenangan, yang akhirnya membawa manusia kepada kesadaran, betapa konsumerisme dan hedonisme, pemujaan terhadap kemewahan materi serta kenikmatan ragawi, cuma mampu untuk memberi kepuasan yang singkat dan dangkal, tapi diikuti oleh kekosongan jiwa yang dalam dan kadang-kadang penyesalan yang panjang. Kemudian. pernah pula, bahkan sampai sekarang pun, manusia menaklukkan diri ke bawah duli illah uang dan harta benda, untuk digiring kepada kekecewaan, sebab betapa begitu banyak hal yang berharga dalam hidup ini-seperti cinta kasih, kesetiaan dan persahabatan-yang tak dapat dibeli dengan uang. Semua illah ini, pada dirinya bukannya tidak penting. Saya akui, semuanya begitu vital dan amat bermanfaat bagi manusia. Asal kita ingat batasnya. Mereka tidak bisa meninggalkan damai sejahtera dan bahagia sejati dalam hati manusia.

* * *

Cuma Allah yang bisa! Berlawananan dengan kecenderungan orang untuk kian skeptis terhadap setiap bentuk kepercayaan kepada Allah--tahayul bentuk baru, kata mereka--saya justru ingin menegaskan betapa iman, dalam arti menghayati, mengalami dan mereaktualisasikan kembali, damai sejahtera yang telah dikaruniakan Allah, adalah jawaban atas semua permasalahan manusia zaman ini. Dengan iman-bahkan yang sekecil biji sesawi pun, kata Yesus--kita dapat menguruk lembah-lembah kesunyian dan menjadikannya bukit-bukit kegirangan. Dengan iman--yang menegaskan bahwa tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya--kita dapat menyalakan kembali cahaya pengharapan baru ke wilayah kekuasaan pesimisme dalam kehidupan manusia.

Apakah ada di antara Anda yang kini sedang berjalan menapaki "lembah-lembah kematian"? Atau yang sedang berada di ambang ketidakpastian, sebab ditinggalkan oleh yang paling tercinta? Yang mulai membatu hatinya, sebab kekecewaan yang terlampau dalam dan menyakitkan, yang disebabkan justru oleh orang-orang yang paling dekat? Yang kehidupan rumah tangganya mulai retak dan rontok di sana sini? Ayo, berhentilah meratap dan menggugat! Bangkitlah dan hadapilah kehidupan seraya katakan: "Apa pun yang akan terjadi, terjadilah! Aku punya Allah yang bisa!"

Jangan sampai tangan kita sendirilah yang menutup pintu bagi kuasa Allah untuk bekerja dengan leluasa dalam hidup kita! Jangan biarkan telinga kita menjadi tuli dan mata kita menjadi buta, sehingga tidak bisa lagi mendengar dan melihat tanganNya yang mengulurkan damai sejahtera!

Apakah semua yang saya katakan ini bukan cuma hiburan kosong, yang manjur hanya bagi mereka yang tak pernah dewasa perkembangan jiwanya? Iming-iming sorga yang tak punya relevansi apa-apa di tengah-tengah kenyataan dunia? Jawab saya: "YA, semua itu memang nonsens bagi orang yang apriori sudah menutup diri, dan tidak memberi kesempatan kepada Allah untuk membuktikan ke"bisa"an-Nya."

Siapa pun tidak bisa membuat Anda kenyang, bila Anda tidak mau makan nasi yang ada di depan Anda. Tak seorang pun serta-merta menjadi kaya, hanya karena di bawah kakinya di bawah permukaan tanah tersimpan emas berton-ton beratnya, sampai ia menggali tanah itu dan menjadikan emas itu benar-benar miliknya.